• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Metode Analisis

Metode pendugaan Ordinary Least Square (OLS) digunakan untuk

menduga parameter dari peubah-peubah biaya produksi (meliputi biaya ekspansi dan biaya variabel), jumlah air bersih yang diproduksi dan tingkat kebocoran yang dilihat dari besar jumlah air yang hilang.

Langkah selanjutnya adalah pembuatan model ekonometrika. Model ekonometrika dibuat berdasarkan metode kuantitatif. Model merupakan penyederhanaan suatu realita yang menggambarkan pola hubungan dari faktor-

faktor atau variabel-variabel yang berperan dalam pembentukan model. Dalam hal ini model disajikan dalam bentuk persamaan regresi. Suatu model yang baik harus memenuhi kriteria ekonomi, statistika, dan ekonometrika. Dalam kriteria ekonomi, suatu model dikatakan baik apabila dapat memperlihatkan pengaruh positif atau negatif dari variabel-variabel independen terhadap variabel dependennya. Uji statistika dapat dilakukan secara individu variabel-variabel independen dengan uji statistik t atau secara serentak variabel-variabel independen dengan uji statistik F. Hasil dari uji statistik t dan uji statistik F dapat dilihat dari P-value yang memperlihatkan besar pengaruh nyata variabel-variabel independen terhadap variabel dependen. Sedangkan uji ekonometrika dapat dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya asumsi yang dilanggar yaitu dengan menguji heteroskedastisitas, uji autokorelasi dan uji multikolinearitas. Jika salah satu asumsi di atas dilanggar maka model tidak efisien untuk digunakan.

4.1.1. Analisis Fungsi Biaya

Ariestis (2004) menjelaskan bahwa analisis fungsi biaya pengelolaan adalah analisis mengenai hubungan antara jumlah biaya pengelolaan air dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan biaya pengelolaan tersebut. Faktor-faktor yang digunakan untuk menganalisis fungsi biaya pengelolaan ini adalah jumlah air bersih yang diproduksi, biaya ekspansi dan biaya variabel. Pada penelitian ini juga akan ditambahkan satu faktor yang diduga turut mempengaruhi biaya pengelolaan air, yaitu faktor tingkat kebocoran. Kemudian akan ditambahkan variabel Dummy untuk membedakan laju peningkatan biaya antara sebelum dan setelah adanya konsesi, sehingga akan diketahui tingkat efisiensi dari

adanya konsesi. Model fungsi biaya pengelolaan air berdasarkan fungsi Cobb- Douglass adalah:

TC = a0 ECta1 VCta2 Qta3LVta4Da5 (4.1)

Model tersebut kemudian ditransformasikan dalam bentuk logaritma natural menjadi persamaan linear sebagai berikut:

Ln TC = ln a0 + a1 ln ECt + a2 ln VCt + a3 ln Qt + a4 ln LVt + a5 Dm (4.2)

Dimana:

TC = biaya total pengelolaan air PDAM (Rp) ECt = biaya ekspansi (juta Rp)

VCt = biaya variabel (juta Rp)

Qt = jumlah air bersih yang diproduksi PDAM (ribu m3) LVt = tingkat kebocoran (loss water) (ribu m3)

Dm = ”Dummy” konsesi

ƒ D = 1, setelah adanya konsesi

ƒ D = 0, sebelum adanya konsesi

t = tahun ke-t

ai = koefisien parameter dugaan (i=0,..,3); a1,a2,a3,a4>0 dan a5<0

Hipotesa-hipotesa :

Biaya ekspansi berpengaruh positif terhadap biaya total pengelolaan, artinya jika biaya ekpansi mengalami peningkatan maka biaya total juga akan mengalami peningkatan, ceteris paribus.

Biaya variabel berpengaruh positif terhadap biaya total pengelolaan, artinya jika biaya variabel meningkat maka biaya total juga akan meningkat, ceteris paribus.

