• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Reaksi Biuret

Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan senyawa-senyawa yang mengandung gugus amida asam yang berada bersama gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi positif yang ditandai dengan timbulnya warna merah violet atau biru violet (Bintang, 2010).

2. Reaksi Xanthoprotein

Larutan HNO3 pekat ditambahkan hati-hati ke dalam larutan protein, setelah dicampur terjadi endapan putih yang berubah menjadi kuning apabila dipanaskan. Reaksi yang terjadi adalah nitrasi pada inti benzena yang terdapat pada molekul protein. Reaksi ini positif untuk protein yang mengandung triptofan, fenilalanin, tirosin (Poedjiadi, 1994).

2.3.2 Analisis Kuantitatif 1. Titrasi Formol

Larutan protein dinetralkan dengan NaOH, kemudian ditambahkan formalin dan akan membentuk dimenthiol. Dengan terbentuknya dimenthiol ini berarti gugus aminonya sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam (gugus karboksil) dengan basa NaOH sehingga titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah fenolftalein, akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 menit. Titrasi formol ini hanya tepat untuk penentuan protein (Sudarmadji dan Suhardi, 1989).

2. Metode Kjeldahl

Metode Kjeldahl merupakan metode sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Metode Kjeldahl cocok untuk menetapkan kadar protein yang tidak larut atau protein yang mengalami koagulasi akibat proses pemanasan maupun proses pengolahan lain yang biasa dilakukan pada makanan. Metode ini digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung karena senyawa yang dianalisisnya adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan faktor konversi 6,25 diperoleh nilai protein dalam bahan makanan tersebut (Sudarmadji dan Suhardi, 1989).

Penetapan kadar protein dengan metode ini memiliki kelemahan karena adanya senyawa lain yang bukan protein yang mengandung N akan tertentukan sehingga kadar protein yang diperoleh langsung dengan metode Kjeldahl ini disebut dengan kadar protein kasar (crude protein) (Sudarmadji dan Suhardi, 1989).

Metode Kjeldahl dilakukan dengan beberapa tahapan kerja yaitu: a. Tahap Destruksi

Pada tahap ini sampel dipanaskan dengan asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya, dimana seluruh N organik dirubah menjadi N anorganik yaitu elemen karbon (C) teroksidasi menjadi karbondioksida (CO2), elemen hidrogen (H) teroksidasi menjadi air (H2O), dan elemen nitrogen (N) berubah menjadi ammonium sulfat {(NH4)2SO4}. Asam sulfat yang dipergunakan untuk destruksi harus dalam jumlah yang cukup dan diperhitungkan untuk dapat menguraikan bahan protein, lemak, karbohidrat di dalam sampel (Bintang, 2010).

Untuk mempercepat proses destruksi maka ditambahkan katalisator. Gunning menganjurkan menggunakan kalium sulfat ( K2SO4) dan tembaga (II) sulfat (CuSO4). Dengan penambahan katalisator ini, maka titik didih asam sulfat akan ditinggikan sehingga proses destruksi akan berjalan dengan cepat. Tiap 1 gram kalium sulfat akan mampu meningkatkan titik didih asam sulfat 3ºC. Suhu destruksi berkisar antara 370ºC-410ºC. Proses destruksi diakhiri jika larutan telah berwarna hijau jernih (Bintang, 2010).

Reaksi yang terjadi pada proses destruksi adalah:

Protein + H2S04(p) + katalisator (NH4)2SO4 + CO2 + SO2 + H2O

b. Tahap Destilasi

Pada tahap ini ammonium sulfat {(NH4)2SO4} yang terbentuk pada tahap destruksi dipecah menjadi amonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Amonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan baku asam. Larutan baku asam yang dipakai adalah asam sulfat (H2SO4). Agar kontak antara asam dan amonia berjalan sempurna, maka ujung selang pengalir destilat harus tercelup ke dalam larutan asam. Destilasi diakhiri apabila semua amonia terdestilasi sempurna yang ditandai dengan destilat tidak bereaksi basis (Bintang, 2010).

