• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyusunan zonasi taman nasional di Indonesia diatur dalam Permenhut No. P.65/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional, tetapi petunjuk teknis pelaksanaannya sampai dengan saat ini belum ada, sehingga masing- masing taman nasional memiliki kriteria dan cara penilaian yang berbeda sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan taman nasional tersebut. Penilaian zonasi pada kawasan CTNNB ini mengacu pada penilaian kriteria zonasi yang dilakukan pada TN Ujung Kulon (DepHut, 2010) yang dipadu dengan pertimbangan kriteria konsep ekowisata. Gambar 3.3. menunjukkan Kerangka Penilaian Zonasi CTNNB.

Prosedur penilaian zonasi adalah:

1. Penentuan kriteria peta-peta dasar/tematik, yaitu: peta ketinggian, peta kelerengan, peta penutupan lahan, penyebaran satwa dan tumbuhan, peta penggunaan lahan oleh masyarakat, dan peta daya tarik wisata. Penentuan kriteria-kriteria ini menggunakan analisis multi kriteria, yaitu:

a. Kriteria peta ketinggian adalah < 700m (rendah), 700-1400m (sedang), dan <1400m (tinggi). Kategori tinggi diasumsikan sebagai daerah tangkapan air sehingga diberi skor tertinggi sebagai daerah lindung. b. Kriteria peta kelas lereng adalah adalah kelerangan <15% (datar-miring),

15-25% (miring-curam), dan >25% (curam-sangat curam). Kategori curam-sangat curam diasumsikan sebagai daerah yang rawan erosi dan longsor sehingga diberi skor tertinggi sebagai wilayah lindung.

c. Kriteria peta penutupan lahan adalah hutan primer, hutan sekunder, pertanian, perkebunan, dan semak/belukar. Hutan primer dan sekunder diasumsikan memiliki nilai biodiversitas tinggi sehingga diberi skor tertinggi.

d. Kriteria peta penyebaran satwa dan tumbuhan dilakukan dengan pendekatan satwa endemik, dan untuk menentukan sabaran spasialnya dilakukan dengan pendekatan habitatnya termasuk daerah jelajahnya. Lokasi yang merupakan habitat dan daerah jelajahnya mempunyai skor tertinggi.

e. Kriteria peta penggunaan lahan oleh masyarakat adalah daerah adat/religi, ladang/kebun/pemukiman, dan lokasi pengambilan sumberdaya hutan (kayu dan non kayu). Kategori adat/religi dipertimbangkan menjadi zona religi/adat, kategori ladang/pemukiman dipertimbangkan menjadi zona khusus, dan kategori lokasi pengambilan hasil hutan dipertimbangkan menjadi zona tradisional.

f. Kriteria peta daya tarik wisata tergantung pada ada atau tidak adanya keberadaan daya tarik wisata (air terjun, gua, keunikan bentang alam, keunikan satwa/tumbuhan, keunikan gejala alam, keindahan panorama, situs budaya). Keberadaan daya tarik wisata dipertimbangkan menjadi zona rimba sebagai wisata terbatas atau zona pemanfaatan.

2. Penilaian terhadap tingkat sensitivitas ekologi yang didasarkan pada kriteria- kriteria ekologi baik dari unsur fisik maupun biologi, yaitu ketinggian tempat, kelerengan, penutupan lahan, dan sensitivitas satwa dan tumbuhan. Pada masing-masing kriteria diberi bobot peubah yang nilainya ditentukan dari prioritas perlindungan suatu kawasan taman nasional. Dari kriteria tersebut ditetapkan indikator dan parameternya yang dikemudian dilakukan pemberian skor terhadap parameter. Peta-peta yang telah diberi nilai selanjutnya digabungkan (overlay) dan nilai-nilai dari peta-peta tersebut dijumlahkan.

3. Penilaian terhadap tingkat sensitivitas ekologi akan menghasilkan satu nilai yang dinamakan tingkat sensitivitas ekologi. Nilai tersebut akan menentukan daerah tidak sensitif (nilai rendah) yang berpotensial sebagai zona pemanfaatan/lainnya; daerah sensitif (nilai sedang) yang berpotensial sebagai zona rimba; dan sangat sensitif (nilai tinggi)yang berpotensial sebagai zona inti, dengan syarat tutupan lahan merupakan hutan primer/sekunder.

4. Selain mengacu pada hasil penilaian sensitivitas ekologis, untuk menentukan zonasi akhir kawasan CTNNB, juga dilakukan pertimbangan-pertimbangan lain, yaitu: 1) pertimbangan potensi daya tarik wisata, yang menghasilkan peta daya tarik wisata; 2) pertimbangan sosial, yang menghasilkan peta penggunaan lahan oleh masyarakat; dan 3) pertimbangan efektivitas manajemen, yang merupakan aturan-aturan penentuan zonasi sesuai dengan Permenhut No. P.65/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional.

