Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah benih jagung varietas Lamuru yang termasuk varietas tahan kekeringan dan memiliki produktivitas tinggi bila ditanam di lahan kering, pupuk Urea, SP-36 dan KCL untuk menambah kandungan hara di lahan. Disamping itu digunakan pula pupuk kandang, pestisida (Dithane M-45, Ridomil 35 – SD, Decis 2,5 EC).
Pengairan lahan dengan air yang berasal dari embung menggunakan mesin pompa, kemudian air dialirkan melalui pipa-pipa sebagai bentuk penyederhanaan saluran irigasi yang biasa digunakan petani di sekitar lokasi penelitian. Pipa-pipa yang terpasang sejajar dengan enam alur (furrow) pada masing-masing blok perlakuan yang telah terbentuk di lahan percobaan akan digunakan sebagai saluran irigasi sederhana dengan debit yang keluar di masing-masing mulut pipa sebesar 3 liter detik-1.
Data cuaca berupa suhu, radiasi, kelembaban, kecepatan angin dan curah hujan sebagai faktor yang berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang akan digunakan dalam analisis hasil penelitian diperoleh dari data stasiun klimatologi yang terletak sekitar 500 m dari lahan percobaan.
12
Lokasi
Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan (KP) milik Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Tenggara Timur dengan ketinggian tempat 20 m diatas permukaan laut (dpl) dengan posisi 105° 14' 12" BT dan 123° 50' 533" LS. Penelitian dilakukan dari bulan Juni hingga Okober 2012. Lokasi tersebut dipilih karena merupakan salah satu daerah di Indonesia yang termasuk kategori lahan kering beriklim kering.
Rancangan Penelitian
Berdasarkan variabel perlakuan yang digunakan dalam pengaturan pemberian dosis irigasi dan pemangkasan daun bawah tanaman jagung maka rancangan yang digunakan adalah rancangan faktorial acak kelompok terpisah (Split plot design). Petak utama (PU) : Pengurangan Air irigasi terdiri 3 taraf yaitu : dosis irigasi (DI) 100% yakni pemenuhan 100% total kebutuhan air tanaman, DI 80 dan 60% yang masing-masing merupakan bentuk pengurangan 20 dan 40% dari total kebutuhan air tanaman selama pertumbuhan. Sedangkan perlakuan pada anak petak (AP) terdiri 3 taraf yakni pemangkasan 6 daun di bawah tongkol (P6), pemangkasan 3 daun di bawah tongkol (P3) dan tanpa pemangkasan daun (P0). Percobaan akan dilakukan dengan 3 ulangan untuk masing-masing perlakuan. Pelaksanaan percobaan total menggunakan 9 PU dengan perlakuan pengurangan irigasi, yang kemudian dibagi menjadi 27 AP pada saat tanaman memasuki fase pembungaan dengan perlakuan pemangkasan daun. Tiap PU terdiri dari 6 lajur tanam sepanjang 32 m, jarak antar masing-masing PU 1.2 m, lebar PU 6.0 m, sehingga dibutuhkan lahan untuk percobaan dengan luas total 2.304 m2.
Jarak tanam yang diterapkan adalah 0.8 x 0.2 m, sehingga populasi AP adalah 300 tanaman. Pengambilan contoh akan dilakukan tiap 7 hari. Perkiraan umur tanaman 120 hari. Per AP sampling diambil 2 atau 3 tanaman secara acak per minggu setelah perlakuan pemangkasan dilaksanakan, dan disediakan tanaman tambahan sebagai pengganti tanaman yang digunakan sebagai contoh (bila perlu).
Pemberian irigasi akan dilakukan dengan interval waktu 14 hari dan pemangkasan daun dilakukan dengan ditandai bunga jantan (tasseling) 80% sudah muncul atau 21 hari setelah bunga betina (silking) keluar.
Model linear yang dipakai dalam rancangan ini adalah sebagai berikut :
Yijk =μ +βi + Dj + Eij + Pk + (DP)jk + Eijk
i = 1, 2, 3 j = 1, 2, 3 k = 1, 2, 3 dimana :
Yijk merupakan nilai pengamatan pada kelompok ke -i dengan dosis irigasi ke –j dan pemangkasan daun ke -k; Μ adalah rata-rata umum; βi adalah pengaruh kelompok ke -i; Dj adalah pengaruh dosis irigasi ke - j; Eij adalah pengaruh galat petak utama; Pk adalah pengaruh perlakuan pemangkasan daun ke –k; JPjk adalah Pengaruh interaksi dosis irigasi ke – j dengan perlakuan pemangkasan daun ke-k; dan Eijk adalah pengaruh galat anak petak.