Jumlah air yang diproduksi berpengaruh positif terhadap biaya total pengelolaan, artinya semakin banyak jumlah air yang diproduksi akan semakin meningkatkan biaya total pengelolaan, ceteris paribus.

Tingkat kebocoran juga berpengaruh positif terhadap biaya total pengelolaan, artinya semakin tinggi tingkat kebocoran maka akan menambah biaya total pengelolaan, ceteris paribus.

4.1.2. Analisis Penerimaan PDAM

Penerimaan PDAM didapat dari perkalian antara jumlah air yang disalurkan dengan harga pokok air bersih ditambah dengan penerimaan dari jasa non industri. Setelah penerimaan total didapat maka dapat dicari besar keuntungan yang diperoleh PDAM yaitu sebesar selisih dari jumlah penerimaan yang diperoleh dengan total biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi air bersih.

TR = Pt.Qt + Rn Dimana:

TR = Total penerimaan PDAM (Rp)

Pt = Harga pokok air bersih (Rp)

Qt = Jumlah air bersih yang diproduksi (m3) Rn = Penerimaan lain dari jasa non industri

PAM Jaya hanya memproduksi satu jenis barang yaitu jumlah air bersih yang disalurkan kepada pelanggan, sehingga diasumsikan bahwa tidak ada penerimaan lain dari jasa non industri maka fungsi penerimaannya menjadi :

TR = Pt.Qt (4.3)

Harga air disini harga pokok yang diterima pelanggan yang diperoleh

berdasarkan Marginal Cost Pricing. Dari hasil penurunan fungsi biaya

pengelolaan air sebelumnya, maka diperoleh persamaan MC sebagai berikut:

MC = Qt TC ∂ ∂ = a0 ECta1 VCa2 a3 Qta3-1LVta4Da5

Menurut teori ekonomi, agar tercipta efisiensi optimal maka harga air yang berlaku berdasarkan MC Pricing adalah pada saat P=MC. Sedangkan persamaan MC sendiri diperoleh dari penurunan fungsi biaya pengelolaan air.

Penetapan harga air dilakukan dengan cara diskriminasi harga (price discrimination). Diskriminasi harga tingkat tiga dilakukan kepada konsumen yang berbeda dengan memperhitungkan perbedaan elastisitas permintaan dari tiap-tiap konsumen. Diskriminasi ini dilakukan dengan tujuan agar tercipta subsidi silang (cross subsidies) antara konsumen yang dapat membayar lebih mahal dikarenakan memiliki tingkat pendapatan yang lebih tinggi dengan konsumen yang memiliki pendapatan dibawah rata-rata. Diskriminasi harga juga dapat diterapkan dengan menggunakan konsep increasing block tariff, dimana perbedaan harga air dapat dipengaruhi dari tingkat pemakaian, jarak konsumen terhadap instalasi air, dan biaya pengelolaan air yang dikeluarkan PDAM.

Setelah didapat total penerimaan kemudian dihitung keuntungan yang diperoleh

π = TR – TC (4.4)

Dimana:

π = Keuntungan perusahaan (Rp)

TR = Total penerimaan PDAM (Rp)

TC = Total biaya yang dikeluarkan PDAM (Rp)

4.1.3. Analisis Manfaat-Biaya (Rasio B/C)

Rasio penerimaan dan biaya ini menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh dari setiap biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi. Analisis rasio ini dapat digunakan untuk mengetahui tingkat keuntungan relatif kegiatan pengelolaan air. Rasio B/C dapat dituliskan secara matematis sebagai berikut :

Rasio B/C = TC Q P. TC TR (4.5)

Apabila B/C > 1, maka penerimaan yang diperoleh lebih besar dari tiap unit biaya yang dikeluarkan, hal ini berarti kegiatan produksi menguntungkan. Apabila B/C < 1, maka penerimaan yang diperoleh lebih kecil dari tiap unit biaya yang dikeluarkan yang berarti perusahaan mengalami kerugian.

4.2. Pengujian Hipotesis dan Ekonometrika

Dokumen terkait