• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian aktivitas antimikroba ekstrak-ekstrak kayu dilakukan dengan beberapa metode analisis, antara lain: (1) uji difusi sumur, (2) penentuan MIC (Minimum Inhibition Concentration), dan (3) uji fitokimia.

1. Perhitungan nilai rendemen

Sejumlah bubuk kulit kayu mesoyi (sekitar 30 g) dimasukkan kedalam tabung refluks dan diekstraksi selama 3 jam kemudian

dilanjutkan selama 2 jam. Cairan ekstrak yang didapat kemudian dirotavapor dan dihembus gas N2 untuk menghilangkan pelarut. Setelah didapat ekstrak tanpa pelarut kemudian dapat dihitung rendemennya dengan rumus berikut ini.

dimana:

W = berat ekstrak (g)

W0 = berat bahan yang diekstrak (g)

Ukuran sampel bubuk kulit kayu mesoyi = 40 mesh

2. Uji difusi sumur (metode modifikasi Garriga et al., 1993)

Pengujian aktivitas antimikroba dilakukan dengan uji difusi sumur. Uji difusi sumur dilakukan 3 kali ulangan dari ekstrak-ekstrak kulit kayu mesoyi yang sama. Ekstrak-ekstrak kulit kayu mesoyi dilarutkan dalam DMSO dan diuji efektivitasnya terhadap lima mikroba dari jenis bakteri patogen dan bakteri perusak pangan dengan jumlah total mikroba dalam cawan adalah 1x105 hingga 1x106 koloni/ml. Total mikroba dikonfirmasi dengan metode hitungan cawan.

DMSO digunakan sebagai kontrol negatif untuk menghilangkan pengaruh DMSO terhadap mikroba uji. Selain kontrol negatif, digunakan juga antibiotik amoxycillin sebagai kontrol positif. Antibiotik dilarutkan dalam DMSO pada konsentrasi 0,01%.

Kultur yang akan digunakan untuk uji difusi sumur disegarkan terlebih dahulu dengan cara diambil satu ose, lalu ditumbuhkan pada media pertumbuhan NB 10 ml dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Setelah diinkubasi diambil kembali 1 ml dan dipindahkan kedalam NB 9 ml untuk kemudian diinkubasi pada suhu dan waktu yang sama. Dari kultur yang telah disegarkan dan berumur 24 jam diambil sebanyak yang diperlukan, sesuai dengan hasil perhitungan pada tahapan persiapan kultur sebelumnya (nilai A), dan dimasukkan kedalam media agar 25 ml yang kemudian dituang kedalam cawan petri steril.

Agar kemudian dibiarkan membeku. Setelah beku, dibuat lubang/sumur menggunakan alat pembuat sumur. Pengujian dilakukan duplo, karenanya pada setiap satu cawan dibuat 6 lubang/sumur. Dua lubang/sumur diisi dengan ekstrak kulit kayu mesoyi, dua lubang/sumur lainnya diisi dengan kontrol positif, dan 2 lubang/sumur sisanya diisi dengan kontrol negatif. Cawan uji difusi sumur kemudian disimpan didalam refrigerator selama 30 menit, lalu diinkubasi tidak terbalik pada suhu 37°C selama 24 jam. Diagram alir uji difusi sumur dapat dilihat pada Gambar 9.

Kultur mikroba yang telah disegarkan berumur 24 jam Dipipet sejumlah 25 μl

Dimasukkan ke dalam botol berisi 25 ml NA cair steril Dituang ke dalam cawan petri steril

Dibiarkan beku dan dibuat 6 lubang/sumur

1

2 3 5 4

6

Keterangan : 1 = dimasukkan 50 μl antibiotik 2 = dimasukkan 50 μl antibiotik 3 = dimasukkan 50 μl DMSO 4 = dimasukkan 50 μl DMSO

5 = dimasukkan 50 μl larutan ekstrak 6 = dimasukkan 50 μl larutan ekstrak

Diinkubasi pada suhu optimum selama 24 jam Diamati dan diukur diameter penghambatan tiap sumur

3. Penentuan nilai MIC (Minimum Inhibition Concentration) (modifikasi metode Bloomfield, 1991)

Nilai MIC ditentukan dengan cara padat menggunakan metode Bloomfield (1991), yaitu dengan memplotkan antara ln konsentrasi ekstrak pada sumbu X terhadap nilai kuadrat zona penghambatan pada sumbu Y. Perpotongan dari regresi linier Y = a + bX dengan sumbu X sebagai nilai Mt. Nilai MIC adalah 0.25 x Mt.

Konsentrasi ekstrak yang dibuat untuk penentuan nilai MIC adalah 10, 20, 30, 40, dan 50% (w/w) yang kemudian dimasukkan ke dalam 5 botol bening kecil. Ekstrak yang digunakan adalah ekstrak-ekstrak terbaik pada uji difusi sumur.

Kultur yang akan digunakan untuk uji difusi sumur disegarkan terlebih dahulu dengan cara diambil satu ose, lalu ditumbuhkan pada media pertumbuhan NB 10 ml dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Setelah diinkubasi diambil kembali 1 ml dan dipindahkan kedalam NB 9 ml untuk kemudian diinkubasi pada suhu dan waktu yang sama. Dari kultur yang telah disegarkan dan berumur 24 jam diambil sebanyak yang diperlukan, sesuai dengan hasil perhitungan pada tahapan persiapan kultur sebelumnya (nilai A), dan dimasukkan kedalam media agar 25 ml yang kemudian dituang kedalam cawan petri steril.