13 Perbedaan pengaruh masing-masing perlakuan pengurangan irigasi dan pemangkasan daun di uji menggunakan uji Beda nyata terkecil (BNT).
Pelaksanaan Penelitian Tahap Persiapan
Kegiatan pada tahap pesiapan ini dibedakan atas beberapa bagian antara lain:
Penentuan Lokasi
Pemilihan dan penentuan lokasi penelitian sudah dilakukan dari bulan April yang diawali koordinasi dengan instansi terkait (BPTP NTT). Penentuan Lokasi didasari beberapa hal penting antara lain dekat dengan sumber air, berada pada hamparan terbuka dan kondisi iklim yang sesuai dengan topik penelitian.
Pengolahan Lahan
Lahan penelitian diawali dengan mengolah tanah dengan menggunakan mesin pembajak berupa traktor dengan kedalam 15 sampai 20 cm. Pengolahan lahan dimulai sejak bulan Mei 2012, kondisi tanah saat itu sudah mulai kering, sehingga memudahkan traktor untuk mengolahnya. Pengolahan lahan dilakukan beberapa kali tahapan antara lain: (i) Membalikkan tanah; (ii) Menghancurkan tanah; (iii) Menggusur tanah untuk mendapatkan kemiringan lahan yang baik; (iv) Merotari atau mencincang ulang tanah yang sudah digusur.
Penanaman
Kegiatan penanam dilakukan sehari setelah penjenuhan/pengairan. Jarak tanam yang digunakan adalah 80 x 20 cm dengan populasi per lubang masing-masing 2 biji dan panjang alur yang ditanami 32 meter.
Pemupukan
Pupuk yang diberikan adalah N dosis 90 hingga 120 kg ha-1. P2O5 30 sampai 45 kg ha-1. Dan K2O 0 sampai 25 kg ha-1. Kebutuhan dan dosis pupuk tersebut dapat dikonversikan dengan pupuk Urea 30 kg ha-1. SP-36 100 kg ha-1, dan KCL 100 kg ha-1. Pemupukan dilakukan sebanyak 3 tahap yaitu: SP-36, KCL dan Urea diberikan sebanyak 100 kg sebagai pupuk dasar. Pemupukan susulan pertama yaitu pemberian pupuk urea, dilakukan pada minggu ke 4 sambil melakukan pembumbunan. Pemupukan susulan kedua yaitu pupuk urea diberikan pada minggu ke enam. Pemupukan dilakukan dengan cara menabur pada lubang yang dibuat sedalam 10 cm dengan jarak 10 cm dari lubang tanaman lalu ditutup dengan tanah.
Pemeliharaan Tanaman
Untuk memperoleh pertumbuhan tanaman jagung dapat dilakukan dengan memelihara tanaman dengan cara penjarangan dilakukan setelah tanaman berumur 2 minggu dengan memotong salah satu tanaman yang pertumbuhannya
14
yang jelek dengan gunting atau pisau dan diitinggalkan 1 tanaman. Pada waktu yang sama dilakukan transplanting sebagai pengganti tanaman yang tidak tumbuh.
Pengukuran
Kegiatan pengukuran dibedakan atas beberapa bagian antara lain: Pengukuran Irigasi
Pengukuran data irigasi dilakukan pada tahap awal penjenuhan sebagai dasar atau pembanding dengan pengukuran berikutnya. Sistim pengukuran yang dilakukan yakni dengan mengukur debit air pada masing-masing mulut pipa atau langsung mengukurnya di pipa induk yang langsung berhubungan dengan pompa air.
Pengurukuran Unsur Cuaca
Pengukuran unsur cuaca dilakukan dengan menggunakan instrumentasi yang ada di stasiun klimatologi milik BPTP NTT, yang berada dalam lokasi kantor dengan ketinggian 20 mdpl (meter di atas permukaan laut). yang ada di sekitar lokasi penelitian. Kondisi iklim mikro yang terjadi masih menggambar secara global atau bersifat umum. Nilai keseragaman tersebut dapat terukur secara otomatis oleh stasiun klimatologi di sekitar lokasi.
