• Tidak ada hasil yang ditemukan

1

I.

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pertambahan penduduk yang pesat akan menuntut pemenuhan kebutuhan pangan yang besar. Sementara itu, dengan perkembangan zaman, telah terjadi perubahan fungsi lahan pertanian menjadi berbagai macam kawasan pemukiman dan perindustrian sehingga luas lahan pertanian menjadi berkurang. Dengan adanya permasalahan ini, maka manusia dituntut untuk menemukan dan mengembangkan suatu teknologi tepat guna agar kegiatan budidaya pertanian dapat tetap berjalan. Salah satu teknologi yang telah ada dan dikembangkan adalah hidroponik.

Hidroponik merupakan budidaya tanaman tanpa menggunakan tanah sebagai media tanamnya. Hidroponik berasal dari bahasa latin yang terdiri dari kata hydro yang berarti air, dan kata ponos yang berarti kerja (Soeseno,1998). Jadi definisi hidroponik adalah pengerjaan atau pengelolaan air yang digunakan sebagai media tumbuh tanaman dan juga sebagai tempat akar tanaman tanpa menggunakan tanah sebagai media tanamnya. Tanaman memperoleh hara dari larutan garam mineral yang diberikan langsung ke akar tanaman, sehingga tanaman lebih memfokuskan energinya untuk pertumbuhan daripada mencari dan memperebutkan unsur hara. Dari segi prinsip dasarnya, hidroponik merupakan suatu upaya merekayasa faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh bagi perkembangan dan pertumbuhan tanaman. Dengan demikian, diharapkan ketergantungan tanaman terhadap alam dapat diperkecil seminimal mungkin. Prinsip rekayasa faktor lingkungan bagi tanaman memberikan kondisi dimana kegiatan budidaya hidroponik memiliki kelebihan dibandingkan dengan budidaya secara konvensional. Beberapa kelebihan dari teknologi hidroponik antara lain seperti kualitas tanaman yang lebih seragam, nutrisi lebih efektif dan efisien, musim panen dapat diatur, serta pekerjaan yang relatif bersih dan praktis.

Ada berbagai teknik hidroponik yang dapat diterapkan, salah satunya adalah Nutrient Film Technique (NFT). NFT termasuk cara baru bercocok tanam di Indonesia, meskipun sudah ada yang mencoba sejak 10 tahun lalu.

2 Teknik ini cocok sekali diterapkan di daerah berlahan sangat tidak subur. Sistem ini juga bisa diterapkan di dataran tinggi maupun rendah dengan tujuan akhir hasil panen berkualitas (Untung, 2000).

NFT merupakan metode budidaya yang akar tanamannya berada di lapisan air dangkal tersirkulasi yang mengandung nutrisi sesuai kebutuhan tanaman. Perakaran bisa jadi berkembang di dalam larutan nutrisi dan sebagian lainnya di atas permukaan larutan. Aliran larutan sangat dangkal, jadi bagian atas perakaran berkembang di atas air yang meskipun lembab tetap berada di udara (Chadirin, 2006).

Dengan berkembangnya teknologi hidroponik ini diharapkan kegiatan budidaya pertanian dapat tetap terus berjalan meskipun telah banyak perubahan fungsi lahan.

PT. Joy Farm merupakan perusahaan yang relatif baru yang merupakan mitra dari Parung Farm yang memproduksi bayam merah dan kangkung menggunakan sistem hidroponik Nutrient Film Technique (NFT). PT. Joy Farm memiliki lahan kebun seluas ± 2000 m2 yang terletak di Jl.

Menceng Kelurahan Bedahan Baru, Sawangan Baru - Depok. PT. Joy Farm terletak pada 6o26’ LS dan 106o46’ BT dengan ketinggian ± 200 m dpl dan

topografi permukaan yang relatif datar. Kebun ini memiliki dua bangunan greenhouse, yaitu greenhouse untuk nursery dan greenhouse untuk budidaya. Greenhouse merupakan suatu bangunan yang memiliki struktur atap atau dinding yang bersifat tembus cahaya, memungkinkan cahayanya yang dibutuhkan tanaman bisa masuk ke dalam bangunan tetapi tanaman tetap dapat terhindar dari kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan seperti curah hujan yang deras, tiupan angin yang kencang atau keadaan suhu yang terlalu tinggi yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman (Nelson dalam Lieng, 1996). Sarana produksi lain yang dimiliki adalah jaringan sistem NFT, serta tangki penampungan dan pembuatan nutrisi.

