OLEH
RETNO TRIASTUTI H14102035
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Oleh
RETNO TRIASTUTI H14102035
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Retno Triastuti
Nomor Registrasi Pokok : H14102035 Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skrisi : Analisis Pengelolaan Sumber Daya Air PDAM DKI Jakarta Setelah Adanya Konsesi
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Arief Daryanto, MEc NIP. 131644945
Mengetahui
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131846872
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, September 2006
Jakarta. Penulis merupakan anak terakhir dari enam bersaudara dari pasangan Syamsudin Slamet dan U.T. Parwiasih. Penulis mengikuti sekolah dasar di SDN Bojong 1 Ciledug, Tangerang hingga kelas 4 SD dan menamatkan sekolah dasar di SDN 08 Jakarta Selatan, kemudian melanjutkan ke SLTP Putra Satria Jakarta Selatan dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 63 Jakarta Selatan dan lulus pada tahun 2002.
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul dari skripsi ini adalah “Analisis Pengelolaan Sumberdaya Air PDAM DKI Jakarta Setelah Adanya Konsesi”. Air merupakan salah satu sumber kehidupan manusia untuk itu sumberdaya air harus dikelola dengan baik. Pengelolaan sumberdaya air oleh PDAM DKI Jakarta ditujukan agar sumberdaya air terjamin keberlanjutannya dan tercipta pemerataan distribusi air bersih di masyarakat. Saat ini kebutuhan akan air bersih semakin meningkat tanpa diimbangi dengan adanya peningkatan produksi air bersih sehingga menyebabkan air bersih menjadi barang yang langka dan mahal untuk diperoleh, terutama sejak adanya kerjasama antara PAM Jaya dengan dua mitra swasta asing yang seharusnya dapat meningkatkan efisiensi dari PDAM. Hal inilah yang menarik perhatian penulis untuk melakukan penelitian. Di samping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis ucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, diantaranya:
1. Bapak Arief Daryanto, Ph.D yang dengan penuh kesabaran dan pengertian dalam memberikan bimbingan dan arahan selama proses penyelesaian skripsi ini. Terima kasih bapak telah banyak meluangkan waktu bapak yang sangat berharga untuk kami.
2. Bapak Nunung Nuryartono, Ph.D sebagai dosen penguji utama. 3. Ibu Henny Reinhardt, M.Sc sebagai komisi pendidikan.
4. Kepada Ketua Departemen dan segenap Staf Departemen Ilmu Ekonomi 5. Staf PAM Jaya Bapak Hidayat, Bapak Rio dan Bapak Katino yang telah
banyak memberikan dukungan moril maupun materil kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi.
8. Sahabat-sahabat satu perjuangan di bawah bimbingan Bapak Arief Daryanto (Agustina Widi dan Erna Agustiani).
9. Teman-teman Tim ’BCA’ MP IPB yang telah memberikan keceriaan dan pelajaran berharga tentang arti kesetiakawanan.
10. Teman-teman di Gerbong Rakyat yang turut membimbing penulis untuk menjadi orang yang kritis dan peduli.
11. Serta sahabat-sahabat penulis (saudara/i): Febri, Imas, Fitri, Okti, Diana, Hani, Arif, Iqbal, Andros, Rona, Siera, Mely, Vina, Stuti, dan seluruh sahabat yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis yakin bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan saran guna perbaikan skripsi ini sangatlah penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, September 2006
Retno Triastuti
PDAM DKI Jakarta Setelah Adanya Konsesi (Dibimbing oleh ARIEF DARYANTO).
Air merupakan sumber kehidupan seluruh makhluk hidup, karenanya air digolongkan sebagai sumberdaya milik bersama (common property resources). Air yang diperlukan untuk manusia adalah air bersih yang telah diolah dan disalurkan (didistribusikan) melalui jaringan pipa bawah tanah sampai ke rumah-rumah penduduk sehingga dapat langsung dikonsumsi. Air yang merupakan barang publik yang memiliki nilai tinggi di mata masyarakat perlu dikelola dengan baik, untuk itu pemerintah menunjuk suatu badan usaha yang menangani masalah penyediaan air bersih, yakni dalam bentuk Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Khusus untuk wilayah DKI Jakarta pengelolaan air bersih ditangani oleh PDAM DKI Jakarta (PAM Jaya). Sejak tahun 1998 PAM Jaya telah melakukan kerjasama konsesi dengan dua mitra asing swasta yang membentuk TPJ dan Palyja.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: (1) Mengidentifikasi struktur produksi PAM Jaya antara sebelum dan setelah adanya konsesi; (2) Mengestimasi fungsi biaya pengelolaan air bersih untuk melihat variabel-variabel yang berpengaruh terhadap total pengeluaran PDAM DKI Jakarta; serta (3) Menganalisis manfaat dari adanya konsesi bagi PAM Jaya.
Pada penelitian ini, metode pendugaan Ordinary Least Square (OLS) digunakan untuk menduga parameter dari peubah-peubah biaya produksi (meliputi biaya ekspansi dan biaya variabel), jumlah air bersih yang diproduksi, tingkat kebocoran dan juga dimasukkan variabel Dummy untuk membedakan laju peningkatan biaya antara sebelum dan setelah adanya konsesi sehingga akan diketahui tingkat efisiensi dari adanya konsesi. Dalam hal ini model disajikan dalam bentuk persamaan regresi berganda. Uji yang dilakukan meliputi uji F, Uji t, Uji R2, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi. Data yang digunakan adalah data sekunder dari mulai tahun 1992-2004.
cara diskriminasi harga antar antar golongan masyarakat dan konsep increasing block tariff untuk tiap tingkatan blok pemakaian air bersih. Diskriminasi harga ditujukan agar tercipta subsidi silang (cross subsidies) dari masyarakat berpendapatan tinggi ke masyarakat berpendapatan rendah, sedangkan konsep
increasing block tariff bertujuan untuk mengerem konsumsi air bersih oleh pelanggan dikarenakan harga yang semakin tinggi untuk setiap peningkatan konsumsi air bersih.
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN...v
I. PENDAHULUAN ...1
1.1. Latar Belakang ... ... ...1
1.2. Perumusan Masalah ...5
1.3. Tujuan Penelitian ...7
1.4. Manfaat Penelitian ...7
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ...9
2.1. Pulp dan Kertas ...9
2.2. Tinjauan Teoritis ...10
2.3.1. Monopoli dan Diskriminasi Harga...14
2.4. Analisis Fungsi Biaya Pengelolaan Air PDAM ...19
2.5. Analisis Penerimaan PDAM ...21
2.6. Konsep Privatisasi...21
2.7. Tinjauan Penelitian Terdahulu ...24
III. KERANGKA PEMIKIRAN ...30
3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual...30
3.2. Alur Kerangka Pemikiran ...32
3.3. Keterbatasan Penelitian...32
IV. METODOLOGI PENELITIAN...34
4.1. Metode Analisis ...34
4.1.1. Analisis Fungsi Biaya ...35
4.1.2. Analisis Penerimaan PDAM ...37
4.1.3. Analisis Manfaat-Biaya (Rasio B/C) ...39
4.2. Pengujian Hipotesis dan Ekonometrika ...39
OLEH
RETNO TRIASTUTI H14102035
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Oleh
RETNO TRIASTUTI H14102035
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Retno Triastuti
Nomor Registrasi Pokok : H14102035 Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skrisi : Analisis Pengelolaan Sumber Daya Air PDAM DKI Jakarta Setelah Adanya Konsesi
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Arief Daryanto, MEc NIP. 131644945
Mengetahui
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131846872
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, September 2006
Jakarta. Penulis merupakan anak terakhir dari enam bersaudara dari pasangan Syamsudin Slamet dan U.T. Parwiasih. Penulis mengikuti sekolah dasar di SDN Bojong 1 Ciledug, Tangerang hingga kelas 4 SD dan menamatkan sekolah dasar di SDN 08 Jakarta Selatan, kemudian melanjutkan ke SLTP Putra Satria Jakarta Selatan dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 63 Jakarta Selatan dan lulus pada tahun 2002.
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul dari skripsi ini adalah “Analisis Pengelolaan Sumberdaya Air PDAM DKI Jakarta Setelah Adanya Konsesi”. Air merupakan salah satu sumber kehidupan manusia untuk itu sumberdaya air harus dikelola dengan baik. Pengelolaan sumberdaya air oleh PDAM DKI Jakarta ditujukan agar sumberdaya air terjamin keberlanjutannya dan tercipta pemerataan distribusi air bersih di masyarakat. Saat ini kebutuhan akan air bersih semakin meningkat tanpa diimbangi dengan adanya peningkatan produksi air bersih sehingga menyebabkan air bersih menjadi barang yang langka dan mahal untuk diperoleh, terutama sejak adanya kerjasama antara PAM Jaya dengan dua mitra swasta asing yang seharusnya dapat meningkatkan efisiensi dari PDAM. Hal inilah yang menarik perhatian penulis untuk melakukan penelitian. Di samping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis ucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, diantaranya:
1. Bapak Arief Daryanto, Ph.D yang dengan penuh kesabaran dan pengertian dalam memberikan bimbingan dan arahan selama proses penyelesaian skripsi ini. Terima kasih bapak telah banyak meluangkan waktu bapak yang sangat berharga untuk kami.
