• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 2 Landasan Teori

2.7 Metode ARIMA (Box-Jenkins)

Metode ARIMA (Box-Jenkins) adalah metode peramalan yang tidak menggunakan teori atau pengaruh antar variabel seperti pada model regresi. Sehingga metode ini tidak memerlukan penjelasan mengenai mana variabel bebas atau terikat. Metode ini juga tidak perlu melihat pola data seperti pada time series decomposition, artinya data yang akan diprediksi tidak perlu dibagi menjadi komponen trend, musiman, siklis atau irregular (acak). Metode ini secara murni melakukan prediksi hanya berdasarkan data-data historis yang ada (Santoso, 2009:152).

ARIMA merupakan suatu metode yang menghasilkan ramalan berdasarkan sintesis dari pola data secara historis (Arsyad,1995). Variabel yang digunakan adalah nilai-nilai terdahulu bersama nilai kesalahannya.

Metode Box-Jenkins hanya dapat diterapkan, menjelaskan, atau mewakili series yang stasioner atau telah dijadikan stasioner melalui proses differencing. Karena

series stasioner tidak punya unsur trend, maka yang ingin dijelaskan dengan metode ini adalah unsur sisanya, yaitu error. Kelompok model time series linier yang termasuk dalam metode ini antara lain: autoregressive, moving average, autoregressive-moving average, dan autoregressive integrated moving average.

Makridakis (1999) menjelaskan bahwa model Autoregressive Integrated

Moving Average (ARIMA) merupakan metode yang telah dikembangkan oleh George

dan Gwilym Jenkins yang diterapkan untuk analisis deret berkala, peramalan dan pengendalian. Metode ini paling berbeda dari metode peramalan lain karena tidak mensyaratkan suatu pola data tertentu supaya model dapat bekerja dengan baik. Apabila metode ini digunakan untuk data deret berkala yang bersifat dependen (terikat) atau berhubungan satu sama lain secara statistik maka metode ini akan bekerja dengan baik.

Metode ARIMA dinotasikan sebagai ARIMA (p,d,q)

dengan,

p = orde atau derajat autoregressive (AR)

d = orde atau derajat differencing (pembedaan) dan

q = orde atau derajat moving average (MA)

dan untuk model ARIMA musiman dinotasikan sebagai berikut: ARIMA (p, d, q) (P, D, Q)s

dengan,

(P, D, Q) merupakan bagian yang musiman dari model

P = orde atau derajat autoregressive (AR)

D = orde atau derajat differencing (pembedaan) dan

Q = orde atau derajat moving average (MA)

2.7.1 Klasifikasi Model dalam Metode ARIMA (Box-Jenkins)

Model Box-Jenkins (ARIMA) dibagi kedalam 3 kelompok, yaitu model

autoregressive (AR), moving average (MA), dan model campuran ARIMA

(autoregressive moving average) yang mempunyai karakteristik dari dua model pertama (Hendranata 2003).

1. Autoregressive Model (AR)

Bentuk umum model autoregressive ordo p (AR(p)) atau model ARIMA (p,0,0) dinyatakan sebagai berikut:

(2.13)

= suatu konstanta

= parameter autoregressive ke-p

= nilai kesalahan pada saat t

2. Moving Average Model (MA)

Bentuk umum model moving average ordo q (MA(q)) atau ARIMA (0,0,q) dinyatakan sebagai berikut:

(2.14)

Keterangan:

= suatu konstanta

sampai adalah parameter-parameter moving average

= nilai kesalahan pada saat t-k

3. Model Campuran a. Proses ARMA

Model umum untuk campuran proses AR(1) murni dan MA(1) murni, misal ARIMA (1,0,1) dinyatakan sebagai berikut:

(2.15) atau

(2.16)

AR(1) MA(1) b. Proses ARIMA

Apabila nonstasioneritas ditambahkan pada campuran proses ARMA, maka model umum ARIMA (p,d,q) terpenuhi. Persamaan untuk kasus sederhana ARIMA (1,1,1) adalah sebagai berikut:

(2.17)

pembedaan AR(1) MA(1) pertama

c. Model ARIMA dan Faktor Musiman

Musiman didefinisikan sebagai suatu pola yang berulang-ulang dalam selang waktu yang tetap. Untuk data yang stasioner, faktor musiman dapat ditentukan dengan mengidentifikasi koefisien autokorelasi pada dua atau tiga time-lag

nol menyatakan adanya suatu pola dalam data. Untuk mengenali adanya faktor musiman, seseorang harus melihat pada autokorelasi yang tinggi. Secara aljabar adalah sederhana tetapi dapat berkepanjangan. Oleh sebab itu, untuk tujuan ilustrasi diambil model umum ARIMA (1,1,1)(1,1,1)4 sebagai berikut.

