• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Analisis dan Pengolahan Data

IV. METODE PENELITIAN

4.4. Metode Analisis dan Pengolahan Data

Metode analisis yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif dan metode kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk menganalisis perkembangan perubahan kebijakan perberasan yang terjadi di Indonesia dan dampaknya terhadap ekonomi beras nasional selama beberapa tahun terakhir. Metode ini juga untuk menganalisis pengaruh perubahan kebijakan perdagangan internasional terhadap kondisi perberasan Indonesia dalam kerangka WTO.

Metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis efektivitas dan keberhasilan kebijakan beras meliputi kebijakan produksi, kebijakan impor, kebijakan distribusi dan kebijakan pengendalian harga. Sebelum dilakukan analisis kuantitatif, terlebih dahulu ditentukan indikator*indikator keberhasilan kebijakan beras melalui wawancara mendalam dengan responden. Indikator* indikator tersebut ditentukan berdasarkan kebijakan yang telah ditetapkan dengan

mempertimbangkan faktor*faktor internal maupun eksternal kondisi ekonomi beras di Indonesia. Selanjutnya disusun strategi pengembangan perberasan berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan para pengambil kebijakan yang telah dilakukan sebelumnya.

Analisis kuantitatif menggunakan tiga metode yang berbeda. Untuk melihat tingkat efektivitas dan keberhasilan implementasi kebijakan dari sudut pandang eksternal digunakan (diagram ular) dengan menggunakan ) Sedangkan untuk menyusun strategi pengembangan kebijakan perberasan dikuantifikasikan dengan " # $

. Matriks ini bermanfaat untuk mencari suatu strategi yang paling menarik unuk dimplementasikan. Data kuantitatif diolah dengan (

dan alat hitung lainnya. Kemudian hasilnya disajikan dalam bentuk tabel, diagram dan gambar untuk memudahkan interpretasi bagi pembaca. Sedangkan untuk menentukan prioritas program peningkatan produksi padi digunakan metode Proses Hierarki Analitik ( % , % $ /AHP) yang hasilnya diolah dengan ( 2000.

4.4.1. Pembobotan Faktor Internal dan Ekstenal

Tahap ini bertujuan untuk menilai bobot faktor*faktor internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap keberhasilan kebijakan perberasan nasional. Faktor internal terdiri atas elemen kekuatan ( ) dan kelemahan (( ). Dalam hal ini adalah kondisi perberasan Indonesia secara makro dari sisi permintaan ( ) maupun penawaran ( %). Selain itu juga berbagai faktor pendukung lain seperti kondisi ekonomi, sosial budaya, politik dan lingkungan alam. Faktor eksternal terdiri atas elemen peluang ( )

dan ancaman ( ) kebijakan perberasan. Dalam hal ini adalah pertumbuhan produksi dan konsumsi dunia, perubahan harga dunia dan perubahan kesepakatan*kesepakatan perdagangan internasional. Faktor*faktor untuk setiap elemen dimasukan dalam kolom pertama.

Penentuan bobot setiap elemen dalam penelitian ini dilakukan dengan metode matriks banding berpasangan ( -( ). $ -(

merupakan metode untuk membandingkan secara bersamaan dua faktor (vertikal*horizontal) berdasar tingkat kepentingan dan pengaruhnya terhadap kebijakan beras (Kinnear, 1991). Penilaian dilakukan dengan memberikan nilai numerik dengan skala 1 sampai 3, dimana:

Nilai 1: jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal. Nilai 2: jika indikator horizontal sama penting dengan indikator vertikal. Nilai 3: jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal.

Nilai hasil pembobotan dimasukkan pada kolom dua. Bobot yang diberikan pada suatu faktor akan menunjukkan tingkat kepentingan relatif antarfaktor. Faktor yang paling berpengaruh terhadap kinerja kebijakan diberikan bobot paling tinggi dan jumlah seluruh bobot harus sama dengan 1,0. Ilustrasi pembobotan terdapat Tabel 4 dan 5.