2. Bapak Nunung Nuryartono, Ph.D sebagai dosen penguji utama. 3. Ibu Henny Reinhardt, M.Sc sebagai komisi pendidikan.
4. Kepada Ketua Departemen dan segenap Staf Departemen Ilmu Ekonomi 5. Staf PAM Jaya Bapak Hidayat, Bapak Rio dan Bapak Katino yang telah
banyak memberikan dukungan moril maupun materil kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi.
8. Sahabat-sahabat satu perjuangan di bawah bimbingan Bapak Arief Daryanto (Agustina Widi dan Erna Agustiani).
9. Teman-teman Tim ’BCA’ MP IPB yang telah memberikan keceriaan dan pelajaran berharga tentang arti kesetiakawanan.
10. Teman-teman di Gerbong Rakyat yang turut membimbing penulis untuk menjadi orang yang kritis dan peduli.
11. Serta sahabat-sahabat penulis (saudara/i): Febri, Imas, Fitri, Okti, Diana, Hani, Arif, Iqbal, Andros, Rona, Siera, Mely, Vina, Stuti, dan seluruh sahabat yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis yakin bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan saran guna perbaikan skripsi ini sangatlah penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, September 2006
Retno Triastuti
PDAM DKI Jakarta Setelah Adanya Konsesi (Dibimbing oleh ARIEF DARYANTO).
Air merupakan sumber kehidupan seluruh makhluk hidup, karenanya air digolongkan sebagai sumberdaya milik bersama (common property resources). Air yang diperlukan untuk manusia adalah air bersih yang telah diolah dan disalurkan (didistribusikan) melalui jaringan pipa bawah tanah sampai ke rumah-rumah penduduk sehingga dapat langsung dikonsumsi. Air yang merupakan barang publik yang memiliki nilai tinggi di mata masyarakat perlu dikelola dengan baik, untuk itu pemerintah menunjuk suatu badan usaha yang menangani masalah penyediaan air bersih, yakni dalam bentuk Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Khusus untuk wilayah DKI Jakarta pengelolaan air bersih ditangani oleh PDAM DKI Jakarta (PAM Jaya). Sejak tahun 1998 PAM Jaya telah melakukan kerjasama konsesi dengan dua mitra asing swasta yang membentuk TPJ dan Palyja.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: (1) Mengidentifikasi struktur produksi PAM Jaya antara sebelum dan setelah adanya konsesi; (2) Mengestimasi fungsi biaya pengelolaan air bersih untuk melihat variabel-variabel yang berpengaruh terhadap total pengeluaran PDAM DKI Jakarta; serta (3) Menganalisis manfaat dari adanya konsesi bagi PAM Jaya.
Pada penelitian ini, metode pendugaan Ordinary Least Square (OLS) digunakan untuk menduga parameter dari peubah-peubah biaya produksi (meliputi biaya ekspansi dan biaya variabel), jumlah air bersih yang diproduksi, tingkat kebocoran dan juga dimasukkan variabel Dummy untuk membedakan laju peningkatan biaya antara sebelum dan setelah adanya konsesi sehingga akan diketahui tingkat efisiensi dari adanya konsesi. Dalam hal ini model disajikan dalam bentuk persamaan regresi berganda. Uji yang dilakukan meliputi uji F, Uji t, Uji R2, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi. Data yang digunakan adalah data sekunder dari mulai tahun 1992-2004.
cara diskriminasi harga antar antar golongan masyarakat dan konsep increasing block tariff untuk tiap tingkatan blok pemakaian air bersih. Diskriminasi harga ditujukan agar tercipta subsidi silang (cross subsidies) dari masyarakat berpendapatan tinggi ke masyarakat berpendapatan rendah, sedangkan konsep
increasing block tariff bertujuan untuk mengerem konsumsi air bersih oleh pelanggan dikarenakan harga yang semakin tinggi untuk setiap peningkatan konsumsi air bersih.
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN...v
I. PENDAHULUAN ...1
1.1. Latar Belakang ... ... ...1
1.2. Perumusan Masalah ...5
1.3. Tujuan Penelitian ...7
1.4. Manfaat Penelitian ...7
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ...9
2.1. Pulp dan Kertas ...9
2.2. Tinjauan Teoritis ...10
2.3.1. Monopoli dan Diskriminasi Harga...14
2.4. Analisis Fungsi Biaya Pengelolaan Air PDAM ...19
2.5. Analisis Penerimaan PDAM ...21
2.6. Konsep Privatisasi...21
2.7. Tinjauan Penelitian Terdahulu ...24
III. KERANGKA PEMIKIRAN ...30
3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual...30
3.2. Alur Kerangka Pemikiran ...32
3.3. Keterbatasan Penelitian...32
IV. METODOLOGI PENELITIAN...34
4.1. Metode Analisis ...34
4.1.1. Analisis Fungsi Biaya ...35
4.1.2. Analisis Penerimaan PDAM ...37
4.1.3. Analisis Manfaat-Biaya (Rasio B/C) ...39
4.2. Pengujian Hipotesis dan Ekonometrika ...39
4.2.2.4. Uji Autokorelasi ...42
4.2.2.5. Uji Heteroskedastisitas...42
4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian ...43
4.4. Jenis dan Sumber Data ...43
4.5. Definisi Operasional ...43
V. GAMBARAN UMUM PDAM DKI JAKARTA...46
5.1. Gambaran Umum Wilayah DKI Jakarta ...46
5.2. Gambaran Umum PDAM DKI Jakarta ...47
5.2.1. Sejarah dan Perkembangan PDAM DKI Jakarta ...47
5.2.2. Sarana Produksi, Kapasitas Produksi dan Distribusi Air Bersih ...50
5.2.3. Struktur Penerimaan dan Pengelolaan PAM Jaya...51
5.2.4. Karakteristik Pelanggan PDAM DKI Jakarta ...54
5.2.5. Proses Pengolahan Air ...56
5.3. Konsesi Pengelolaan PDAM DKI Jakarta ...57
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN...59
6.1. Analisis Struktur Produksi PDAM DKI Jakarta ...59
6.2. Analisis Fungsi Biaya PDAM DKI Jakarta ...65
6.2.1. Kebijakan Tarif Air Bersih PDAM DKI Jakarta...72
6.2.2. Analisis Penetapan Harga Air PDAM Berdasarkan Marginal Cost Pricing ...73
6.3. Analisis Manfaat-Biaya PDAM Setelah Adanya Konsesi ...75
6.3.1.Analisis Penerimaan PDAM DKI Jakarta...75
6.3.2.Analisis Manfaat-Biaya (Rasio B/C) ...77
6.4. Peranserta Mitra Swasta Asing (Palyja dan TPJ)...80
VII. KESIMPULAN DAN SARAN...82
1. Peningkatan Jumlah Perusahaan, Jumlah Karyawan dan Jumlah
Pelanggan PDAM DKI Jakarta Tahun 1991-2004...2 2. Perhitungan Laba/Rugi PAM Jaya Periode 1998-2004 ...5 3. Instalasi Produksi Air PDAM DKI Jakarta...51 4. Struktur Penerimaan dan Pengelolaan Air PAM Jaya Tahun 1992-2004....52 5. Susunan Tarif Air Minum PDAM DKI Jakarta ...54 6. Uraian Golongan Pelanggan PDAM DKI Jakarta Menurut Kelompok...55 7. Susunan Penyesuaian Tarif Air Minum PDAM DKI Jakarta
Tahun 2006 ...56 8. Struktur Produksi PDAM DKI Jakarta Tahun 1992-2004...60 9. Struktur Biaya PDAM DKI Jakarta Tahun 1992-2004...61 10. Hasil Estimasi Variabel Independen Biaya Total Pengelolaan Air
PDAM DKI Jakarta Tahun 1992-2004 ...66 11. Hasil Uji Multikolinearitas...68 12. Perbandingan Nilai Marginal Cost dan Average Cost...73 13. Perbandingan Jumlah Air yang Diproduksi dengan Jumlah Air
Terjual ...77 14. Struktur Penerimaan PDAM DKI Jakarta Dari Usaha Produksi
Air Bersih ...78 15. Perbandingan Penerimaan Usaha dan Penerimaan Total PDAM
2. Kurva Keseimbangan Harga Pasar Monopoli...15 3. Diskriminasi Harga Tingkat Satu...16 4. Diskriminasi Harga Tingkat Dua ...17 5. Diskriminasi Harga Tingkat Tiga ...18 6. Hubungan Antara MC dengan AVC dan AC...20 7. Alur Kerangka Pemikiran ...32 8. Proses Pengolahan Air Bersih PDAM DKI Jakarta...57 9. Perkembangan Struktur Produksi PDAM DKI Jakarta Tahun
1992 hingga semester satu 2006 ...64 10. Perkembangan Struktur Biaya PDAM DKI Jakarta Tahun 1992-2004 ...65 11. Perkembangan Jumlah Pelanggan PDAM DKI Jakarta Tahun
PDAM DKI Jakarta...87 2. Data Jumlah Penduduk DKI Jakarta ...88 3. Output Regresi Persamaan Biaya Total PDAM DKI Jakarta ...89 4. Uji Heteroskedastisitas...90 5. Uji Autokorelasi dan Indikasi Multikolinearitas...91 6. Uji Parsial Variabel Independen Biaya Ekspansi Terhadap Biaya
Variabel, Jumlah Air yang Diproduksi dan Tingkat Kebocoran...92 7. Uji Parsial Variabel Independen Biaya Variabel Terhadap Jumlah
Air yang Diproduksi dan Tingkat Kebocoran...94 8. Uji Parsial Variabel Independen Jumlah Air yang Diproduksi
Air merupakan sumber kehidupan seluruh makhluk hidup, karenanya air
digolongkan sebagai sumberdaya milik bersama (common property resources).
