• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode analisis yang digunakan terdiri atas analisis tahap awal dan analisis tahap akhir. Penjelasan dari tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:

3.9.1 Analisis Tahap Awal

Analisis tahap awal digunakan untuk mengetahui tingkat kelayakan LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL yang dikembangkan. Analisis tingkat kelayakan LKS yang dikembangkan melalui angket telah dijelaskan sebelumnya pada analisis lembar obeservasi dan angket. Selain itu analisis tahap awal juga digunakan untuk mengetahui apakah kedua kelas sampel berangkat dari kondisi yang sama, maka perlu dilakukan uji homogenitas. Data yang digunakan pada analisis tahap awal adalah nilai ujian akhir semester gasal.

3.9.1.1Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi yang ada bersifat homogen. Uji homogenitas sampel dalam penelitian ini menggunakan uji

Bartlett. Rumus yang digunakan adalah:

 2 2 (ln10) 1 log i i S n B (Sudjana, 2005: 263) dengan = ∑( −1) ∑( −1) dan = ( log ) ( −1) Keterangan: χ2 : chi kuadrat

s2 : varians gabungan dari semua sampel

n : sampel

B : koefisien Bartlett

Nilai χ2 yang diperoleh dari perhitungan dikonsultasikan dengan χ2tabel dengan taraf kepercayaan α dan dk = k-1. Hipotesis yang diajukan:

Ho=σ 12 = σ 22 =σ 32 =...= σ 62

Ha= paling sedikit satu tanda sama dengan tidak berlaku

Ho diterima (populasi homogen) jika χ2

hitung< χ2tabel.

Penelitian ini mengambil data hasil ulangan akhir seluruh siswa kelas VIII semester gasal tahun pelajaran 2013/2014 dan dianalisis menggunakan uji

58

taraf signifikansi 5% dan dk= k-1 didapatkan χ2hitung= 11,55 < χ2tabel= 15,50. Berdasarkan hasil tersebut berarti Ho diterima artinya varians data hasil belajar antar sampel tidak berbeda nyata atau bersifat homogen.

3.9.2 Analisis Tahap Akhir

Analisis tahap akhir meliputi analisis hasil belajar baik kognitif, psikomotorik maupun afektif selama pembelajaran. Analisis psikomotorik dan afektif merupakan bagian dari bekerja ilmiah. Bekerja ilmiah memiliki tiga aspek penting yaitu metode ilmiah, sikap ilmiah dan komunikasi ilmiah. Metode ilmiah dan komunikasi ilmiah merupakan bagian dari bekerja ilmiah dan termasuk dalam ranah psikomotorik. Sikap ilmiah merupakan bagian dari bekerja ilmiah dan termasuk dalam ranah afektif atau karakter. Analisis psikomotorik dan afektif melalui angket dan observasi telah dijelaskan pada bagian analisis lembar observasi dan angket. Analisis kognitif berupa pre-test dan post-test yang dikerjakan kelas eksperimen dan kelas kontrol sebelum dan setelah perlakuan. Data hasil belajar kognitif digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Tahapan analisis tahap akhir adalah sebagai berikut:

3.9.1.1Uji Normalitas

Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah data yang akan dianalisis berdistribusi normal atau tidak. Asumsi bahwa populasi berdistribusi normal membantu menyelesaikan persoalan dengan mudah dan lancar, yaitu untuk mengetahui apakah data hasil penelitian dianalisis dengan memakai statistika parametrik atau non-parametrik. Jika populasi berdistribusi normal dan instrumen terukur maka dapat diselesaikan dengan parametrik. Uji normalitas dilakukan

pada data hasil pre-test dan post-test kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hipotesis yang digunakan adalah

= data berdistribusi normal = data tidak berdistribusi normal

Uji statistik yang digunakan adalah uji chi-kuadrat dengan rumus :

= ( − )

Keterangan: = chi kuadrat

= frekuensi pengamatan = frekuensi yang diharapkan

k = banyaknya kelas

Kriteria pengujian hipotesis adalah sebagai berikut:

(1) H diterima jika χ < χ dengan derajat kebebasan dk=k-1, dan taraf signifikan 5% maka data berdistribusi normal sehingga uji selanjutnya memakai statistik parametrik.

