• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menyusun strategi mobilisasi sumber daya para pihak dalam restorasi ekosistem

Kegiatan rehabilitasi dan restorasi ekosistem di TNHGS sudah ada walaupun masih belum terintegrasi. Inisiatif tersebut ada yang berasal dari organisasi non pemerintah, sektor swasta, atau bahkan dari kelompok masyarakat sendiri. Inisiatif inilah yang seharusnya terus didorong agar mampu memberikan dampak yang lebih besar. Untuk itu diperlukan rancangan program yang memadai guna menjamin terciptanya efek pengganda (multiplier effect). Namun, menciptakan efek pengganda bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Perlu disadari bahwa dalam praktek restorasi ekosistem di TNGHS

48

selama ini masih dihadapkan pada berbagai kendala atau tantangan. Tidak hanya menyangkut ketersediaan dana dari pemerintah, tetapi juga menyangkut ketersediaan sumber daya manusia, penguasaan ilmu dan teknologi restorasi, hingga penguasaan informasi-informasi penting yang berkaitan dengan restorasi ekosistem dan instrumen-instrumen pendukungnya. Mobilisasi (pengerahan) sumber daya diharapkan akan mampu memperluas sumber daya yang dibutuhkan untuk menggerakan program restorasi sehingga terbangun keberlanjutan program. Mobilisasi sumber daya juga dapat memaksimalkan penggunaan keterampilan dan modal internal, memperluas hubungan dengan

stakeholders dan masyarakat, dan mengembangkan pemikiran baru untuk menghadapi tantangan. Harapan ke depan, mobilisasi sumber daya dapat membantu ke arah perumusan anggaran mandiri dan mengurangi ketergantungan pada pihak lain.

Mobilisasi sumber daya akan mengidentifikasi sumber daya yang penting bagi pengembangan, implementasi dan kelanjutan program dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan. Supratin (2012) menjelaskan bahwa mobilisasi sumber daya berarti perluasan hubungan dengan penyedia sumber daya, keterampilan, pengetahuan dan kapasitas untuk penggunaan sumbe rdaya yang sesuai. Mobilisasi sumber daya tidak hanya berarti penggunaan dana/uang, tetapi secara luas menandakan proses untuk mencapai misis tertentu melalui mobilisasi pengetahuan yang dimiliki oleh para pihak, penggunaan keterampilan, peralatan, jasa dan lain-lain yang juga berarti mencari sumber- sumber baru serta penggunaan secara maksimal sumber daya yang tersedia.

Pemetaan peran stakeholders menjelaskan bahwa sumber daya pendukung restorasi ekosistem TNGHS sebagian besar ada pada pemerintah dan swasta. Dalam hal ini, organisasi non pemerintah dan lembaga pendidikan

dapat memegang peran kunci dalam “menjembatani” terjadinya mobilisasi

sumber daya yang tersedia di pemerintah dan swasta/BUMN selain juga memobilisasi sumber daya yang dimilikinya. Satu contoh mobilisasi sumber daya dapat dilihat pada inisiatif restorasi ekosistem di TNGHS yang relatif dapat mengilustrasikan mobilisasi sumber daya dan pelibatan para pihak yang saat ini ada adalah prakarsa lintasan hijau atau Green Corridor Initiative (GCI). PT Chevron Geothermal Salak (CGS) bekerjasama dengan Yayasan Kehati selaku grant making institution untuk menyalurkan dana pengelolaan lingkungan sebagai bagian dari tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. Yayasan Kehati menyalurkan dana tersebut kepada mitra-mitra dari lembaga non pemerintah (untuk melakukan survei/pemetaan sosial, pemberdayaan masyarakat), universitas (untuk melakukan kajian terkait restorasi ekosistem) ataupun kelompok masyarakat (untuk mengimplementasikan program restorasi ekosistem secara fisik/penanaman dan pemeliharaan). CGS sendiri juga melakukan pemberdayaan ekonomi pada beberapa desa di sekitar wilayah kerjanya. Praktiknya, proses mobilisasi ini tentu saja dalam koordinasi dengan Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak sebagai pengelola kawasan (Semesta 2015).

49

4

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pemangku kepentingan (stakeholders) dalam aksi restorasi Koridor Halimun- Salak teridentifikasi 26 aktor yang terdiri dari 13 kantor di Pemerintah Pusat, 3 SKPD di Pemerintah Provinsi dan 10 SKPD di Pemerintah Kabupaten. Teridentifikasi 15 aktor pada kelompok BUMN/Swasta, 4 Aktor kelompok lembaga pendidikan dan 11 aktor organisasi non pemerintah/LSM, sehingga total

stakeholders yang teridentifikasi dalam aksi restorasi ekosistem di TNGHS pada wilayah sukabumi adalah 56 pemangku kepentingan (stakeholders). Terpetakan 2 aktor yang menjadi aktor kunci (keyplayers) dengan kepentingan dan pengaruh yang tinggi sehingga untuk restorasi jangka panjang perlu secara aktif dikelola, berkoordinasi dan dijaga hubungannya agar dapat terus mendukung tujuan yang diharapkan. 30 aktor yang menjadi subject dengan kepentingan tinggi dan pengaruh rendah oleh karena itu penting secara rutin diberikan informasi mengenai aksi restorasi dan berkoordinasi. 20 aktor tergolong context setter dengan kepentingan rendah dan pengaruh tinggi sehingga perlu dipantau dan dikelola agar tetap memiliki hubungan baik, karena berpotensi memberikan resiko negatif terhadap tujuan yang ingin dicapai dan 4 aktor menjadi crowd dengan kepentingan dan pengaruh rendah yang tidak dapat diabaikan sehingga dapat menjadi pertimbangan untuk mengikutsertakannya dalam pengambilan keputusan.

Opsi strategi kebijakan yang disusun setelah mengetahui persoalan konsep dan kebijakan restorasi ekosistem, masalah tenurial dan tata kelola hutan serta efektivitas peran para pihak dalam implementasi restorasi ekosistem di Koridor Halimun Salak, adalah dengan menyusun konsep, kebijakan dan regulasi tingkat nasional yang akan menjadi acuan dalam implementasi restorasi ekosistem yang dilakukan oleh pemerintah pusat. Opsi berikutnya adalah melakukan penguatan tata kelola kemitraan dengan berbagai pihak dan kebijakan tenurial di TNGHS sehingga fungsi esensial kawasan KHS tetap terjaga. Kemudian, menyusun strategi mobilisasi sumber daya para pihak dalam restorasi ekosistem agar terdapat sinergisitas, efektivitas dan duplikasi kegiatan serupa sehingga aksi restorasi ekosistem di KHS dan TNGHS pada umumnya akan berkesinambungan.

Saran

Penelitian ini melihat tindakan kebijakan yang dapat dilakukan dalam mewujudkan restorasi ekosistem berkelanjutan di Koridor Halimun-Salak. Pandangan dari bidang keilmuan yang lain dan penguatan hubungan antar pihak akan semakin mempertajam implementasi serta memperkaya rekomendasi bagi pihak taman nasional. Kaitannya dengan restorasi ekosistem di Koridor Halimun Salak, saran yang dapat disampaikan antara lain:

1. Revitalisasi strategi komunikasi antara pengelola taman nasional dengan pemangku kepentingan yang lain untuk memperkuat pengelolaan TNGHS. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai tingkat keberhasilan

50

Dokumen terkait