• Tidak ada hasil yang ditemukan

Merangkum Isi Bacaan tentang Kemanusiaan

Dalam dokumen sma11bhsind BahasaDanSastraProgBhs Demas (Halaman 91-95)

BAB III Peristiwa

C. Merangkum Isi Bacaan tentang Kemanusiaan

Tentunya Anda mengetahui bacaan yang saat ini menjadi topik utama dalam media massa? Pernahkah Anda mencoba membuat daftar pokok-pokok pikiran terntang bacaan tersebut? Pada bagian berikut, Anda akan berlatih merangkum isi bacaan tentang kemanusiaan.

1.

Mendaftar Pokok-Pokok Pikiran Bacaan yang Sudah Dibaca

Untuk membaca buku dengan jelas, Anda dapat membuat daftar pokok- pokok pikiran dari buku yang sudah Anda baca tersebut. Hal ini dilakukan supaya Anda lebih paham mengenai isi buku tersebut. Langkah-langkah yang dapat Anda lakukan yaitu dengan:

a. membaca keseluruhan isi buku,

b. mencari kata-kata sulit dan menemukan maknanya,

c. mencari atau menemukan kalimat utama dan kalimat penjelasnya dalam tiap paragraf,

d. memakai rumus 5W + 1H (what, when, who, where, why, how).

Ketiga cara tersebut dilakukan untuk mempermudah pada saat Anda akan mendaftar pokok-pokok pikiran dari suatu buku.

Jawablah pertanyaan di bawah ini!

Carilah sebuah buku tentang kemanusiaan! Kemudian daftarlah pokok-pokok pikiran buku yang sudah Anda baca!

2.

Membuat Ringkasan dari Seluruh Buku

Ringkasan adalah hasil dari meringkas buku atau wacana yang lain. Ringkasan memiliki perbedaan dari kutipan dan juga ikhtisar. Kutipan adalah pengambilalihan satu kalimat atau lebih dari karya tulisan yang lain. Ikhtisar adalah hasil dari menuliskan kembali suatu buku atau wacana dengan menggunakan kalimat sendiri dan pengambilan bahan dari dalam buku atau wacana tidak harus urut per paragraf, namun dapat dilakukan secara acak.

Pembuatan tulisan dalam wacana memerlukan teknik-teknik yang tepat. Hal ini untuk memberi kemudahan bagi pembaca supaya dapat lebih mudah memahami maksud dan tujuan tulisan yang ditulis oleh penulis.

Bab III ~ Peristiwa

8 1

Latihan

Untuk membuat pembaca dapat memahami jalan pikir penulis tidaklah mudah. Oleh karena itu, penulis dituntut supaya dapat membuat wacana dengan kalimat yang efektif. Kalimat yang efektif di sini berarti berhubungan pada penulisannya.

Kalimat yang efektif dapat dibuat dengan cara menuliskan kalimat dengan tidak bertele-tele atau menggunakan kalimat yang panjang. Penggunan kalimat yang panjang-panjang akan menyulitkan pembaca untuk memahami isi wacana tersebut. Hal ini dikarenakan adanya penumpukan ide dalam wacana tersebut. Langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh seorang pembaca supaya lebih mempermudah dalam memahami wacana salah satunya dengan membuat ringkasan. Pada saat sedang menghadapi ujian, Anda dituntut untuk belajar berbagai macam buku. Untuk mempermudah dalam memahami beberapa buku tersebut, cobalah membuat ringkasan-ringkasan. Hal ini mempermudah Anda dalam menyerap pokok-pokok materi pelajaran yang begitu banyak.

Langkah-langkah dalam meringkas atau membuat ringkasan di antaranya: a. bacalah dan pahami terlebih dahulu buku yang akan diringkas,

b. carilah pokok-pokok kalimat yang menurut Anda penting,

c. kumpulkan dan satukan pokok-pokok kalimat tersebut menjadi sebuah ringkasan yang mudah dipahami.

Jawablah pertanyaan di bawah ini!