Jaringan sistem NFT yang diterapkan oleh PT. Joy Farm merupakan modifikasi sistem NFT menggunakan asbes yang dilapisi terpal. Sedangkan sistem NFT yang umum diterapkan di Indonesia adalah menggunakan talang air.

3 Kinerja teknis sistem hidroponik merupakan faktor penting untuk menentukan layak atau tidaknya sistem tersebut untuk diterapkan. Prastyo (2004) melakukan evaluasi kelayakan jaringan NFT talang air berdasarkan parameter seperti keseragaman inlet dan outlet, keseragaman kedalaman larutan nutrisi, serta keseragaman bobot tanaman. Dari hasil penelitiannya diperoleh nilai keseragaman yang mencapai 90%, sehingga sistem tersebut layak untuk diterapkan. Evaluasi kelayakan teknis terhadap sistem NFT yang diterapkan di PT. Joy Farm masih perlu dilaksanakan.

Kegiatan budidaya dengan menggunakan teknologi hidroponik membutuhkan investasi yang besar dibanding dengan kegiatan budidaya secara konvensional, sehingga harus memperhatikan besarnya modal yang dimiliki serta kehati-hatian dalam mengalokasikan modal tersebut. Maka penilaian terhadap kelayakan finansial serta optimasi pada usaha tani tersebut juga perlu dilakukan agar usaha yang dijalani mendapatkan keuntungan yang maksimum.

B. TUJUAN

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengevaluasi kelayakan teknis sistem hidroponik NFT (Nutrient Film Technique) dengan asbes lapis terpal yang diterapkan di PT. Joy Farm. 2. Melakukan analisis kelayakan finansial pada usaha budidaya bayam merah

dan kangkung dengan sistem hidroponik NFT (Nutrient Film Technique) di PT. Joy Farm.

3. Melakukan optimasi usaha budidaya bayam merah dan kangkung hidroponik NFT (Nutrient Film Technique) di PT. Joy Farm.

4

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. BAYAM

Bayam merupakan salah satu spesies dari genus amaranthus yang tumbuh di daerah beriklim tropis atau sedang. Tanaman bayam berasal dari daratan Amerika. Sampai sekarang, tumbuhan ini sudah tersebar di daerah tropis dan subtropis seluruh dunia. Di Indonesia, bayam dapat tumbuh sepanjang tahun dan ditemukan pada ketinggian 5-2000 m dpl, tumbuh di daerah panas dan dingin, tetapi tumbuh lebih subur di dataran rendah pada lahan terbuka yang udaranya agak panas. Bayam menghendaki tanah yang subur dan gembur. Derajat kemasaman (pH) yang diinginkan berkisar 6-7 (Aziz, 2002).

Tanaman bayam memiliki struktur tegak atau agak condong, tingginya mencapai 0,4 - 1 m dan bercabang. Batang lemah dan berair, daun bertangkai, berbentuk bulat telur, lemas, panjang 5-8 cm, ujung tumpul, pangkal runcing, serta warnanya hijau, merah, atau hijau keputihan. Bunga dalam tungkal yang rapat, bagian bawah duduk di ketiak, bagian atas berkumpul menjadi karangan bunga di ujung tangkai dan ketiak bercabang, bunga berbentuk bulir.

Pada umumnya bayam dikonsumsi sebagai sayuran hijau. Salah satu jenis bayam yang dapat dimakan adalah bayam cabut (Amaranthus tricolour, L.). Spesies ini ada yang berdaun merah dan hijau (Burkill, 1975). Dalam bayam merah atau Amaranthus tricolor Linn terdapat vitamin A, B1, B2, C dan niacin. Juga terdapat mineral seperti zat besi, kalsium, mangan dan fosfor. Seperti bahan sayuran yang lain, bayam merah juga mengandung banyak serat dan di dalam daunnya terdapat karotenoid, klorofil saponin. Sementara pada batangnya ditemui alkaloid, flavonoid dan polifenol.

