• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.3.1 Kelayakan LKS Fisika Terintegrasi Karakter Berbasis Pendekatan CTL

Kelayakan LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL ini diukur dengan menggunakan instrumen angket. Penilaian kelayakan LKS dilakukan oleh empat ahli yang terdiri dari dua dosen fisika Universitas Negeri Semarang dan dua guru IPA SMP Negeri 1 Semarang. Penilaian oleh dosen dilakukan pada tahap validasi desain dan penilaian oleh guru dilakukan pada tahap uji coba produk. Kisi-kisi instrumen penilaian LKS serta lembar validasi dosen ahli dan guru dapat dilihat pada Lampiran 1-5. Dari penilaian keempat ahli terhadap keenam komponen LKS yaitu (1) kelayakan isi, (2) kelayakan penyajian, (3) kelayakan kegrafikan, (4) penilaian bahasa, (5) penilaian CTL dan (6) penilaian karakter, diperoleh persentase skor rata-rata yaitu 92,73 dengan kategori sangat layak. Sehingga secara keseluruhan, LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan contextual teaching and learning dinyatakan telah memenuhi komponen buku teks pelajaran dan layak digunakan sebagai panduan belajar. Sesuai dengan kriteria menurut BSNP (2007: 21), untuk mendapatkan sebuah buku yang memenuhi kriteria buku yang layak pakai maka buku tersebut harus memenuhi empat komponen buku teks pelajaran yang meliputi (1) kelayakan isi, (2) penyajian, (3) kebahasaan dan (4) kegrafikan.

4.3.1.1Kelayakan Isi

Pada aspek kelayakan isi, satu dosen ahli dan kedua guru memberikan skor ≥ 4 untuk setiap butir penilaian. Sedangkan satu dosen ahli lain memberikan skor

≥ 4 untuk setiap butir penilaian, kecuali untuk butir (5) keakuratan gambar, diagram dan ilustrasi. Hal ini menunjukan ada kurang lebih dua topik LKS yang menampilkan gambar atau diagram atau ilustrasi yang tidak sesuai dengan kenyataan dan kurang efisien untuk meningkatkan pemahaman peserta didik. Namun hampir seluruh materi dan kegiatan yang ada dalam LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL sudah sesuai dengan kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran, LKS telah berisi petunjuk belajar yang jelas untuk menunjang tercapainya tujuan pembelajaran. LKS telah menyajikan fakta dan data sesuai dengan kenyataan dan efisien untuk meningkatkan pemahaman peserta didik. LKS juga tersusun dari pertanyaan-pertanyaan analisis yang membantu siswa menguasai konsep. LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL dapat dikatakan telah memenuhi aspek kelayakan isi. Aspek kelayakan isi LKS yang dikembangkan telah sesuai dengan kriteria menurut BSNP (2007: 21) yang menyatakan bahwa indikator komponen kelayakan isi diantaranya yaitu sesuai dengan SK dan KD mata pelajaran, perkembangan anak, kebutuhan masyarakat.

Ada beberapa saran berkaitan dengan aspek kelayakan isi dari kedua dosen ahli. Saran yang masuk dikonsultasikan dengan dosen pembimbing, beberapa saran dan komentar yang dianggap baik untuk perbaikan LKS digunakan untuk merevisi LKS. Beberapa saran dan komentar dari kedua dosen yang digunakan untuk revisi yaitu (1) tampilan gambar lensa dan benda disesuaikan sehingga benda dapat ditangkap oleh lensa, maksudnya adalah gambar sumber cahaya yang semula berupa lampu perlu diperbaiki, karena lampu akan sulit ditangkap oleh

84

lensa dan sulit dihasilkan bayangan yang jelas atau tajam; (2) mencari referensi tentang titik dekat atau titik jauh pada penderita hipermetropi dan miopi agar permasalahan yang disajikan logis; (3) mencari referensi lain tentang pengertian aberasi untuk menyajikan informasi yang tepat dalam LKS. Sedangkan saran dari salah satu guru yang digunakan untuk revisi adalah setiap kegiatan disesuaikan dengan alokasi waktu yang disediakan, artinya dalam setiap LKS perlu dicantumkan berapa lama alokasi waktu yang dibutuhkan sesuai dengan kegiatan.