(2) H diterima jika χ ≥ χ dengan derajat kebebasan dk=k-1, dan taraf signifikan 5% maka data tidak berdistribusi normal sehingga uji

selanjutnya memakai statistik non-parametrik ( Sudjana, 2005: 273).

3.9.2.2Uji t-Satu Pihak

Uji t pihak kanan digunakan untuk mengetahui bahwa hasil belajar siswa dari kelas yang diberi pembelajaran dengan menggunakan LKS fisika terintegrasi

60

karakter berbasis pendekatan CTL lebih baik dibanding dengan kelas yang diberi pembelajaran dengan menggunakan LKS. Hipotesis yang digunakan adalah

Ho : µ1≤ µ2

Ha : µ1 > µ2

µ1= rata-rata data kelompok eksperimen µ2= rata-rata data kelompok kontrol

rumus yang digunakan adalah uji-t sample related yang digunakan adalah

= ̅ − ̅

+ −2

√ √

Keterangan:

̅ : rata-rata nilai pada kelas eksperimen ̅ : rata-rata nilai pada kelas kontrol

n1 : jumlah siswa kelas eksperimen n2 : jumlah siswa kelas kontrol r : korelasi antara dua sampel

S1 : simpangan baku kelas eksperimen S2 : simpangan baku kelas kontrol S12 : varians baku kelas eksperimen S22 : varians baku kelas kontrol

dengan:

= ∑

dengan dk= (n1+n2-2) kriteria pengujian tersebut ditolak jika thitung ttabel dengan

taraf signifikan α=5%. Kriteria penolakan Ho adalah thitungt(1-α)(n1+n2-2) (Sudjana,

2005: 243).

3.9.2.3Uji Gain Ternormalisasi

Uji gain ( ) digunakan untuk mengetahui besar peningkatan hasil belajar kognitif kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum dan sesudah diberi perlakuan. Menurut Savinainen & Scott, rumus yang digunakan untuk uji gain yakni:

( ) = ( − ) 100%−( )

(Wiyanto, 2008: 20) Keterangan:

= skor rata-rata pre test = skor rata-rata post test Kriteria yang digunakan:

> 0,7 = tinggi

0,3 ≤ ≤0,7 = sedang

< 0,3 = rendah

3.9.2.4Uji ketuntasan klasikal

Uji ketuntasan klasikal digunakan untuk mengetahui ketuntasan belajar klasikal siswa dengan menggunakan frekuensi siswa yang tuntas KKM. Siswa dinyatakan tuntas KKM bila nilai siswa minimal mencapai 76 (KKM SMP N 1 Semarang).

62

Ketuntasan klasikal dihitung dengan menggunakan uji deskriptif presentase:

= 100%

Sudijono (2008: 43) Keterangan:

f = frekuensi siswa yang tuntas KKM

N = Number of cases (jumlah frekuensi/banyaknya individu) P = angka presentase ketuntasan klasikal

Menurut teori tuntas belajar, keberhasilan kelas dicapai jika hasil belajar siswa mencapai 85% dari jumlah siswa dan setiap siswa telah mendapatkan nilai paling sedikit 65. Siswa dikatakan tuntas afektif dan psikomotorik jika hasil belajar mencapai 75% secara individual dan 75% secara klasikal (Mulyasa, 2006: 99-101).

