BAB IV. KEBIJAKAN PANGAN DAN GIZ
5.4 Metode Analisis
a) Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dilakukan dengan cara mengumpulkan, meringkas dan menyajikan data hasil penelitian sehingga dapat dianalisis untuk mengetahui karakterisitik dan kecenderungannya secara umum. Analisis ini dilakukan dengan cara mengeksplorasi karakteristik data seperti rata-rata (mean), jumlah (sum) simpangan baku (standard deviation), varians (variance), rentang (range), serta nilai minimum dan maksimum. Hasil analisis disajikan dalam bentuk angka-angka numerik, tabel atau grafis sehingga lebih mudah dipahami, bermakna, dan dapatmemberikan informasi yang berguna.
Analisis deskriptif dilakukan terhadap data-data penelitian untuk mendapatkan profil mengenai produksi dan ketersediaan pangan, distribusi dan
61
akses pangan, pola konsumsi, dan indikator wilayah rawan pangan di Kabupaten Jember. Jenis dan sumber data ditunjukkan oleh Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Jenis dan Sumber Data
No Jenis Data Sumber Data
1. Data serial perkembangan produksi tanaman pangan per wilayah kecamatan (padi, jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar)
Dinas Pertanian Kab. Jember
2. Data serial perkembangan jumlah ternak (sapi, kambing, ayam), telur dan ikan per wilayah kecamatan
BPS, Dinas Peternakan dan Perikanan
3. Data serial ketersediaan pangan (Energi, protein, lemak) di Kabupaten Jember
Kantor/Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Jember
4. Data serial jumlah penduduk perwilayah kecamatan Kabupaten Jember
BPS
5. Data serial tingkat konsumsi energi dan protein per kapita per hari Kabupaten Jember
Kantor/Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Jember
6. Perkembangan capaian Pola Pangan Harapan (PPH) Kabupaten Jember
Kantor/Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Jember
7. Program-program intervensi pemerintah Kabupaten Jember dalam stabilisasi harga (gabah, beras, komoditi pangan lainnya) dan operasi pasar beras (volume dan frekuensi)
Bulog; Bappekab Jember
8. Wilayah rawan pangan di Kabupaten Jember
Kantor/Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Jember
9. Neraca Bahan Makanan Kabupaten jember
Kantor/Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Jember
10. Masalah-masalah kerentanan
pangan (banjir, fuso) yang dihadapi
di Kabupaten Jember
Kantor/Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Jember; Dinas
Pertanian 11. Indikator Kerawanan Pangan:
- Jumlah rumah tangga miskin - Jumlah rumah tangga yang
memperoleh sambungan PLN - Angka Harapan Hidup
- Prevalensi Balita gizi kurang
menurut BB/U
- Jumlah anak yang tidak
memperoleh imunisasi
- Jumlah rumah tangga yang
Kantor/Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Jember; Dinas
62 mendapat air bersih
- Jumlah dokter
- Konsumsi pangan penduduk di
masing-masing kecamatan
- Kepadatan penduduk
12. Program yang berkaitan dengan Pangan dan Gizi
Bappekab Jember; Kantor/Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Jember
b) Teknik Skoring untuk Identifikasi Wilayah Rawan Pangan
Indikator yang dipakai dalam penilaian kerawanan pangan terdiri dari tiga aspek, yaitu ketesediaan pangan, akses pangan, dan kesehatan dan gizi, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Indikator dan Definisi Komponen Kerawanan Pangan
Kategori Indikator Definisi
Ketersediaan Pangan
Konsumsi normatif per kapita terhadap
ketersediaan bersih padi, jagung, kedelai, ubi kayu, dan ubi jalar
Mengukur tingkat konsumsi dan kemampuan suatu daerah dalam menyediakan bahan pangan padi, jagung, kedelai, ubi kayu, dan ubi jalar.