Panen bayam dilakukan paling lama 25 hari setelah tanam karena setelah itu kualitasnya menurun berupa daun yang kaku. Tanaman ini diperbanyak dengan biji. Benih bayam sebaiknya disemaikan terlebih dahulu selama 2 minggu sebelum pindah tanam. Waktu tanam yang baik adalah pada akhir musim kemarau dan akhir musim hujan (Hadisoeganda, 1995).

5

B. KANGKUNG

Kangkung merupakan spesies dari genus ipoemea. Ada dua jenis tanaman kangkung yang dikenal dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat luas yaitu kangkung air (Ipoemea aquatic Forsk) dan kangkung darat (Ipoemea reptans Poir). Kangkung air mempunyai daun panjang dengan ujung agak tumpul barwarna hijau kelam, bunganya berwarna putih kekuning-kuningan atau kemerah-merahan dan biasa ditanam di pinggir kolam, di rawa-rawa, atau tempat berlumpur. Kangkung darat mempunyai daun yang panjang dengan ujung runcing, berwarna hijau keputihan dan bunganya berwarna putih dan ditanam di tempat yang agak kering. Dalam tanaman kangkung terdapat vitamin A, B, dan C serta bahan-bahan mineral terutama zat besi yang berguna bagi pertumbuhan dan kesehatan.

Tanaman kangkung berasal dari daerah Asia dan terdapat luas di India, Asia Tenggara, Taiwan, dan Cina yang kemudian menyebar ke Fiji, Hawai dan Florida. Kangkung termasuk tanaman yang sanggup melakukan adaptasi dengan baik pada kondisi lingkungan dengan kisaran yang luas. Kangkung dapat hidup dengan baik dari ketinggian tempat di dataran medium 800 meter di atas permukaan laut hingga ke daerah tepi pantai. Tanaman kangkung dapat tumbuh sepanjang tahun, baik pada dataran tinggi maupun dataran rendah pada semua kondisi tanah. Kondisi tanah yang baik adalah tanah yang banyak mengandung bahan organik dengan kandungan air yang cukup. Derajat kemasaman (pH) yang diinginkan untuk tanaman kangkung adalah 6.5. (Subhan et al dalam Pamungkas, 2004).

Panen kangkung dapat dilakukan pada umur 25-30 hari setelah tanam. Panen dilakukan pada sore hari dengan ciri batang besar dan berdaun lebar. Panen dapat dilakukan dengan menggunakan alat pemotong, atau dapat juga dengan cara mencabut sampai akarnya. Kangkung yang sudah dipanen dikumpulkan sebanyak 15 – 20 batang dalam satu ikatan, kemudian di simpan pada wadah yang berisi air supaya kangkung tidak layu saat dipasarkan.

6

C. HIDROPONIK NFT (Nutrient Film Technique)

Pada tahun 1973, Cooper mengembangkan teknik hidroponik dengan memakai air sebagai medium tanam yang diedarkan ke tanaman secara tipis, supaya bagian atas dari akar masih berada di udara dan mendapat oksigen yang cukup. Fungsi medium tanah antara lain sebagai penyedia unsur hara, oksigen, air, dan sebagai tempat tegaknya tanaman. Pada teknik NFT, tanaman dipelihara dalam saluran panjang yang sempit, terbuat dari plat logam tipis tahan karat, yang mudah dibentuk. Jika tanaman dalam saluran tersebut dialiri air yang mengandung unsur makanan secara dangkal, maka di sekitar akar akan membentuk lapisan tipis (film) larutan mineral sebagai makanan tanaman. Oleh karena itu, teknik bercocok tanamnya disebut dengan nutrient film technique (Cooper dalam Maryam, 2004).

Nutrient Film Technique (NFT) adalah metode budidaya yang akar tanamannya berada di lapisan air dangkal tersirkulasi yang mengandung nutrisi sesuai kebutuhan tanaman. Beberapa syarat untuk membuat selapis nutrisi antara lain : kemiringan talang tempat mengalirnya larutan nutrisi ke bawah benar-benar seragam, kecepatan aliran nutrisi masuk tidak boleh terlalu cepat dipertimbangkan dengan kemiringan talang, lebar talang memadai untuk menghindari terbendungnya aliran nutrisi oleh kumpulan akar, dasar talang harus rata dan tidak melengkung untuk mencapai kedalaman larutan nutrisi yang disyaratkan (Chadirin, 2006).

