• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahan yang digunakan adalah benih kubis bunga (Brassica oleracea var. italica) asal Amerika Serikat dan benih sawi hijau (B. rapa var. parachinensis), kubis cina (B. rapa f. annua), pakchoy putih (B. rapa subsp. chinensis) dan pakchoy (B. rapa subsp. chinensis) asal Malaysia yang diperoleh dari koleksi Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Tanjung Priok, Propinsi DKI Jakarta dan dari toko pertanian di Kabupaten Karimun, Propinsi Kepulauan Riau, kertas hisap steril, agar-agar kentang dekstrosa (ADK), agar-agar ekstrak malt (AEM), agar-agar czapek dox ekstrak khamir (ACDEK) , agar-agar-agar-agar czapek dox ekstrak khamir sukrosa 20% (ACDEK 20%), agar-agar czapek dox (ACD), nutrient agar (NA), nutrient broth (NB), air steril, tisu steril NaOCl 1%, alkohol 70% dan 96%, karet gelang steril, cotton bud steril, syringae steril, tabung mikro steril dan plastik steril.

Alat

Peralatan yang digunakan adalah laminar, autoklaf, mikroskop portabel Dino-Lite AM2111 Series, mikroskop stereo Olympus SZ30, mikroskop kompon Nikon Eclipse 80i, Mesin PCR Gene Amp PCR System 9700, alat elektoforesis Mupid Exu, perangkat visualiasi gelas objek Biostep Darkhood DH-10.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Laboratorium Patologi Balai Uji Terap Teknik dan Metode Karantina Pertanian (BUTTMKP) Badan Karantina Pertanian Indonesia mulai bulan Juli 2014 sampai Juli 2015.

Metode Penelitian Metode blotter test

Pengujian dilakukan dengan sterilisasi permukaan (NaOCl 1% selama 3 menit, dibilas dengan air suling steril 3 kali lalu dikeringanginkan di atas tisu steril dalam laminar) dan tanpa sterilisasi permukaan. Setiap pengujian masing-masing menggunakan 100 benih dan ditanam sebanyak 25 benih per cawan yang telah diberikan 5 kertas hisap yang telah dilembapkan dengan air steril. Benih diinkubasi selama 14 hari pada suhu ruang (27-30 °C). Pengamatan dilakukan terhadap daya berkecambah, persentase infeksi cendawan terhadap benih maupun kecambah dengan rumus sebagai berikut:

Daya berkecambah = ∑ benih berkecambah

x 100%

9

Persentase infeksi = ∑ benih terinfeksi

x 100%

∑ benih yang diinkubasi

Isolasi cendawan dan bakteri

Cendawan diisolasi dengan menyentuhkan ujung jarum ose yang telah ditempelkan sedikit ADK pada koloni cendawan yang tumbuh pada permukaan benih atau kecambah lalu dibiakkan dalam media ADK pada suhu ruang (27-30 °C). Biakan murni cendawan disimpan dalam cawan dan agar miring ADK pada suhu 18 °C.

Bakteri diisolasi dengan memasukkan daun kecambah (kotiledon) bergejala cokelat, bercak kebasahan ke dalam tabung mikro yang berisi 1 mL air steril lalu diinkubasikan 4 jam agar oose bakteri keluar berdifusi ke dalam air steril tersebut. Tabung mikro diguncang menggunakan tangan sebanyak 24 kali lalu dengan menggunakan jarum ose suspensi bakteri tersebut digoreskan pada media NA dengan sistem kuadran. Bakteri yang tumbuh dengan karakter koloni berbeda dari setiap kelompok benih dimurnikan dengan menggoreskannya pada media NA yang baru.

