• Tidak ada hasil yang ditemukan

٢٢ Artinya: “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang

6) Menyelaraskan antara kinerja dan imbalan

Imbalan dapat dipahami dengan upah atau gaji. Pada dasarnya upah atau gaji merupakan kompensasi sebagai kontra prestasi atas pengorbanan pekerja. 143 Upah atau gaji tersebut diberikan kepada pegawai yang telah bekerja sesuai standar kerja yang ditentukan dalam rentang waktu dan jumlah yang ditentukan berdasarkan personal contract. Upah atau gaji tersebut biasanya diberikan dalam periode hari, minggu, bulan atau kurun waktu tertentu. Namun upah atau gaji juga dapat diberikan berdasar realisasi prestasi atau produksi.

Upah disebut juga ujrah dalam Islam. Ujrah berasal dari kata Al Ujru wal Ujratu, yang artinya upah.144 Upah adalah sejumlah pembayaran oleh orang pemberi pekerjaan untuk jasa seorang pekerja yang diberikan sesuai perjanjian.145 Jadi upah adalah biaya atau kompensasi atas jasa yang telah diberikan oleh pekerja.

Upah secara menyeluruh dijelaskan dalam Al-Qur’an surat At Taubah ayat 105:

ِللقَو

ٱ

ْاوللَم ع

ىَ َير َسَف

ٱ

ل َّلله

لللولسَرَو ملكَلَمَع

ۥ

َوٱ

َٗۖنولنِم ؤلمل

ِمِلَٰ َع َٰلَِإ َنوُّدَ لتَُسَوَ

ٱ

ِ يَغ ل

َو

ٱ

ِةَدَٰ َه َّشل

لتنلك اَمِب ملكلئَِِّّنليَف

م

َنوللَم عَت

٢٣٩

143 Wibowo, Manajemen Kinerja, op. cit. hal.298

144 Ahmad Warso Munawir, Al Munawir kamus Indonesia Arab, (Surabaya: Pustaka Progresif, 2007), h. 931

145 Fazalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid ke-2, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf,1995), h. 361

Artinya: “Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka

Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”146

Ayat ini menjelaskan tentang seruan untuk bekerja dengan amal shaleh dan dapat memberikan manfaat bagi diri sendiri, keluarga ataupun masyarakat. Maka Allah melihat pekerjaan itu dan memberinya ganjaran. Allah SWT Berfirman dalam Al Qur’an surat An Nahl ayat 97:

نَم

لهَّنَيِي حلنَلَف ٞنِم ؤلم َولهَو َٰ َثَنلأ وَأ ٍرَكَذ نِّم ا حِلَٰ َص َلِمَع

ۥ

َنوللَم عَي ْاولن َكَ اَم ِن َس حَأِب ملهَر جَأ ملهَّنَيِز جَ َلنَو ٗۖ ةَِِّّيَط ةَٰوَيَح

٥٤

Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal

saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”147

Ayat ini menerang tidak ada perlakuan yang berbeda atau diskriminasi pada gender dalam menerima upah / balasan dari Allah dalam pekerjaan yang sama. Pada ayat ini penekanan upah bukan hanya tentang kenikmatan di dunia namun juga balasan di akhirat atau pahala. Dalam hadits juga disebutkan bahwa:

146 Departemen Agama RI, op. cit. h. 273 147 Departemen Agama RI, op. cit. h. 378

لهَرْجَأ لهْمِلْعليْلَف اايرِجَأ َرَجْأَتْسا ِنَم

Artinya: “Barangsiapa yang mempekerjakan seseorang hendaklah ia memberitahukan upahnya.”

(HR. Al-Baihaqi dan Ibn Syaibah)148

Rasulullah SAW mempertegas pentingnya kelayakan upah dalam sebuah hadits: “Mereka (para budak dan pelayanmu) adalah

saudaramu, Allah menempatkan mereka di bawah asuhanmu; sehingga barang siapa mempunyai saudara di bawah asuhannya maka harus diberinya makan seperti apa yang dimakannya (sendiri) dan memberi pakaian seperti apa yang dipakainya (sendiri); dan tidak membebankan pada mereka dengan tugas yang sangat berat, dan jika kamu membebankannya dengan tugas seperti itu, maka hendaklah membantu mereka (mengerjakannya).” (HR. Muslim)149 7) Menyampaikan informasi yang sebenarnya/transparansi