4.3.1.2Kelayakan Penyajian

Pada aspek kelayakan penyajian, keempat ahli memberikan skor ≥ 4 untuk setiap butir aspek. Hal ini menunjukan hampir seluruh LKS telah memuat motivasi yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Hampir seluruh LKS telah menyajikan materi yang runtut mulai dari mudah ke sukar. Kegiatan dalam LKS bersifat interaktif dan partisipatif. LKS telah memenuhi enam aspek kelengkapan yang harus ada dalam LKS. Secara keseluruhan dapat dikatakan LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL telah memenuhi aspek penyajian. Aspek penyajian LKS yang dikembangkan telah memenuhi kriteria menurut BSNP (2007: 21) yang meliputi (1) materi dan (2) pembelajaran, serta sesuai dengan kriteria menurut Prastowo (2012: 205) yaitu meminimalkan peran pendidik dan lebih mengaktifkan peserta didik dalam pembelajaran. Hasil penilaian kelengkapan komponen LKS juga telah memenuhi kriteria menurut Trianto (2012: 112) yang menyatakan bahwa komponen-komponen LKS meliputi judul eksperimen, teori singkat tentang materi, alat dan bahan, prosedur

eksperimen, data pengamatan serta pertanyaan dan kesimpulan untuk bahan diskusi.

4.3.1.3Kelayakan kegrafikan

Aspek kelayakan kegrafikan hanya dinilai oleh kedua dosen ahli. Pada aspek kelayakan kegrafikan, kedua ahli memberikan skor ≥ 4 untuk setiap butir aspek. Hal ini menunjukan penilaian yang berkaitan dengan bentuk dan tampilan setiap halaman LKS telah sesuai dengan indikator. LKS telah memiliki ukuran yang sesuai dengan ISO, penempatan aspek kelengkapan serta gambar dan ilustrasi tidak mengganggu pemahaman. LKS juga tidak terdiri dari terlalu banyak jenis atau variasi huruf. Selain itu, spasi antar baris dan huruf dalam LKS normal yang menunjukan bahwa tingkat keterbacaan teks dalam LKS baik. Secara keseluruhan dapat dikatakan LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL telah memenuhi aspek kelayakan kegrafikan. Aspek kegrafikan LKS yang dikembangkan telah memenuhi indikator menurut BSNP (2007: 21) yang meliputi (1) ukuran atau format buku dan (2) desain bagian isi, serta telah sesuai dengan kriteria menurut Prastowo (2012: 217-220) yaitu ukuran LKS yang dapat mengakomodasi kebutuhan peserta didik dalam pembelajaran adalah A4 (kuarto), karena dengan ukuran kuarto peserta didik akan mempunyai cukup ruang untuk membuat bagan. Sedangkan yang perlu diperhatikan dari desain bagian isi adalah kepadatan halaman yaitu halaman LKS tidak boleh dipadati terlalu banyak tulisan, adanya penomoran materi dan variasi jenis huruf serta kejelasan materi atau instruksi dalam LKS.

86

4.3.1.4Penilaian Bahasa

Aspek penilaian bahasa hanya dinilai oleh kedua guru IPA fisika di SMP Negeri 1 Semarang. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan dalam penilaian bahasa terdapat penilaian kesesuaian dengan tingkat perkembangan peserta didik dan dalam hal ini guru yang telah memiliki pengalaman mengajar peserta didik dan lebih mengenal kemampuan peserta didiknya. Pada aspek penilaian bahasa, kedua guru memberikan skor ≥ 4 untuk setiap butir penilaian. Hal ini menunjukan bahwa hampir seluruh kegiatan dalam LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL mampu mendorong siswa dalam berpikir, dan tingkat kesulitan LKS telah sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual serta emosional peserta didik. Secara keseluruhan LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL telah memenuhi komponen kebahasaan. Aspek kebahasaan LKS yang dikembangkan telah memenuhi indikator menurut BSNP (2007: 21) diantaranya yaitu (1) keterbacaan dan (2) logika berbahasa serta telah sesuai dengan kriteria menurut Prastowo (2012: 216) yaitu LKS harus sesuai dengan tingkat kemampuan membaca peserta didik dan tingkat pengetahuan peserta didik.