63

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1

Pelaksanaan Penelitian

4.1.1 Proses Pengembangan Produk LKS

Pengembangan LKS fisika terintegrasi karakter ini mengacu pada langkah penelitian dan pengembangan yang diadaptasi dari Sugiyono (2012: 409). Langkah awal penelitian dan pengembangan ini adalah mengidentifikasi masalah yang ada di sekolah penelitian yaitu SMP Negeri 1 Semarang. Pada tahap ini, ditemukan suatu masalah yaitu pembelajaran berpusat pada guru menggunakan metode mengajar ceramah dan tanya jawab masih lebih sering dilakukan dibandingkan metode mengajar lain yang berpusat pada siswa. Hal ini menyebabkan siswa belajar dengan menghapal bukan dengan memahami. Sehingga saat diterapkan metode mengajar baru yang membimbing siswa untuk menemukan konsep sendiri, siswa masih kesulitan untuk mengikuti dan hasil belajarnya rendah. Pembelajaran yang dilakukan kurang bermuatan karakter dan kurang mengasah keterampilan psikomotorik siswa.

Berawal dari permasalahan yang ditemukan, maka dilakukan perencanaan untuk mengembangkan sumber belajar berupa panduan belajar berbentuk LKS. Namun berdasarkan hasil observasi, LKS yang beredar dan sering digunakan adalah LKS yang hanya berisi petunjuk praktikum. LKS belum bermuatan karakter dan belum menyajikan pembelajaran yang kontekstual. Berdasarkan hal

64

tersebut, maka LKS yang dikembangkan adalah LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL. LKS ini berisi kegiatan eksperimen sehingga siswa secara aktif menemukan konsep serta dapat mengembangkan karakter dalam dirinya.

Materi LKS diambil dari materi IPA fisika SMP kelas VIII yaitu materi alat optik. LKS alat optik ini terdiri dari empat topik yaitu (1) mata dan kamera, (2) lup, (3) mikroskop dan (4) teleskop atau teropong. LKS alat optik terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian pendahuluan, Isi dan penutup. Pada bagian pendahuluan terdapat kata pengantar, daftar isi, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator pembelajaran, indikator karakter dan petunjuk penggunaa LKS. Bagian isi terdiri dari empat topik dan setiap topik berisi informasi pendukung, kegiatan mengamati, kegiatan bertanya, kegiatan menduga, kegiatan mengumpulkan data, kegiatan menyimpulkan serta kegiatan mengkomunikasikan. Bagian penutup berisi daftar pustaka.

Draft LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL ini kemudian divalidasi oleh dua orang dosen ahli. Dosen yang dipilih sebagai ahli adalah dosen yang berkompeten dalam materi alat optik. LKS ini diujicobakan kepada dua orang guru IPA fisika SMP Negeri 1 Semarang untuk dinilai kembali kelayakannya dan kesesuaian tingkat kesulitan LKS dengan kemampuan siswa setelah LKS dinyatakan layak oleh dosen ahli dan direvisi sesuai dengan saran serta komentar dari masing-masing dosen ahli. Uji coba pemakaian LKS dilakukan terhadap kelas eksperimen yaitu kelas VIII H setelah LKS dinyatakan layak dan direvisi sesuai dengan saran dan komentar dari masing-masing guru.

Hasil uji coba pemakaian kelas eksperimen berupa hasil belajar dibandingkan dengan hasil belajar kelas kontrol untuk mengetahui perbedaan hasil belajar antara kedua kelas.

4.1.2 Proses Pembelajaran Kelas Eksperimen

Kegiatan pembelajaran di kelas eksperimen menggunakan LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL terdiri dari beberapa tahapan kegiatan yaitu (1) mengamati, (2) bertanya, (3) menduga, (4) mengumpulkan data, (5) menyimpulkan, (6) menyelesaikan masalah dan (7) mengkomunikasikan. Kegiatan-kegiatan dalam LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL telah mengandung tujuh komponen utama pendekatan CTL yaitu (1) konstruktivisme, (2) menemukan, (3) bertanya, (4) masyarakat belajar, (5) pemodelan, (6) refleksi dan (7) penilaian yang sebenarnya (Depdiknas, 2003: 10).