Bahan untuk saluran disediakan dalam berbagai bentuk dan penampang lintang oleh berbagai pabrik peralatan NFT. Di antaranya adalah berpenampang segitiga. Bentuk tersebut dapat mencegah penguapan cairan yang disalurkan. Saluran tersebut harus terbuat dari lembaran stainless steel atau alumunium yang cukup tebal dasarnya, sehingga tidak akan bengkok atau berlekuk (Cooper dalam Maryam, 2004).

Di luar negeri, para pekebun NFT menggunakan talang khusus NFT sepanjang 1.8 m yang disusun selebar 18 m untuk areal tanam. Dengan talang tersebut diharapkan tidak ada perbedaan yang mencolok dari setiap tanaman pada penyerapan nutrisi, kondisi pH, dan oksigen. Desain tersebut sudah dianggap paling effisien (Untung, 2000). Sedangkan di Indonesia belum ada

7 produsen yang membuat talang khusus NFT dengan ukuran tersebut. Para pengguna NFT di Indonesia memanfaatkan talang air rumah tangga yang lebarnya 13-17 cm dengan panjang 4 m yang disambung hingga mencapai 12 m. Talang air rumah tangga dipilih sebagai alternatif penerapan NFT karena bagian dasarnya berbentuk segi empat. Hal ini berpengaruh terhadap ketersediaan oksigen bagi tanaman. Bahan lain yang berbentuk bulat sebaiknya tidak digunakan, karena bentuk ini akan memungkinkan air menggenang di tengah sehingga terjadi de-oksigenasi (Untung, 2000).

D. ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS NFT (Nutrient Film Technique)

Kinerja teknis sistem hidroponik merupakan faktor penting dalam menentukan layak atau tidaknya sistem tersebut untuk diterapkan (Prastyo, 2004). Keseragaman irigasi/nutrisi yang diserap oleh tanaman merupakan parameter yang harus diperhatikan dalam sistem budidaya secara hidroponik dan nilainya harus sesuai dengan persyaratan tumbuh tanaman tersebut, karena menentukan kualitas produksi tanaman yang dihasilkan. Selain itu keseragaman irigasi/nutrisi juga menentukan tingkat efisiensi sistem budidaya yang diterapkan, sehingga dapat diketahui baik atau tidaknya sistem hidroponik tersebut untuk diterapkan ( Pamungkas, 2004).

Parameter umum yang digunakan untuk mengevaluasi keseragaman penyebaran air adalah koefisien keseragaman irigasi (CU/coefficient of uniformity) dengan rumus (Keller and Bleisner, 1990) :

Cu = 1 - x 100% ………... (1)

Dimana :

CU = Koefisien keseragaman (%). n = Jumlah titik pengamatan.

Xi = Pengukuran pada pengamatan ke i (i = 1,2,3,...,n). Xr = Nilai rata-rata hasil pengamatan.

{

∑ Xi - Xr

nXr

}

8 Keseragaman dari penyebaran air akan menentukan efisiensi distribusi air. Jika nilai keseragaman penyebaran air rendah, maka efisiensi distribusi air juga rendah. Hubungan antara nilai CU, persentase areal yang dibasahi dan nilai efisiensi distribusi dapat dilihat pada Tabel 1 (Keller and Bleisner, 1990).

Tabel 1. Hubungan CU dengan efisiensi distribusi. Area yang cukup terairi (%)

CU (%) 95 90 85 80 75 70 65 60 50 Efisiensi Distribusi (%) 94 88 90 92 94 95 96 97 98 100 92 83 87 90 92 93 95 96 97 100 90 79 84 87 89 92 93 95 97 100 88 75 81 84 87 90 92 94 96 100 86 71 77 82 85 88 91 93 96 100 84 67 74 79 83 86 89 92 95 100 82 63 71 77 81 85 88 91 94 100 80 59 68 74 79 83 87 90 94 100 78 55 65 71 77 81 86 89 93 100 76 50 61 69 75 80 84 88 92 100 74 46 58 66 73 78 83 87 92 100 72 42 55 64 70 76 82 86 91 100 70 38 52 61 68 75 80 85 90 100 68 34 49 58 66 73 79 85 90 100 66 30 45 56 64 71 78 84 89 100 56 9 29 43 54 63 71 79 86 100