Data cuaca yang terukur dari stasiun klimatologi milik BPTP NTT digunakan untuk mengetahui keadaan unsur cuaca di lapangan terbuka, meliputi curah hujan, intensitas radiasi surya, suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin
Pengamatan pada unsur iklim mikro dalam pertanaman, setiap petak percobaan diamati parameter berikut:
Pengukuran intersepsi radiasi surya pada minggu ke 10 dan 11 setelah tanam dengan menggunakan Tube solarimeter yang diletakkan di atas dan di bawah tajuk tanaman. Jumlah energi radiasi surya yang diintersepsi (Int) dihitung dengan (Handoko 1994):
Qint = (1- τ) Qs dengan,
τ :Proporsi radiasi surya yang ditransmisi oleh tajuk tanaman yang dihitung dengan rumus:
τ = e-k ILD Qint : Radiasi intersepsi (MJ m-2)
Qs : Radiasi surya diatas tajuk tanaman atau terukur di stasiun klimatologi (MJ m-2)
k : Koefisien pemadaman tajuk ILD : Indeks luas daun
EPR yaitu perbandingan total radiasi surya yang menghasilkan bahan kering (senyawa organik) dengan total radiasi yang diintersepsi tanaman, yang dirumuskan sebagai berikut:
15
dimana :
EPR : efisiensi pemanfaatan radiasi surya (g MJ-1) Biomassa : bahan kering (kg)
Qint : total radiasi yang diintersepsi oleh tanaman (MJ)
Beberapa data yang tidak tersedia diduga dengan menggunakan persamaan regresi polynomial.
Unit Panas (Heat Unit)
Unit panas adalah faktor lingkungan yang paling penting, yang memiliki kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan tanaman jagung. Kontribusi tersebut termasuk perkembangan dari akar, batang dan daun. Tanaman tidak bisa berkembang dari satu tahap ke tahap lanjut berikutnya tanpa menerima unit panas yang diperlukan. Unit panas dapat dihitung dengan persamaan
dengan T adalah suhu udara selama fase pertumbuhan, T0 adalah suhu dasar, untuk jagung suhu dasarnya 10 OC.
Agronomi Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman diukur mulai dari leher akar hingga ujung daun tertinggi dengan menggunakan meteran. Pada tanaman sampel dipasang patok standar sebagai pedoman pengukuran.
Jumlah Daun
Jumlah daun merupakan daun yang telah terbuka sempurna. Perhitungan pertama dilakukan 4 MST dengan interval seminggu sekali sampai populasi tanaman jagung telah berbunga sebanyak 75% (8 MST).
Luas Daun
Luas daun dalam penelitian ini diukur dengan rumus A = P x
dimana :
A : Luas daun (cm2)
: Lebar helai daun rata-rata (cm) P : Panjang daun (cm)
16
Pengukuran dilakukan pada daun tanaman jagung per minggu dari awal hingga akhir masa tanam (8 MST). Daun yang diukur luasnya adalah 3 daun paling tengah (daun ke 7, ke 8, dank ke 9) lalu dihitung rata-ratanya. Lebar helai daun rata-rata dapat diperoleh dengan cara menghitung rata-rata dari replika daun yang dibuat di kertas milimeter blok dengan resolusi 1 x 1 mm.
Indeks luas daun (ILD)
Indeks luas daun (ILD), yaitu nisbah antara luas daun (A) dengan luas lahan yang dinaungi. ILD dapat menggambarkan kemampuan tanaman menyerap radiasi matahari untuk proses fotosintesis, dihitung dengan rumus :
Analisis Pertumbuhan Tanaman
Laju Pertumbuhan Tanaman (LPT), Laju Pertumbuhan Relatif (LPR), Laju Asimilasi Bersih (LAB) dapat dihitung menggunakan rumus (Agung, 2004) Berikut.
Laju Asimilasi Bersih rata-rata (LAB) mingguan, yang dihitung menurut rumus
yaitu laju pertambahan bahan kering total tanaman per satuan luas daun per satuan waktu rata-rata periode mingguan yang menggambarkan laju fotosintesis bersih (kapasitas tanaman mengakumulasi bahan kering) per satuan luas daun per satuan waktu rata-rata periode mingguan,
Laju Tumbuh Tanaman rata-rata (Crop Growth Rate) mingguan, yang dihitung menurut rumus:
LTT menggambarkan laju pertambahan bahan kering total tanaman per satuan luas lahan per satuan waktu rata-rata periode mingguan yang menggambarkan peningkatan bobot kering total tanaman per satuan luas lahan per satuan waktu ratarata periode mingguan.
