• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Analisis

Dalam dokumen 2015 Lapkir Masterplan RAD Pangan dan Gizi (Halaman 70-81)

BAB IV. KEBIJAKAN PANGAN DAN GIZ

5.4 Metode Analisis

a) Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif dilakukan dengan cara mengumpulkan, meringkas dan menyajikan data hasil penelitian sehingga dapat dianalisis untuk mengetahui karakterisitik dan kecenderungannya secara umum. Analisis ini dilakukan dengan cara mengeksplorasi karakteristik data seperti rata-rata (mean), jumlah (sum) simpangan baku (standard deviation), varians (variance), rentang (range), serta nilai minimum dan maksimum. Hasil analisis disajikan dalam bentuk angka-angka numerik, tabel atau grafis sehingga lebih mudah dipahami, bermakna, dan dapatmemberikan informasi yang berguna.

Analisis deskriptif dilakukan terhadap data-data penelitian untuk mendapatkan profil mengenai produksi dan ketersediaan pangan, distribusi dan

61

akses pangan, pola konsumsi, dan indikator wilayah rawan pangan di Kabupaten Jember. Jenis dan sumber data ditunjukkan oleh Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Jenis dan Sumber Data

No Jenis Data Sumber Data

1. Data serial perkembangan produksi tanaman pangan per wilayah kecamatan (padi, jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar)

Dinas Pertanian Kab. Jember

2. Data serial perkembangan jumlah ternak (sapi, kambing, ayam), telur dan ikan per wilayah kecamatan

BPS, Dinas Peternakan dan Perikanan

3. Data serial ketersediaan pangan (Energi, protein, lemak) di Kabupaten Jember

Kantor/Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Jember

4. Data serial jumlah penduduk perwilayah kecamatan Kabupaten Jember

BPS

5. Data serial tingkat konsumsi energi dan protein per kapita per hari Kabupaten Jember

Kantor/Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Jember

6. Perkembangan capaian Pola Pangan Harapan (PPH) Kabupaten Jember

Kantor/Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Jember

7. Program-program intervensi pemerintah Kabupaten Jember dalam stabilisasi harga (gabah, beras, komoditi pangan lainnya) dan operasi pasar beras (volume dan frekuensi)

Bulog; Bappekab Jember

8. Wilayah rawan pangan di Kabupaten Jember

Kantor/Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Jember

9. Neraca Bahan Makanan Kabupaten jember

Kantor/Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Jember

10. Masalah-masalah kerentanan

pangan (banjir, fuso) yang dihadapi

di Kabupaten Jember

Kantor/Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Jember; Dinas

Pertanian 11. Indikator Kerawanan Pangan:

- Jumlah rumah tangga miskin - Jumlah rumah tangga yang

memperoleh sambungan PLN - Angka Harapan Hidup

- Prevalensi Balita gizi kurang

menurut BB/U

- Jumlah anak yang tidak

memperoleh imunisasi

- Jumlah rumah tangga yang

Kantor/Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Jember; Dinas

62 mendapat air bersih

- Jumlah dokter

- Konsumsi pangan penduduk di

masing-masing kecamatan

- Kepadatan penduduk

12. Program yang berkaitan dengan Pangan dan Gizi

Bappekab Jember; Kantor/Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Jember

b) Teknik Skoring untuk Identifikasi Wilayah Rawan Pangan

Indikator yang dipakai dalam penilaian kerawanan pangan terdiri dari tiga aspek, yaitu ketesediaan pangan, akses pangan, dan kesehatan dan gizi, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2. Indikator dan Definisi Komponen Kerawanan Pangan

Kategori Indikator Definisi

Ketersediaan Pangan

Konsumsi normatif per kapita terhadap

ketersediaan bersih padi, jagung, kedelai, ubi kayu, dan ubi jalar

Mengukur tingkat konsumsi dan kemampuan suatu daerah dalam menyediakan bahan pangan padi, jagung, kedelai, ubi kayu, dan ubi jalar.

Akses Pangan - Persen Rumah Tangga

miskin

- Persen RT terhubung

dengan fasilitas listrik

- RT Pra-Sejahtera dan RT

Sejahtera 1 karena alasan ekonomi dalam klasifikasi Kesejahteraan BKKBN

- Persen RT yang memiliki akses

fasilitarhadap listrik Kesehatan

dan Gizi

- Angka Harapan Hidup

(AHH)

- Prevalensi balita gizi

kurang (BB/U)