Akses Pangan - Persen Rumah Tangga
miskin
- Persen RT terhubung
dengan fasilitas listrik
- RT Pra-Sejahtera dan RT
Sejahtera 1 karena alasan ekonomi dalam klasifikasi Kesejahteraan BKKBN
- Persen RT yang memiliki akses
fasilitarhadap listrik Kesehatan
dan Gizi
- Angka Harapan Hidup
(AHH)
- Prevalensi balita gizi
kurang (BB/U)
- Rasio jumlah penduduk
per dokter terhadap kepadatan penduduk
- Populasi dengan akses
ke air minum bersih
- Persen anak yang tidak
- Rata-rata jumlah tahun hidup
yang diharapkan akan dicapai seorang anak pada saat lahir
- Persentase anak di bawah umur
5 tahun dengan berat kurang dari tingkat sedang sampai tinggi (kurang dari -2 SD
berdasarkan standar NCHS) per kecamatan
- Total populasi dibagi total
dokter di kecamatan dibagi dengan kepadatan penduduk
- Pembagian jumlah RT yang
mendapatkan air bersih dengan total RT per kecamatan
63 diimunisasi
- Tingkat konsumsi
pangan
sampai 13 bulan yang belum diimunisasi campak/kecamatan
- Rata-rata konsumsi pangan
dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG)
Data konsumsi diambil dari Pemantauan Konsumsi Gizi (PKG) Kabupaten Jember. Pemantauan Konsumsi Gizi (PKG) merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan dalam rangka ketahanan pangan untuk mengetahui besaran rawan pangan secara berkala setiap tiga tahun sekali. PKG menjadi sangat penting karena dapat digunakan sebagai acuan bagi pemerintah untuk mengetahui tingkat kebutuhan konsumsi pangan di wilayah kerja masing-masing. PKG dilakukan agar ketahanan pangan tingkat rumah tangga dapat diketahui. Hasil PKG dapat dipakai sebagai dasar perencanaan pembangunan pangan dan gizi di Kabupaten Jember.
Data dianalisis secara deskriptif, selanjutnya diklsifikasikan ke dalam enam kategori kerawanan pangan berdasarkan indikator yang ada. Suatu rumah tangga dikatakan tahan pangan apabila Tingkat Konsumsi Energi di atas 70 persen (TKE > 70%). Jika Tingkat Konsumsi Energi di bawah 70 persen (TKE < 70%), maka rumah tangga tersebut dikatakan rawan pangan (Depkes 2000).
Indikator yang digunakan dalam analisis kerawanan pangan menyesuaikan dengan indikator FIA (Food Insecurity Atlas) yang digunakan WFP (World Food Programme 2003) dalam analisis kerawanan pangan nasional. Dalam hal ini, untuk meningkatkan akurasinya, telah dilakukan penyesuaian pengukuran. Pada mulanya satuan berat dipakai sebagai indikator ketersediaan, kemudian diganti dengan satuan kalori berdasarkan kecukupan energi.
Konsumsi normatif per kapita diukur dengan:
1. Komoditas yang dipertimbangkan (padi, jagung, ubi kayu, kedelai dan ubi jalar yang diproduksi di daerah tersebut)
2. Ketersediaan pangan dalam satuan kalori
3. Kebutuhan normatif dihitung dalam satuan 270 gr/kap/hari atau 1100 kkal/kapita/hari.
64
Penilaian pada masing-masing indikator kerawanan pangan dapat dilihat dalam Tabel 5.3.
Tabel 5.3. Penilaian pada masing-masing indikator kerawanan pangan
Indikator Uraian
1. % jumlah rumah tangga miskin
Pengukuran
A = jumlah Rumah Tangga Pra-Sejahtera B = jumlah Rumah Tangga Sejahtera I
C = Total Rumah Tangga di masing-masing kecamatan Rumusan indikator 2 adalah: X2 = (A+B)/C*100%
Penilaian: 2. >30 3. >25 – 30 4. >20 – 25 5. >25 – 20 6. >10 – 15 7. <=10 Sangat Rawan Rawan Agak rawan Cukup tahan Tahan Sangat tahan 2. % rumah tangga dengan akses listrik Pengukuran:
Rumah Tangga yang menggunakan listrik, baik dari PLN maupun dengan cara lain seperti diesel, kincir air, dll → A
Jumlah Rumah Tangga yang terdapat di wilayah tersebut → B
Rumusan indikator 3 : X3 = (A/B)*100%
Penilaian : 1. < 75 8. 75 - <80 9. 80 - < 85 10. 85 - < 90 11. 90 - <95 12. >=95 Sangat Rawan Rawan Agak rawan Cukup tahan Tahan Sangat tahan 3. Angka Harapan Hidup (AHH) Pengukuran:
Rata-rata jumlah tahun hidup yang diharapkan akan dicapai
Jumlah total anak berumur 1 tahun dibagi dengan jumlah total anak hidup saat dilahirkan
Penilaian : 1. < 55 2. 55 - <57 3. 57 - < 59 4. 59 - < 61 5. 61- < 63 6. ≤63 Sangat Rawan Rawan Agak rawan Cukup tahan Tahan Sangat tahan 4. % Balita Gizi kurang Pengukuran: Jumlah balita → A
65 Rumusan indikator 4 : X4 = (A/B)*100% Penilaian : 1. > 50 2. > 45 – 50 3. > 40 – 45 4. > 35 – 40 5. >25 – 35 6. <= 25 Sangat Rawan Rawan Agak rawan Cukup tahan Tahan Sangat tahan 5. Jumlah penduduk per dokter sesuai dengan kepadatan penduduk Pengukuran :
Jumlah penduduk per dokter sesuai dengan
kepadatan penduduk merupakan perhitungan dari total populasi dibagi total dokter di kecamatan menghasilkan jumlah penduduk pe dokter Hasilnya kemudian dibagi dengan kepadatan penduduk untuk memperoleh jumlah populasi terkoreksi yang dilayani per dokter. Semakin banyak penduduk yang dilayani seorang dokter di wilayah tertentu menunjukkan semakin rendah akses penduduk terhadap pemeliharaan kesehatan Rumusan indikator 5:
X5 = (A/B)/C*100
A = Jumlah penduduk (jiwa) B = jumlah dokter (orang)
C = Kepadatan penduduk (jiwa/km2)
Penilaian : 1. >= 100 2. 80 - < 100 3. 60 - < 80 4. 40 - < 60 5. 20 - < 40 6. < 20 Sangat Rawan Rawan Agak rawan Cukup tahan Tahan Sangat tahan 6. Rumah tangga akses ke air bersih Pengukuran :
Jumlah rumah tangga yang menggunakan air bersih untuk keperluan sehari-hari tahun 2014 (A)
Jumlah rumah tangga menggunakan sumur gali, PAM, sumur pompa, hidrant umum, perpipaan air, mata air (B) Rumusan indikator 6 : X6 = (B/A)*100% Penilaian : 1. <= 40 2. > 40 – 50 3. 50 – 65 4. 65 – 80 5. 80 – 90 6. >=90 Sangat Rawan Rawan Agak rawan Cukup tahan Tahan Sangat tahan
66 7. % anak yang
tidak diimunisasi
Pengukuran :
Persentase anak yang berumur 12 – 13 bulan yang diimunisasi (A)
Jumlah anak yang terdapat di wilayah tersebut (B) Rumusan indikator 7 X7 = (1-(B/A)*100% Penilaian : 1. > 20 2. 15 - < 20 3. 10 - < 15 4. 5 - < 10 5. 2,5 - < 5 6. < 2,5 Sangat Rawan Rawan Agak rawan Cukup tahan Tahan Sangat tahan 8. Tingkat konsumsi pangan < 70% Pengukuran:
Klasifikasi tingkat konsumsi pangan yang dipergunakan adalah menurut Departemen Kesehatan (1996)
Penilaian: 1. > 50 2. 40 - < 50 3. 30 - < 40 4. 20 - < 30 5. 10 - < 20 6. < 10 Sangat Rawan Rawan Agak rawan Cukup tahan Tahan Sangat tahan
Hasil analisa seluruh indikator yang sangat mempengaruhi kerawanan pangan pada masing-masing kecamatan kemudian diurutkan menurut kategori dengan menggunakan metode rangking. Untuk mengetahui tingkat kerawanan dihitung berdasarkan tingkat kerawanan yang dibagi menjadi enam status kerawanan (Dewan Ketahanan Pangan RI & Program Pangan Dunia 2003) yang dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Rangking tingkat kerawanan pangan
Tingkat Kerawanan Total Skor
Sangat Rawan Rawan Agak rawan Cukup tahan Tahan Sangat tahan 8 – 12 15 – 21 22 – 28 29 – 34 35 – 41 42 – 48
67
c) Teknik Bayes untuk Perumusan Strategi Pangan dan Gizi
Strategi pangan dan gizi merupakan wujud kebijakan strategis yang dapat diambil oleh pengambil kebijakan untuk menangani dan menanggulangi kerawanan pangan di Kabupaten Jember. Strategi yang nantinya dirumuskan bersifat integratif agar bersifat operasional dan berkesinambungan dengan program-program yang telah direncanakan oleh SKPD yang mempunyai keterkaitan baik langsung maupun secara tidak langsung dalam upaya peningkatan indikator-indikator kerawanan pangan. Karakteristik tersebut menimbulkan konsekuensi akan terdapat beragam alternatif strtategi yang dapat dipilih.