Biakan murni bakteri diuji respons hipersensitif (HR) pada daun tembakau sebagai seleksi awal terhadap isolat bakteri yang diduga patogen. Suspensi bakteri dibuat dengan menambahkan 10 mL air steril ke dalam cawan yang berisi biakan murni bakteri umur 48 jam pada media NA. Koloni bakteri dilepas dari media dan diaduk dengan menggunakan gelas objek steril. Suspensi bakteri sebanyak ±1 mL diinfiltrasikan pada permukaan bawah daun tembakau menggunakan syringae steril tanpa jarum, untuk kontrol digunakan air steril. Infiltrasi untuk setiap isolat bakteri dan kontrol diulang 3 kali. Reaksi positif terlihat jika pada bagian daun yang diinfiltrasi suspensi bakteri terjadi nekrosis dalam 24–48 jam (Wick 2010). Isolat bakteri yang menunjukkan respons hipersensitif digunakan untuk pengujian patogenisitas.

Biakan murni bakteri yang bereaksi disimpan pada agar miring NA, dalam tabung mikro yang berisi air steril steril lalu disimpan pada suhu 4 °C, serta dalam tabung mikro yang berisi NB + gilserin 40% (disimpan pada -20 °C) yang digunakan untuk pengujian selanjutnya.

Pengujian patogenisitas cendawan

Pengujian patogenisitas cendawan dilakukan terhadap setiap isolat cendawan dengan karakter pertumbuhan berbeda yang diisolasi dari setiap contoh benih yang diuji menggunakan metode blotter test. Benih disterilisasi permukaan dengan NaOCl 1% selama 3 menit, dibilas dengan air steril sebanyak 3 kali lalu dikeringanginkan di atas tisu steril dalam laminar. Benih tersebut ditanam pada ADK yang berisi biakan murni cendawan berumur 7 hari sebanyak 40-60 benih untuk setiap cendawan (20 benih/cawan) dan untuk kontrol benih ditanam pada ADK tanpa biakan cendawan. Selanjutnya benih diinkubasi selama 14 hari pada suhu ruang dengan meletakkan cawan tanpa tutup di dalam plastik steril untuk mempertahankan kelembapan.

Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah benih yang tidak berkecambah, kecambah nekrosis maupun kecambah mati untuk menentukan

10

persentase infeksi sebagai dasar penetuan patogenisitas dari cendawan tersebut. Rumus perhitungan persentase infeksi sebagai berikut:

Persentase infeksi =

∑ benih tidak berkecambah, kecambah

nekrosis atau mati x 100%

∑ benih yang diinkubasi Identifikasi cendawan

Cendawan diidentifikasi berdasarkan karakter koloni dan morfologi dengan bantuan mikroskop stereo dan kompon dan membandingkan karakter tersebut dengan menggunakan buku kunci identifikasi yaitu Compendium of Soil Fungi (Domsch et al. 1980), Dematiaceous Hyphomycetes (Ellis 1971), Pictorial Atlas of Soil and Seed Fungi. Second Edition (Watanabe 2002), The Coelomycetes: Fungi Imperpecti with Pycnidia, Acervuli, and Stromata (Sutton 1980), Phoma Identification Manual: Differentiation of Specific and Infra-specific Taxa in Culture (Boerma et al. 2004).

Untuk Pengamatan karakter koloni isolat cendawan dibiakkan pada media ADK, AEM, ACDEK, ACDEK20%, dan ACD berdasarkan genus cendawan yang diperoleh, diinkubasi selama 6-7 hari, selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap warna, bentuk dan ukuran koloni. Untuk pengamatan morfologi cendawan terlebih dahulu ditanam pada blok agar ADK atau AEM menggunakan modifikasi metode Riddle (1950) lalu diinkubasi selama 4 hari. Pengamatan dilakukan terhadap bentuk maupun ukuran bagian-bagian cendawan yang menjadi ciri dalam identifikasi cendawan tersebut.