4.3.1.5Penilaian CTL

Pada aspek penilaian CTL, satu dosen ahli dan kedua guru memberikan skor ≥ 4 untuk setiap butir penilaian. Sedangkan satu dosen ahli lain memberikan skor ≥ 4 untuk setiap butir penilaian kecuali untuk butir penilaian (5) LKS berisi kegiatan yang dapat menciptakan masyarakat belajar dan (6) LKS berisi kegiatan pemodelan yang hanya memperoleh skor 3. Hal ini menunjukan ada kurang lebih dua sub pokok bahasan LKS yang tidak menciptakan masyarakat belajar dan tidak

berisi kegiatan pemodelan. Namun hampir semua topik LKS telah berisi konteks nyata dalam pembelajaran, mampu mengarahkan siswa untuk mengkonstruksikan pengetahuannya, mampu mengarahkan siswa pada kegiatan menemukan, berisi kegiatan yang menimbulkan interaktivitas dan mengarahkan siswa untuk melakukan refleksi. Sehingga secara keseluruhan, LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL yang dikembangkan telah memenuhi aspek penilaian CTL. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Depdiknas (2003: 110), pembelajaran dapat dikatakan kontekstual apabila memenuhi ketujuh komponen pendekatan CTL meliputi konstruktivisme, menemukan, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian yang sebenarnya.

4.3.1.6Penilaian Karakter

Pada aspek penilaian karakter, keempat ahli memberikan skor ≥ 4 untuk setiap butir penilaian. Hal ini menunjukan hampir seluruh kegiatan-kegiatan dalam LKS telah bermuatan karakter dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk memunculkan rasa ingin tahu serta dapat mendorong siswa untuk bersahabat atau komunikatif. Hal ini telah sesuai dengan pernyataan Kemdiknas (2010: 18), mata pelajaran dapat dikatakan telah terintegrasi karakter salah satunya apabila mengembangkan proses pembelajaran yang memungkinkan peserta didik melakukan internalisasi nilai dan menunjukannya dalam perilaku yang sesuai.

88

4.3.2 Perkembangan Karakter Siswa

Penilaian perkembangan karakter siswa termasuk dalam ranah hasil belajar afektif. Penilaian dilakukan menggunakan angket dan lembar observasi. Karakter yang dikembangkan adalah rasa ingin tahu dan bersahabat (komunikatif).

4.3.2.1Rasa Ingin Tahu

Penilaian dengan menggunakan lembar angket dilakukan sebelum dan setelah siswa menerima perlakuan yang berupa pembelajaran dengan metode eksperimen. Hasil pengamatan menggunakan angket dapat dilihat pada Tabel 4.3. Hasil analisis angket perkembangan karakter rasa ingin tahu untuk kelas eksperimen sebelum perlakuan menunjukan perolehan persentase skor rata-rata adalah 75,70 dengan kriteria mulai berkembang dan persentase ketuntasan klasikal mencapai 59,37. Sedangkan kelas kontrol memperoleh persentase skor rata-rata sebesar 76,17 dengan kriteria mulai berkembang dan persentase ketuntasan klasikal mencapai 59,37. Setelah menerima perlakuan, perolehan persentase skor rata-rata angket perkembangan karakter untuk kelas eksperimen adalah 81,95 dengan kriteria membudaya dan persentase ketuntasan klasikal mencapai 87,5. Sedangkan kelas kontrol memperoleh skor rata-rata sebesar 79,69 dengan kriteria mulai berkembang dan persentase ketuntasan klasikal mencapai 81,25.

Perolehan skor rata-rata karakter rasa ingin tahu kelas eksperimen yang lebih baik dibandingkan kelas kontrol didukung oleh hasil analisis lembar observasi perkembangan karakter. Penilaian dengan metode observasi dilakukan untuk setiap topik LKS dengan mengamati sikap atau perilaku siswa saat

melakukan pembelajaran. Hasil pengamatan menggunakan lembar observasi dapat dilihat pada Tabel 4.4. Perolehan persentase skor rata-rata karakter rasa ingin tahu kelas eksperimen adalah 78,12 dengan kriteria mulai berkembang. Sedangkan persentase skor rata-rata kelas kontrol adalah 68,10 dengan kriteria mulai berkembang.

