• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode analisa riwayat waktu atau Time History analysis merupakan metode analisa yang paling lengkap dan representatif, akan tetapi metode tersebut terlalu rumit dan tidak praktis digunakan secara umum. Metode alternatif untuk menganalisa seperti yang diuraikan oleh ATC 40 adalah metode analisa statik non linier, yang didalamnya juga terdapat metode spektrum kapasitas atau Capacity Spectrum Method ( CSM ), dimana nilai estimasi perpindahan lantai maksimum dapat diketahui untuk menentukan apakah bangunan tersebut cukup aman dari segi kinerja struktur bangunan.

3.1 Performance Based Design

Performance based design merupakan metode desain bangunan dimana perilaku bangunan pada saat terjadi gempa dengan level tertentu dijadikan sebagai acuan. Bangunan didesain agar memiliki level kinerja {performance) tertentu pada level gempa tertentu.

Performance level ( tingkat kinerja ) adalah batasan tingkat kerusakan bangunan atau kondisi bangunan yang digambarkan oleh kerusakan fisik bangunan, keamanan ( life safety ) bangunan untuk digunakan setelah terjadi kerusakan, dan kinerja layannya setelah terkena beban gempa. Tingkat kinerja suatu bangunan dibagi menjadi beberapa tingkat berikut :

1. Fully Operational or Serviceable

Bangunan masih bisa beroperasi secara penuh meskipun sudah terkena gempa.

2. Operational or Functional

Bangunan masih bisa terus beroperasi dengan sedikit kerusakan pada bagian struktural dan sedikit degradasi fungsi pada beberapa unit pelayanan yang tidak vital.

3. Life Safety

Keselamatan pengguna gedung terjaga, gedung masih digunakan walaupun tidak dapat dioperasikan sepenuhnya, tingkat kerusakan menengah hingga tinggi.

4. Near Collapse / impending.

Keselamatan pengguna gedung terancam, gedung berbahaya untuk digunakan karena hampir runtuh. Tingkat kerusakan parah, walaupun keruntuhan struktur masih bisa dihindari.

Gambar 3.1 Earthquake Performance Level ( SEAOC Vision 2000 Committee )

Pada umumnya performance level yang diinginkan adalah life safety untuk gempa kuat / jarang ( periode ulang 475 tahun ) atau near collapse pada gempa sangat jarang ( periode ulang > 970 tahun ). Di Indonesia, performance level yang umum dijadikan acuan adalah life safety pada gempa kuat.

Performance level suatu bangunan dapat ditentukan dari kapasitasnya (Gambar 3.2), dimana batas-batas tingkatannya ditentukan oleh pembatasan roof displacement ratio dari bangunan tersebut.

Tabel 3.1 Batasan performance level (ATC-40).

Interstorey Drift Limit

PERFORMANCE LEVEL IO ( elastic ) Damage Control Life Safety Structural Stability Max. Total Roof Displ.

Ratio (Xmzx/H) 0.01 0.01 – 0.02 0.02 0.03 Vi/Pi Max. Inelastic drift 0.005 0.005 – 0.015 No Limit No Limit

Gambar 3.2 Level kinerja struktur ( ATC-40 )

Level kinerja struktur yang baik dan ekonomis adalah level kinerja pada damage control ( Gambar 3.2 ).Pada batas ini dimana struktur boleh plastis pada saat gempa kuat terjadi, namun tidak mengalami keruntuhan. Untuk daerah yang berada diluar sendi plastis tidak mengalami kelelehan.

3.2 Analisa Gempa Statik

UBC 1997 memberikan dua metode dalam menentukan beban gempa pada struktur, analisa statis dan dinamik. Secara umum, setiap struktur sebaiknya didesain dengan analisa gempa dinamik sementara beberapa struktur harus didesain dengan menggunakan analisa statik. Metode analisa statis dapat digunakan hanya apabila :

1. Struktur regular ( beraturan ) dengan tinggi kurang dari 240 ft (73 m) dengan sistem penahan lateral yang tersedia dalam UBC 1997, kecuali bangunan yang terletak pada tanah keriteria SF dengan periode alami kurang dari 0.7 detik.

2. Struktur Irregular dengan tinggi kurang dari 5 lantai atau kurang dari 65ft (20 m)

3. Struktur dengan bagian atas yang fleksibel namun ditopang oleh alas yang kaku dengan memenuhi syarat berikut :

a. Masing masing bagian ditinjau sendiri merupakan struktur yang regular.

b. Kekakuan lantai dibawah alas lebih dari 10 kali kekakuan rata rata struktur atasnya.

c. Periode Natural struktur secara keseluruhan tidak lebih dari 1,1 kali periode struktur fleksibel itu sendiri.