Penggunaan air tidak dapat dibatasi karena tidak adanya kejelasan mengenai
hak-hak atas pengelolaan dan pemanfaatannya.
Manusia menggunakan air hampir di setiap segi kehidupannya, yaitu untuk
minum, mandi, mencuci, memasak dan lain sebagainya. Air yang dikonsumsi
langsung, yaitu air yang akan masuk ke dalam tubuh manusia, adalah air yang
bersih agar terhindar dari segala penyakit yang dapat mengganggu kerja
metabolisme tubuh. Air bersih yang dimaksud di sini adalah air yang telah diolah
untuk menghilangkan kesadahannya, sehingga aman untuk dikonsumsi oleh
tubuh. Air ini disalurkan (didistribusikan) melalui jaringan pipa bawah tanah
sampai ke rumah-rumah penduduk.
Kebutuhan akan air bersih bagi masyarakat perkotaan dewasa ini semakin
meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk yang tinggal di
wilayah perkotaan. Tetapi penyediaan air bersih tersebut terhalang akibat
banyaknya pencemaran dari berbagai jenis limbah dan semakin meluasnya daerah
yang terkena intrusi air laut (perembesan air laut yang kemudian bercampur
dengan air tanah). Masalah tersebut mengakibatkan air sebagai kebutuhan
sehari-hari semakin memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Air yang merupakan barang
untuk itu pemerintah menunjuk suatu badan usaha yang menangani masalah
penyediaan air bersih, yakni dalam bentuk Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM).
Khusus untuk wilayah DKI Jakarta, pelayanan dan penyediaan air bersih
ditangani oleh PDAM DKI Jakarta atau lebih dikenal dengan sebutan PAM Jaya.
PDAM DKI Jakarta didirikan sejak 1918 dengan nama Water Leidengen Bedrift,
yang kemudian berganti nama menjadi Perusahaan Daerah Air Minum DKI
Jakarta (PAM Jaya) pada tahun 1968 (Indocommercial, 1997) hingga saat ini telah
melayani lebih dari 700 ribu penduduk yang ada di wilayah pelayanan DKI
Jakarta (BPS, 2005). Pada tahun 2004 perusahaan yang bergerak dibidang
pelayanan jasa penyedia air bersih ini memiliki 7 perusahaan yang menyerap 5238
karyawan yang berarti bahwa terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja sebesar
kurang lebih 133 persen dari tahun 1991. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Peningkatan Jumlah Perusahaan, Jumlah Karyawan dan Jumlah Pelanggan PDAM DKI Jakarta tahun 1991-2003
Tahun Jumlah Perusahaan Jumlah Karyawan Jumlah Pelanggan
Sejak tahun 1968 hingga tahun 1997 PDAM DKI Jakarta menangani
seluruh proses produksi air bersih di wilayah DKI Jakarta, baik dari segi
pengelolaan, penyediaan maupun distribusi. Namun sejak ditandatanganinya
kontrak konsesi berjangka waktu 25 tahun pada tahun 1997 dengan 2 mitra asing
yaitu perusahaan Thames Water Overseas Ltd dari Inggris dan dengan Ondeo
Suez Lyonaise des Eaux dari Perancis membentuk PT Thames PAM Jaya (TPJ)
dan PT PAM Lyonaise Jaya (Palyja), maka PAM Jaya hanya berperan sebagai
badan pengawas dan pengendali dari pengelolaan dan penyediaan air bersih di
DKI Jakarta.
Seluruh sistem penyediaan air bersih Jakarta diberikan kepada kedua
perusahaan mitra swasta, diantaranya suplai air bersih, treatment plant, sistem
distribusi, pencatatan dan penagihan, juga bangunan-bangunan kantor milik PAM
Jaya, dengan imbalan kedua perusahaan tersebut setuju untuk membayar utang
PAM Jaya sebesar 231 juta USD. Dalam kontrak juga disebutkan bahwa baik
Thames maupun Suez harus memperbanyak sambungan saluran air menjadi
sebanyak 757.129 sambungan, hampir dua kali lipat jumlah sambungan pada saat
pertama mereka ambil alih. Selain itu, dalam kontrak juga disebutkan bahwa
mereka harus sudah melayani 70 persen dari keseluruhan populasi di DKI Jakarta,
dalam kurun waktu 5 tahun. Tingkat kebocoran juga harus dikurangi sampai 35
persen dalam 5 tahun itu (Kruha, 2005).
Kerjasama ini diperkuat dengan dikeluarkannya UU No.7 Tahun 2004
menggantikan UU No.11 Tahun 1974 tentang Pengairan yang menandai
yang lalu. Hal ini dilakukan karena pemerintah beranggapan bahwa dengan turut
berperannya sektor swasta dalam penyediaan barang publik akan meningkatkan
efisiensi dari perusahaan penyedia barang publik tersebut, sehingga keuntungan
yang akan didapat pun semakin besar. Seperti telah diketahui sebelumnya bahwa
motivasi dari perusahaan swasta berbeda dengan motivasi perusahaan publik.
Perusahaan swasta akan memproduksi pada tingkat harga dimana akan
memberikan pencapaian efisiensi yang optimal sehingga akan mendatangkan
keuntungan maksimum. Sedangkan perusahaan publik berproduksi untuk
kesejahteraan seluruh masyarakat.
Setelah lima tahun konsesi berjalan, yaitu pada tahun 2002 (Ariestis,
2004), perjanjian dalam kontrak tersebut tidak dapat dipenuhi oleh kedua
perusahaan mitra. Banyak hal yang tidak tercapai, seperti sistem saluran yang
hanya mencapai 610.806 sambungan pipa. Kemudian, data yang mereka
keluarkan menunjukkan bahwa dari tahun 1998 sampai Desember 2002, tingkat
kebocoran telah dikurangi dari 61 persen menjadi 43,3 persen untuk Palyja, dan
dari 57,6 persen menjadi 43,5 persen untuk TPJ (Kruha, 2005).
Sedangkan bagi PAM Jaya sendiri setelah adanya konsesi hingga saat ini
terus mengalami kerugian akibat adanya peningkatan biaya dan biaya yang harus
dibayarkan kepada pihak mitra (water charge) yang nilainya ditentukan
berdasarkan jumlah volume air yang diproduksi. Nilai water charge ini lebih
tinggi dari harga jual air yang disalurkan. Pada Tabel 2 dapat dilihat
perkembangan pendapatan PAM Jaya semenjak adanya konsesi tahun 1998
Tabel. 2 Penghitungan Laba/Rugi PAM Jaya periode 1998-2004
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa semenjak berlangsungnya
konsesi yaitu pada tahun 1998 PAM Jaya terus mengalami kerugian dikarenakan
tidak seimbangnya antara laju peningkatan pendapatan dengan laju peningkatan
biaya. Pendapatan terus meningkat diiringi dengan laju peningkatan biaya yang
jauh lebih besar. Sedangkan pada akhir tahun 1997 sendiri tidak ada kerugian
yang harus ditanggung pihak PAM Jaya.
Selain penerimaan PDAM yang tidak seimbang dengan biaya yang
dikeluarkan, kualitas pelayanan juga tidak membaik. Menurut YLKI (Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia), mereka mendapatkan banyak pengaduan
mengenai masalah pelayanan air PAM, dan survei yang dilakukan juga
mengindikasikan banyak masalah mengenai kualitas air bersih. Masalah tersebut
kebanyakan berhubungan dengan kekeruhan dan bau, kemudian masalah kuantitas
dan kelancaran, tekanan air, tarif air, penagihan, meteran air, manajemen, masalah
teknis, serta masalah administrasi dan informasi (Indocommercial, 1997).