Tabel 5. Pembobotan Faktor Internal

Faktor Strategis Internal Bobot

Kekuatan * * Kelemahan * * Total

1 1

α

= =

Tabel 6. Pembobotan Faktor Eksternal

Faktor Strategis Eksternal Bobot Peluang * * Ancaman * * Total

Perbandingan berpasangan merupakan proses kuantifikasi hal*hal yang bersifat kualitatif sehingga pembobotan tidak dapat diberikan semata*mata berdasar paremeter secara simultan. Akan tetapi dengan persepsi pembandingan atau perbandingan yang diskalakan secara berpasangan. Ilustrasi pemberian bobot indikator kebijakan beras nasional dapat dilihat pada Tabel 7. Bobot dapat diperoleh dengan membagi total nilai setiap faktor terhadap jumlah nilai keseluruhan faktor dengan rumus:

Keterangan:

α 1 = Bobot variabel ke*i

xi = nilai variabel ke*i

i = 1, 2, 3, … n = jumlah variabel

Tabel 7. Penilaian Bobot Indikator Keberhasilan Kebijakan Beras Nasional Faktor Penentu Strategis A B C D …… Bobot rata*rata

A B C D ……… Total Sumber: Kinnear, 1991

4.4.2. Matriks SWOT

Setelah mengidentifikasi faktor internal dan eksternal, tahap selanjutnya adalah tahap pencocokkan ( ). Tahap ini akan dilakukan dengan analisis SWOT. Analisis SWOT adalah proses mengidentifikasi berbagai faktor untuk merumuskan strategi organisasi (David, 2004). Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang, tetapi secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman.

Menurut David (2004), Matriks Kekuatan*Kelemahan*Peluang*Ancaman

( -. -/ - ) atau Matriks SWOT adalah alat

untuk mencocokan yang penting untuk membantu pengambil keputusan mengembangkan empat tipe strategi, yaitu: Strategi SO ( -. ),

Strategi WO (. -/ ), Strategi ST ( - ) dan

Strategi WT (. - ). Mencocokkan faktor eksternal dengan faktor internal merupakan bagian tersulit dalam pengembangan matriks SWOT karena membutuhkan penilaian objektif dan tidak ada pencocokan terbaik.

Strategi S*O disusun dengan menggunakan kekuatan internal organisasi untuk memanfaatkan peluang eksternal. Strategi W*O bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang eksternal organisasi. Strategi S*T disusun dengan menggunakan kekuatan organisasi untuk menghindari atau mengurangi pengaruh dari ancaman eksternal. Sedangkan strategi W*T adalah suatu taktik defensif yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal.

Langkah*langkah dalam menyusun matrik SWOT:

1. Menuliskan peluang dan ancaman eksternal kunci organisasi 2. Menuliskan kekuatan dan kelemahan internal kunci organisasi

3. Mencocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal masukkan hasil strategi S*O pada sel yang telah ditentukan.

4. Mencocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal masukkan hasil strategi W*O pada sel yang telah ditentukan

5. Mencocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal, masukkan hasil strategi S*T pada sel yang telah ditentukan.

6. Menocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal, masukkan hasil strategi W*T pada sel yang telah ditentukan.

STRENGTHS (S) 1.

2.

(Faktor Kekuatan Internal)

3.

WEAKNESS (W) 1.

2.

(Faktor Kelemahan Internal) 3.

OPPORTUNITIES (O) 1.

2.

(Faktor Peluang Eksternal) 3.

STRATEGI SO STRATEGI WO

THREATS (T) 1.

2.

(Faktor Ancaman Eksternal) 3

STRATEGI ST STRATEGI WT

Gambar 3. Matriks SWOT Sumber: David, 2004 4.4.3. Matrik QSP

Tahap selanjutnya dalam analisis data penelitian ini adalah tahap keputusan. Pada tahap ini, teknik yang digunakan untuk menentukan daya tarik relatif dari alternatif tindakan yang layak adalah Matriks Perencanaan Strategi

Kuantitatif (" # $ *QSPM). Teknik ini dapat secara objektif mengindikasikan strategi mana yang terbaik karena menggunakan input dari tahap*tahap sebelumnya.

QSPM merupakan alat yang memungkinkan penyusun strategi untuk mengevaluasi alternatif strategi secara objektif berdasarkan faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal yang telah diidentifikasi sebelumnya. Penilaian intuitif yang baik sangat diperlukan pada teknik ini. Secara konsep, QSPM menentukan daya tarik relatif berbagai strategi berdasarkan seberapa jauh faktor keberhasilan tersebut dimanfaatkan atau diperbaiki. Daya tarik relatif masing* masing strategi dalam satu set alternatif dihitung dengan menentukan pengaruh kumulatif masing*masing faktor keberhasilan. Jumlah alternatif strategi bisa berapa saja tetapi hanya strategi dalam set yang sama yang dapat dievaluasi satu sama lain (David, 2004).