Prastyo (2004) menunjukkan nilai koefisien keseragaman yang mendekati 90% pada sistem NFT dengan menggunakan talang air (Tabel 2) sehingga sistem hidroponik dapat diterapkan

9

Tabel 2. Kinerja Teknis sistem NFT (Prastyo, 2004)

Bedeng

kriteria evaluasi

Persentase CU CU CU CU

Kebocoran

(%) Inlet (%) Outlet (%) Kedalaman aliran (%) Bobot tanaman (%)

1 0.00 86.32 85.87 88.58 65.09 2 0.00 90.72 90.70 86.79 77.87 3 0.12 91.09 90.66 4 0.00 90.29 89.79 5 0.00 85.05 84.76 86.25 68.45 6 0.06 85.99 85.21 7 1.60 90.91 90.56 87.24 70.56 8 0.44 90.25 89.73 85.84 68.37 Rata-rata 0.28 88.82 88.41 86.94 70.07

Sedangkan penelitian Maryam pada tahun 2004 menunjukkan nilai rata-rata keseragaman irigasi sebesar 78.26 %. Rendahnya nilai keseragaman ini disebabkan karena faktor teknis yaitu lubang pada lateral tidak seragam dan konstruksi pipa manifold tidak datar.

E. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

Dalam melakukan analisis kelayakan finansial dilakukan analisis biaya pokok untuk mengetahui biaya yang diperlukan untuk menghasilkan setiap unit produk. Biaya pokok dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Bp = [ ] + BTT ………...(2) K

Keterangan :

Bp = biaya pokok (Rp/unit produk) BT = biaya tetap (Rp/tahun)

BTT = biaya tidak tetap (Rp / jam)

K = Kapasitas produksi (unit produk/jam) X = jam kerja (jam/tahun)

BT X

10 Dalam perhitungan biaya pokok terdapat biaya penyusutan dan bunga modal, penyusutan merupakan penurunan nilai dari suatu alat/mesin akibat dari pertambahan umur pemakaian. Penyusutan dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

D = ... (3)

Keterangan :

D = Biaya penyusutan tiap tahun (Rp/tahun). P = Harga awal (Rp).

S = Harga akhir (Rp).

L = Perkiraan umur ekonomis (tahun).

Bunga modal merupakan bunga yang diterima apabila modal yang ada disimpan di bank. Bunga modal dari investasi pada mesin pertanian diperhitungkan sebagai biaya, karena uang yang dipergunakan untuk membeli alat tidak bisa dipergunakan untuk usaha lain. Bunga modal dapat dihitung dengan persamaan berikut :

I = ...(4)

Keterangan :

P = Harga awal (Rp).

i = Total tingkat bunga modal (i%/tahun). I = Total bunga modal (Rp/tahun).

N = Umur ekonomis alat (tahun).

Selanjutnya dalam analisis finansial terdapat beberapa indikator yang disebut kriteria investasi untuk mengukur kelayakan proyek. Kriteria investasi tersebut yaitu : Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net B/C dan Gross B/C. P – S L i P (N+1) 2N

11 Net Present Value (NPV) merupakan perbedaan antara nilai sekarang dari manfaat dan biaya. Dengan demikian, apabila NPV bernilai positif, dapat diartikan sebagai besarnya keuntungan yang diperoleh dari proyek. Sebaliknya NPV yang bernilai negatif menunujukan kerugian (Pramudya dan Dewi, 1992). Selisih antara manfaat dan biaya dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

NPV = ∑ ………..…………...(5)

Dimana :

NPV = Net Present Value Bt = manfaat tahun ke-t

Ct = biaya tahun ke-t i = Tingkat suku bunga t = umur proyek

Dalam metode NPV terdapat tiga kriteria kelayakan investasi, yaitu : 1. NPV > 0, maka proyek dapat dilaksanakan atau proyek dapat dilaksanakan

dengan memperoleh keuntungan sebesar nilai NPV.

2. NPV < 0, maka proyek tidak dapat dilaksanakan dan dipertimbangkan untuk mencari alternatif proyek lain yang mungkin lebih menguntungkan. 3. NPV = 0, maka proyek tidak untung dan tidak rugi, jadi tergantung kepada

penilaian subyektif pengambil keputusan.