Perolehan skor rata-rata kedua kelas sampel mengalami kenaikan setelah menerima perlakuan. Hal ini menunjukan telah terjadi perkembangan karakter rasa ingin tahu pada diri siswa, baik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode eksperimen menggunakan LKS maupun siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode eksperimen menggunakan LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL yang dikembangkan. Skor rata-rata kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Hal ini menunjukan penggunaan LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL yang dikembangkan lebih efektif dalam mengembangkan karakter siswa yang berupa rasa ingin tahu. LKS fisika yang digunakan di kelas eksperimen disusun menggunakan pendekatan kontekstual yang melatih siswa untuk mengaitkan konsep yang diperoleh dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan ‘menduga’ pada LKS menampilkan permasalahan yang merangsang rasa ingin tahu siswa dan membuat dugaan. Kemudian kegiatan ‘mengumpulkan data’ dan ‘menyimpulkan’ membimbing siswa untuk membuktikan dugaan mereka melalui pengamatan pada suatu eksperimen. Selanjutnya pada kotak ‘sudah benarkah dugaanmu?’, siswa diminta menghubungkan konsep yang diperoleh dengan permasalahan yang ditampilkan sebelumnya sehingga siswa merasa dapat

90

menjawab rasa ingin tahunya sendiri dengan benar. Oleh karena itu, siswa menjadi lebih tertarik dalam mengetahui suatu hal, karena rasa ingin tahu tersebut mendatangkan manfaat terhadap dirinya sendiri berupa pengetahuan. Sesuai dengan pendapat Suryabrata (1998: 2-5), bekerja ilmiah biasanya dilandasi atas keingintahuan seseorang terhadap suatu hal dan hasrat ingin tahu manusia terpuaskan apabila ia memperoleh pengetahuan yang benar mengenai hal yang ia pertanyakan. LKS juga berisi ‘kotak pertanyaan’ yang berfungsi untuk menampung pertanyaan-pertanyaan yang mencerminkan rasa ingin tahu siswa, khususnya memotivasi siswa yang masih merasa malu bertanya langsung pada guru agar tetap dapat mengembangkan rasa ingin tahu mereka. Siswa-siswa yang tidak biasa bertanya bukan berarti tidak memiliki pertanyaan dalam benak mereka. Sesuai dengan pendapat Sardiman (2011: 75), peranan motivasi adalah menumbuhkan gairah, perasaan senang dan semangat untuk belajar. Hasil belajar akan optimal jika ada motivasi yang tepat.

4.3.2.2Bersahabat (Komunikatif)

Penilaian karakter bersahabat (komunikatif) meliputi lima indikator yaitu (1) bekerja sama dalam kelompok di kelas, (2) berbicara dengan teman sekelas, (3) bergaul dengan teman sekelas ketika istirahat, (4) bergaul dengan teman lain kelas, dan (5) berbicara dengan guru, kepala sekolah, dan personalia sekolah lainnya.

Penilaian dengan menggunakan lembar angket dilakukan sebelum dan setelah siswa menerima perlakuan yang berupa pembelajaran dengan metode eksperimen. Hasil pengamatan menggunakan angket dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Hasil analisis angket perkembangan karakter bersahabat (komunikatif) untuk kelas eksperimen sebelum perlakuan menunjukan perolehan persentase skor rata- rata adalah 84,14 dengan kriteria membudaya dan persentase ketuntasan klasikal mencapai 87,5. Sedangkan kelas kontrol memperoleh skor rata-rata sebesar 78,12 dengan kriteria mulai berkembang dan persentase ketuntasan klasikal mencapai 71,87. Setelah menerima perlakuan, skor rata-rata kelas eksperimen adalah 87,9 dengan kriteria membudaya dan persentase ketuntasan klasikal mencapai 93,75. Sedangkan skor rata-rata kelas kontrol adalah 83,83 dengan kriteria membudaya dan persentase ketuntasan klasikal mencapai 87,5.

Perolehan skor rata-rata karakter bersahabat (komunikatif) kelas eksperimen yang lebih baik dibandingkan kelas kontrol didukung oleh hasil analisis lembar observasi perkembangan karakter. Penilaian dengan metode observasi dilakukan untuk setiap topik LKS dengan mengamati sikap atau perilaku siswa saat melakukan pembelajaran. Hasil pengamatan menggunakan lembar observasi dapat dilihat pada Tabel 4.8. Perolehan persentase skor rata-rata karakter bersahabat (komunikatif) kelas eksperimen adalah 78,18 dengan kriteria mulai berkembang. Sedangkan skor rata-rata kelas kontrol adalah 69,66 dengan kriteria mulai berkembang.