Keterangan :
W1 : bobot kering tanaman pada t1 W2 : bobot kering tanaman pada t2 A1 : luas daun tanaman pada t1 A2 : luas daun tanaman pada t2
t1 : pengamatan awal dari periode pengamatan mingguan t2 : pengamatan berikutnya dari periode pengamatan mingguan
17 Skenario Pemberian Air Irigasi
Pemberian air irigasi pada tanaman jagung diatur dalam beberapa tahap berdasarkan fase perkembangan tanaman (Tabel 1) yaitu : (i) vegetatif pertama (umur tanaman 1 sampai 3 MST) maka pemberian air irigasi berdasarkan evapotranspirasi tanaman (crop evapotranspiration, ETc) kumulatif tanaman perharinya yang didukung oleh nilai Net irigasi depth (NID); (ii) vegetatif kedua, tanaman berumur antara 4 sampai 7 MST, dengan mengikuti nilai Etc dan NID; (iii) pembungaan, tanaman berumur antara 8 sampai 10 MST. Dengan mengikuti nilai ETc dan NID; dan (iv) pembentukan biji, tanaman berumur antara 11 sampai 15 MST dengan mengikuti nilai ETc dan NID.
Perhitungan waktu irigasi melewati beberapa tahap antara lain: a) Menghitung waktu irigasi dalam jam dengan cara mengalikan masing-masing perlakuan dosis irigasi (100, 80 dan 60%) dengan volume irigasi satuan m3 (meter kubik) dan disingkat dalam istilah NID kemudian dibagi besarnya debit irigasi. Hasil perhitungan tersebut di konversi ke dalam satuan mm; b) Hasil perhitungan tersebut di atas kemudian dibagi dalam satuan jam, namun terlebih dahulu dikonversi ke dalam menit; c) Hasil dari tahap kedua (b) ditambahkan dengan waktu inisiasi awal yang dikonversi ke dalam detik, maka didapatlah hasil lama waktu pengairan dalam satuan jam; d) untuk mendapatkan hitungan dalam menit maka hasil dari tahap (c) dikonversi ke dalam menit.
Pengaturan pemberian dosis irigasi 100, 80 dan 60%
Penelitian lapangan yang dilakukan adalah menyederhanakan saluran irigasi induk yang semula berupa bahan dinding saluran induk dipakai papan kemudian digantikan dengan pipa paralon sebanyak satu lembar yang sekaligus sebagai saluran induk (Gambar 1). Pipa paralon yang 1 lembar dibuat lubang bercabang enam sesuai jumlah saluran furrow. Pipa paralon pada bagian tengah dibuat cabang yang langsung tersambung ke mesin pompa air, dengan perantara selang plastik, dengan demikian volume air yang keluar dari mesin sampai ke pipa paralon tidak mengalami kehilangan air karena tidak ada kebocoran, sehingga air yang terdistribusi ke 6 lubang cabang, dan cenderung stabil dan merata debit airnya.
Dalam menentukan dosis irigasi sebelum terdistribusi ke masing-masing furrow, terlebih dahulu dikuantifikasi sesuai dengan dosis yang telah ditentukan dan mengacu pada metode FAO (Doorenbos dan Pruit 1975).
Tabel 1 Skenario pemberian irigasi tanaman dengan interval pemberian 14 hari Fase pertumbuhan Kebutuhan irigasi neto Lama irigasi (menit)
(m3/luas lahan) (menit)
100% 80% 60% 100% 80% 60%
Periode vegetatif pertama 2.9 2.3 1.8 14 13 12 Periode vegetatif kedua 5.9 4.7 3.5 18 16 15
Periode pembungaan 8.8 7 5.3 22 19 17
Pembentukan biji 9.8 7.8 5.9 23 20 18
18
Gambar 1 Saluran irigasi sederhana, menggunakan papan (kiri) dan menggunakan pipa paralon (kanan)
Metode ini mempertimbangkan berbagai komponen fisik lapangan seperti karakteristik tanah (Lampiran 1) termasuk kepadatan tanah, kapasitas lapang ketersedian air tanah, permeabilitas dan komponen tanaman, seperti kedalaman perakaran pada setiap fase tanaman. Data fisik tanah diukur dari hasil analisis tanah sebelum dilakukan penananam.