Beberapa komponen QSPM yaitu: Alternatif Strategi, Faktor Keberhasilan Kunci, Bobot, Nilai Daya Tarik ( # *AS), Total Nilai Daya Tarik

( # *TAS) dan Penjumlahan Total Nilai Daya Tarik (

# *STAS). Matriks QSP dapat dilihat pada Tabel 7. Menurut David (2004), langkah*langkah mengembangkan matriks QSPM adalah:

1. Membuat daftar peluang/ancaman eksternal dan kekuatan/kelemahan internal pada kolom kiri matriks QSPM. Informasi ini harus diambil langsung dari identifikasi faktor internal dan eksternal sebelumnya.

2. Memberikan bobot pada masing*masing faktor internal maupun eksternal. 3. Mengevaluasi matriks pada tahap 2 untuk mengidentifikasi alternatif*alternatif

Tabel 8. Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif (QSPM)

Faktor Keberhasilan Kunci

Bobot

Alternatif Strategi

Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3

AS TAS AS TAS AS TAS

Peluang * Ancaman * Kekuatan * Kelemahan * Total Sumber: David, 2004

4. Tentukan Nilai Daya Tarik ( # *AS). AS didefinisikan sebagai angka yang mengindikasikan daya tarik relatif dari masing*masing strategi dalam set alternatif tertentu. Nilai ini ditentukan dengan memeriksa masing*masing faktor sambil mengajukan pertanyaan, “Apakah faktor ini berpengaruh terhadap pilihan strategi yang dibuat?” Nilai daya tarik harus diberikan pada masing*masing strategi untuk menunjukkan daya tarik relatif strategi satu terhadap strategi lainnya. Jangkauan nilai daya tarik adalah: 1 = tidak berpengaruh , 2 = agak berpengaruh, 3 = berpengaruh, 4 = sangat berpengaruh.

5. Hitung Total Nilai Daya Tarik (TAS). TAS adalah hasil dari perkalian bobot dengan nilai daya tarik (AS) dalam masing*masing baris. Semakin tinggi total nilai daya tarik maka semakin berpengaruh terhadap alternatif strategi

6. Total Nilai Daya Tarik dihitung dengan menambahkan semua total nilai daya tarik pada masing*masing kolom strategi dari QSPM. Penjumlahan ini akan menunjukkan strategi mana yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan. Semakin besar nilai penjumlahan maka strategi tersebut makin dapat diprioritaskan.

Sebagai salah satu alat analisis, matrik QSP memiliki beberapa keunggulan dibandingkan alat analisis lain yaitu: alternatif strategi dapat dievaluasi secara bertahap atau bersama*sama dalam berbagai tingkatan struktur organisasi. Kelebihan lainnya adalah matriks ini membutuhkan penyusun strategi untuk mengintegrasikan faktor internal dan eksternal yang relevan dalam proses keputusan. Sedangkan kelemahannya adalah selalu membutuhkan penilaian intuitif dan asumsi yang berdasar serta hanya dapat digunakan sebagai informasi pendahuluan dan analisis pencocokkan yang mendasari penyusunannya.

4.4.4. Diagram Ular ( )

Menurut Churchil (1992) dan Kinnear (1991), ada tiga metode yang paling populer untuk mengukur sikap, persepsi dan preferensi melalui

-' . Melalui teknik ini, responden diminta secara langsung untuk memberikan penilaian dengan menjawab pertanyaan*pertanyaan pada kuesioner. Biasanya penilaian diinterpretasikan menggunakan skala angka agar mudah diukur hasilnya. Metode tersebut meliputi ! ,

dan ) ! lebih dikenal dengan

sebutan Skala Likert, yaitu skala yang digunakan untuk mengukur tingkat kesetujuan/ketidaksetujuan atau kesukaan/ketidaksukaan pada pernyataan yang terdapat di kuesioner. yaitu teknik pengukuran sikap dimana responden memberikan penilaian diantara sifat yang bertentangan seperti sangat buruk hingga sangat baik dan sangat berhasil hingga sangat tidak berhasil.