1.2. Perumusan Masalah
Air yang merupakan sumberdaya milik bersama (common property
didistribusikan secara merata kepada seluruh masyarakat. Air yang merupakan
barang publik yang memiliki nilai tinggi di mata masyarakat perlu dikelola
dengan baik, untuk itu pemerintah menunjuk suatu badan usaha yang menangani
masalah penyediaan air bersih. Khusus untuk wilayah DKI Jakarta penyediaan air
bersih dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) DKI Jakarta.
PDAM yang merupakan perusahaan publik milik negara dianggap kurang
efisien dalam pengelolaan Sumber Daya Air, untuk itu perlu ada campur tangan
dari pihak swasta maka dibentuklah kerjasama dengan pihak asing dalam bentuk
kontrak konsesi berjangka waktu 25 tahun yang dimulai sejak tahun 1998 dengan
dua mitra asing yaitu, Thames Water Overseas Ltd dan Ondeo Suez Lyonaise des
Eaux membentuk TPJ dan Palyja. Kerjasama tersebut meliputi tugas menyuplai
air bersih, treatment plant, sistem distribusi, pencatatan dan penagihan, dan
pembangunan kantor-kantor yang seluruhnya diserahkan kepada pihak swasta.
Sejak ditandatanganinya kontrak maka seluruh pengelolaan air bersih
dilakukan oleh TPJ dan Palyja. Sedangkan PAM Jaya sendiri berperan sebagai
pengawas dan pengendali dari pengelolaan air bersih tersebut.
Setelah selama 9 tahun berjalannya konsesi, terdapat banyak perubahan
menyangkut produktivitas air bersih. Untuk melihat sebesar apa peningkatan
efisiensi oleh PDAM setelah adanya konsesi merupakan suatu kajian yang sangat
sulit dikarenakan berbagai kendala pengambilan data di lapangan maka dalam
penelitian ini penulis hanya membahas seberapa besar manfaat yang diperoleh
PAM Jaya dari adanya konsesi ditinjau dari peningkatan penerimaan yang
dikeluarkan setelah adanya konsesi. Perbandingan ini dapat dilihat dari beberapa
aspek, diantaranya:
1. Bagaimana struktur produksi PAM Jaya antara sebelum dan setelah
adanya konsesi?
2. Bagaimana kondisi biaya-biaya produksi yang mempengaruhi PDAM
sebagai suatu unit usaha setelah adanya konsesi?
3. Seberapa besar manfaat yang diterima oleh PAM Jaya dengan adanya
konsesi dilihat dari sisi penerimaan bersihnya?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulis melakukan penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi struktur produksi PAM Jaya antara sebelum dan setelah
adanya konsesi.
2. Mengestimasi fungsi biaya pengelolaan air bersih untuk melihat
variabel-variabel yang berpengaruh terhadap total pengeluaran PDAM DKI Jakarta.
3. Menganalisis manfaat dari adanya konsesi bagi PAM Jaya.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi seluruh pihak yang terkait
dengan pengelolaan sumber daya air khususnya bagi PAM Jaya sebagai masukan
dan informasi dalam rangka pengembangan penyediaan air bersih dan
pengoptimalan alokasinya serta sebagai bahan pertimbangan bagi pembuat
kebijakan dalam hal ini pemerintah pusat dan daerah agar dapat meningkatkan
Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan suatu wacana dan
informasi bagi seluruh kalangan masyarakat yang menggantungkan hidupnya
pada sumber daya air. Selanjutnya, penulis berharap dengan melakukan penelitian
ini dapat menambah wawasan penulis dalam bidang pengelolaan air bersih negara
dan mengembangkan ilmu yang telah diperoleh selama kuliah di IPB dalam
bidang kemasyarakatan. Semoga tulisan ini juga bermanfaat sebagai bahan bagi
penelitian selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup
Penelitian ini membahas mengenai manfaat atau keuntungan yang
diperoleh PAM Jaya setelah melakukan konsesi dengan dua mitra asing dalam
pengelolaan sumber daya air. Manfaat yang dihitung dilihat dari sisi penerimaan
yang didapat PAM Jaya dengan biaya yang harus dibayarkan kepada pihak mitra
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep dan Definisi Ekonomi
Ekonomi merupakan salah satu cabang ilmu sosial yang khusus
mempelajari tingkah laku manusia atau segolongan masyarakat dalam usahanya
memenuhi kebutuhan yang relatif tak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang
terbatas adanya. Menurut Sukirno (2005), kegiatan ekonomi dapat didefinisikan
sebagai kegiatan seseorang atau suatu perusahaan ataupun masyarakat untuk
memproduksi barang dan jasa maupun mengkonsumsi (menggunakan) barang dan
jasa tersebut.
Menurut Prof. P.A. Samuelson, peraih penghargaan Nobel ekonomi pada
tahun 1970 (Sukirno, 2005), ilmu ekonomi adalah suatu studi mengenai
individu-individu dan masyarakat membuat pilihan, dengan atau tanpa penggunaan uang,
dengan menggunakan sumberdaya-sumberdaya yang terbatas tetapi dapat
digunakan dalam berbagai cara untuk menghasilkan berbagai jenis barang dan
jasa dan mendistribusikannya untuk kebutuhan konsumsi, sekarang dan di masa
datang, kepada berbagai individu dan golongan masyarakat.
Analisis ekonomi dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu : ekonomi
deskriptif, teori ekonomi, dan ekonomi terapan. Ekonomi deskriptif adalah
analisis ekonomi yang menggambarkan keadaan yang sebenarnya ada dalam
perekonomian. Teori ekonomi adalah pandangan-pandangan yang
menggambarkan sifat hubungan yang ada dalam kegiatan ekonomi, dan ramalan
mengalami perubahan. Sedangkan ekonomi terapan lazim disebut teori kebijakan
ekonomi, yaitu cabang ilmu ekonomi yang menelaah tentang kebijakan yang perlu
dilaksanakan untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi.
Tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam perekonomian adalah: (1)
mencapai pertumbuhan ekonomi yang cepat; (2) menciptakan kestabilan
harga-harga; (3) mengatasi masalah pengangguran; (4) mewujudkan distribusi
pendapatan yang merata.
Teori ekonomi biasanya menggunakan empat alat analisis, yaitu: (i) uraian
mengenai sifat hubungan diantara dua atau beberapa variabel ekonomi, (ii) data
yang berbentuk angka-angka yang menggambarkan sifat hubungan tersebut, (iii)
gambaran secara grafik mengenai sifat hubungan tersebut, dan (iv) persamaan
matematik yang menjelaskan sifat hubungan diantara berbagai variabel.
Seterusnya analisis yang menerangkan peristiwa-peristiwa yang berlaku selalu
menggunakan data statistik mengenai berbagai kegiatan ekonomi.
2.2. Konsep Ekonomi Sumber Daya Air
Secara ekonomi sumber daya air tergolong ke dalam sumber daya milik
bersama (common property resources). Sumber daya semacam ini biasanya akan
menghadapi masalah apabila eksploitasi melebihi daya regenerasinya. Munculnya
berbagai masalah, adalah akibat sulit ditegaskan hak-hak kepemilikan terhadap
sumber daya yang bersangkutan.
Menurut Tietenberg (1984) syarat sumber daya dapat dikelola secara
efisien, yaitu jika sistem kepemilikan terhadap sumber daya itu dibangun atas
1. Universalitas (Universality) bahwa semua sumberdaya adalah dimiliki secara
pribadi (privately owned) dan seluruh hak-haknya dirinci dengan lengkap dan
jelas
2. Eksklusifitas (Exclusivity) bahwa semua keuntungan dan biaya yang
dibutuhkan sebagai akibat dari pemilikan dan pemanfaatan sumberdaya itu
harus dimiliki hanya oleh pemilik tersebut baik secara langsung maupun
secara tidak langsung dalam transaksi atau penjualan ke pihak lain.
3. Bisa dipindah-tangankan (Transferability) bahwa seluruh hak pemilikan itu
bisa dipindahtangankan dari satu pemilik ke pihak lainnya dengan transaksi
yang bebas dan jelas.
4. Bisa dipertahankan (Enforceability) bahwa hak pemilikan tersebut harus aman
dari perampasan atau pengambilalihan secara tidak baik dari pihak lain.
Menurut Anwar dalam Sudrajat (1997), karena sifat sumberdaya air yang
sebagian bersifat milik individu (private good) dan sebagian lainnya menunjuk
sifat barang milik bersama (common good) maka campur tangan pemerintah
dalam upaya menyediakan air bersih dapat diwujudkan dengan mendirikan atau
mengoperasikan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Dengan adanya campur
tangan pemerintah melalui perusahaan air minum diharapkan alokasi sumberdaya
air menjadi lebih efisien, artinya manfaat-manfaat yang ditimbulkan diharapkan
lebih besar dari biaya-biayanya.