Perolehan skor rata-rata kedua kelas sampel mengalami kenaikan setelah menerima perlakuan. Hal ini menunjukan telah terjadi perkembangan karakter bersahabat (komunikatif) pada diri siswa, baik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode eksperimen menggunakan LKS maupun siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode eksperimen menggunakan LKS fisika

92

terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL yang dikembangkan. Skor rata-rata kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Hal ini menunjukan penggunaan LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL yang dikembangkan lebih efektif dalam mengembangkan karakter siswa yang berupa bersahabat (komunikatif). Pendekatan kontekstual yang terkandung dalam LKS kelompok eksperimen menyajikan lebih banyak kegiatan untuk siswa dan melatih siswa untuk bekerjasama dengan lebih baik antar anggota kelompok. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Yulianti et al. (2010: 84), hasil belajar afektif kelas eksperimen berupa bekerja sama dalam kelompok meningkat setelah mengalami pembelajaran kontekstual jigsaw puzzle competition.

Selain itu, LKS fisika terintegrasi karakter juga berisi kalimat-kalimat kutipan dari para ilmuwan dan tokoh lainnya yang berisi motivasi untuk saling bekerja sama. Menurut Alwisol (2009: 294), belajar melalui pengalaman menjadi lebih efektif jika pebelajar memiliki motivasi yang tinggi. Meskipun kegiatan observasi memudahkan orang untuk menguasai tingkah laku tertentu, tetapi jika motivasi untuk itu tidak ada maka tidak akan terjadi proses belajar.

Secara keseluruhan, perolehan persentase skor rata-rata hasil belajar afektif berupa perkembangan karakter rasa ingin tahu dan bersahabat (komunikatif) untuk kedua kelas mengalami kenaikan. Hal ini menunjukan telah terjadi perkembangan karakter baik di kelas kontrol maupun kelas eksperimen dan perkembangan karakter kelas eksperimen yang menggunakan LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL lebih tinggi. Sesuai dengan penelitian Yulianti et al. (2010: 84), minat dan hasil belajar siswa mengalami

peningkatan secara signifikan setelah mengalami fisika kontekstual berbantuan

jigsaw puzzle competition.

4.3.3 Hasil Belajar Psikomotorik Siswa

Ranah psikomotorik berkaitan dengan kemampuan fisik seperti keterampilan motorik dan syaraf, manipulasi objek dan koordinasi syaraf. Pada ranah psikomotorik yang akan dinilai adalah keterampilan proses atau dikenal sebagai metode ilmiah siswa selama mengikuti pembelajaran dengan metode eksperimen. Penilaian hasil belajar psikomotorik dilakukan menggunakan lembar observasi. Keterampilan proses yang diteliti dalam penelitian ini meliputi enam indikator. Indikator-indikator tersebut yaitu: merumuskan dugaan (hipotesis), memilih alat dan bahan, menggunakan alat dan bahan, mengumpulkan data dan menganalisis hasil percobaan, membuat kesimpulan dan mengkomunikasikan. Penilaian indikator atau aspek dilakukan dengan mengamati aktivitas siswa untuk setiap topik LKS.

4.3.3.1Aspek Merumuskan Dugaan (Hipotesis)

Perolehan skor rata-rata kelas eksperimen untuk aspek merumuskan dugaan lebih baik dibandingkan kelas kontrol, hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.4. Perolehan persentase skor rata-rata aspek merumuskan dugaan dalam setiap topik LKS untuk kelas eksperimen adalah 79,30 dengan kriteria baik. Sedangkan persentase skor rata-rata kelas kontrol adalah 60,35 dengan kriteria cukup baik. LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL yang digunakan siswa kelas eksperimen menampilkan ilustrasi gambar menarik berkaitan dengan permasalahan sehingga siswa tidak hanya belajar dari apa yang mereka baca (teks

94

dalam LKS) melainkan juga belajar dari apa yang mereka lihat (ilustrasi gambar dalam LKS). Magnesen yang menyatakan bahwa “Kita belajar: 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan, 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan” (Herminingsih, 2010: 3). Hal ini menunjukan penambahan gambar atau objek dalam LKS yang menarik untuk dilihat berpengaruh pada kemampuan psikomotorik siswa, khususnya siswa yang termasuk dalam tipe pebelajar visual. Jadi persentase belajar siswa kelas eksperimen dalam merumuskan dugaan menjadi lebih tinggi dibandingan kelas kontrol. Sesuai dengan manfaat alat bantu visual berupa gambar atau model menurut Sadiman et al. (2011: 7), yakni dapat memberikan motivasi, mempertinggi daya serap serta retensi belajar dan hasil ini juga didukung oleh penelitian Parmono et al. (2013, 33-42), bahwa siswa dengan gaya belajar visual memperoleh prestasi belajar rata-rata kognitif, afektif dan keterampilan proses lebih tinggi daripada gaya belajar kinestetik.