Penentuan interval pemberian air irigasi
Penentuan interval irigasi didasari pada kondisi klimatologi, dimana komponen yang harus diukur adalah unsur curah hujan, suhu, kelembaban, kecepatan angin dan radiasi matahari. Unsur-unsur tersebut dianalisis untuk mendapatkan nilai evapotranspirasi perharinya dan dikalikan nilai koefisien tanaman setiap fase perkembangan tanaman, sehingga dapat diduga besar kehilangan air pada tanaman dalam satu siklus baik fase vegetatif maupun pada fase generatif. Akumulasi besarnya nilai evapotranspirasi yang terjadi perharinya, tidak boleh melebihi dari nilai NID karena dapat menyebabkan tanaman mengalami titik layu permanen atau stress air. Besarnya nilai evapotrasnpirasi yang terjadi dapat dihitung dengan dibuat skenario, kira-kira seberapa besar evaportanspirasi yang terjadi selama 7, 10, 12 dan 14 hari. Interval irgasi 14 hari diterapkan dalam penelitian ini karena diduga masih mampu memenuhi kebutuhan air tanaman.
Pemangkasan daun
Perlakuan pemangkasan daun pada tanaman jagung dibuat 3 taraf perlakuan yakni tanpa pemangkasan (P0), pemangkasan 3 daun (P3) dan Pemangkasan 6 daun (P6) di bawah tongkol. Perlakuan ini dilakukan pada saat tanaman memasuki fase generatif dimana proses pertumbuhan sudah stagnan atau sudah terhenti, sehingga tidak menggangu pertumbuhan tanaman. Daun yang dipangkas dimulai dari bagian bawah tepatnya diatas daun jagung sudah kering, dan dihitung sampai tiga atau enam daun ke bagian atas.
19 Umur berbunga
Umur berbunga ditentukan setelah 75% atau lebih dari populasi tanaman telah berbunga. Berbunganya tanaman ditandai dengan tanaman berubah fase vegetatif ke fase generatif disusul dengan mekarnya bunga jantan sebanyak 75%.
Panen
Pemanenan tanaman dilakukan dengan menggunakan kriteria masak fisiologis, dimana panen tanaman dilakukan jika daun luar sudah berwarna kuning kering yang ditandai biji dalam tanam jagung mengeras. Kemudian diukur secara bertahap sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan.
Produksi per tanaman
Produksi pipilan kering (kadar air 13 hingga 14%) pertanaman dihitung dengan membagikan produksi per plot dengan jumlah tanaman per plot tanpa mengikutsertakan tanaman dan hasil tanaman jagung pada barisan terluar.
Produksi per hektar
Produksi pipilan kering per hektar merupakan proyeksi dari produksi pipilan kering pertanaman yaitu dengan mengalikan produksi pertanaman dengan populasi tanaman jagung per hektar. Dalam penelitian ini, produktivitas tanaman hasil perlakuan pengurangan irigasi dan pemangkasan daun dibandingkan juga degan produktivitas tanaman hasil budidaya petani yang menerapkan irigasi dengan cara menggelontorkan air untuk menggenangi lahan budidaya tanaman jagung di lahan kering.
Efisiensi Pemanfaatan Air dan Irigasi
Efisiensi pemanfaatan air (EPA) didefinisikan sebagai hasil produksi tanaman per unit penggunaan air tanaman. Sedangkan Efisiensi pemanfaatan air irigasi (EPAI) adalah hasil produksi tanaman per unit air irigasi yang dipasok selama musim pertumbuhan,yang dapat dihitung dengan persamaan berikut.
yang dinyatakan sebagai g m-3 air, evapotranspirasi merupakan jumlah total air yang diuapkan selama musim pertumbuhan dari awal tanam hingga tanaman dipanen yang dihitung dengan persamaan: ETc = ETp X kc dimana ETc adalah
Crop Evapotranspiration (evapotranspirasi tanaman), ETp adalah Potential Evapotranspiration (evapotranspirasi potensial) dan kc adalah crop coefficient
20
(koefisien tanaman). Untuk EPAI, irigasi merupakan total air yang dipasok melalui irigasi selama pertumbuhan tanaman.