Agar kemudian dibiarkan membeku. Setelah beku, dibuat lubang/sumur menggunakan alat pembuat sumur. Pengujian dilakukan duplo. Cawan uji difusi sumur kemudian disimpan didalam refrigerator selama satu jam, lalu diinkubasi tidak terbalik pada suhu 37°C selama 24 jam. Diagram alir uji difusi sumur dapat dilihat pada Gambar 10. Setelah itu, dilakukan pengamatan jumlah bakteri menggunakan metode hitungan cawan dan dihitung nilai MIC.

Kultur mikroba yang telah disegarkan berumur 24 jam Di-vorteks

Dipipet sejumlah 25 μl

Dimasukkan ke dalam botol berisi 25 ml NA cair steril Dituang ke dalam cawan petri steril

Dibiarkan beku

Dibuat 6 lubang/sumur Dibuat 4 lubang/sumur

1 1

2 5 6 3 2 3

4 4

Ket: 1 = dimasukkan 50 μl ekstrak 10/30% Ket:1=dimasukkan 50 μl ekstrak 50% 2 = dimasukkan 50 μl ekstrak 10/30% 2= dimasukkan 50 μl ekstrak 50% 3 = dimasukkan 50 μl ekstrak 20/40% 3= dimasukkan 50 μl DMSO 4 = dimasukkan 50 μl ekstrak 20/40% 4= dimasukkan 50 μl DMSO 5 = dimasukkan 50 μl DMSO

6 = dimasukkan 50 μl DMSO

Diinkubasi pada suhu optimum selama 24 jam Diamati dan diukur diameter penghambatan tiap sumur

Gambar 10. Diagram alir penentuan nilai MIC

4. Uji fitokimia

Fitokimia saat ini telah menjadi ilmu kimia terapan yang banyak digunakan untuk mengetahui secara kualitatif kandungan kimia tanaman (Harborne, 1996). Kandungan kimia tanaman perlu diketahui untuk menduga komponen aktif yang menyebabkan suatu bahan tanaman memiliki aktivitas antimikroba. Uji fitokimia yang dilakukan adalah

identifikasi terhadap beberapa jenis metabolit sekunder yang umum terdapat pada tanaman. Identifikasi dilakukan terhadap metabolit sekunder karena metabolit sekunder merupakan kandungan dalam bahan yang biasanya menjadi senyawa aktif yang memiliki sifat antimikroba.

a. Uji golongan fenol dan tanin (Houghton dan Raman, 1998)

Ekstrak kulit kayu mesoyi sebanyak 1 ml ditambahkan beberapa tetes FeCl3. Bila terbentuk warna hitam kehijauan, maka ekstrak berarti mengandung senyawa golongan fenol. Larutan kemudian ditambahkan gelatin. Bila terbentuk gel yang cukup stabil, maka ekstrak berarti mengandung senyawa dari golongan tanin.

b. Uji golongan flavonoid (Harborne, 1996)

Ekstrak kulit kayu mesoyi sebanyak 1 ml ditambahkan beberapa tetes H2SO4, lalu dikocok kuat-kuat atau menggunakan vorteks. Bila terbentuk warna kuning, maka berarti ekstrak mengandung senyawa golongan flavon dan flavonol. Bila yang terbentuk adalah warna jingga atau krem, maka berarti ekstrak mengandung senyawa golongan flavonoid. Bila yang terbentuk adalah warna krem atau merah tua, maka ekstrak mengandung senyawa golongan khalkon.

c. Uji golongan saponin (Harborne, 1996)

Ekstrak kulit kayu mesoyi sebanyak 1 ml ditambahkan air panas, kemudian dikocok kuat-kuat atau menggunakan vorteks, selama 10 detik. Bila kemudian terbentuk busa stabil yang tahan hingga lebih dari 10 menit, maka berarti ekstrak mengandung senyawa dari golongan saponin.

d. Uji golongan terpenoid dan steroid (Harborne, 1996)

Ekstrak kulit kayu mesoyi sebanyak 1 ml ditambahkan 2 ml kloroform. Kemudian ditambahkan beberapa tetes asam asetat glasial dan H2SO4 pekat. Larutan kemudian dikocok perlahan. Bila warna larutan berubah menjadi biru atau hijau, maka berarti ekstrak mengandung senyawa dari golongan steroid. Bila warna yang terbentuk adalah merah atau ungu, maka berarti ekstrak mengandung senyawa golongan terpenoid.

e. Uji golongan alkaloid (modifikasi Houghton dan Raman, 1998)

Ekstrak kulit kayu mesoyi sebanyak 1 ml ditambahkan beberapa tetes NaOH, lalu dikocok kuat-kuat atau divorteks dan disaring dengan kertas saring Whatman No.1. Filtrat kemudian ditambahkan beberapa tetes H2SO4 pekat, lalu divorteks. Lapisan bening yang terbentuk dipermukaan kemudian diambil dan dipindahkan ke tiga tabung reaksi yang lain. Masing-masing kemudian ditambahkan beberapa tetes pereaksi Mayer, Dragendorf, dan Wagner. Bila bereaksi membentuk endapan putih dengan pereaksi Mayer, maka berarti ekstrak mengandung senyawa golongan Alkaloid. Bila dengan pereaksi Dragendorf larutan berubah warna menjadi oranye, maka berarti ekstrak mengandung senyawa golongan alkaloid. Bila terbentuk warna coklat setelah ditambahkan pereaksi Wagner, maka berarti ekstrak mengandung senyawa dari golongan alkaloid.

Dokumen terkait