Tak cukup bagi pemimpin hanya berkemampuan dalam menciptakan komitmen dan memutuskan sesuatu sesuai pola pikir saja, namun komitmen serta keputusan itu harus diinterpretasikan secara tertulis atau lisan menjadi instruksi, kreatifitas, prakarsa, inisiatif, gagasan, pendapat, serta hal lainnya, sehingga dapat orang lain dapat memahamîn ya, terlebih bagi anggota kelompok.150

148 Muhammad Ibn Yazid Al-Qowain, Sunan Ibn Majjah, Juz II, (Dar al-Fikr, Beirut, t.th.), h. 817

149 Mausu’ah al Hadits asy Syarif Kutubus Sittah Shahih Muslim Kitab Al Aiman, (bab 10 hadits ke 4403)

Komunikasi merupakan proses pengalihan suatu ide dari asal ide kepada satu penerima atau lebih yang bertujuan mengubah tingkah lakunya.151 Pengertian komunikasi Islam merupakan suatu proses penyampaian informasi atau pesan oleh komunikator kepada komunikan secara langsung atau melalui suatu perantara dengan berpedoman kepada asas komunikasi dalam ajaran Al-Qur’an dan Hadis, proses ini dimksudkan untuk mengarahkan persepsi yang benar sesuai hakikat kebenaran agama seperti bagaimana seseorang dalam kehidupannya, aqidah, ibadah serta muamalah.152 Sangat penting adanya komunikasi dalam kepemimpinan, dari komunikasi tersebut dapat menjadikan umpan bagi orang lain agar dapat berfikir dan membuat pertimbangan. Komunikasi tersebut dapat dikatakan berhasil apabila penyempian pesan dapat diterima dengan baik.

Terdapat beberapa prinsip dasar berkomunikasi, diantaranya; Qaulan Sadida (Komunikasi yang Tegas), Qaulan Baliga (Komunikasi yang Penuh Makna), Qaulan Maisura (Komunikasi yang Mudah), Qaulan Layyina (Komunikasi dengan Lemah Lembut), dan Qaulan Ma’rufa (Komunikasi yang

Penuh Nilai Kebaikan),153 Qaulan Kariman (komunikasi yang memiliki norma etika)154, selain itu terdapat prinsip yang tidak kalah

151 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), h. 18.

152 Syukur Kholil, Komunikasi Islami (Bandung: Cita Pustaka, 2007), h. 2. 153 Fahri, dkk., Komunikasi Islam (Yoyakarta: AK Group, 2006), h. 21.

154 Muhammad Jufri, Prinsip-Prinsip Komunikasi Dalam Alquran, (STAIN Parepae, tth.), h. 154

pentingnya yaitu keterbukaan dan kejujuran155 atau disebut dengan transparan. Salah satu ayat yang menjelaskan tentag bagaimana dalam penyampaian informasi dalam Al Qur’an surat Al Isra’ ayat 53:

للقَو

ْاوللولقَي يِداَِِّعِّل

ٱ

ِتََّّل

َّنِإ لن َس حَأ َ ِهِ

ٱ

َنَٰ َط ي َّشل

َنَي

ل

غ

َّنِإ ملهَن يَب

ٱ

ََٰط ي َّشل

َن

ا نيُِِّّم ا ّولدَع ِنَٰ َسنِلِۡل َن َكَ

٩٠

Artinya: “Dan katakanlah kepada

hamha-hamba-Ku: "Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.”156

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa cara berkomunikasi adalah dengan cara yang benar, menhyampaikan sesuatu yang benar dan transparant.

Karakter sebagai komunikator yang efektif telah terdapat pada diri Nabi Muhammad SAW. Hal itu terbukti dari para sahabat yang dengan mudah menerima ucapan, perbuatan dan ketetapan beliau yang selanjutnya secara turun-temurun diajrkan. Itulah yang disebut sebagai hadits atau sunnah Muhammad SAW.157 Beliau juga menetapkan kaidah-kaidah peperangan dengan kalimat-kalimat yang sederhana dan mudah dimengerti (seperti kebanyakan terdapat dalam doktrin militer di zaman modern). Beliau bersabda

155 Fahri, dkk., Komunikasi Islam, op. cit. h. 14 156 Departemen Agama RI, op. cit. h. 391 157 Muhammad Syafii Antonio, op. cit. h. 199

“berperanglah dengan nama Allah, di jalan Allah,

perangilah orang-orang kafir kepada Allah ! berperanglah, dan janganlah melampaui batas, jangan melanggar perjanjian, jangan mencincang korban, dan jangan membunuh anak-anak....!”