1. Apakah yang Anda ketahui tentang ringkasan itu? Jelaskan!

2. Sebutkan dan jelaskan perbedaan antara ringkasan, ikhtisar, dan kutipan! 3. Bagaimanakah langkah-langkah penyusunan ringkasan?

4. Mengapa dan bilamana kita harus membuat ringkasan? Uraikan dengan kalimat Anda sendiri!

5. Buatlah ringkasan seluruh isi buku yang telah Anda baca tersebut!

D.

Menulis Cerita Pendek Berkenaan dengan

Kehidupan Seseorang dengan Sudut

Penceritaan Orang Ketiga

Pernahkan Anda membaca cerpen yang berkaitan dengan kehidupan seseorang dengan sudut penceritaan orang ketiga? Jika pernah, apakah Anda sudah mencoba menulis cerpen sendiri dengan penceritaan dari sudut orang ketiga? Pada bagian berikut, Anda akan berlatih menulis cerita pendek berkenaan dengan kehidupan seseorang dengan sudut penceritaan orang ketiga.

Cerpen (cerita pendek) adalah karangan pendek yang berbentuk prosa, cerpen merupakan kisah sepenggal kehidupan. Cerpen biasanya memiliki alur yang lebih sederhana dengan memunculkan beberapa tokoh dan mengupas masalah yang lebih sederhana. Biasanya untuk membuat cerpen dapat dilakukan dengan mengem- bangkan unsur-unsur intrinsik, seperti penokohan, latar, dan sudut pandang.

1.

Alur

Alur adalah jalannya sebuah cerita. Pada umumnya jalan cerita terbagi menjadi:

a. Pengenalan masalah (exposition)

Biasanya terdapat pada awal cerita. Pada bagian ini penulis harus mampu menarik perhatian agar pembaca tertarik untuk terus membaca. b. Pengungkapan peristiwa (complication)

Pada bagian ini mulai terjadi pertentangan. c. Menuju konflik

Terjadi peningkatan masalah. d. Puncak konflik

Merupakan klimaks masalah dalam cerita. e. Ending (penyelesaian)

Akhir cerita dan perubahan nasib pada tokoh-tokoh dalam cerita.

2.

Penokohan

Dalam merencanakan sebuah cerita, dapat dilakukan dengan menemukan masalah baru menentukan tokoh-tokohmya atau sebaliknya. Penokohan adalah penggambaran karakter tokoh-tokoh dalam cerita. Pengarang dapat menggunakan 2 teknik untuk menggambarkan karakter seorang tokoh, yaitu:

a. teknik analitik, yaitu tokoh diceritakan secara langsung oleh penulisnya. b. teknik dramatik, yaitu karakter tokoh dikembangkan melalui peng- gambaran perilaku, tata bahasa, jalan pikiran, atau digambarkan oleh tokoh lain.

3.

Latar

Latar meliputi tempat, waktu, dan budaya. Pemilihan latar dapat digunakan untuk memberi kesan menarik kepada pembacanya.

4.

Sudut pandang (point of view)

Sudut pandang adalah posisi pengarang dalam membawakan cerita. Pada umumnya, pengarang berperan sebagai orang pertama, yaitu dengan menggunakan “aku” atau saya. Selain itu, pengarang dapat berperan sebagai pengamat, yaitu memakai sudut pandang orang ketiga sehingga pengarang menggunakan kata ia, dia, atau nama orang.

Sebagai contoh bacalah kumpulan cerpen Anak Pertama di bawah ini yang menggunakan sudut pandang orang ketiga!

Bab III ~ Peristiwa

8 3

Anak Pertama

Dalam matanya seperti masih membayang sarang laba-laba yang menjaring mangsa di antara rumpun padi. Dalam matanya masih membayang gulungan daun pisang tempat bersarang kepompong yang siap menjadi kupu-kupu. Dalam matanya masih membayang gemericik air sungai di antara batu-batu. Dalam matanya masih membayang lambaian awan yang seakan-akan bermain di antara rerimbunan dedaunan yang meneduhi lembah gunung.