(2.18)

2.7.2 Tahapan Metode ARIMA

Metode ARIMA diharapkan dapat menyelesaikan suatu data time series apakah dengan proses AR murni/ ARIMA (p,0,0) atau MA murni/ ARIMA (0,0,q) atau proses ARMA/ ARIMA (p,0,q) atau proses ARIMA (p,d,q).

Langkah-langkah penerapan metode ARIMA secara berturut-turut adalah : 1. Identifikasi model

2. Penaksiran parameter 3. Pemeriksaan diagnostic 4. Peramalan

Berikut flowchart tahapan metode ARIMA (Box-Jenkins):

Tidak

Ya

Gambar 2.1 Flowchart tahapan dalam model ARIMA (Box-Jenkins)

2.7.3 Model Umum dan Uji Stasioner

Identifikasi model ARIMA

Estimasi parameter dari model yang dipilih

Uji diagnostik (apakah model sudah tepat?) Menentukan tingkat stasionaritas data

Suatu data runtun waktu dikatakan stasioner jika nilai rata-ratanya tidak berubah. Langkah pertama yang dilakukan dengan menghitung nilai-nilai autokorelasi dari deret data asli. Apabila nilai tersebut turun dengan cepat ke atau mendekati nol sesudah nilai kedua atau ketiga menandakan bahwa data stasioner di dalam bentuk aslinya. Sebaliknya, apabila nilai autokorelasinya tidak turun ke nol dan tetap positif menandakan data tidak stasioner.

Apabila data yang menggunakan model ARIMA tidak stasioner, perlu dilakukan modifikasi untuk menghasilkan data yang stasioner. Salah satu cara yang umum dipakai adalah metode pembedaan (differencing), yaitu mengurang nilai data pada suatu periode dengan nilai data periode sebelumnya. Metode Box-Jenkins hanya dapat diterapkan, menjelaskan, atau mewakili data yang stasioner atau telah dijadikan stasioner melalui proses differencing. Karena data stasioner tidak mempunyai unsur trend, maka yang ingin dijelaskan dengan metode ini adalah unsur sisanya, yaitu error. Apabila tetap tidak stasioner dilakukan pembedaan pertama lagi. Untuk kebanyakan tujuan praktis, suatu maksimum dari dua pembedaan akan mengubah data menjadi deret stasioner.

2.7.4 Identifikasi Model

Langkah selanjutnya setelah data deret waktu stasioner adalah menetapkan model ARIMA (p,d,q) yang cocok (tentatif), yaitu menetapkan berapa p, d, dan q. Jika pada pengujian stasioneritas dilakukan tanpa proses pembedaan (differencing) d maka diberi nilai 0, dan jika melalui pembedaan pertama maka bernilai 1 dan seterusnya.

Pada identifikasi model data times series yang stationer digunakan:

1. ACF atau Autocorrelation Function yaitu fungsi yang menunjukkan besarnya korelasi antara pengamatan pada waktu ke t dengan pengamatan pada waktu-waktu sebelumnya.

2. PACF atau Partial Autocorrelation Function yaitu fungsi yang menunjukkan besarnya korelasi parsial antara pengamatan pada waktu ke t dengan pengamatan-pengamatan pada waktu-waktu sebelumnya.

Dalam memilih berapa p dan q dapat dibantu dengan mengamati pola fungsi

autocorrelation dan partial autocorrelation (correlogram) dari series yang dipelajari, dengan acuan sebagai berikut :

Tabel 2.1 Pola Autokolerasi dan Autokorelasi Parsial

Autocorrelation Partial autocorrelation ARIMA

tentative Menuju nol setelah lag q Menurun secara bertahap/

Bergelombang

ARIMA (0,d,q) Menurun secara

bertahap/bergelombang

Menuju nol setelah lag q ARIMA (p,d,0) Menurun secara bertahap/

bergelombang sampai lag

q

masih berbeda dari nol)

Menurun secara bertahap/ bergelombang (sampai lag

p

masih berbeda dari nol)

ARIMA (p,d,q)

Pada umumnya, peneliti harus mengindentifikasi autokorelasi yang secara eksponensial menjadi nol. Jika autokorelasi secara eksponensial melemah menjadi nol berarti terjadi proses AR. Jika autokorelasi parsial melemah secara eksponensial berarti terjadi proses MA. Jika keduanya melemah berarti terjadi proses ARIMA (Arsyad, 1995).