Guru membacakan tujuan pembelajaran yang tercantum dalam LKS yang akan digunakan kepada siswa sebelum memulai tahapan-tahapan kegiatan dalam LKS. Selanjutnya guru meminta siswa untuk duduk berkelompok sesuai dengan kelompoknya masing-masing.

Pada tahap mengamati, LKS menyajikan gambar ilustrasi dan permasalahan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari sesuai dengan materi untuk merangsang rasa ingin tahu siswa. Siswa mengamati gambar atau mengamati peristiwa yang terjadi berkaitan dengan permasalahan kemudian memikirkan jawaban dari permasalahan sesuai pengetahuan awal atau pendapat masing- masing.

66

Pada tahap bertanya, guru meminta siswa untuk menuliskan pertanyaan yang muncul di benak masing-masing pada kotak pertanyaan yang ada dalam LKS berkaitan dengan materi untuk melatih siswa agar siswa dapat mengembangkan rasa ingin tahu. Setiap LKS terdiri dari beberapa kotak pertanyaan yang ditempatkan di awal atau tengah atau akhir kegiatan. Kotak pertanyaan ini diharapkan mampu membuat siswa aktif mencari hal yang belum mereka pahami dalam benak mereka atau hal yang belum mereka pahami dari kegiatan eksperimen yang telah mereka kerjakan sehingga mampu mengembangkan rasa ingin tahu. Kotak pertanyaan juga memberikan kesempatan bagi siswa yang tidak terbiasa atau tidak dapat bertanya secara langsung, agar tetap dapat menyampaikan keingintahuannya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut mencerminkan rasa ingin tahu siswa. Sesuai dengan indikator nilai rasa ingin tahu menurut Kemendiknas (2010: 42), diantaranya yaitu (1) bertanya kepada guru dan teman tentang materi pelajaran, (2) bertanya kepada guru dan teman tentang gejala alam yang baru terjadi, serta (3) bertanya kepada guru tentang sesuatu yang didengar dari ibu, bapak, teman, radio atau televisi. Pertanyaan-pertanyaan ditampung dan dijawab oleh guru pada pertemuan selanjutnya.

Pada tahap menduga, guru meminta siswa mengisi kotak ‘menduga’ dengan jawaban mereka tentang permasalahan yang disajikan pada tahap mengamati sesuai dengan pengetahuan atau pendapat masing-masing.

Pada tahap mengumpulkan data, siswa dilatih untuk bekerja sama dengan teman satu kelompok dan mengisi tabel atau pertanyaan yang ada dalam LKS, sehingga dapat mengembangkan nilai bersahabat (komunikatif). Sesuai dengan

indikator nilai bersahabat (komunikatif) menurut Kemendiknas (2010: 44), salah satunya adalah bekerja sama dalam kelompok di kelas.

Kegiatan eksperimen diawali dengan guru meminta perwakilan dari setiap kelompok untuk memilih alat dan bahan sesuai dengan daftar alat dan bahan yang tercantum dalam LKS. Selanjutnya guru meminta siswa untuk melakukan eksperimen sesuai dengan langkah kerja yang ada dalam LKS dan berdiskusi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan eksperimen yang dilakukan secara runtut.

Pada tahap menyimpulkan, siswa dilatih bekerja sama dan berdiskusi dengan sesama anggota kelompok sehingga mampu mengembangkan nilai bersahabat (komunikatif) untuk membuat simpulan berdasarkan hasil eksperimen.

Pada tahap menyelesaikan masalah, siswa dilatih untuk bekerja sama menghubungkan antara hasil eksperimen dengan permasalahan yang disajikan pada kegiatan menduga. Tahap ini menunjukan sejauh mana siswa dapat mengaplikasikan konsep dalam kehidupan sehari-hari.