Pengujian patogenisitas pada bakteri

Penghitungan kerapatan bakteri. Sebanyak 3 lup koloni bakteri yang berumur 24 jam ditambahkan ke dalam 10 mL air steril diguncang menggunakan tangan sebanyak 24 kali lalu diencerkan dengan faktor pengenceran 10-5 dan 10-6. Sebanyak 0.1 mL suspensi bakteri dari setiap faktor pengenceran tersebut disebar pada cawan yang berisi NA. Jumlah koloni yang tumbuh dihitung pada 24-48 jam setelah inkubasi sebagai nilai kerapatan bakteri dalam satuan CFU mL-1

Inokulasi dan pengamatan gejala. Benih disterilisasi permukaan dengan NaOCl 1% selama 3 menit, dibilas dengan air steril sebanyak 3 kali, lalu dikeringanginkan di atas tisu steril dalam laminar. Sebanyak 50 benih (25 benih/cawan) tersebut ditanam pada 5 lembar kertas hisap steril lalu diinkubasikan selama 6 hari. Inokulasi dilakukan terhadap kecambah yang sehat dengan menusuk daun kecambah menggunakan jarum syringae steril yang telah diolesi koloni bakteri berumur 48 jam (metode stubbing) dan membasahi bagian tepi daun kecambah yang telah digunting (metode clipping) dengan suspensi bakteri dengan kerapatan 107-108 CFU mL-1 menggunakan cotton bud steril. Untuk kontrol daun luka inokulasi hanya dilembapkan dengan air steril steril. Selanjutnya diinkubasi selama 2 hari pada suhu ruang dengan meletakkan cawan tanpa tutup di dalam plastik steril untuk mempertahankan kelembapan (modifikasi metode Gracelin et al. 2012; Bila et al. 2013).

11 Inokulasi pada tanaman berumur 20 hari setelah semai dengan menggunakan metode clipping. Inokulasi dilakukan dengan memotong bagian pinggir daun (5 tanaman/isolat) menggunakan gunting yang telah dicelup dengan suspensi bakteri, untuk kontrol menggunakan air steril.

Inokulasi juga dilakukan pada produk Brassicaceae yang diperoleh dari supermarket yaitu kubis bunga, caisim, sawi manis dan pakchoy dengan metode stubbing. Produk tersebut dibagi menjadi 3 bagian, disterilisasi permukaan dengan alkohol 70% selama 5 detik, NaOCL 1% selama 5 detik, dibilas dengan air steril 3 kali, lalu dikeringanginkan di atas tisu steril dalam laminar. Produk Brassicaceae dilukai menggunakan tusuk gigi steril pada bagian batang, tangkai daun, dan bunga (untuk kubis bunga), lalu 100 µL suspensi bakteri dimasukkan ke dalam luka inokulasi tersebut, untuk kontrol menggunakan air steril.

Pengamatan dimulai 2 hari setelah inokulasi dengan menghitung jumlah kecambah/tanaman/produk tanaman yang bergejala nekrosis pada bagian yang diinokulasi untuk menentukan patogenisitas isolat bakteri tersebut, dengan rumus sebagai berikut:

Persentase terinfeksi = ∑ kecambah/tanaman/produk bergejala

x 100%

∑ kecambah/tanaman/produk yang diamati

Reisolasi. Reisolasi hanya dilakukan terhadap kecambah hasil uji patogenisitas. Sebanyak 4-5 daun kecambah yang bergejala pada uji patogenisitas baik metode stubbing dan clipping dimasukkan ke dalam tabung mikro yang berisi air steril lalu diinkubasikan selama 4 jam pada suhu ruang agar oose bakteri keluar berdifusi ke dalam air steril tersebut. Tabung mikro diguncang menggunakan tangan sebanyak 24 kali lalu dengan menggunakan jarum ose, suspensi bakteri tersebut digoreskan pada media NA dengan sistem kuadran. Koloni bakteri yang tumbuh dimurnikan dengan menggoreskannya pada media NA yang baru. Bakteri hasil reisolasi dipelihara dan disimpan dengan cara yang telah diuraikan sebelumnya.