Sementara itu stuktur beraturan didefenisikan sebagai berikut :

1. Denah struktur gedung adalah persegi panjang tanpa tonjolan dan kalaupun mempunyai tonjolan, panjang tonjolan tersebut tidak melebihi 25% dari ukuran terbesar denah struktur gedung dalam arah tonjolan tersebut.

2. Denah struktur tidak ada coakan sudut, kalau pun ada coakan sudut, panjang sisi coakan tersebut tidak melebihi 15% dari ukuran terbesar denah struktur gedung dalam arah sisi coakan tersebut.

3. Sistem struktur gedung terbentuk oleh subsistem-subsistem penahan beban lateral yang arahnya saling tegak lurus dan sejajar dengan sumbu-sumbu utama ortogonal dengan struktur gedung secara keseluruhan.

4. Sistem struktur gedung tidak menunjukkan loncatan bidang muka dan kalaupun mempunyai loncatan bidang muka, ukuran dari denah struktur bagian gedung yang menjulang dalam masing-masing arah tidak kurang dari 75% dari ukuran terbesar denah struktur bagian gedung sebelah bawahnya. Dalam hal ini, struktur rumah atap yang tingginya tidak lebih dari 2 tingkat tidak perlu dianggap menyebabkan adanya loncatan bidang muka.

5. Sistem struktur gedung memiliki kekakuan lateral yang beraturan, tanpa adanya tingkat lunak. Yang dimaksud dengan tingkat lunak adalah suatu tingkat, dimana kekakuan lateralnya adalah kurang dari 70% tingkat diatasnya atau kurang dari 80% kekakuan lateral rata-rata 3 tingkat diatasnya. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kekakuan lateral suatu tingkat adalah gaya geser yang bila bekerja ditingkat itu menyebabkan satu satuan simpangan antar tingkat.

6. Sistem struktur mempunyai berat lantai tingkat yang beraturan, artinya setiap lantai tingkat memiliki berat yang tidak melebihi 150% dari berat lantai tingkat diatasnya atau dibawahnya. Berat atap atau rumah atap tidak perlu memenuhi ketentuan ini.

7. Sistem struktur gedung memiliki unsur-unsur vertikal dari sistem penahan beban lateral yang menerus, tanpa perpindahan titik beratnya, kecuali bila perpindahan tersebut tidak lebih dari setengah ukuran unsur dalam arah perpindahan tersebut.

8. Sistem struktur gedung memiliki lantai tingkat yang menerus, tanpa lubang atau bukaan yang luasnya melebihi 50% dari luas lantai tingkat. Kalaupun ada lantai tingkat dengan lubang atau bukaan seperti itu, jumlahnya tidak boleh melebihi 20% dari jumlah lantai tingkat seluruhnya.

3.3 Analisa Statik Non-linier

Analisa push-over merupakan analisa statik nonlinear yang merepresentasikan respon gaya geser dasar dengan perpindahan struktur (capacity spectrum) yang kemudian dibandingkan dengan respon spektra gempa rencana (demand spectrum) untuk mengetahui performance struktur terhadap gempa rencana (performance point). Hasil analisa disajikan dalam bentuk grafik push-over yang mampu menggambarkan perilaku struktur apabila dibebani oleh suatu beban gempa dengan ground motion tertentu, bahkan setelah struktur melewati batas elastisnya.

Push-over merupakan salah satu pendekatan dalam melakukan analisa performance based design dalam rekayasa kegempaan, pendekatan lain yang dapat dilakukan adalah metode dinamis nonlinear dan metode respon spektrum (time history). Diantara ketiga metode itu, metode statik ekivalen (push-over) merupakan yang paling sederhana walaupun lebih konservatif namun dianggap sudah cukup dapat merepresentasikan perilaku struktur ketika dibebani oleh gempa.

Prosedur perhitungan push-over adalah dengan melakukan perhitungan kapasitas dan demand. Demand merepresentasikan beban gempa yang bekerja dan kapasitas merupakan kemampuan struktur untuk menahan beban gempa demand tersebut. Pertemuan dari kapasitas dan demand akan menunjukkan performance dari bangunan tersebut yaitu kemampuan kapasitas untuk mengatasi demand. Dengan kata lain, struktur yang direncanakan haras memiliki kapasitas yang cukup untuk mengatasi demand supaya performancenya sesuai dengan yang diharapkan.