Sedangkan merupakan modifikasi dari )

Penelitian ini menggunakan untuk mengukur

mudah diadaptasi untuk berbagai jenis pengukuran sikap, selain itu juga mudah dikembangkan menurut subjeknya. Menurut penemunya, Charles Osgood, memiliki tiga dimensi dasar untuk menentukan reaksi responden terhadap objek yaitu: 1) Dimensi penilaian, ditunjukkan dengan adanya dua sikap seperti baik dan buruk. 2) Dimensi potensi, ditunjukkan dengan sifat seperti berpengaruh dan tidak berpengaruh, kuat dan lemah. 3) Dimensi aktivitas, ditunjukkan dengan sifat seperti cepat dan lambat. Pada umumnya penilaian menggunakan lima hingga tujuh skala. Namun dalam penelitian kali ini hanya menggunakan empat skala untuk menghindari % jawaban responden.

Uraian Skala

Sangat Baik Baik Buruk Sangat Buruk A

B C D …

Gambar 4. Contoh Kuesioner

Analisis data dilakukan dengan pendekatan analisis profil yaitu dengan cara memetakan rata*rata jawaban responden dari setiap pertanyaan pada skala yang telah ditentukan sebelumnya. Kemudian jawaban masing*masing pertanyaan dihubungkan dengan garis lurus untuk melihat kecenderungan jawaban responden. Hasil jawaban inilah yang biasanya disebut dengan (diagram ular). Menurut Churchill (1992), diagram ini disebut demikian karena bentuknya yang menyerupai ular. Diagram Ular adalah diagram yang menghubungkan rata* rata penilaian responden dengan garis lurus pada sekelompok pernyataan mengenai objek.

Uraian Sangat Baik Baik Buruk Sangat Buruk A B C D … : : : : : : : : : : : : Gambar 5. Skema Diagram Ular

Sumber: Kinnear dan Taylor, 1991 4.4.5. Proses Hierarki Analisis (PHA)

Untuk memperoleh program yang komperehensif dalam rangka pelaksanaan strategi kebijakan perberasan, maka sebelum analisis PHA seluruh data dan informasi akan dianalisis terlebih dahulu dengan melihat data produksi dan konsumsi beras. Kemudian faktor*faktor tersebut akan menjadi acuan penyusunan program kebijakan perberasan. Seluruh data dan informasi yang sudah diperoleh akan diolah dan dianalisis untuk menterjemahkan angka*angka yang didapat dari hasil penelitian di lapangan. Analisis diperlukan untuk memudahkan peneliti menjawab tujuan penelitian. Analisis data penelitian menggunakan Metode Proses Hierarki Analitik (PHA).

Alasan penggunaan Proses Hierarki Analitik (PHA) sebagai alat analisis adalah: 1) Proses Hierarki Analitik merupakan suatu proses yang sederhana untuk menganalisis masalah yang komplek, dapat memodelkan masalah yang tidak terstruktur pada masalah pemasaran. 2) Proses Hierarki Analitik menunjukan prioritas untuk suatu kriteria yang diturunkan dari hasil perbandingan berpasangan dengan cara mengiterpretasikan konsistensi dari penilaian kualitatif ke kuantitatif. 3) Proses Hierarki Analitik menghargai adanya subjektivitas pendapat responden.

Penelitian ini dimulai dengan melakukan pengumpulan data dari responden melalui wawancara dan kuesioner dengan pihak yang kompeten. Selanjutnya adalah penyusunan struktur hierarki. Kemudian seluruh data hasil ditabulasikan dan di proses dengan program komputer

2000. Berikut adalah langkah kerja utama dalam PHA (Saaty, 1993):

1. Mendefinisikan persoalan dan merinci pemecahan persoalan yang diinginkan. Penguasaan peneliti terhadap masalah secara mendalam mutlak diperlukan pada tahap ini. Pemilihan tujuan, kriteria, kreativitas, dan elemen*elemen yang menyusun struktur hierarki ditentukan oleh peneliti tergantung pada permasalahan yang sedang dikaji.