Identifikasi Bakteri

Identifikasi bakteri dilakukan secara fenotipik maupun genotipik terhadap isolat bakteri yang digunakan untuk menginokulasi dan isolat bakteri yang diperoleh dari hasil reisolasi. Adapun tahapan identifikasi sebagai berikut:

Pengujian Gram dengan KOH 3% dan pewarnaan. Satu tetes KOH 3% dicampur dan diaduk dengan satu lup isolat bakteri. Isolat bakteri termasuk dalam kelompok Gram negatif jika campuran tersebut membentuk lendir. Hasil pengujian tersebut dikonfirmasi dengan pewarnaan Gram. Jika hasil pewarnaan bakteri berwarna ungu sampai hitam kebiruan maka bakteri tersebut termasuk kelompok bakteri Gram positif sedangkan bakteri yang berwarna merah termasuk kelompok bakteri Gram negatif (Schaad et al. 2001).

Pengujian pembentukan endospora. Lapisan tipis bakteri dibuat dengan mencampur koloni bakteri dengan satu tetes air steril pada gelas objek lalu dikering anginkan. Preparat digenangi dengan larutan malakit hijau (5%

12

berat/volume) selama 10 menit dan dibilas dengan air mengalir lalu dikeringkan. Preparat digenangi dengan pewarna safranin 0.5% (b/v) selama 15 detik dan dicuci dengan air mengalir selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan tisu steril. Preparat diamati dengan perbesaran 1000x. Sel bakteri berwarna merah dan spora berwarna hijau (Schaad et al. 2001).

Pengujian pertumbuhan anaerobik. Setiap isolat bakteri yang membentuk endospora diinokulasikan dengan menggunakan jarum ose ke dalam 2 tabung reaksi yang berisi media Hugh and Leifson. Salah satu tabung untuk setiap isolat ditutup dengan parafin cair setebal 5 mm lalu diinkubasikan selama 48 jam. Perubahan warna media dari berwarna hijau atau biru menjadi kuning pada kedua tabung reaksi menunjukkkan reaksi positif untuk pertumbuhan anaerobik/bersifat fermentatif (Schaad et al. 2001).

Pengujian reaksi oksidase. Kit reaksi oksidase diteteskan pada kertas saring steril. Setelah itu biakan murni bakteri yang akan diuji diambil menggunakan jarum ose lalu dicampur pada tetesan kit reaksi tersebut. Perubahan warna menjadi ungu menandakan isolat bakteri yang diuji bersifat oksidatif.

Pengujian PCR dan sikuensing. Sebanyak 4-5 koloni bakteri berumur 48 jam dimasukkan ke dalam tabung mikro 1.5 mL yang berisi 100 µ L aquabides steril dengan menggunakan tip pipet mikro dan dihomogenkan. Hasil campuran selanjutnya diinkubasi dalam penangas air pada suhu 95 °C selama 1 menit selanjutnya digunakan sebagai cetakan DNA, modifikasi metode Rahma (2013).

Amplifikasi gen 16S rRNA dengan teknik PCR menggunakan pasangan primer universal 27F (5’-AGA GTT TGA TCM TGG CTC AG -3’) dan primer

1492R (5’-CGG TTA CCT TGT TAC GAC TT -3’) (Galkiewicz dan Kellogg

2008). Volume total reaksi PCR adalah 50 µl yang terdiri dari: 25 μl Dream Taq Green PCR master mix, masing-masing 2 μl primer 27F dan primer 1492R, 19 μl ddH2O, dan 2 μl cetakan DNA.

PCR dilakukan dengan menggunakan Automated Thermal Cylcler (Gene Amp PCR System 9700) pada kondisi satu siklus predenaturasi pada suhu 95 °C selama 5 menit, 35 siklus yang terdiri dari tahap denaturasi DNA pada suhu 95 °C selama 1 menit, tahap penempelan primer ke DNA target pada suhu 55 ᵒC selama 1 menit, dan tahap pemanjangan DNA pada suhu 72 °C selama 2 menit, 1 siklus

pemanjangan DNA pada suhu 72 °C selama 10 menit yang diakhiri pada suhu 4 °C untuk penyimpanan.