Metode FGD dan atau expert survey yang dilakukan dengan wawancara, brainstorming atau melalui bantuan kuisioner berupaya menjaring bermacam alternatif strategi dari para pakar. Kemudian, strategi yang menjadi prioritas dipilih menggunakan metode Bayes berdasarkan kriteria. Beberapa kriteria yang diusulkan antara lain:
a. Efektifitas pelaksanaan strategi
b. Dampaknya terhadap strategi lainnya c. Kemudahan implementasi strategi
d. Kesesuaian strategi dengan kebijakan lainnya e. Dampak eksternalitas strategi
Metode Bayes merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk melakukan analisis dalam pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif dengan tujuan menghasilkan perolehan yang optimal. Untuk menghasilkan strategi yang efektif perlu dipertimbangkan berbagai kriteria. Penilaian alternatif strategi pada masing-masing kriteria menggunakan skala hedonik, yaitu sangat kurang bagus (1) sampai sangat bagus (5). Prosedur metode bayes adalah sebagai berikut:
1. Menyusun alternatif-alternatif strategi yang akan dipilih 2. Menentukan kriteria-kriteria yang penting untuk dievaluasi 3. Menentukan tingkat kepentingan setiap kriteria
68
4. Melakukan penilaian terhadap semua alternatif (skor) 5. Menghitung total skor untuk setiap alternatif strategi
6. Menentukan urutan prioritas strategi berdasarkan skor atau total nilai setiap alternatif.
Persamaan matematis metode Bayes adalah sebagai berikut:
dimana;
TNi = total nilai akhir dari alternatif ke-i
Nilaiij = nilai dari alternatif ke-i pada kriteria ke-j
Kritj = tingkat kepentingan (bobot) kriteria ke-j
i = 1,2,3,….,n (n = jumlah alternatif)
j = 1,2,3,….,m (m = jumlah kriteria)
Sementara itu, tingkat kepentingan (bobot) kriteria yang digunakan dalam analisis Bayes ditentukan menggunakan teknik
pairwise comparison dengan langkah-langkah sebagai berikut:
(1) Penyusunan matriks perbandingan antar kriteria.
(2) Melakukan perbandingan berpasangan antar kriteria menggunakan skala Saaty, yaitu mulai dari 1 hingga 9. Definisi skala perbandingan dapat dilihat pada Tabel 5.5.
69 Tabel 5.5 Definisi Skala Saaty
Skala Difinisi Penjelasan
1 Kedua elemen sama
pentingnya
Dua elemen sama kuat pada sifatnya
3 Eelemen yang satu sedikit lebih penting dibandingkan elemen lainnya
Pertimbangan sedikit lebih menyokong satu elemen atas elemen lainnya
5 Elemen yang satu sangat penting disbanding elemen lainnya
Satu elemen dengan kuat disokong dan dominasinya telah terlihat dalam praktek
7 Elemen yang satu jelas lebih penting dibandingkan elemen lainnya
Satu elemen dengan kuat disokong dan dominasinya telah terlihat dalam praktek
9 Elemen yang satu mutlak lebih penting dibandingkan elemen lainnya
Bukti yang menyokong elemen yang satu memiliki tingkat penegasan tertinggi 2,4,6,8 Nilai-nilai diantara 2
pertimbangan
Komponen diperlukan diantara 2 pertimbangan kebalikan Jika elemen I mendapat nilai 7 dibandingkan elemen j, maka
elemen j mempunyai nilai 1/7 bila dibandingkan elemen i
(3) Nilai-nilai perbandingan yang telah dilakukan harus diperoleh tingkat konsistensinya, misalnya bila dalam melakukan perbandingan, hasil yang didapat A>B dan B>C, maka secara logis seharusnya A>C. Untuk menghitung tingkat konsistensinya ini digunakan rumus Consistency Ratio. (4) Melakukan analisis pengolahan secara horisontal utnuk menentukan nilai
eigen dengan persamaan sebagai berikut: a. Perkalian baris (Z) n ij n j i a Z 1 = Π =
b. Perkalian vektor prioritas atau vektor eigen
= = = Π Π = n i n j n ij n j a eVP 1 1 1 1
70 b. Perhitungan nilai eigen maksimum (λmax)
VA = aij x VP dengan VA = (Vai)
VB = VA/VP dengan VB = (Vbi)
VA = VB = Vektor antara
Vbi untuk i = 1, 2, ..., n
[5] Perhitungan nilai indeks konsistensi (CI)
Pengukuran ini dimaksudkan untuk mengetahui konsistensi jawaban yang akan berpengaruh kepada kesahihan hasil.
1 max − − = n n CI λ
Untuk mengetahui apakah CI dengan besaran tertentu cukup baik atau tidak, perlu diketahui rasio yang dianggap baik, yaitu apabila CR ≤ 0.1.
RI CI
CR =
Nilai RI merupakan nilai random indeks yang dikeluarkan oleh Oarkridge
Laboratory sebagimana ditunjukkan sebagai berikut:
Dimana;
Zi : vektor eigen baris ke-i
i
eVP : elemen vektor prioritas ke-i.
aij : elemen untuk baris ke-i lalu ke-j
n : jumlah elemen
VPi : vektor prioritas baris ke-i
VAi : vektor antar baris ke-i
λmax : nilai eigen maksimum
CI : consistency index
CR : consistency ratio
71