2. Membuat struktur hierarki dari sudut pandang pengambil kebijakan secara keseluruhan. Penyusunan hierarki berdasarkan pada jenis keputusan yang akan diambil. Setiap set elemen akan menduduki suatu tingkat pada hierarki dan di tingkat puncak hanya akan ada satu elemen yang disebut fokus, yaitu sasaran keseluruhan yang bersifat luas. Tingkat berikutnya dapat terdiri dari beberapa elemen yang dibagi dalam kelompok yang homogen untuk dapat diperbandingkan dengan tingkat sebelumnya.

3. Menyusun matriks banding berpasangan. Dalam matriks ini, pasangan elemen akan dibandingkan dengan kriteria di tingkat yang lebih tinggi untuk melihat kontibusi dan pengaruh setiap elemen terhadap kriteria yang setingkat di atasnya. Dimulai dari puncak hierarki untuk fokus, yang merupakan dasar untuk melakukan perbandingan berpasangan antarelemen yang terkait di bawahnya. Kemudian dilanjutkan pada elemen berikutnya. Model struktur hierarki dapat dilihat pada pembahasan.

4. Mengumpulkan semua pertimbangan yang diperlukan dari hasil perbandingan berpasangan antar elemen pada langkah 3. Pada langkah ini dilakukan perbandingan berpasangan antarelemen pada kolom ke*i dengan setiap elemen pada baris ke*j yang berhubungan dengan fokus G. Pembandingan dilakukan dengan mengajukan pertanyaan: ”Seberapa kuat elemen baris ke*i dipengaruhi oleh fokus G dibandingkan dengan elemen kolom ke*j?”. Untuk mengisi matriks ini digunakan skala banding yang dapat dilihat pada Tabel 9. 5. Memasukan nilai*nilai kebalikannya beserta bilangan 1 sepanjang diagonal

utama, dan dibawah diagonal utama diisi dengan nilai*nilai kebalikanya. Angka 2 sampai 9 digunakan bila Fi lebih mendominasi/berpengaruh terhadap sifat G dibanding sifat Fj. Bila sifat Fi kurang berpengaruh dibanding Fj, maka gunakan angka kebalikanya.

Tabel 9. Nilai Skala Banding Berpasangan

NILAI

SKALA DEFINISI PENJELASAN

1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen dipengaruhi sama kuat

pada sifat itu

3 Elemen yang satu sedikit lebih

penting daripada lainnya

Pengalaman sedikit membantu satu elemen diatas lainnya.

5 Elemen yang satu jelas lebih penting

dibanding elemen lainnya.

Pengalaman atau pertimbangan

didorong dengan kuat dan

dominasinya terlihat dalam praktik

7 Suatu elemen mutlak lebih penting

dibanding lainnya

Satu elemen dengan didukung dan dominasinya terlihat dalam praktek

9 Satu elemen mutlak lebih penting

dibandingkan elemen lainya.

Dukungan elemen yang satu atas

yang lain memiliki tingkat

penegasan yang tertinggi

2,4,6,8 Nilai*nilai diantara dua

pertimbangan yang berdekatan

Kompromi diperlukan diantara dua pertimbangan.

Kebalikan nilai*nilai di atas

Bila nilai diatas dianggap membandingkan antara elemen A dan B, maka nilai kebalikanya (1/2, 1/3, 1/4,....,1/9) digunakan untuk membandingkan kepentingan B terhadap A.

Sumber: Saaty, 1993

6. Melaksanakan langkah 3, 4, 5, untuk semua elemen pada setiap tingkat keputusan. Ada dua matriks perbandingan yang dipakai dalam PHA, yaitu:

a. Matriks Pendapat Individu/MPI (Gambar 7), merupakan matriks hasil perbandingan yang dilakukan oleh individu, dimana elemennya disimbolkan dengan aij, yaitu matriks pada baris ke*i dan kolom ke*j. Nilai yag dihasilkan dapat diubah*ubah oleh individu yang bersangkutan. Tetapi, bila ada MPI yang tidak memenuhi persyaratan rasio inkonsistensi maka MPI tidak dimasukkan dalam analisis.

Gambar 6. Matriks Pendapat Individu (MPI) Sumber: Saaty (1993).

b. Matriks Pendapat Gabungan (MPG), pada gambar, merupakan matriks baru yang elemennya Gij. Berasal dari rata*rata geometrik pendapat yang rasio inkonsistensinya lebih kecil atau sama dengan 0,1.