Pada tahap mengkomunikasikan, guru memberikan kesempatan kepada salah satu kelompok untuk melakukan presentasi hasil eksperimen. Guru dan kelompok lainnya memperhatikan kelompok yang presentasi. Siswa dari kelompok lain diberikan kesempatan untuk mengungkapkan rasa ingin tahu mereka jika masih ada yang belum dipahami dengan bertanya pada kelompok yang melakukan presentasi dan siswa lain diberi kesempatan untuk menanggapi pertanyaan yang disampaikan. Pada tahap ini, guru melatih siswa untuk berbicara dan bergaul dengan banyak orang sehingga dapat mengembangkan nilai

68

bersahabat (komunikatif). Sesuai dengan indikator nilai bersahabat (komunikatif) menurut Kemendiknas (2010: 44), yaitu berbicara dengan teman sekelas, bergaul dengan teman sekelas, berbicara dengan guru, kepala sekolah, dan personalia sekolah lainnya.

Pembelajaran dilanjutkan dengan kegiatan konfirmasi oleh guru dengan membahas jawaban yang kurang tepat. Saat proses pembelajaran berlangsung, observer mengamati aspek psikomotorik dan afektif siswa. Kemudian mengisikan data di lembar observasi psikomotorik dan lembar observasi perkembangan karakter. Observer juga mendokumentasikan kegiatan pembelajaran yang sedang berlangsung.

4.1.3 Proses Pembelajaran Kelas Kontrol

Kegiatan pembelajaran di kelas kontrol dengan menggunakan LKS terdiri dari beberapa tahapan kegiatan yaitu (1) menduga, (2) mengumpulkan data, (3) menyimpulkan dan (4) mengkomunikasikan. LKS yang digunakan di kelas kontrol hanya berisi petunjuk langkah kerja praktikum dan kurang bermuatan kontekstual dan kurang mengembangkan aspek-aspek perkembangan karakter.

Pada tahap menduga, siswa diminta untuk menjawab permasalahan yang disajikan di awal pembelajaran sesuai dengan pengetahuan atau pendapat masing- masing.

Pada tahap mengumpulkan data, siswa dilatih untuk bekerja sama dengan teman satu kelompok dan mengisi tabel atau pertanyaan yang ada dalam LKS, sehingga dapat mengembangkan nilai bersahabat (komunikatif). Sesuai dengan

indikator nilai bersahabat (komunikatif) menurut Kemendiknas (2010: 44), salah satunya adalah bekerja sama dalam kelompok di kelas.

Pada tahap menyimpulkan, siswa dilatih bekerja sama dan berdiskusi dengan sesama anggota kelompok sehingga mampu mengembangkan nilai bersahabat (komunikatif) untuk membuat simpulan berdasarkan hasil eksperimen.

Pada tahap mengkomunikasikan, siswa melakukan presentasi hasil percobaan. Siswa–siswa yang lain memperhatikan dan diberi kesempatan untuk memberikan tanggapan. Pada tahap ini, guru melatih siswa untuk berbicara dan bergaul dengan banyak orang sehingga dapat mengembangkan nilai bersahabat (komunikatif). Sesuai dengan indikator nilai bersahabat (komunikatif) menurut Kemendiknas (2010: 44), yaitu berbicara dengan teman sekelas, bergaul dengan teman sekelas, berbicara dengan guru, kepala sekolah, dan personalia sekolah lainnya.

Pembelajaran dilanjutkan dengan kegiatan konfirmasi oleh guru dengan membahas jawaban yang kurang tepat dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya secara langsung jika masih ada yang belum dipahami sehingga dapat mengembangkan nilai rasa ingin tahu. Sesuai dengan indikator nilai rasa ingin tahu menurut Kemendiknas (2010: 42), diantaranya yaitu bertanya kepada guru tentang sesuatu yang didengar dari ibu, bapak, teman, radio atau televisi. Saat proses pembelajaran berlangsung, observer mengamati aspek psikomotorik dan afektif siswa. Kemudian mengisikan data di lembar observasi psikomotorik dan lembar observasi perkembangan karakter. Observer juga mendokumentasikan kegiatan pembelajaran yang sedang berlangsung.

70

Dokumen terkait