Internal Rate of Return (IRR) merupakan tingkat suku bunga yang menjadikan NPV suatu proyek sama dengan nol. IRR biasa dinyatakan dalam persen (%). Dalam perhitungan nilai IRR dilakukan dengan cara mencoba- coba (trial dan error). Suatu usaha yang layak dilaksanakan akan mempunyai nilai yang lebih besar dari tingkat bunga komersial yang berlaku. Apabila nilai IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga yang berlaku maka usaha tidak layak untuk dilaksanakan. Persamaan yang digunakan dalam menghitung IRR adalah sebagai berikut :

(Bt-Ct) (1+i)t

12 IRR = i’ + (i”-i’) ………..(6)

Dimana :

IRR = Internal Rate of Return

i’ = Tingkat suku bunga pendugaan pertama. i” = Tingkat suku bunga pendugaa kedua NPV’ = Nilai NPV pada tingkat suku bunga i’ NPV” = Nilai NPV pada tingkat suku bunga i”

Nilai Net B/C menunjukkan besarnya tingkat tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar 1 rupiah. Net B/C merupakan angka perbandingan antara jumlah NPV positif sebagai pembilang dengan jumlah NPV negatif sebagai penyebut. Net B/C dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Net B/C = ………...(7)

Pengambilan keputusan dapat dilakukan berdasarkan kriteria, bahwa jika nilai B/C ≥ 1 maka usaha layak secara finansial tetapi jika B/C < 1 maka usaha tidak layak secara finansial.

Nilai Gross B/C merupakan perbandingan antara NPV Manfaat dan NPV biaya sepanjang umur proyek. Dalam bentuk persamaan dinyatakan sebagai berikut : Gross B/C = ……….(8) ( NPV’-NPV”) NPV’ - NPVB-C + NPVB-C Bt (1+i)t n ∑ t = 1 n ∑ t = 1 Ct (1+i)t

13

F. PROGRAM LINIER

Program linear adalah salah satu teknik dari riset operasi untuk memecahkan persoalan optimasi (maksimisasi atau minimisasi) dengan menggunakan persamaan atau pertidaksamaan linier dalam rangka untuk mencari pemecahan yang optimum dengan memperhatikan pembatasan- pembatasan yang ada (Soekartiwi, 1996).

Masalah optimasi bertujuan untuk memaksimumkan atau meminimumkan sebuah besaran tertentu yang disebut tujuan (objektif), yang bergantung pada sejumlah peubah masukan.

Model program linier memiliki dua macam fungsi, yaitu fungsi tujuan dan fungsi kendala. Fungsi tujuan merupakan suatu tujuan yang akan dicapai dalam optimasi, sedangkan fungsi kendala merupakan masalah keterbatasan sumberdaya yang harus dipecahkan untuk mencapai suatu hasil yang optimal.

Agar suatu persoalan dapat dipecahkan dengan teknik program linier, maka persoalan tersebut harus dapat dipecahkan secara matematis, jelas fungsi tujuan yang linier yang harus dibuat optimum, serta pembatasan-pembatasan dinyatakan dalam ketidaksamaan linier.

Setelah variabel keputusan, fungsi tujuan, dan fungsi kendala ditentukan maka suatu permasalahan tersebut dapat diringkas menjadi suatu persamaan matematik. Solusi dari model matematik yang dihasilkan akan memberikan berapa jumlah sumberdaya yang optimal untuk memaksimumkan keuntungan atau meminimumkan biaya ( Mulyono, 1991).

1. Bentuk umum model Program Linear

Pada setiap masalah, ditentukan variabel keputusan, fungsi tujuan, dan fungsi kendala yang bersama-sama membentuk suatu model matematik dari dunia nyata. Bentuk umum program linear adalah sebagai berikut (Mulyono, 1991) :

14 Maksimumkan atau minimumkan :

a. Fungsi tujuan : Z = c1x1 + c2x2 + …….+ cnxn………. b. Fungsi kendala : a11x1 + a12x1+……+ an1x≤ b1 (=;≥)

a21x2 + a22x2+ ……+ an1x≤ b2 (=;≥) …… + ……..+ ……+ ……≤ …… an1x+ an2x + ……+ anmx ≤ bm (=;≥) c. Asumsi : x1, x2, ……, xn ≥ 0

Keterangan :

Xn = Banyaknya kegiatan ke-n, dimana n = 1, 2, ….., m. Berarti di sini terdapat m variabel keputusan.