Seluruh meriung dalam irama puncak gunung.

Tapi yang terpandang kini bukan lagi sebuah desa yang diporak- porandakan oleh letusan gunung api, yang ada kini adalah kawasan kumuh sebuah kota metropolitan!

Mula-mula tak ia pahami makna kata kumuh. Bunyi suara kata itu cukup bagus jika dieja, seperti mengeja kata semangka. Tapi kumuh bermakna bertentangan dengan kukuh, ia sama artinya dengan berlepotan.

Jika seseorang berlepotan dengan uang atau sesuatu yang manis seperti gula, memang enak rasanya. Jika berlepotan dengan makanan, yang dirasa adalah kelezatan, tetapi kalau berlepotan dengan Lumpur dan kotoran, alangkah nelangsanya. Meskipun Lumpur sawah akan menghasilkan padi dan kotoran binatang dapat dijadikan pupuk penyubur tanaman.

Akan halnya tetang kumuh yang bermakna belepotan di kota Jakarta ini amat lain makanya. Kawasan yang mirip kawasan tak bertuan, kadang bermula dari empang, tumpukan sampah, atau tanah kuburan. Kadang mula-mula berwujud lapangan terbuka yang dimaksudkan sebagai kawasan taman, seperti misalnya yang kemudian didiami Narti.

Tak ia mengerti tempat itu akan dijadikan taman atau tempat apa saja, yang ia tau, ia dibawa suaminya mendirikan gubuk di situ. Mula- mula rumah kardus, lalu berubah menjadi rumah tambal-bertambal dengan kepingan papan dan tripleks dengan atap plastik yang didapat dari plastik bekas buangan yang dikumpulkan dari tempat pembuangan sampah. Sebagai pemulung suaminya, memang baru mampu memdirikan rumah kardus bertambal-tambal tempat bernaung dari panas dan hujan secara seadanya.

“Hidup kita seperti perjalanan Jakarta?” Narti berkata kepada suaminya pada suatu hari.

“Seperti perjalanan Jakarta?” suaminya memandang ke wajah Narti. “Perjalanan apa? Kok Jakarta berjalan?” Supardi merasa aneh apa yang dikatakan istrinya.

Latihan

“Ya, ‘kan Mas. Dalam film ‘Benyamin Pulang Kampung dikatakan Jakarta berjalan dari Betawi.”

“Film? Narti nontonnya di mana?”

“Di televise tetangga, Mas. ‘Kan kita belum punya televisi.” “Nanti punya kalau anak kita sudah lahir.”

Serasa Narti ditendang jabang bayi. Perutnya terasa gonjang- ganjing.

“Senang kakau ada televise. Bisa liat Jakarta.” “LIhat Jakarta? ‘Kan kita ini tinggal di Jakarta.”

“Lain dong, Mas. Kita ini tinggal di dalam kawasan kumuh, bukan di Jakarta. Kalau Jakarta itu gedung-gedung….”

“Gedung-gedung?”

“Ya. Orang Jakarta itu gedongan, Mas.” “Rumah maksud Narti?”

“Ya. Rumah yang layak dihuni!”

Narti ingat suaminya, Supardi, segera mengambil peralatan pemulung dan berguman sendiri. “Katamu tadi, hidup kita seperti perjalanan Jakarta. Jauh ‘kan perjalanan Jakarta dari Betawi?”

“Itu ‘kan kata film….”

Jakarta, 30 Juni 2004

Nah, sekarang untuk lebih memahami pemahaman materi di atas, buatlah sebuah cerita pendek tentang kehidupan seseorang dalam sudut penceritaan orang ketiga! Kemudian bacakanlah di depan kelas cerita pendek yang telah Anda buat!

E.

Menulis Drama Pendek Berdasarkan Cerita

Dalam dokumen sma11bhsind BahasaDanSastraProgBhs Demas (Halaman 91-95)