DNA hasil PCR dielektroforesis pada gel agarosa 1.5% yang dilarutkan dalam TAE 1x. Sebanyak 5 µL marker DNA 1 kb (Thermo scientific) dan 10 µL DNA hasil PCR masing-masing dimasukkan ke dalam sumuran gel agarosa dan dielektroforesis pada 50 volt, selama 50 menit. Selanjutnya gel tesebut divisualiasi menggunakan Biostep Darkhood DH-10.

Untuk mengetahui urutan basa setiap isolat bakteri dilakukan sikuensing di PT. Genetika Science lalu hasilnya diolah menggunakan software BioEdit dan program BLAST pada website: www.ncbi.nlm.nih.gov untuk menentukan spesies bakteri berdasarkan homologi DNA bakteri dengan DNA yang terdapat pada pangkalan data.

13

HASIL

Metode Blotter Test dan Isolasi

Pada penelitian ditemukan lima genus cendawan yang ditemukan pada benih yang diuji. Cendawan paling banyak ditemukan pada benih pakchoy putih, yaitu Aspergillus hitam, Aspergillus hijau, Curvularia dan Phoma sedangkan pada benih sawi hijau hanya ditemukan cendawan Aspergillus hitam. Hampir semua cendawan tumbuh dari benih dalam keadaan mati yang menunjukkan cendawan tersebut mampu menyebabkan turunnya persentase daya berkecambah dan kematian benih. Pada daun kecambah yang tumbuh dari benih diuji juga ditemukan gejala berupa bercak cokelat dan bercak kebasahan yang diduga akibat infeksi bakteri. Gejala bercak cokelat ditemukan pada semua kecambah sedangkan gejala bercak kebasahan tidak ditemukan pada kecambah pakchoy putih (Tabel 2). Kemampuan berkecambah benih, persentase infeksi cendawan, insidensi gejala bercak cokelat dan bercak kebasahan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 2 Cendawan dan gejala infeksi pada benih atau kecambah Brassicaceae

pada uji blotter test Benih

Jenis cendawan dan gejala yang ditemukan/keadaan benih:

AHT AHJ CU PH CH BC BK H M H M H M H M H M H M H M Kubis bungaa - - - + + - - - - - + - + - Sawi hijaub - - + - - - - - - - + - + - Kubis cinab + + - + + + - - - - + - + - Pakchoy putihb + + + + - + - + - - + - - - Pakchoyb - + + - - - - - + - + - + -

aAsal Amerika Serikat, bAsal Malaysia, H: Benih dalam keadaan hidup (berkecambah), M: Benih dalam keadaan mati +: Ditemukan, -: Tidak ditemukan, AHT: Aspergillus hitam, AHJ: Aspergillus hijau, CU: Curvularia, PH: Phoma, CH: Chaetomium, BC: Bercak cokelat, BK: Bercak kebasahan Tabel 3 Infeksi cendawan dan insidensi bercak cokelat serta bercak kebasahan

Benih Daya

berkecam bah (%)

Persentase infeksi atau insidensi (%)

AHT AHJ CU PH CH BC BK T S T S T S T S T S T S T S T S Kubis bungaa 97 97 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 4 8 11 7 Sawi hijaub 88 89 0 0 0 4 0 0 0 0 0 0 9 16 1 7 Kubis cinab 90 88 8 1 0 2 2 1 0 0 0 0 18 18 3 3 Pakchoy putih b 9 14 3 1 5 3 4 0 2 0 0 0 0 4 0 0 Pakchoy b 90 91 1 1 0 4 0 0 0 0 1 0 8 5 13 4

aAsal Amerika Serikat, bAsal Malaysia; T: Tanpa sterilisasi permukaan, S: Sterilisasi permukaan, AHT: Aspergillus hitam, AHJ: Aspergillus hijau, CU: Curvularia¸ PH: Phoma, CH: Chaetomium, BC: Bercak cokelat, BK: Bercak kebasahan