- Rasio jumlah penduduk

per dokter terhadap kepadatan penduduk

- Populasi dengan akses

ke air minum bersih

- Persen anak yang tidak

- Rata-rata jumlah tahun hidup

yang diharapkan akan dicapai seorang anak pada saat lahir

- Persentase anak di bawah umur

5 tahun dengan berat kurang dari tingkat sedang sampai tinggi (kurang dari -2 SD

berdasarkan standar NCHS) per kecamatan

- Total populasi dibagi total

dokter di kecamatan dibagi dengan kepadatan penduduk

- Pembagian jumlah RT yang

mendapatkan air bersih dengan total RT per kecamatan

63 diimunisasi

- Tingkat konsumsi

pangan

sampai 13 bulan yang belum diimunisasi campak/kecamatan

- Rata-rata konsumsi pangan

dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG)

Data konsumsi diambil dari Pemantauan Konsumsi Gizi (PKG) Kabupaten Jember. Pemantauan Konsumsi Gizi (PKG) merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan dalam rangka ketahanan pangan untuk mengetahui besaran rawan pangan secara berkala setiap tiga tahun sekali. PKG menjadi sangat penting karena dapat digunakan sebagai acuan bagi pemerintah untuk mengetahui tingkat kebutuhan konsumsi pangan di wilayah kerja masing-masing. PKG dilakukan agar ketahanan pangan tingkat rumah tangga dapat diketahui. Hasil PKG dapat dipakai sebagai dasar perencanaan pembangunan pangan dan gizi di Kabupaten Jember.

Data dianalisis secara deskriptif, selanjutnya diklsifikasikan ke dalam enam kategori kerawanan pangan berdasarkan indikator yang ada. Suatu rumah tangga dikatakan tahan pangan apabila Tingkat Konsumsi Energi di atas 70 persen (TKE > 70%). Jika Tingkat Konsumsi Energi di bawah 70 persen (TKE < 70%), maka rumah tangga tersebut dikatakan rawan pangan (Depkes 2000).

Indikator yang digunakan dalam analisis kerawanan pangan menyesuaikan dengan indikator FIA (Food Insecurity Atlas) yang digunakan WFP (World Food Programme 2003) dalam analisis kerawanan pangan nasional. Dalam hal ini, untuk meningkatkan akurasinya, telah dilakukan penyesuaian pengukuran. Pada mulanya satuan berat dipakai sebagai indikator ketersediaan, kemudian diganti dengan satuan kalori berdasarkan kecukupan energi.

Konsumsi normatif per kapita diukur dengan:

1. Komoditas yang dipertimbangkan (padi, jagung, ubi kayu, kedelai dan ubi jalar yang diproduksi di daerah tersebut)

2. Ketersediaan pangan dalam satuan kalori

3. Kebutuhan normatif dihitung dalam satuan 270 gr/kap/hari atau 1100 kkal/kapita/hari.

64

Penilaian pada masing-masing indikator kerawanan pangan dapat dilihat dalam Tabel 5.3.

Tabel 5.3. Penilaian pada masing-masing indikator kerawanan pangan

Indikator Uraian

1. % jumlah rumah tangga miskin

Pengukuran

A = jumlah Rumah Tangga Pra-Sejahtera B = jumlah Rumah Tangga Sejahtera I

C = Total Rumah Tangga di masing-masing kecamatan Rumusan indikator 2 adalah: X2 = (A+B)/C*100%

Penilaian: 2. >30 3. >25 – 30 4. >20 – 25 5. >25 – 20 6. >10 – 15 7. <=10 Sangat Rawan Rawan Agak rawan Cukup tahan Tahan Sangat tahan 2. % rumah tangga dengan akses listrik Pengukuran:

Rumah Tangga yang menggunakan listrik, baik dari PLN maupun dengan cara lain seperti diesel, kincir air, dll → A

Jumlah Rumah Tangga yang terdapat di wilayah tersebut → B

Rumusan indikator 3 : X3 = (A/B)*100%

Penilaian : 1. < 75 8. 75 - <80 9. 80 - < 85 10. 85 - < 90 11. 90 - <95 12. >=95 Sangat Rawan Rawan Agak rawan Cukup tahan Tahan Sangat tahan 3. Angka Harapan Hidup (AHH) Pengukuran:

Rata-rata jumlah tahun hidup yang diharapkan akan dicapai

Jumlah total anak berumur 1 tahun dibagi dengan jumlah total anak hidup saat dilahirkan

Penilaian : 1. < 55 2. 55 - <57 3. 57 - < 59 4. 59 - < 61 5. 61- < 63 6. ≤63 Sangat Rawan Rawan Agak rawan Cukup tahan Tahan Sangat tahan 4. % Balita Gizi kurang Pengukuran: Jumlah balita → A

65 Rumusan indikator 4 : X4 = (A/B)*100% Penilaian : 1. > 50 2. > 45 – 50 3. > 40 – 45 4. > 35 – 40 5. >25 – 35 6. <= 25 Sangat Rawan Rawan Agak rawan Cukup tahan Tahan Sangat tahan 5. Jumlah penduduk per dokter sesuai dengan kepadatan penduduk Pengukuran :