5. Selanjutnya hasil pertimbangan-pertimbangan tersebut digabungkan peta sensitivitas ekologi, yang menghasilkan nilai akhir yang digunakan untuk menentukan Peta Zonasi Akhir Calon Taman Nasional Nantu-Boliyohuto. 6. Peta akhir zonasi CTN Nantu-Boliyohuto menghasilkan: 1) zona inti:

kelerengan >30%, ketinggian >500 mdpal, merupakan daerah jelajah satwa dilindungi, tutupan lahan hutan primer/sekunder; 2) zona pemanfaatan: kelerengan <30%, ketinggian <500 mdpal, bukan daerah jelajah satwa dilindungi, tutupan lahan berupa tanah kosong, semak/belukar; 3) zona tradisional: kelerengan <30%, ketinggian <500 mdpal, bukan merupakan

daerah jelajah satwa dilindungi, tutupan lahan berupa perkebunan, ladang, pertanian, atau lokasi pemanfaatan hasil hutan bukan kayu; dan 4) zona rimba: merupakan daerah jelajah satwa endemik, tutupan lahan hutan primer/sekunder, merupakan zona penyangga antara zona inti dan zona lainnya atau zona inti dan batas kawasan CTN Nantu-Boliyohuto.

Gambar 3.4. Kerangka Penilaian Zonasi CTNNB Peta Sensitivitas Satwa (bobot 4)

Skor 3 : Dalam Poligon Skor 2 : Radius 200m dari titik terluar poligon

Skor 1 : Di luar 200 m dari titik terluar poligon

Peta SensivitasEkologi Skor 23-30 : Sangat Sensitif Skor 16-22 : Sensitif Skor 10-15 : Tidak Sensitif

Peta Ketinggian (bobot 1) Skor 3 : >1400mdpl Skor 2 : 700-1400mdpl Skor 1 : <700mdpl Peta Kelerengan (bobot 2)

Skor 3 : >45% Skor 2 : 31-45% Skor 1 : <31 Peta Penutupan Lahan (bobot 3)

Skor 3 : H.Primer, H.Sekunder Skor 2 : Semak/Belukar Skor 1 : Perkebunan, Pertanian

Potensial Penentuan Zona

Sangat Sensitif : Zona Inti (syarat: tutupan lahan h. primer/sekunder Sensitif : Zona Rimba

Tidak Sensitif : Zona Lain

Prinsip Partisipasi Penggunaan Lahan Masyarakat Zona Rehabilitasi Zona Tradisional Zona Pemanfaatan Wisata Alam Zona Tradisional

PETA ZONASI CTN NANTU-BOLIYOHUTO Prinsip Ekonomi

Potensi DTW; peluang kegiatan ekonomi

Zona Rimba Membatasi:

Zona inti – Batas kawasan

Zona inti – Zona Pemanfaatan

Zona inti – Zona lainnya

Prinsip Kendali Efektivitas Manajemen Prinsip Konservasi Pelestarian Babirusa & Anoa Zona Rimba Zona Inti KONSEP EKOWISATA

Prinsip Edukasi & Rekreasi Interpretasi daya tarik

wisata alam, budaya

Zona Rimba Zona Inti Zona Pemanfaatan

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak dan Luas

Secara administratif CTN Nantu-Boliyohuto berada dalam lima wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Tolinggula, Kecamatan Sumalata, Kecamatan Anggrek (Kabupaten Gorontalo Utara), Kecamatan Mootilango, Kecamatan Wonosari (Kabupaten Boalemo), dan Kecamatan Tolangohula (Kabupaten Gorontalo) Provinsi Gorontalo. Secara geografis CTN Nantu-Boliyohuto terletak diantara koordinat 122º08’00” – 122º37’00” Bujur Timur dan 00º47’00” – 00º56/00” Lintang Utara (Gambar 4.1), dengan batas wilayahnya adalah :

a. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Gorontalo Utara b. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Boalemo

c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Gorontalo

Kawasan ini mempunyai luas 62.943 Ha, gabungan dari SM Nantu (32.627 Ha), Hutan Produksi Terbatas (10.346 Ha) dan Hutan Lindung (19.970 Ha) yang diajukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Gorontalo sebagai taman nasional berdasarkan Surat Usulan No. 522.21/05/638/2003 tanggal 8 April 2003.

Dokumen terkait