2.3. Konsep Fungsi Produksi PDAM
Output perusahaan berupa barang-barang produksi tergantung pada jumlah
matematis yang menggambarkan suatu cara dimana jumlah dari hasil produksi
tertentu tergantung pada jumlah input tertentu yang digunakan (Bishop dan
Toussaint, 1979). Menurut Lipsey, et al. (1995), fungsi produksi merupakan
hubungan antara input yang digunakan dalam proses produksi dengan kuantitas
output yang dihasilkan. Sedangkan menurut Soekartawi, et al. (1984), fungsi
produksi adalah hubungan kuantitatif atau fisik antara masukan dan produksi, dan
analisis serta pendugaan hubungan itu disebut analisis fungsi produksi. Secara
matematis hubungan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
Y = f(X1,X2,X3,...,Xn)
Dimana :
Y = Hasil produksi fisik
Xi = Faktor-faktor produksi (input)
Menurut Sukirno (2005), fungsi produksi adalah hubungan diantara
faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakannya. Faktor-faktor-faktor produksi
dikenal dengan istilah input dan jumlah produksi juga disebut output. Fungsi
produksi dapat ditulis dalam bentuk rumus sebagai berikut :
Q = f(K,L,R,T)
Dimana :
Q = Jumlah produksi yang dihasilkan
K = Jumlah stok modal
L = Jumlah tenaga kerja
R = Kekayaan alam
Dalam teori produksi dikenal dengan yang namanya Hukum Hasil Lebih
yang Semakin Berkurang (The Law of Diminishing Return) yang menyatakan
bahwa apabila faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya terus-menerus
ditambah sebanyak satu unit, pada mulanya produksi total akan semakin banyak
pertumbuhannya, tetapi sesudah mencapai suatu tingkat tertentu, produksi
tambahan akan semakin berkurang dan akhirnya mencapai nilai negatif.
Hubungan ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Output
(Y) TP
Tahap I Tahap II Tahap III
AP
0 MP Input (X)
Gambar 1. Kurva Produksi Total, Produksi Rata-rata dan Produksi Marjinal (Sukirno, 2005)
Keterangan :
Tahap pertama : Produksi total mengalami pertambahan yang semakin cepat
Tahap kedua : Produksi total pertambahannya semakin lambat
Tahap ketiga : Produksi total semakin lama semakin berkurang
MP =
X TP
Δ Δ
dan AP =
Dimana :
TP = Total Product (Produksi total)
AP = Average Product (Produksi rata-rata)
MP = Marginal Product (produksi marjinal, tambahan produksi yang
diakibatkan oleh pertambahan satu unit input yang digunakan).
X = Input (faktor produksi)
2.3.1. Monopoli dan Diskriminasi Harga
Sumberdaya-sumberdaya milik umum seperti air, gas alam, listrik dan
telepon, struktur pasarnya akan mengarah pada sistem monopoli alamiah
(Nicholson, 1999). Biasanya pelayanan-pelayanan atas sumberdaya ini disediakan
oleh lembaga-lembaga atau perusahaan-perusahaan publik yang mempunyai
interest yang kuat terhadap sistem penetapan harga dan pendistribusian
pelayanan-pelayanan tersebut.
Untuk perusahaan penyedia barang publik seperti Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM), apabila ingin memaksimumkan keuntungan maka jumlah
barang yang diproduksi yaitu pada titik marginal revenue sama dengan marginal
cost (MR=MC) seperti halnya perusahaan monopoli. Kemudian harga yang
ditetapkan adalah berdasarkan jumlah permintaan dipasar, sehingga perusahaan
akan memproduksi jumlah barang yang lebih sedikit dan memberlakukan harga
yang jauh lebih tinggi dari harga untuk mendapatkan normal profit.
Menurut Nicholson (1999), hal ini dilakukan bertujuan untuk memperoleh
keuntungan maksimum. Konsep penetapan harga ini dapat dilihat lebih jelas dari
adalah sebesar Q*, yaitu pada titik E saat MR=MC, harga ditetapkan berdasarkan
jumlah permintaan (dimana D=AR) yaitu pada titik A yang jauh lebih tinggi di
atas kurva marginal cost. Jika perusahaan menghasilkan barang dengan jumlah
yang lebih kecil dari Q*, maka laba yang akan diperoleh perusahaan kecil, sebab
dengan memproduksi output di bawah Q* maka perusahaan akan kehilangan
penerimaan marjinalnya lebih besar daripada biaya-biaya yang terselamatkan.
Begitu juga bila menghasilkan output lebih besar dari Q* juga tidak
menguntungkan, karena biaya tambahan untuk menghasilkan 1 unit output lebih
besar daripada penerimaan marjinalnya.
Harga
Gambar 2. Kurva Keseimbangan Harga Pasar Monopoli (Nicholson, 1999)
Keterangan:
MC = Marginal Cost (biaya marjinal) D = Demand (kurva permintaan) AR = Average Cost (biaya rata-rata)
MR = Marginal Revenue (penerimaan marjinal)
Pada kenyataannya, konsep penetapan harga di atas tidak dapat diterapkan
kelangsungan hidup manusia, penetapan harga air bersih harus menyesuaikan
dengan kondisi ekonomi masyarakat. Hal ini bertujuan agar tercipta keadilan dan
pemerataan distribusi air bersih ke semua lapisan masyarakat. Untuk itu PDAM
perlu memberlakukan kebijakan diskriminasi harga. Diskriminasi harga adalah
tindakan penjual dalam menjual barang yang sama, di bawah pengawasan
produksi yang sama, dengan harga yang berbeda kepada pembeli yang berbeda.
Diskriminasi harga terjadi karena perusahaan-perusahaan bermaksud untuk
menghasilkan lebih banyak uang dengan mengisolasi pembeli dan memungut
harga yang berbeda di pasar. Untuk pembeli dengan permintaan yang inelastis
dipungut harga yang lebih tinggi, sedangkan untuk pembeli yang permintaannya
elastis dipungut harga yang lebih rendah daripada permintaan yang inelastis.
Diskriminasi harga dapat digolongkan dalam tiga kelompok sebagai
berikut:
1. Diskriminasi harga tingkat pertama (diskriminasi harga sempurna), yaitu jika
pelaku mengetahui kurva permintaan konsumen, maka ia akan menawarkan
harga yang tertinggi yang konsumen masih mau membayar untuk suatu unit
output tertentu.
Harga Keterngan:
MC = Marginal Cost
MC MR = Marginal Revenue
P* D = Demand
AR = Average Cost
MR D=AR
Q* Jumlah Barang
2. Diskriminasi harga tingkat kedua (multipart pricing), yaitu perusahaan
memberi harga per unit yang sama untuk sekelompok output yang spesifik.
Terdapat potongan harga per unit jika pembeli membeli dalam jumlah yang
banyak. Tujuannya adalah untuk merangsang pembelian yang lebih banyak
oleh konsumen.
Harga
P1
P2
P3
Q1 Q2 Q3 Jumlah Barang
Gambar 4. Diskriminasi Harga Tingkat Dua (Nicholson, 1999)
3. Diskriminasi harga tingkat tiga, yaitu perusahaan memberlakukan harga yang
berbeda untuk konsumen yang berbeda. Hal ini dapat dilakukan apabila
terdapat tiga kondisi, yaitu: (i) pembeli-pembeli mempunyai elastisitas
permintaan yang berbeda-beda secara tajam; (ii) para penjual mengetahui
perbedaan ini dan dapat menggolongkan pembeli dalam kelompok-kelompok
berdasarkan elastisitas yang berbeda-beda; (iii) para penjual dapat mencegah
Harga
PA
DA
PB DB
EA EB MC
MRB
QA MRA QB Jumlah Barang
Gambar 5. Diskriminasi Harga Tingkat Tiga (Nicholson, 1999) Keterangan:
D = Demand (permintaan)
MC = Marginal Cost
MR = Marginal Revenue
Selain diskriminasi harga seperti di atas, perusahaan juga menggunakan
struktur tarif untuk penetapan harga air. Struktur tarif adalah sesusun aturan cara
mengenai syarat pelayanan tagihan bulanan kepada pemakai air dalam berbagai
kategori atau kelas (Boland, 1999). Terdapat beberapa struktur tarif yang dapat
diterapkan, diantaranya adalah Increasing Block Tariffs, Two Part Tariffs, dan
Decreasing Block Tariffs. Untuk Increasing Block Tariffs, disediakan dua atau
lebih harga untuk tiap pemakai yang berada di blok-blok yang berbeda. Harga
dalam struktur tarif ini meningkat seiring dengan perpindahan blok (Boland,
1999). Two Part Tariffs terdiri atas tagihan tetap dan tagihan berdasarkan volume
(kelompok) awal pemakaian berharga lebih tinggi dan akan semakin murah untuk
blok-blok selanjutnya (Munasinghe, 1990).
2.4. Analisis Fungsi Biaya Pengelolaan Air PDAM
Sukirno (2005) mendefinisikan biaya produksi sebagai semua pengeluaran
yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan
bahan-bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang
yang diproduksikan perusahaan tersebut. Menganalisis biaya produksi perlu
dibedakan jangka waktu, yaitu: (i) jangka pendek, yaitu jangka waktu dimana
sebagian faktor produksi tetap atau tidak dapat ditambah jumlahnya, dan (ii)
jangka panjang, yaitu jangka waktu dimana semua faktor produksi dapat
mengalami perubahan.