14

Benih kubis bunga dan sawi hijau yang tidak disterilisasi bebas dari cendawan tetapi terdeteksi gejala bercak cokelat dan bercak kebasahan. Benih kubis bunga dan sawi hijau tersebut mempunyai daya berkecambah yang relatif lebih tinggi dibandingkan benih kubis cina, pakchoy putih dan pakchoy yang terinfeksi cendawan, dan bergejala bercak cokelat serta bercak kebasahan. Daya berkecambah benih pakchoy putih yang tidak disterilisasi paling rendah dengan persentase infeksi cendawan paling tinggi. Cendawan pada benih yang tidak disterilisasi dapat merupakan cendawan kontaminan, akan tetapi tetap berdampak merugikan pada pertumbuhan awal tanaman Brassicaceae karena dapat menurunkan persentase daya berkecambah. Cendawan tersebut tumbuh pada permukaan benih, menginfeksi sampai jaringan dalam sehingga benih tersebut membusuk.

Meskipun benih yang disterilisasi tidak bebas dari cendawan, akan tetapi mempunyai persentase daya berkecambah yang relatif lebih tinggi dan persentase infeksi yang relatif lebih rendah dibandingkan benih yang tidak disterilisasi. Begitu pula dengan jenis cendawan yang menginfeksi benih yang disterilisasi relatif lebih sedikit dibandingkan jenis cendawan yang menginfeksi benih yang tidak disterilisasi. Benih kubis bunga yang disterilisasi diinfeksi oleh cendawan isolat Aspergillus hijau dan Curvularia memiliki persentase daya berkecambah paling tinggi, sedangkan benih pakchoy putih memiliki persentase daya berkecambah paling rendah dengan persentase infeksi cendawan isolat Aspergillus hitam dan Aspergillus hijau relatif tinggi (Tabel 3).

Selain sebagai kontaminan, cendawan isolat Aspergillus hitam, Aspergillus hijau, dan Curvularia juga terbukti mampu menginfeksi ke dalam jaringan benih. Cendawan kontaminan pada permukaan benih maupun cendawan yang berada di dalam jaringan benih dapat menurunkan persentase daya berkecambah. Sterilisasi permukaan dapat mengurangi kontaminasi oleh cendawan pada permukaan benih sehingga dapat mengurangi persentase infeksi. Gejala bercak cokelat dan bercak kebasahan muncul pada daun kecambah Brassicaceae sehingga tidak dipengaruhi oleh sterilisasi permukaan.

Tanda dari lima spesises cendawan yang tumbuh pada benih atau kecambah dalam uji blotter test ditampilkan pada Gambar 2. Gejala bercak cokelat yang terdeteksi daun kecambah (kotiledon) Brassicaceae banyak terdapat pada bagian tepi daun kecambah berbentuk seperti setengah lingkaran atau lingkaran hampir penuh sedangkan gejala bercak kebasahan berbentuk tidak teratur dan selalu terdapat pada bagian tengah daun kecambah (Gambar 3).

Gambar 2 Tanda cendawan yang tumbuh pada uji blotter test: Aspergillus hitam (1), Aspergillus hijau (2), Curvularia (3), Phoma (4), dan Chaetomium (5)

15

Gambar 3 Gejala: Bercak cokelat (1-3), bercak kebasahan (4-6) Pengamatan morfologi koloni bakteri

Terdapat 19 isolat bakteri yang diisolasi dari daun kecambah bergejala bercak cokelat dan 4 isolat bakteri yang diisolasi dari gejala bercak kebasahan, dengan karakter morfologi koloni sebagaimana yang ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4 Karakter morfologi koloni bakteri