Gambar 7. Matriks Pendapat Gabungan (MPG) Sumber: Saaty, 1993

Rumus matematikanya untuk mencari rata*rata geometrik adalah:

Gij = + 1 ) ( = G A1 A2 A3 ... An A1 A2 A3 ... ... An A11 A21 A31 ... ... An1 A12 A22 A23 ... ... An2 A13 A23 A33 ... ... An3 ... ... ... ... ... ... A1n A2n A3n ... ... Ann G G G 2 G 3 ... G n G1 G2 G3 ... ... Gn G11 G21 G31 ... ... Gn1 G12 G22 G23 ... ... Gn2 G13 G23 G33 ... ... Gn3 ... ... ... ... ... ... G1n G2n G3n ... ... Gnn

Dimana: Gij = elemen MPG baris ke*i kolom ke*j

(aij) k = elemen baris ke*i kolom ke*j dari MPI ke*k k = Indeks MPI dari individu ke*k memenuhi syarat m = jumlah MPIyang memenuhi syarat

1

=

= perkalian elemen ke*k sampai ke*m.

7. Penilaian prioritas untuk melakukan pembobotan faktor*faktor prioritas. Menggunakan komposisi secara hierarki untuk membobotkan vektor*vektor prioritas dengan bobot kriteria*kriteria dan menjumlahkan semua nilai prioritas terbobot yang bersangkutan dengan nilai prioritas dari tingkat bawah berikutnya, dan seterusnya.

Pengolahan kedua matriks terdiri atas dua tahap, yaitu:

a. Pengolahan horizontal, untuk melihat prioritas suatu elemen terhadap tingkat yang persis berada satu tingkat di atasnya. Terdiri tiga bagian yaitu: penentuan vektor prioritas (! ), uji konsistensi dan revisi MPI dan MPG yang memiliki rasio inkonsistensi tinggi.

Penghitungan yang dilakukan pada tahap ini adalah:

• Perkalian baris (Z) atau Vektor Eigen (VE) dengan rumus:

1 +

0

=

= ∏

(i,j = 1,2,..,n)

• Perhitungan vektor prioritas (VP) atau Rasio Vektor Eigen adalah:

1 1 + +

$

= =

=

VP = (VPi), untuk i = 1,2,3,...n

• Perhitungan nilai Eigen Maks (λmaks), dengan rumus: VA = (aij) x VA dengan VA = (Vai) VB = VA dengan VB = (Vbi) VPi λ maks = 1/ n

= # 1 untuk i = 1, 2, 3, ..n

• Perhitungan Indeks Rasio Inkonsistensi (CI) dengan rumus:

1

1 = λ

• Perhitungan Rasio Inkonsistensi (CR) adalah: ! 1

!1 =

RI = indeks acak

Nilai rasio inkonsistensi yang lebih kecil atau sama dengan 10 persen merupakan nilai yang mempunyai tingkat konsistensi yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. CR menjadi tolak ukur bagi konsisten atau tidaknya suatu hasil perbandingan berpasangan dalam suatu matriks pendapat.

b. Pengolahan Vertikal, yaitu menyusun prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hierarki keputusan tertentu terhadap fokus. Bila CVij didefinisikan sebagai nilai prioritas pengaruh elemen ke*j pada tingkat ke*i terhadap sasaran utama, maka:

CVij =

Σ CH

ij (t,i – 1) x VWt (i<1) Untuk : i = 1, 2, 3,...,n

j = 1, 2, 3,...,n t = 1, 2, 3,...,n

dimana : CHij (t,i – 1) = nilai prioritas pengaruh elemen ke*i terhadap elemen ke*t pada tingkat diatasnya (i*1), yang diperoleh dari pengolahan horizontal.

VWt (i*1) = nilai prioritas pengaruh elemen ke*t pada tingkat ke (i*1) terhadap sasaran utama yang diperoleh dari hasil perhitungan horizontal.