Jumlah penduduk per dokter sesuai dengan

kepadatan penduduk merupakan perhitungan dari total populasi dibagi total dokter di kecamatan menghasilkan jumlah penduduk pe dokter Hasilnya kemudian dibagi dengan kepadatan penduduk untuk memperoleh jumlah populasi terkoreksi yang dilayani per dokter. Semakin banyak penduduk yang dilayani seorang dokter di wilayah tertentu menunjukkan semakin rendah akses penduduk terhadap pemeliharaan kesehatan Rumusan indikator 5:

X5 = (A/B)/C*100

A = Jumlah penduduk (jiwa) B = jumlah dokter (orang)

C = Kepadatan penduduk (jiwa/km2)

Penilaian : 1. >= 100 2. 80 - < 100 3. 60 - < 80 4. 40 - < 60 5. 20 - < 40 6. < 20 Sangat Rawan Rawan Agak rawan Cukup tahan Tahan Sangat tahan 6. Rumah tangga akses ke air bersih Pengukuran :

Jumlah rumah tangga yang menggunakan air bersih untuk keperluan sehari-hari tahun 2014 (A)

Jumlah rumah tangga menggunakan sumur gali, PAM, sumur pompa, hidrant umum, perpipaan air, mata air (B) Rumusan indikator 6 : X6 = (B/A)*100% Penilaian : 1. <= 40 2. > 40 – 50 3. 50 – 65 4. 65 – 80 5. 80 – 90 6. >=90 Sangat Rawan Rawan Agak rawan Cukup tahan Tahan Sangat tahan

66 7. % anak yang

tidak diimunisasi

Pengukuran :

Persentase anak yang berumur 12 – 13 bulan yang diimunisasi (A)

Jumlah anak yang terdapat di wilayah tersebut (B) Rumusan indikator 7 X7 = (1-(B/A)*100% Penilaian : 1. > 20 2. 15 - < 20 3. 10 - < 15 4. 5 - < 10 5. 2,5 - < 5 6. < 2,5 Sangat Rawan Rawan Agak rawan Cukup tahan Tahan Sangat tahan 8. Tingkat konsumsi pangan < 70% Pengukuran:

Klasifikasi tingkat konsumsi pangan yang dipergunakan adalah menurut Departemen Kesehatan (1996)

Penilaian: 1. > 50 2. 40 - < 50 3. 30 - < 40 4. 20 - < 30 5. 10 - < 20 6. < 10 Sangat Rawan Rawan Agak rawan Cukup tahan Tahan Sangat tahan

Hasil analisa seluruh indikator yang sangat mempengaruhi kerawanan pangan pada masing-masing kecamatan kemudian diurutkan menurut kategori dengan menggunakan metode rangking. Untuk mengetahui tingkat kerawanan dihitung berdasarkan tingkat kerawanan yang dibagi menjadi enam status kerawanan (Dewan Ketahanan Pangan RI & Program Pangan Dunia 2003) yang dapat dilihat pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4. Rangking tingkat kerawanan pangan

Tingkat Kerawanan Total Skor

Sangat Rawan Rawan Agak rawan Cukup tahan Tahan Sangat tahan 8 – 12 15 – 21 22 – 28 29 – 34 35 – 41 42 – 48

67

c) Teknik Bayes untuk Perumusan Strategi Pangan dan Gizi

Strategi pangan dan gizi merupakan wujud kebijakan strategis yang dapat diambil oleh pengambil kebijakan untuk menangani dan menanggulangi kerawanan pangan di Kabupaten Jember. Strategi yang nantinya dirumuskan bersifat integratif agar bersifat operasional dan berkesinambungan dengan program-program yang telah direncanakan oleh SKPD yang mempunyai keterkaitan baik langsung maupun secara tidak langsung dalam upaya peningkatan indikator-indikator kerawanan pangan. Karakteristik tersebut menimbulkan konsekuensi akan terdapat beragam alternatif strtategi yang dapat dipilih.

Metode FGD dan atau expert survey yang dilakukan dengan wawancara, brainstorming atau melalui bantuan kuisioner berupaya menjaring bermacam alternatif strategi dari para pakar. Kemudian, strategi yang menjadi prioritas dipilih menggunakan metode Bayes berdasarkan kriteria. Beberapa kriteria yang diusulkan antara lain:

a. Efektifitas pelaksanaan strategi

b. Dampaknya terhadap strategi lainnya c. Kemudahan implementasi strategi

d. Kesesuaian strategi dengan kebijakan lainnya e. Dampak eksternalitas strategi

Metode Bayes merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk melakukan analisis dalam pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif dengan tujuan menghasilkan perolehan yang optimal. Untuk menghasilkan strategi yang efektif perlu dipertimbangkan berbagai kriteria. Penilaian alternatif strategi pada masing-masing kriteria menggunakan skala hedonik, yaitu sangat kurang bagus (1) sampai sangat bagus (5). Prosedur metode bayes adalah sebagai berikut:

1. Menyusun alternatif-alternatif strategi yang akan dipilih 2. Menentukan kriteria-kriteria yang penting untuk dievaluasi 3. Menentukan tingkat kepentingan setiap kriteria

68

4. Melakukan penilaian terhadap semua alternatif (skor) 5. Menghitung total skor untuk setiap alternatif strategi

6. Menentukan urutan prioritas strategi berdasarkan skor atau total nilai setiap alternatif.

Persamaan matematis metode Bayes adalah sebagai berikut:

dimana;

TNi = total nilai akhir dari alternatif ke-i

Nilaiij = nilai dari alternatif ke-i pada kriteria ke-j

Kritj = tingkat kepentingan (bobot) kriteria ke-j

i = 1,2,3,….,n (n = jumlah alternatif)

j = 1,2,3,….,m (m = jumlah kriteria)

Sementara itu, tingkat kepentingan (bobot) kriteria yang digunakan dalam analisis Bayes ditentukan menggunakan teknik

pairwise comparison dengan langkah-langkah sebagai berikut:

(1) Penyusunan matriks perbandingan antar kriteria.

(2) Melakukan perbandingan berpasangan antar kriteria menggunakan skala Saaty, yaitu mulai dari 1 hingga 9. Definisi skala perbandingan dapat dilihat pada Tabel 5.5.

69 Tabel 5.5 Definisi Skala Saaty

Skala Difinisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama

pentingnya

Dua elemen sama kuat pada sifatnya

3 Eelemen yang satu sedikit lebih penting dibandingkan elemen lainnya

Pertimbangan sedikit lebih menyokong satu elemen atas elemen lainnya

5 Elemen yang satu sangat penting disbanding elemen lainnya

Satu elemen dengan kuat disokong dan dominasinya telah terlihat dalam praktek

7 Elemen yang satu jelas lebih penting dibandingkan elemen lainnya

Satu elemen dengan kuat disokong dan dominasinya telah terlihat dalam praktek

9 Elemen yang satu mutlak lebih penting dibandingkan elemen lainnya

Bukti yang menyokong elemen yang satu memiliki tingkat penegasan tertinggi 2,4,6,8 Nilai-nilai diantara 2

pertimbangan

Komponen diperlukan diantara 2 pertimbangan kebalikan Jika elemen I mendapat nilai 7 dibandingkan elemen j, maka

elemen j mempunyai nilai 1/7 bila dibandingkan elemen i

(3) Nilai-nilai perbandingan yang telah dilakukan harus diperoleh tingkat konsistensinya, misalnya bila dalam melakukan perbandingan, hasil yang didapat A>B dan B>C, maka secara logis seharusnya A>C. Untuk menghitung tingkat konsistensinya ini digunakan rumus Consistency Ratio. (4) Melakukan analisis pengolahan secara horisontal utnuk menentukan nilai

eigen dengan persamaan sebagai berikut: a. Perkalian baris (Z) n ij n j i a Z 1 = Π =

b. Perkalian vektor prioritas atau vektor eigen

= = = Π Π = n i n j n ij n j a eVP 1 1 1 1

70 b. Perhitungan nilai eigen maksimum (λmax)

VA = aij x VP dengan VA = (Vai)

VB = VA/VP dengan VB = (Vbi)

VA = VB = Vektor antara

Vbi untuk i = 1, 2, ..., n

[5] Perhitungan nilai indeks konsistensi (CI)

Pengukuran ini dimaksudkan untuk mengetahui konsistensi jawaban yang akan berpengaruh kepada kesahihan hasil.

1 max − − = n n CI λ

Untuk mengetahui apakah CI dengan besaran tertentu cukup baik atau tidak, perlu diketahui rasio yang dianggap baik, yaitu apabila CR ≤ 0.1.

RI CI

CR =

Nilai RI merupakan nilai random indeks yang dikeluarkan oleh Oarkridge

Laboratory sebagimana ditunjukkan sebagai berikut:

Dimana;

Zi : vektor eigen baris ke-i

i

eVP : elemen vektor prioritas ke-i.

aij : elemen untuk baris ke-i lalu ke-j

n : jumlah elemen

VPi : vektor prioritas baris ke-i

VAi : vektor antar baris ke-i

λmax : nilai eigen maksimum

CI : consistency index

CR : consistency ratio

71

Dalam dokumen 2015 Lapkir Masterplan RAD Pangan dan Gizi (Halaman 70-81)

Dokumen terkait