Benih/kode gejala Kode isolat Bentuk koloni Warna koloni Pinggiran koloni Berlendir/tidak berlendir Elevasi Kubis bunga Bercak cokelat

3.1 Bundar Putih Bergelombang Tidak berlendir Timbul

rata 3.3 Bundar Putih-krem Bergelombang Tidak berlendir Seperti

kawah Sawi hijau Bercak cokelat 5.1 Bundar Putih-transparan

Rata Tidak berlendir Timbul

rata 5.2 Bundar Putih-krem Bergelombang Tidak berlendir Seperti

kawah

5.3 Bundar

Krem-kuning kecokelatan

Bergelombang Tidak berlendir Timbul rata

5.4 Bundar Putih-krem Bergelombang Tidak berlendir Timbul

rata

5.5 Bundar Putih Bergelombang Tidak berlendir Timbul

rata

5.6 Bundar Putih Bergelombang Tidak berlendir Timbul

rata

5.8 Bundar

Kuning-keemasan

Rata Berlendir Cembung

5.9 Bundar Putih Bergelombang Tidak berlendir Timbul

16 Lanjutan Tabel 4… Benih/kode gejala Kode isolat Bentuk koloni Warna koloni Pinggiran koloni Berlendir/tidak berlendir Elevasi

5.10 Bundar Putih Rata Tidak berlendir Rata

Kubis cina Bercak cokelat

9.1 Bundar Putih Bergelombang Tidak berlendir Timbul

rata 9.2 Bundar Putih-krem Bergelombang Tidak berlendir Seperti

kawah

9.3 Bundar Putih Rata Tidak berlendir Rata

9.4 Bundar Putih-krem Bergelombang Tidak berlendir Timbul

rata Bercak

kebasahan

9.1.ws Bundar Putih Bergelombang Tidak berlendir Timbul

rata Bercak

kebasahan

9.6.ws Bundar Kuning Rata Berlendir Cembung

Pakchoy putih Bercak cokelat

11.1.P Bundar Putih-krem Bergelombang Tidak berlendir Seperti kawah

11.2.k Bundar Putih Bergelombang Tidak berlendir Timbul

rata Pakchoy

Bercak cokelat

12.1 Bundar Putih Bergelombang Tidak berlendir Timbul

rata 12.2 Bundar Putih-krem Bergelombang Tidak berlendir Timbul

rata Bercak

kebasahan

12.1.ws Bundar Putih Bergelombang Tidak berlendir Timbul

rata 12.2.ws Bundar Putih-krem Bergelombang Tidak berlendir Timbul

rata Semua isolat bakteri mempunyai koloni yang berbentuk bundar dan tidak berlendir (non mucoid), warna koloni umumnya putih, putih-krem dengan pinggiran bergelombang. Elevasi koloni bakteri umumnya timbul rata, membentuk cincin sehingga terlihat seperti kawah.

Dua puluh tiga isolat bakteri yang diperoleh selanjutnya diuji respons hipersensitif (HR) dan diperoleh 5 isolat, yaitu 3.3, 5.2, 9.1, 9.2, 11.1.P yang mampu menginduksi HR yang membentuk gejala luka kebasahan pada bagian daun tembakau yang diinfiltrasi suspensi bakteri. Selanjutnya bagian daun tersebut mengalami nekrosis pada 1 sampai 2 hari setelah inkubasi. Isolat bakteri yang menginduksi HR adalah bakteri yang diisolasi dari daun kecambah yang bergejala bercak cokelat (Gambar 4).

17

Gambar 4 Respons hipersensitif isolat bakteri 3.3 dan 5.2 (1 hari setelah inokulasi) berupa gejala luka kebasahan

Uji Patogenisitas Cendawan

Gejala yang diamati pada uji patogenisitas menggambarkan hampir tidak ada benih berkecambah sehat (Tabel 5).