2.7.5 Penaksiran Parameter Model

Setelah berhasil menetapkan identifikasi model sementara, selanjutnya parameter-parameter AR dan MA, musiman dan tidak musiman harus ditetapkan dengan cara yang terbaik. Terdapat dua cara yang mendasar untuk mendapatkan parameter-parameter terbaik dalam mencocokkan deret berkala yang sedang dimodelkan (Makridakis,1999) yaitu sebagai berikut :

1. Dengan cara mencoba-coba menguji beberapa nilai yang berbeda dan memilih satu nilai tersebut (sekumpulan nilai, apabila terdapat lebih dari satu parameter yang akan ditaksir) yang meminimumkan jumlah kuadrat nilai sisa (sum of squared residuals).

2. Perbaikan secara iteratif memilih taksiran awal dan kemudian membiarkan program komputer memperhalus penaksiran tersebut secara iteratif.

Sebagai contoh untuk keperluan estimasi maka model ARIMA (2,1,0) diubah menjadi:

Nilai estimasi parameter , diperoleh dengan menyelesaikan perhitungan berikut:

(2,20)

2.7.6 Uji Diagnostik

Uji diagnostik yaitu memeriksa atau menguji apakah model telah dispesifikasi secara benar atau apakah telah dipilih p, d, dan q yang benar.

Berikut beberapa cara yang digunakan untuk memeriksa model:

1. Jika model dispesifikasi dengan benar, maka kesalahannya harus random atau merupakan suatu proses antar error tidak berhubungan, sehingga fungsi autokolerasi dari kesalahan tidak berbeda dengan nol secara statistik. Jika tidak demikian, spesifikasi model yang lain perlu diduga dan diperiksa. Jika pemeriksaan ini menyimpulkan bahwa kesalahannya random, spesifikasi model yang lain bisa juga diduga dan diperiksa untuk dibandingkan dengan spesifikasi benar yang pertama.

2. Dengan menggunakan modified Box-Pierce (Ljung-Box) Q statistic untuk menguji apakah fungsi autokorelasi kesalahan semuanya tidak berbeda dari nol. Rumusan statistik itu adalah:

(2.21) dengan,

Q = hasil perhitungan statistik Box-Pierce

n = banyaknya data asli

rk = nilai koefisien autokorelasi time lag k

m = jumlah maksimum time lag yang diinginkan

Jika model cukup tepat, maka statistik Q akan berdistribusi χ2

. Jika nilai Q

lebih besar dari nilai tabel Chi-Square dengan derajat kebebasan m-p-q dimana p

dan q masing-masing menunjukkan orde AR dan MA, model dianggap memadai. Sebaliknya apabila nilai Q lebih kecil dari nilai pada tabel Chi-Square, model

belum dianggap memadai. Apabila hasil pengujian menunjukkan model belum memadai, analisis harus diulangi dengan mengikuti langkah-langkah yang ada selanjutnya dengan model yang baru.

3. Dengan menggunakan t statistik untuk menguji apakah koefisien model secara individu berbeda dari nol. Seperti halnya dalam regresi, ciri model yang baik adalah jika semua koefisien modelnya secara statistik berbeda dari nol. Jika tidak demikian, variabel yang ada pada koefisien tersebut seharusnya dilepas dan spesifikasi dengan model yang lain diduga dan diuji. Jika terdapat banyak spesifikasi model yang lolos dalam uji diagnostik, yang terbaik dari model itu adalah model dengan koefisien lebih sedikit (prinsip parsimony).

4. Mempelajari nilai sisa (residual) untuk melihat apakah masih terdapat beberapa pola yang belum diperhitungkan. Nilai sisa (galat) yang tertinggal sesudah dilakukan pencocokan model ARIMA diharapkan hanya merupakan gangguan acak. Oleh karena itu, apabila autokorelasi dan parsial dari nilai sisa diperoleh, diharapkan akan ditemukan model yang tidak ada autokorelasi yang nyata dan model yang tidak ada parsial yang nyata.

2.7.7 Peramalan dengan Model ARIMA

Apabila model memadai maka model tersebut dapat digunakan untuk melakukan peramalan. Sebaliknya, apabila model belum memadai maka harus ditetapkan model yang lain yang lebih tepat.

Dokumen terkait