P = jumlah tingkat hierarki keputusan r = jumlah elemen pada tingkat ke*i s = jumlah elemen pada tingkat ke (i*1)

8. Mengevaluasi konsistensi untuk seluruh hierarki. Tahap ini dilakukan dengan mengalikan setiap indeks konsistensi dengan prioritas kriteria bersangkutan dan menjumlahkan hasil kalinya. Hasil ini dibagi dengan pernyataan sejenis yang menggunakan indeks konsistensi acak, yang sesuai dengan dimensi masing* masing matriks. Setelah itu, setiap indeks konsistensi acak juga dibobot berdasarkan prioritas kriteria yang bersangkutan dan hasilnya dijumlahkan. Jika rasio inkonsistensinya lebih besar dari sepuluh persen, maka mutu informasi harus diperbaiki. Perbaikan dapat dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan pada saat menyusun matriks banding berpasangan atau melakukan pengisian ulang kuesioner.

Kebijakan adalah suatu peraturan yang telah dirumuskan dan disetujui untuk dilaksanakan guna mempengaruhi suatu keadaan, misalnya mempengaruhi pertumbuhan baik besaran maupun arahnya pada masyarakat umum. Kebijakan berguna sebagai alat pemerintah untuk campur tangan dalam mempengaruhi perubahan secara sektoral dalam masyarakat termasuk didalamnya kebijakan pada sektor pertanian.

Pada dasarnya ada dua tipe kebijakan pemerintah di bidang pertanian yaitu

D # $ % dan C $ % (Hardono ) , 2004).

# % bertujuan mendorong produksi dan peningkatan pendapatan petani. % bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani tetapi dengan kecenderungan menekan produksi. Kebijakan pertanian Indonesia sendiri terdiri atas kebijakan produksi, impor, pengendalian harga dan distribusi. # % banyak dilakukan di negara yang defisit produk pertanian seperti Indonesia. Sedangkan % banyak dilakukan di negara yang surplus produk pertanian dan sulit memasarkannya. Kebijakan harga dasar gabah (HDG) dan kebijakan subsidi pupuk merupakan contoh # %. Tujuan akhir kebijakan ini adalah peningkatan produksi padi dan peningkatan pendapatan petani padi.

5.1. Kebijakan Produksi

Dalam rangka mencukupi kebutuhan beras dalam negeri sepanjang tahun, pemerintah terus berupaya meningkatkan produksi beras nasional melalui berbagai kebijakan produksi sesuai dengan amanat UU No.7 Th.1996 tentang

Pangan. Kebijakan ini dilakukan melalui dua cara yaitu intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi dilakukan dengan cara meningkatkan produktivitas tanaman dan Indeks Pertanaman (IP). Indeks Pertanaman adalah jumlah intensitas penanaman padi dalam satu tahun pada luasan lahan tertentu. Sedangkan ekstensifikasi lebih ditekankan pada peningkatan luas areal panen terutama pada wilayah Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi. Melalui Departemen Pertanian, pemerintah terus menginisiasi berbagai program peningkatan produksi beras.

Program Peningkatan Produksi Padi nasional (P4) diawali dengan dikeluarkanya Program Padi Sentra tahun 1959. Program ini dilakukan melalui dua paket teknologi yaitu bantuan alat dan bahan ( %) dan pendekatan sosial individu ( %). Akan tetapi program ini kurang berhasil sehingga pemerintah terus melakukan perubahan kebijakan dalam upaya meningkatan produksi padi. Kemudian tahun 1965, pemerintah mengeluarkan Program Bimbingan Masal (Bimas) dan Program Intensifikasi Khusus (Insus) melalui SK Mentan No. 003 Tahun 1979. Hingga akhirnya Indonesia berhasil mencapai swasembada pangan pada tahun 1984 melalui teknologi Panca Usahatani. Program peningkatan produksi padi juga terus menerus dievaluasi sesuai dengan perubahan lingkungan baik alam maupun sosial ekonomi. Kebijakan produksi yang berlaku saat ini dikenal dengan sebutan Program Peningkatan Beras Nasional (P2BN) yang dimulai sejak awal tahun 2007. Target dari program ini adalah peningkatan produksi 2 juta ton beras atau tumbuh sekitar 5 persen GKG untuk pengadaan beras dalam negri. Selain itu juga untuk mendorong penurunan ketergantungan impor dalam rangka mencapai target

swasembada beras pada tahun 2015. Secara ringkas perubahan kebijakan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Program Peningkatan Produksi Padi dan Paket Teknologi Anjuran

Program Tahun Hard Technology Soft Technology Evaluasi

Padi Sentra 1959 Varietas Si Gadis,

Dokumen terkait