Biaya produksi jangka pendek adalah keseluruhan jumlah biaya yang
dikeluarkan produsen yang terdiri dari biaya variabel (biaya yang selalu berubah)
dan biaya tetap. Hal ini dapat dirumuskan :
TC = TFC + TVC
Dimana :
TC = Total cost (biaya total)
TFC = Total fixed cost (biaya tetap total)
TVC = Total variable cost (biaya variabel total)
Sedangkan dalam produksi jangka panjang seluruh biaya yang digunakan
merupakan biaya yang dapat berubah (variable cost). Analisis mengenai biaya
produksi akan memperhatikan juga tentang: (1) biaya produksi rata-rata yang
produksi variabel rata-rata, dan (2) biaya produksi marjinal, yaitu tambahan biaya
produksi yang harus dikeluarkan untuk menambah satu unit produksi.
AC = AFC + AVC
Gambar 6. Hubungan antara MC dengan AVC dan AC (Sukirno, 2005)
1. Apabila MC < AVC, maka nilai AVC menurun (berarti jika kurva MC di
bawah kurva AVC, maka kurva AVC sedang menurun).
2. Apabila MC > AVC, maka nilai AVC akan semakin besar (berarti jika
kurva MC di atas AVC, maka kurva AVC sedang menaik).
2.5. Analisis Penerimaan PDAM
Tujuan dari suatu perusahaan untuk berproduksi adalah agar mendapatkan
keuntungan dari hasil produksinya dengan memperhitungkan besar biaya yang
dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk dengan pendapatan yang diperoleh
dari hasil penjualan produk tersebut. Agar perusahaan dapat terus beroperasi maka
jumlah penerimaan yang diperoleh harus lebih besar dari biaya yang dikeluarkan,
atau paling tidak seimbang agar tidak mengalami kerugian.
Penerimaan bersih perusahaan dapat dilihat dari selisih antara hasil
penjualan air dengan total biaya yang dikeluarkan. Penerimaan bersih atau
keuntungan perusahaan secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :
=
π TR – TC
Dimana :
π = Keuntungan (Rp)
TR = Total Revenue (total penerimaan) (Rp)
TC = Total Cost (total biaya) (Rp)
2.6. Konsep Privatisasi
Barang publik (common goods) yang menyangkut kepentingan masyarakat
banyak dikelola oleh pemerintah, termasuk diantaranya sumber daya air. Hal ini
dikuasai oleh satu pihak tertentu saja (monopoli). Namun, dewasa ini kepemilikan
sumber daya air sudah diswastakan dengan alasan banyaknya terjadi kebocoran
yang menyebabkan ketidakefisienan berupa berkurangnya pemasukan uang, yang
berarti pengurangan laba, atau bahkan mengakibatkan kerugian. Atas dasar
pertimbangan tersebut pemerintah akhirnya mengeluarkan suatu kebijakan tentang
privatisasi sumber daya air. Privatisasi merupakan kebijakan publik yang
didasarkan atas asumsi bahwa penyerahan pengelolaan pelayanan publik kepada
sektor swasta ini akan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya (Bastian,
2000).
Menurut Institut for Good Corporate Governance Studies (IGCGS, 2003),
privatisasi adalah penyerahan kontrol efektif sebuah perseroan kepada manajer
dan pemilik swasta yang biasanya terjadi apabila mayoritas saham perusahaan
dialihkan kepemilikannya kepada swasta. Privatisasi dapat membantu pembiayaan
defisit anggaran yang diharapkan akan mampu meningkatkan kepercayaan dunia
terhadap stabilitas perekonomian nasional. Pelaksanaan privatisasi memberikan
dampak terhadap negara, konsumen, maupun terhadap para pegawai unit bisnis
yang diprivatisasi. Bagi negara, dengan adanya privatisasi, maka negara akan
mendapat sejumlah dana dari hasil penjualan saham dan juga pinjaman dari IMF
untuk memperbaiki infrastruktur PDAM DKI Jakarta dengan pengajuan
persyaratan pemerintah Indonesia harus melakukan privatisasi di bidang sumber
daya air. IMF mengemukakan alasan bahwa dengan adanya privatisasi maka akan
membuat bergairahnya pasar modal dan dunia usaha dalam negeri. Bagi
profesional, efektif dan transparan, sehingga dapat memberikan pelayanan lebih
maksimal. Sedangkan bagi para pegawai unit implikasi negatif privatisasi adalah
pengurangan pegawai (PHK). Tetapi hal ini dapat dihindari dengan adanya
perjanjian penjualan perusahaan kepada pihak swasta yang menjamin tidak
adanya pengurangan pegawai dan melindungi kepentingan para pegawai (IGCGS,
2003).
Tidak semua PDAM di Indonesia mengalami privatisasi, hanya beberapa
PDAM besar yang melakukan privatisasi, diantaranya adalah PDAM DKI Jakarta
(PAM Jaya) yang melakukan kontrak kerjasama dalam bentuk konsesi (yaitu
penyerahan wewenang pengelolaan dan penyediaan air bersih untuk warga DKI
Jakarta menggunakan seluruh aset yang dimiliki oleh PAM Jaya dalam jangka
waktu 25 tahun yang kepemilikan aset masih berada ditangan PAM Jaya) dengan
Perusahaan Thames, yang sebelumnya merupakan perusahaan milik Inggris tetapi
kini menjadi RWE di bawah kepemilikan Jerman, membentuk Thames PAM Jaya
(TPJ). Kemudian dengan Perusahaan Suez Lyonnaise des Eaux (yang sekarang
bernama ONDEO-Suez) dari Perancis membentuk PAM Lyonnaise Jaya (Palyja)
yang dilaksanakan semenjak tahun 1998.
Umumnya, istilah privatisasi menjadi perdebatan karena orang berasumsi
tentang kepemilikan. Jika sudah terjadi divestasi atau penjualan aset negara secara
penuh, baru dikatakan sebagai privatisasi (Kruha, 2005). Padahal, walaupun aset
tersebut masih milik negara dan yang dialihkan hanya tugas-tugasnya atau
pengelolaannya, tetap merupakan bentuk privatisasi. Bank Dunia lebih suka
milik negara. Istilah tersebut adalah Private Sector Participation (PSP-Partisipasi
Sektor Swasta) atau Public Private Partnership (PPP-Kemitraan Publik dan
Swasta).
2.7. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Ristiani (2005) dalam skripsinya membahas tentang Analisis Harga Pokok Air Bersih PDAM dan Respon Konsumen Terhadap Kebijakan Tarif Air Minum
(Studi Kasus di PDAM Kabupaten Bogor). Permasalahan yang dibahas, yaitu : (1)
Bagaimana cara penghitungan harga pokok produksi di PDAM dan berapa harga
pokok air minum yang dikelola oleh PDAM?; (2) Bagaimana kebijakan tarif yang
diberlakukan oleh PDAM?; (3) Bagaimana respon pelanggan terhadap kebijakan
tarif yang diberlakukan oleh PDAM?; serta (4) Faktor-faktor apakah yang
mempengaruhi permintaan (konsumsi) air PDAM oleh golongan rumah tangga?
Metode yang digunakan untuk memperoleh data primer adalah dengan
melakukan wawancara para pelanggan dan pengisian kuesioner, dengan kelompok
responden hanyalah golongan rumah tangga di Kabupaten Bogor. Pengambilan
contoh secara stratified proportional random sampling yaitu pengambilan contoh
secara proporsional menurut golongan tarif pelanggan rumah tangga PDAM
Kabupaten Bogor.
Analisis biaya produksi dilakukan untuk menghitung harga pokok dengan
metode pembagian, yaitu membagi seluruh biaya produksi dengan banyaknya air
PDAM yang dijual. Hasilnya yaitu besarnya harga pokok air PDAM pada tahun
hal ini berarti bahwa harga pokok air PDAM terus mengalami peningkatan setiap
tahunnya dan mencapai dua kali lipat pada lima tahun terakhir.
Sedangkan respon pelanggan rumah tangga sebagai konsumen air PDAM
menunjukkan bahwa air PDAM memiliki nilai yang tinggi di mata konsumen atau
disebut overestimate. PDAM Kabupaten Bogor melakukan diskriminasi harga
terhadap konsumen dengan menerapkan konsep increasing block tariff.
Pendugaan terhadap permintaan air menggunakan analisis regresi yang
menunjukkan bahwa konsumsi air PDAM oleh pelanggan golongan rumah tangga
di Kabupaten Bogor dipengaruhi oleh harga riil air PDAM, jumlah anggota
keluarga, pendapatan rumah tangga, lama berlangganan air PDAM, penilaian
terhadap kualitas air PDAM, golongan pelanggan, dan kepemilikan sumber air
lain sebagai alternatif. Hasil regresi menunjukkan bahwa variabel harga riil air
PDAM, jumlah anggota keluarga, dan lama berlangganan air PDAM mempunyai
pengaruh yang positif terhadap konsumsi air PDAM oleh golongan rumah tangga
di Kabupaten Bogor.