“permudahlah, jangan mempersulit, ciptakan

ketenangan dan jangan membuat orang lain lari.”158

c. Nilai Empowering (Pemberdaya) dalam Kepemimpinan Profetik

Pemberdayaan (Empowering), fungsi ini berkenaan dengan usaha pemimpin untuk mengembangkan lingkungan organisasi sehingga setiap orang didalamnya dapat menunjukkan performa terbaik dan berkomitmen kuat (committed). Tanggung jawab pekerjaan atau tugas harus dipahami oleh pemimpin. Pendelegasikan otoritas dan tanggung jawab kepada karyawan juga harus dimengerti oleh pemimpin. Apa dikerjakan siapa? Apa alasan/tujuan pekerjaan? Bagaimana cara bekerja? Sumber daya apa yang mendukung pekerjaan terselesaikan? Bagaimana akuntabilitasnya?159 Melaksanakan fungsi pemberdayaan artinya menggerakkan orang agar turut serta dalam aktifitas dan keputusan yang mana akan berpengaruh terhadap pekerjaannya.160 Pemberdayaan adalah terjadinya transformasi pada falsafah manajemen yang bisa mewujudkan suatu lingkungan, yang mana lingkungan itu akan digunakan oleh individu sehingga dapat memanfaatkan energi dan kemampuannya untuk mencapai tujuan organisasi.161 Dengan adanya

158 ibid. h. 432

159 Muhammad Syafii Antonio, op. cit. h. 34-35

160 Jane Smith, Empowering People, (London: Kogan Page Limited, 2000), h. 1

161 Sarah Cook dan Steve Macaulay, Perfect Empowerment alih bahasa Paloepi Tyas R., (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 1997), h. 2

pemberdayaan ini, pegawai mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan keterampilannya dan gagasannya sehingga menjadi realitas. Seorang pegawai mempunyai inisiatif dan tanggung jawab dalam melaksanakan suatu hal yang dianggap perlu.

Pemimpin sebagai empowering mengimplementasikan nilai-nilai profetik shiddîq, Amânah, Fathânah dan Tablîgh. Berikut adalah integrasi antara nilai-nilai profetik dan kepemimpinan modern yaitu pemimpin sebagai empowering:

Tabel 6. Integrasi nilai-nilai profetik dalam empowering No. Kepemimpinan

Modern

Profetik Nilai-nilai profetik

3. Empowering Shiddîq, Amânah,

Fathânah, Tablîgh

a Menumbuhkan semangat kinerja yang terbaik

Tablîgh Motivasi

b Menumbuhkan komitmen yang kuat

Shiddîq Loyal

c Memahami sifat pekerjaan/tugas yang diembannya

Amânah Tanggung jawab pada

tugas yang diembannya d Mendelegasikan

tanggung jawab dan otoritas terhadap karyawan

Amânah, Tablîgh Tanggung jawab pada

tugas yang diembannya, Informasi untuk umat bukan diri sendiri e Menyesuaikan kinerja

karyawan dengan kualifikasinya

Shiddîq Adil, Obyektif

f Memiliki tujuan kinerja yang jelas

Fathânah Alasan

g Melaksanakan kinerja dengan cara yang jelas

Shiddîq, Fathânah Jujur, Cerdas spiritual h Memanfaatkan sumber

daya yang ada secara maksimal

Shiddîq, Fathânah Perbaikan, Inovatif dan

Sirah nabawiyah menceritakan bagaimana Muhammad SAW

cakap dalam mencapai suatu tujuan dengan mensinergikan potensi-potensi yang dimiliki oleh para pengikutnya. Sebagai contoh, ketika perang Uhud, Muhammad SAW menyusun strategi untuk mengamankan pasukan infantri Muslim dengan memposisikan pasukan pemanah di punggung bukit. Kemudian ketika pembangunan masyarakat Madinahdimulai, dengan bijak Muhammad SAW juga mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar. Amir (kepala daerah) dan hakim Beliau angkat sesuai dengan kompetensi dan rekam jejak (track record) yang dimilikinya. Sehingga Muhammad SAW membangun dasar-dasar sistem social masyarakat yang modern dalam kurun waktu yang cukup singkat (sekitar 10 tahun). Pemimpin-pemimpin lainnya di dunia untuk mencapai hal semacam ini mungkin membutuhkan waktu yang lebih lama.

Diantara nilai-nilai yang dapat diambil dari kepemimpinan profetik, dimana Rasulullah SAW berperan sebagai empowering adalah:

Dokumen terkait