Tabel 5 Uji patogenisitas cendawan pada benih Brassicaceae Benih/

Kode isolat

Jumlah benih uji (biji)

Persentase benih (%) Infeksi (%) BS TB BN BM Kubis bunga Aspergillus hijau 60 0 48.4 28.3 23.3 100.0 Curvularia 40 0 0 87.5 12.5 100.0 Sawi hijau Aspergillus hijau 60 0 98.3 0 1.7 100.0 Kubis cina Aspergillus hitam 80 0 96.3 1.2 2.5 100.0 Aspergillus hijau 60 0 98.3 0 1.7 100.0 Curvularia 80 2.5 37.5 3.8 56.2 97.5 Pakchoy putih* Curvularia 60 0 6.7 40.0 53.3 100.0 Aspergillus hijau 60 0 95.0 3.3 1.7 100.0 Phoma 60 0 86.6 6.7 6.7 100.0 Aspergillus hitam 60 0 98.3 0 1.7 100.0 Pakchoy Chaetomium 80 6.2 32.5 38.8 22.5 93.8 Aspergillus hitam 40 0 100.0 0 0 100.0 Aspergillus hijau 80 3.7 96.3 0 0 96.3

*Uji patogenisitas cendawan yang ditemukan pada benih pakchoy putih menggunakan benih pakchoy, BS: Benih berkecambah sehat, TB: Benih mati tidak berkecambah, BN: Benih berkecambah dan mengalami nekrosis, BM: Benih berkecambah lalu mati.

18

Persentase infeksi cendawan isolat Aspergillus hitam, Aspergillus hijau, Curvularia dan Phoma pada pengujian patogenisitas mencapai 100%, sedangkan persentase infeksi Chaetomium 93.8%. Gejala infeksi cendawan isolat Aspergillus hitam, Aspergillus hijau dan Phoma paling banyak adalah benih mati tidak berkecambah sedangkan gejala infeksi cendawan isolat Curvularia dan Chaetomiun yang paling banyak adalah benih berkecambah dan mengalami nekrosis (Tabel 5).

Benih yang mati tidak berkecambah ditutupi oleh massa miselia cendawan dan jika dibuka lalu ditekan benih akan hancur karena telah membusuk. Benih yang tumbuh menjadi kecambah juga dapat mengalami nekrosis akibat serangan cendawan sehingga seperti plumula, radikula menguning. Nekrosis lebih lanjut dapat menyebabkan kecambah menjadi mati (Gambar 5).

Identifikasi Cendawan

Isolat cendawan yang ditemukan: Aspergillus hitam, Aspergillus hijau, Curvularia, Phoma dan Chaetomium secara berurutan diidentifikasi sebagai Aspergillus niger, A. flavus, Curvularia lunata, Phoma lingam dan Chaetomium globosum. Cendawan P. lingam yang ditemukan pada benih pakchoy putih merupakan salah satu patogen penting pada tanaman Brassicaceae, cendawan ini memiliki miselium aerial, berwarna krem atau kuning kecokelatan dan berubah menjadi cokelat kehitaman dengan bertambahnya umur cendawan, membentuk piknidia pada benih atau biakan, berwarna cokelat, memiliki satu atau beberapa leher papila yang mengeluarkan eksudat konidia berwarna merah jambu, konidia berbentuk lonjong. Karakter morfologi dan koloni dari 5 spesies cendawan dapat dilihat pada Gambar 6-10.

Gambar 5 Gejala pada uji patogenisitas benih mati tidak berkecambah akibat: Aspergillus hijau (1), Aspergillus hitam (2); Benih berkecambah lalu mengalami nekrosis akibat: Curvularia (3), Phoma (4), Chaetomium (5). Benih berkecambah lalu mati akibat: Curvularia (6), Phoma (7), Chaetomium (8)

19

Gambar 7 Morfologi Aspergillus niger: kepala konidia radial terbagi (1), vesikel bundar seluruh permukaannya ditutupi fialid (2), permukaan

Dokumen terkait