Sudrajat (1997) dalam tesisnya membahas tentang Analisis Ekonomi Pengelolaan Air PDAM di Kotamadya Pontianak (Suatu Kajian Pengembangan
Kebijaksanaan Ekonomi dalam Pengelolaan Sumberdaya Air). Tujuan dari
penelitiannya adalah : (1) Mengetahui kondisi biaya-biaya produksi yang
mempengaruhi PDAM sebagai suatu unit usaha; (2) Mengetahui kebijaksanaan
tarif air yang dapat membantu kearah pemerataan distribusi air pada berbagai
wilayah dan dapat mencerminkan keadilan, serta bagaimanakah respon konsumen
underestimate atau overestimate); (3) Mengetahui fungsi konsumsi (permintaan)
air PDAM dan peranan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada masing-masing
wilayah kecamatan Kotamadya Pontianak; dan (4) Mengetahui dampak
keterbatasan sumberdaya air terhadap peluang pemilihan sumber air oleh rumah
tangga di Kotamadya Pontianak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin meningkat produksi
perusahaan, biaya variabel rata-rata dan biaya marjinal semakin menurun dengan
biaya marjinal selalu di bawah biaya variabel rata-rata. Hasil regresi konsumsi
menunjukkan bahwa koefisien penduga peubah harga riil air nyata untuk seluruh
kecamatan yang ada di Kotamadya Pontianak. Setiap kenaikan konsumsi akan
menaikkan beban pembayaran bagi konsumen. Yang berarti bahwa PDAM
melakukan diskriminasi harga dengan konsep increasing block rate structure.
Hasil analisis respon terhadap konsumen terhadap tarif air (menggunakan
konsep willingness to pay dan ability to pay) menunjukkan dua hasil, yaitu : (1)
air PDAM memiliki nilai yang tinggi di mata konsumen (overestimate); dan (2)
surplus konsumen terkecil adalah kecamatan Pontianak Barat dan Kecamatan
Pontianak Utara (yang memiliki jarak yang jauh dari PDAM) dan surplus
konsumen terbesar diperoleh Kecamatan Pontianak Selatan dan Kecamatan
Pontianak Timur (yang jaraknya dekat dengan PDAM).
Sudrajat menyimpulkan, karena supply air tidak merata maka supaya
terdapat keadilan dalam pembayaran, kebijaksanaan diskriminasi tarif air yang
diterapkan saat itu selain harus memasukkan unsur cross subsidies, increasing
supply air yang diberikan. Seharusnya lokasi-lokasi yang supply airnya tidak
lancar struktur tarifnya lebih rendah dibandingkan dengan lokasi-lokasi yang
supply airnya lancar.
Ariestis (2004) dalam skripsinya membahas tentang Analisis Ekonomi Pengelolaan Sumberdaya Air dalam Kerangka Kebijakan Pra dan Pasca
Privatisasi: Studi Kasus Pengelolaan Air oleh PAM Jaya, Jakarta. Tujuan dari
penelitiannya yaitu: (1) Mengidentifikasi struktur produksi dan biaya pengelolaan
air dalam kerangka kebijakan sebelum dan sesudah privatisasi; (2) Mengestimasi
fungsi biaya pengelolan air bersih untuk melihat variabel-variabel yang
mempengaruhinya secara ekonomi; dan (3) Mengetahui penetapan harga air
PDAM untuk wilayah DKI Jakarta agar tidak memberatkan masyarakat pelanggan
serta tidak merugikan PDAM sendiri.
Analisis dilakukan dengan menggunakan model persamaan regresi linear,
dilakukan analisis fungsi biaya pengelolaan air berdasarkan fungsi Cobb-Douglas
yang ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma linear. Analisis penetapan
harga air berdasarkan marginal cost pricing dilakukan melalui penurunan fungsi
biaya pengelolaan air. Evaluasi finansial dilakukan melalui perhitungan tarif air
berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 8 Tahun 1998 mengenai
Petunjuk Pelaksanaan Pedoman Penetapan Tarif Air Minum Pada Perusahaan
Daerah Air Minum yang digunakan oleh PDAM. Data primer dilakukan melalui
wawancara dengan pihak terkait serta data sekuder diperoleh dari dokumen
Hasil pendugaan fungsi biaya pengelolaan air PDAM DKI Jakarta
menunjukkan bahwa biaya ekspansi, biaya variabel dan jumlah air yang
diproduksi signifikan atau berpengaruh nyata dengan arah yang positif terhadap
pembentukan total biaya pengelolaan air. Dampak penetapan harga air
berdasarkan marginal cost pricing akan mengakibatkan kerugian bagi PDAM
baik sebelum maupun setelah privatisasi. Hal ini disebabkan oleh harga air yang
terbentuk berdasarkan analisis ini terlalu rendah disamping masih tingginya
tingkat kebocoran air (lebih dari 50%).
Evaluasi finansial terhadap susunan tarif air PDAM DKI Jakarta
menunjukkan bahwa susunan tarif yang berlaku pada beberapa kelompok
pelanggan jauh lebih rendah dari pada perhitungan tarif berdasarkan Instruksi
Menteri Dalam Negeri No. 8 Tahun 1998 mengenai Petunjuk Pelaksanaan
Pedoman Penetapan Tarif Air Minum Pada Perusahaan Daerah Air Minum yang
digunakan PDAM. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah daerah
dalam menetapkan susunan tarif air yang berlaku dengan tujuan untuk
meringankan beban kelompok pelanggan yang tidak mampu.
Berdasarkan nilai perkembangan relatif produksi air, investasi yang
ditanamkan oleh Palyja (PAM Lyonnaise Jaya) dan TPJ (Thames PAM Jaya)
tidak seiring dengan peningkatan pengelolaan PDAM, dan juga bahwa investasi
mitra swasta untuk meningkatkan pengelolaan air PDAM belum memberikan
pengaruh yang besar dalam menanggulangi tingkat kebocoran dalam distribusi air
Dilihat dari hasil analisisnya, penetapan harga air baik secara ekonomi
maupun secara finansial, belum dapat memberikan susunan tarif yang sesuai
dengan kondisi masyarakat DKI Jakarta dan belum menutupi seluruh biaya
pengelolaan air (full cost recovery) tersebut tetapi hanya untuk menutupi biaya
variabel yang dikeluarkan.
Nilai marginal cost yang digunakan diperoleh dari perhitungan perubahan
nilai biaya total variabel dibandingkan dengan perubahan atau penambahan dari
jumlah air bersih yang diproduksi. Oleh karena itu, nilai marginal cost tidak dapat
menutupi seluruh biaya pengelolaan yang dikeluarkan karena tidak memasukkan
biaya tetap dan biaya ekspansi yang juga dikeluarkan dalam pengelolaan air
bersih.
Di dalam penetapan harga air PDAM di wilayah DKI Jakarta masih
diperlukan adanya campur tangan pemerintah, terutama dalam mempertahankan
penggolongan harga air yang berbeda-beda bagi masyarakat pelanggan. Hal ini
ditujukan agar tarif air yang berlaku tidak terlalu memberatkan bagi masyarakat
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual
Struktur produksi dibangun atas komponen input yang digunakan untuk
menghasilkan output. Perusahaan Daerah Air Minum yang hanya memproduksi
satu jenis barang yaitu air bersih sebagai output. Sedangkan komponen input
dapat dilihat berdasarkan tingkat biaya yang dikeluarkan, karena untuk
memperoleh air baku PDAM harus membelinya dari pengelola waduk, begitu pula
untuk komponen input lainnya PDAM harus membeli dari pemasok, karena itu
input dalam hal ini dapat juga didefinisikan besar biaya yang dikeluarkan untuk
memproduksi air bersih serta jumlah air baku yang digunakan.
Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan selama melaksanakan
proses produksi. Biaya input yang didefinisikan dalam buku Statistik Air Bersih
yang dikeluarkan BPS adalah pengeluaran yang digunakan untuk pembelian
bahan-bahan kimia, tenaga listrik, bahan bakar, alat-alat tulis dan kantor, onderdil,
ongkos pemeliharaan dan perbaikan kecil prasarana produksi, sewa gedung dan
mesin serta jasa-jasa lainnya. Menurut Hopkinsons dalam Suparmoko (1995)
biaya produksi air bervariasi dalam tiga dimensi, yaitu jumlah pelanggan,
kapasitas untuk menyediakan dalam arti kapasitas yang berbeda-beda untuk
melayani daerah yang berbeda-beda dan jarak pengiriman atau penyerahan air ke
tempat pemakai. Besar kecilnya biaya produksi yang dikeluarkan sangat
mempengaruhi harga pokok yang akan ditetapkan oleh suatu perusahaan. Untuk
pokok air PDAM dapat dilakukan dengan metode pembagian, yaitu membagi
seluruh biaya produksi dengan jumlah satuan air yang diproduksi pada periode
tertentu.