4.3.3.2Aspek Memilih Alat dan Bahan, Menggunakan Alat dan Bahan,

Mengumpulkan Data dan Menganalisis Hasil Percobaan

Perolehan persentase skor rata-rata aspek memilih alat dan bahan, menggunakan alat dan bahan serta mengumpulkan data dan menganalisis hasil percobaan kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Hal ini menunjukan siswa-siswi kelas eksperimen dapat memilih alat dan bahan dengan lebih tepat, dapat menggunakan alat dan bahan dengan lebih baik, dapat mengumpulkan data dengan lebih lengkap dan menganalisis hasil percobaan

dengan menjawab semua pertanyaan-pertanyaan analisis dengan lebih tepat dibandingkan kelas kontrol. Pada setiap topik LKS untuk aspek mengumpulkan data dan menganalisis hasil percobaan, kelas eksperimen memperoleh skor yang lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol seperti ditunjukan oleh Tabel 4.7 dan 4.8, kecuali pada LKS 1 diperoleh skor kelas kontrol sebesar 67,97 sedangkan kelas eksperimen hanya memperoleh skor 50. Hal ini dapat dikarenakan LKS 1 materi mata dan kamera yang digunakan kelas eksperimen berisi pertanyaan analisis dengan jumlah yang lebih banyak dan tingkat kesulitan yang tinggi. Kegiatan eksperimen yang dilakukan siswa kelas eksperimen meliputi ketiga kegiatan yang telah diuraikan sama dengan kegiatan yang dilakukan siswa kelas kontrol, karena komponen kelengkapan LKS yang digunakan kelas kontrol sama dengan LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL yang dikembangkan. Namun, persentase skor kelas eksperimen dalam setiap aspek selalu lebih baik dibandingkan kelas kontrol. Hal ini dapat dikarenakan LKS fisika terintegrasi karakter berbasis pendekatan CTL yang digunakan di kelas eksperimen memuat kalimat-kalimat kutipan dari para ilmuwan dan tokoh-tokoh tertentu yang berisi motivasi tentang pentingnya bekerja sama dalam menyelesaikan permasalahan. Sesuai dengan pendapat Sardiman (2011: 75), peranan motivasi adalah menumbuhkan gairah, perasaan senang dan semangat untuk belajar. Hasil belajar akan optimal jika ada motivasi yang tepat.

4.3.3.3Menyimpulkan dan Mengkomunikasikan

Perolehan skor rata-rata kelas eksperimen untuk aspek membuat kesimpulan dan mengkomunikasikan lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol.

96

Sesuai dengan hasil penelitian Selamet et al. (2013), yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan perbedaan keterampilan proses aspek menyimpulkan dan mengomunikasikan antara kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran kontekstual REACT dan kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dikarenakan pada LKS kelas eksperimen terdapat kalimat motivasi sebelum siswa melakukan eksperimen secara berkelompok, sehingga siswa lebih terdorong untuk saling berdiskusi dalam menyimpulkan hasil percobaan dan menghubungkan hasil percobaan dengan permasalahan yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini membuat siswa lebih paham terhadap konsep yang diberikan sehingga mampu menyampaikan apa yang sudah mereka peroleh dengan lebih baik pada kegiatan presentasi. Hal tersebut juga didukung oleh hasil penelitian Selamet et al. (2013), yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan pemahaman konsep fisika antara kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran kontekstual REACT dan kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional.

Perolehan persentase skor rata-rata hasil belajar psikomotorik kelas eksperimen adalah 88,02 dengan kriteria sangat baik. Sedangkan perolehan skor kelas kontrol adalah 79,3 dengan kriteria baik. Hal ini berarti ada perbedaan hasil belajar psikomotorik kelas eksperimen dan kelas kontrol yang menunjukan hasil belajar psikomotorik kelas eksperimen lebih baik dibandingkan hasil belajar psikomotorik kelas kontrol. Sesuai dengan hasil penelitian Selamet et al. (2013), terdapat perbedaan keterampilan proses sains antara kelompok siswa yang belajar

Dokumen terkait