Z = nilai fungsi tujuan.

Cn = sumbangan per unit kegiatan n terhadap tujuan, untuk masalah maksimisasi cn menunjukan keuntungan atau penerimaan per unit, sementara untuk masalah minimisasi ini menunjukan biaya per unit.

bm = jumlah sumberdaya ke i (i = 1, 2, …., m). Berarti terdapat m jenis sumberdaya.

anm = banyaknya sumberdaya n yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit barang ke m.

2. Asumsi Model Program Linear

Model Program Linear mengandung asumsi-asumsi implisit tertentu yang harus dipenuhi agar definisinya sebagai suatu masalah LP menjadi absah. Asumsi-asumsi dasar yang digunakan dalam program linier adalah (Mulyono, 1991) :

a. Linearity

Syarat utama dari LP adalah bahwa fungsi tujuan dan semua kendala harus linear. Dengan kata lain jika suatu kendala melibatkan dua variabel keputusan, dalam diagram dimensi dua akan berupa suatu garis lurus.

15 b. Additivity

Nilai tujuan kegiatan tidak saling mempengaruhi. Asumsi ini berarti bahwa nilai tujuan kegiatan tidak saling mempengaruhi atau dianggap bahwa kenaikan dari tujuan yang diakibatkan oleh kenaikan suatu kegiatan dapat ditambahkan tanpa mempengaruhi bagian nilai tujuan yang diperoleh dari kegiatan lain.

c. Divisibility

Asumsi ini berarti bahwa nilai solusi yang diperoleh tidak harus berupa bilangan bulat. Keluaran yang dihasilkan oleh setiap kegiatan dapat berupa bilangan pecahan. Karena itu variabel keputusan merupakan variabel kontinyu sebagai lawan dari variabel diskrit atau bilangan bulat.

d. Deterministik

LP berarti secara tak langsung mengansumsikan suatu masalah keputusan dalam suatu kerangka statis di mana semua parameter diketahui dengan kepastian.

3. Penyelesaian Model LP

Masalah LP dapat diilustrasikan dan dipecahkan secara grafik jika hanya memiliki dua variabel keputusan. Suatu cara sederhana untuk menggambarkan masing-masing persamaan garis adalah dengan menetapkan salah satu variabel dalam suatu persamaan dengan nol dan kemudian mencari nilai variabel yang lain.

Penyelesaian model LP dengan menggunakan metode simplek harus diubah terlebih dahulu ke dalam bentuk umum yang dinamakan bentuk baku. Ciri-ciri bentuk baku model LP adalah semua kendala berupa persamaan dengan sisi kanan non negatif, semua variabel non negatif, dan fungsi tujuan dapat maksimum maupun minimum (Mulyono, 1991).

16 4. Penelitian terdahulu

Model LP telah banyak digunakan pada penelitian-penelitian yang bertujuan untuk melakukan optimasi produksi, termasuk produksi pertanian.

Sutarya (2003), meneliti tentang optimasi produksi dan distribusi sayuran di PD. Pacet Segar, Cianjur, Jawa Barat. Penelitian ini menekankan terhadap bagaimana perusahaan mampu bersaing di pasar bisnis sayuran dengan mengetahui kombinasi optimal sayuran yang diproduksi di PD. Pacet Segar. Pendekatan yang digunakan oleh penulis adalah dengan linear programming, dengan bantuan perangkat lunak lindo. Hasil analisis menunjukkan bahwa distribusi sayuran buah, daun, umbi, bunga, tunas, dan sayuran unggulan ke beberapa swalayan tertentu belum optimal.

Sondang (2004), meneliti tentang optimasi produksi anggrek yang dilaksanakan di Parung Farm. Peneliti menggunakan pendekatan linear programming dengan perangkat lunak (software) Lindo. Fungsi tujuan yang ditetapkan bertujuan untuk mengetahui tingkat produksi dan kombinasi yang optimal sehingga memberikan pendapatan yang maksimal dari kegiatan pengadaan tanaman anggrek di Parung Farm.

Agus Suwito (2007), melakukan penelitian tentang optimasi produksi komoditi sayuran di PT Saung Mirwan. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan linear programming dengan bantuan perangkat lunak QM.2.0 for Windows. Fungsi tujuan yang dilakukan adalah untuk

Dokumen terkait