Setelah harga pokok didapatkan baru dapat dilakukan penetapan tarif.
Penetapan tarif yang diberlakukan oleh PDAM adalah dengan diskriminasi harga
antar golongan pelanggan berdasarkan tingkat pemakaian air dan pendapatan
masyarakat sehingga akan menciptakan subsidi silang antar kelompok
masyarakat. Tarif yang ditetapkan oleh PDAM juga tidak terlepas dari kebijakan
pemerintah pusat dan daerah.
Nilai output adalah nilai dari air bersih yang disalurkan. Output yang
dihasilkan tergantung dari kapasitas produksi perusahaan dan jumlah air baku
yang digunakan untuk menghasilkan air bersih. Total penerimaan PDAM dapat
dihitung dari hasil jumlah produksi yang dihasilkan dikurangi dengan biaya yang
dikeluarkan serta penerimaan lainnya dari jasa non industri. Semakin tinggi
tambahan jumlah produksi yang dihasilkan dengan tambahan biaya yang semakin
kecil maka penerimaan perusahaan akan meningkat semakin besar. Semakin
besarnya penerimaan mengindikasikan bahwa manfaat yang diperoleh PDAM
akan semakin besar serta tingkat keberhasilan yang memuaskan.
Setelah diketahui tingkat penerimaan PDAM antara sebelum dan setelah
adanya konsesi dapat diukur seberapa besar laju peningkatan penerimaan yang
diterima PDAM setelah 9 tahun konsesi berjalan dibandingkan dengan
peningkatan laju penerimaan sebelum adanya konsesi. Gambar alur kerangka
3.2. Alur Kerangka Pemikiran
Gambar 7. Alur Kerangka Pemikiran Keterangan :
PDAM = Perusahaan Daerah Air Minum
SDA = Sumber Daya Air
TPJ = Thames PAM Jaya
Palyja = PAM Lyonaise Jaya
3.3. Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini penulis memiliki beberapa keterbatasan diantaranya
hal perincian data, sehingga analisis yang lebih mendalam tidak dapat dilakukan.
Adapun keterbatasan tersebut meliputi:
1. Tidak adanya perincian biaya variabel sehingga tidak dapat diketuhui biaya
apa saya yang paling berpengaruh dalam peningkatan biaya variabel terutama
apabila ada faktor ekonomi di luar perusahaan yang turut andil dalam
peningkatan biaya variabel, misalnya tingkat inflasi, nilai tukar dan kenaikan
BBM akibat adanya krisis ekonomi.
2. Data jumlah pelanggan, jumlah air yang terjual dan penerimaan PAM Jaya
merupakan data keseluruhan dari hasil produksi air bersih, tidak dirincikan
menurut kelompok pelanggan sehingga analisis hanya dapat dilakukan secara
menyeluruh untuk semua lapisan kelompok. Jika dibedakan untuk setiap
kelompok maka dapat dihitung nilai Marginal Revenue (MR) dari tiap-tiap
kelompok pelanggan PAM Jaya.
3. Tidak adanya data mengenai asal dana yang diperoleh PAM Jaya untuk
menutupi seluruh kerugian sehingga penulis dalam hal ini mengasumsikan
bahwa pemerintah memberikan jaminan untuk kebrelanjutan PAM Jaya.
Keterbatasan-keterbatasan ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran untuk
penelitian-penelitian selanjutnya agar dapat menciptakan suatu karya ilmiah yang
IV. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian (research) merupakan rangkaian kegiatan ilmiah dalam rangka
pemecahan suatu permasalahan. Menurut hasil akhirnya, penelitian dapat
dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu: penelitian dasar (basic research) yang hasilnya
dapat bersifat abstrak dan umum; atau penelitian terapan (applied research) yang
hasilnya berupa jawaban yang sangat konkret dan spesifik.
Penelitian dapat diklasifikasikan dari berbagai cara dan sudut pandang.
Dilihat dari pendekatan analisisnya, penelitian dibagi atas dua macam, yaitu:
penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Penelitian dengan pendekatan
kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka) yang diolah
dengan metode statistika. Sedangkan penelitian dengan pendekatan kualitatif lebih
menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta
pada analisis terhadap dinamika hubungan antarfenomena yang diamati, dengan
menggunakan logika ilmiah.
4.1. Metode Analisis
Metode pendugaan Ordinary Least Square (OLS) digunakan untuk
menduga parameter dari peubah-peubah biaya produksi (meliputi biaya ekspansi
dan biaya variabel), jumlah air bersih yang diproduksi dan tingkat kebocoran yang
dilihat dari besar jumlah air yang hilang.
Langkah selanjutnya adalah pembuatan model ekonometrika. Model
ekonometrika dibuat berdasarkan metode kuantitatif. Model merupakan
faktor-faktor atau variabel-variabel yang berperan dalam pembentukan model. Dalam hal
ini model disajikan dalam bentuk persamaan regresi. Suatu model yang baik harus
memenuhi kriteria ekonomi, statistika, dan ekonometrika. Dalam kriteria
ekonomi, suatu model dikatakan baik apabila dapat memperlihatkan pengaruh
positif atau negatif dari variabel-variabel independen terhadap variabel
dependennya. Uji statistika dapat dilakukan secara individu variabel-variabel
independen dengan uji statistik t atau secara serentak variabel-variabel
independen dengan uji statistik F. Hasil dari uji statistik t dan uji statistik F dapat
dilihat dari P-value yang memperlihatkan besar pengaruh nyata variabel-variabel
independen terhadap variabel dependen. Sedangkan uji ekonometrika dapat
dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya asumsi yang dilanggar yaitu dengan
menguji heteroskedastisitas, uji autokorelasi dan uji multikolinearitas. Jika salah
satu asumsi di atas dilanggar maka model tidak efisien untuk digunakan.
4.1.1. Analisis Fungsi Biaya
Ariestis (2004) menjelaskan bahwa analisis fungsi biaya pengelolaan
adalah analisis mengenai hubungan antara jumlah biaya pengelolaan air dengan
faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan biaya pengelolaan tersebut.
Faktor-faktor yang digunakan untuk menganalisis fungsi biaya pengelolaan ini
adalah jumlah air bersih yang diproduksi, biaya ekspansi dan biaya variabel. Pada
penelitian ini juga akan ditambahkan satu faktor yang diduga turut mempengaruhi
biaya pengelolaan air, yaitu faktor tingkat kebocoran. Kemudian akan
ditambahkan variabel Dummy untuk membedakan laju peningkatan biaya antara
adanya konsesi. Model fungsi biaya pengelolaan air berdasarkan fungsi
Cobb-Douglass adalah:
TC = a0 ECta1 VCta2 Qta3LVta4Da5 (4.1)
Model tersebut kemudian ditransformasikan dalam bentuk logaritma
natural menjadi persamaan linear sebagai berikut:
Ln TC = ln a0 + a1 ln ECt + a2 ln VCt + a3 ln Qt + a4 ln LVt + a5 Dm (4.2)
Dimana:
TC = biaya total pengelolaan air PDAM (Rp)
ECt = biaya ekspansi (juta Rp)
VCt = biaya variabel (juta Rp)
Qt = jumlah air bersih yang diproduksi PDAM (ribu m3)
LVt = tingkat kebocoran (loss water) (ribu m3)
Dm = ”Dummy” konsesi
D = 1, setelah adanya konsesi
D = 0, sebelum adanya konsesi
t = tahun ke-t
ai = koefisien parameter dugaan (i=0,..,3); a1,a2,a3,a4>0 dan a5<0
Hipotesa-hipotesa :
Biaya ekspansi berpengaruh positif terhadap biaya total pengelolaan, artinya jika biaya ekpansi mengalami peningkatan maka biaya total juga akan
Biaya variabel berpengaruh positif terhadap biaya total pengelolaan, artinya jika biaya variabel meningkat maka biaya total juga akan meningkat, ceteris
paribus.
Jumlah air yang diproduksi berpengaruh positif terhadap biaya total pengelolaan, artinya semakin banyak jumlah air yang diproduksi akan
semakin meningkatkan biaya total pengelolaan, ceteris paribus.
Tingkat kebocoran juga berpengaruh positif terhadap biaya total pengelolaan, artinya semakin tinggi tingkat kebocoran maka akan menambah biaya total
pengelolaan, ceteris paribus.
4.1.2. Analisis Penerimaan PDAM
Penerimaan PDAM didapat dari perkalian antara jumlah air yang
disalurkan dengan harga pokok air bersih ditambah dengan penerimaan dari jasa
non industri. Setelah penerimaan total didapat maka dapat dicari besar keuntungan
yang diperoleh PDAM yaitu sebesar selisih dari jumlah penerimaan yang
diperoleh dengan total biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi air bersih.
TR = Pt.Qt + Rn
Dimana:
TR = Total penerimaan PDAM (Rp)
Pt = Harga pokok air bersih (Rp)
Qt = Jumlah air bersih yang diproduksi (m3)