3.3.1 Kurva kapasitas.

Kurva kapasitas menggambarkan kapasitas struktur secara keselurahan, bergantung kepada kekuatan dan kemampuan deformasi elemen-elemen penyusunnya, seperti kolom dan balok. Secara umum kurva kapasitas dibuat dengan membebani struktur dengan gaya lateral hingga tercapai sendi plastis. Struktur yang telah mengalami sendi plastis ( leleh ) tadi kemudian direvisi hingga kekakuannya berkurang dan kembali dibebani hingga leleh. Langkah ini dilanjutkan hingga struktur rantuh atau hingga displacement yang diinginkan

terpenuhi. Tiap pertambahan perpindahan dan base shear dicatat dan diplot hingga terbentuk kurva base shear terhadap roof displacement. Dalam tugas akhir ini, capacity curve diperoleh melalui piranti lunak ETABS 9.0

Agar bisa membandingkan kapasitas struktur dengan demand gempa, kurva kapasitas yang telah diperoleh hams diubah menjadi spektra kapasitas yang merupakan hubungan antara spektra perpindahan dan spektra percepatan. Spektra kapasitas ini disebut juga Acceleration-Displacement Response Spektrum ( ADRS, Gambar 3.1 ). Dari spektra ini, dapat dihitung demand yang harus dipenuhi dan dapat dicari performance point dari struktur.

3.3.2 Kurva Demand

Kurva demand atau respons spektra gempa rencana, seperti kurva kapasitas juga harus diubah menjadi respon spektra ADRS. Respon spektra demand ini harus disesuaikan dengan spektra kapasitas untuk menghasilkan spektra demand yang sesungguhnya. Untuk melakukan hal tersebut, terlebih dahulu harus dipilih satu titik pada spektra kapasitas sehingga dapat dihitung besarnya damping ekivalen struktur pada kondisi tersebut. Besarnya damping ekivalen tersebut akan menentukan besarnya faktor pengurangan spektra untuk acceleration (SRa) dan dan pengurangan spektra untuk kecepatan (SRv). Nilai SRa dan SRv digunakan untuk mereduksi spektra demand awal menjadi spektra demand yang sesungguhnya.

Gambar 3.3 Kurva Respon Spektra

Nilai damping ekivalen yang disebutkan di atas merapakan penjumlahan dari damping akibat hysteretic loop dan damping inherent atau damping initial struktur sebesar 5 %. Damping ikibat hysteretic loop berbeda-beda besarnya tergantung dari jenis-jenis bangunan dan direpresentasikan oleh faktor reduksi kappa (К). Tipe-tipe bangunan diklasifikasikan dari besar faktor reduksi kappa (K):

• Tipe A, к = l, merupakan bangunan stabil dan dalam kondisi bagus atau baru, sehingga memungkinkan terjadinya hysteretic loop secara sempurna. • Tipe B, К =2/3,merupakan bangunan dalam kondisi menengah misalnya

bangunan berumur sedang.

• Tipe C, К = 1/3, merupakan bangunan dalam kondisi buruk misalnya bangunan tua yang memiliki perilaku hysteretic loop yang tidak sempurna.

Gambar 3.4 Transformasi respons spectra tradisional menjadi ADRS (ATC-40 )

3.3.3 Performance Point Metode kapasitas Spektra.

Titik Performance Point, harus berada di lokasi yang memenubi syarat berikut:

1. Harus berada pada spektra kapasitas untuk merepresentasikan struktur pada displacement tertentu.

2. Harus berada pada spektra demand yang telah direduksi yang merepresentasikan demand pada displacement yang sama dengan displacement struktur.

Penentuan performance point dilakukan dengan cara trial and error. Percobaan pertama biasanya dilakukan dengan menentukan titik spektra kapasitas yang memenubi kondisi equal displacement. Kemudian dibuat spektra demand yang sesuai, apabila tidak berpotongan, maka dicoba lagi titik baru dan seterusnya sampai diperoleh titik performance point yang berpotongan.

Gambar 3.5 Titik Kerja Struktur

Perhitungan push-over analisa secara kuantitatif dapat dilihat pada Applied Technology Council (ATC-40). Pada tugas akhir ini, perhitungan dilakukan oleh piranti lunak ETABS 9.0.

BAB IV

Dokumen terkait