Reaksi yang terjadi pada tahap destilasi adalah:

(NH4)2SO4 +2 NaOH NH3 + 2 H2O + Na2SO4

c. Tahap titrasi

Penampung destilat yang digunakan adalah asam sulfat berlebih, maka sisa asam sulfat yang tidak bereaksi dengan amonia dititrasi dengan NaOH 0,02 N

menggunakan indikator mengsel. Titik akhir titrasi dapat ditandai dengan perubahan warna dari warna ungu menjadi hijau (Sudarmadji dan Suhardi, 1989). Reaksi yang terjadi pada tahap titrasi adalah:

2 NH3 + H2SO4 (NH4)2SO4

H2SO4 (sisa) + 2 NaOH Na2SO4 + 2 H2O

Kadar protein (% P) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: % P = ml NaOH (blanko−sampel )

berat sampel (g)x 1000 x N NaOH x 14,007 x FK x 100% FK = faktor konversi atau perkalian = 6,25

Besarnya faktor konversi nitrogen tergantung pada persentase nitrogen yang menyusun protein dalam bahan pangan yang dianalisa tersebut (Budianto, 2009). Besarnya faktor konversi dari bermacam-macam bahan makanan dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut ini:

Tabel 2.3 Tabel faktor konversi dari bermacam-macam bahan makanan

No Bahan Makanan Faktor Konversi

1. Beras (semua jenis) 5,95

2. Gandum biji 5,83

3. Kacang kedelai 5,71

4. Kacang tanah 5,46

5. Kelapa 5,30

6. Makanan lain (umum) 6,25

7. Susu (semus jenis)/keju 6,38

8. Tepung 5,70

3. Metode Lowry

Konsentrasi protein diukur berdasarkan optikal density pada panjang gelombang 600 nm. Untuk mengetahui banyaknya protein dalam larutan, lebih dahulu dibuat kurva standar yang melukiskan hubungan antara konsentrasi dengan OD (absorbansi). Larutan Lowry ada dua macam yaitu larutan A yang terdiri dari fosfotungstat-fosfomolibdat (1 : 1) dan larutan B yang terdiri dari Na CO 2%

dalam NaOH 0,1 N, CuSO4 dan Na-K-tartrat 2%. Cara penentuannya adalah 1 ml larutan protein ditambah 5 ml Lowry B, dikocok dan dibiarkan selama 10 menit. Kemudian ditambah 0,5 ml Lowry A dikocok dan dibiarkan 20 menit, selanjutnya diamati OD-nya pada panjang gelombang 600 nm (Sudarmadji dan Suhardi, 1989).

4. Metode Pengecatan

Beberapa bahan pewarna misalnya amido black, orange G, orange 12 dapat membentuk senyawaan berwarna dengan protein dan menjadi tidak larut. Dengan mengukur sisa bahan pewarna yang tidak bereaksi dalam larutan (dengan colorimeter), maka jumlah protein dapat ditentukan dengan cepat (Sudarmadji dan Suhardi, 1989).

5. Metode Spektrofotometer UV

Kebanyakan protein mengabsorbsi sinar UV maksimum pada 280 nm. Hal ini terutama oleh adanya asam amino tirosin, triptofan, dan fenilalanin yang ada pada protein tersebut. Pengukuran protein berdasarkan absorbsi sinar UV adalah cepat, mudah, dan tidak merusak bahan (Sudarmadji dan Suhardi, 1989).

6. Metode Turbidimetri atau Kekeruhan

Kekeruhan akan terbentuk dalam larutan yang mengandung protein apabila ditambahkan bahan pengendap protein misalnya Tri Chloro Acid (TCA), Kalium Ferri Cyanida {K4Fe(CN)6} atau asam sulfosalisilat. Tingkat kekeruhan diukur dengan alat turbidimeter. Cara ini hanya dipakai untuk bahan protein yang berupa larutan atau hasilnya, tetapi biasanya hasilnya kurang tepat (Sudarmadji dan Suhardi, 1989).

Dokumen terkait