• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian dilakukan dalam 4 tahap, yaitu Tahap 1 adalah Ekstraksi Propolis. Tahap 2 adalah Uji I yaitu Uji Laboratorium yang terdiri dari Uji Fitokimia secara kualitatif, Uji Zat Gizi vitamin dan mineral dan Uji Antioksidan dengan menggunakan DPPH, Uji Analisis Komponen Aktif Propolis Indonesia dan Propolis Brasil menggunakan KCKT dengann PDA dan KG-SM dan Uji Sitotoksik terhadap sel tumor payudara MCF 7. Tahap 3 adalah Uji II yaitu Uji Eksperimental dengan menggunakan hewan coba untuk mengukur toksisitas Propolis Indonesia. Sedangkan Tahap 4 adalah Uji III yaitu Uji Klinis pada pasien kanker payudara.

4.2.Bahan yang digunakan

Propolis Indonesia yang digunakan dalam penelitian berasal dari peternakan lebah Wonosobo yang merupakan daerah pegunungan dan lebah yang diternakan adalah lebah Apis melifera sedangkan tumbuhan habitatnya adalah Pinus sp., Camelia sinensis dan Calliandra sp.. Propolis dikumpulkan dari bulan Februari sampai Juni.

Propolis Brasil yang akan dipakai sebagai pembanding berasal dari peternakan lebah di Minas Gerais Brasil yang merupakan daerah pegunungan, lebah yang diternakan adalah lebah Apis melifera, tumbuhan habitatnya adalah

Baccharis Dracunculifolia dan Eucalyptus sp., Propolis dikumpulkan dari bulan November sampai Maret.

Klasifikasi lebah madu Apis melifera yang menghasilkan propolis adalah sebagai berikut (Sarwono 2007)

Dunia : Animalia

Filum : Artropoda (binatang beruas ruas) Subfilum : Mandibula

Ordo : Hymenoptera Suku : Apidae Marga : Apis

Jenis : Apis melifera Ligusta

4.3. Waktu dan Tempat

Tahap 1 Ekstraksi Propolis dilakukan di Laboratorium Gizi Masyarakat dan Laboratorium Biokimia IPB Darmaga Bogor pada bulan Mei 2009. Tahap 2

(Uji I yaitu Uji Laboratorium): Uji Fitokimia dilakukan di Laboratorium Biokimia IPB Darmaga Bogor bulan Oktober 2009, Uji Vitamin dan Mineral dilakukan di Laboratorium Balai Besar Industri Agro Bogor A2010, Uji Antioksidan (DPPH) dilakukan di Laboratotium Analisis Pangan IPB Darmaga Bogor bulan April 2010, Uji Komponen Aktif Propolis Indonesia dan Brasil dilakukan di Laboratorium BA-BE Fakultas MIPA Departemen Farmasi UI Depok pada bulan Juli-Oktober 2009 dan di Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri pada bulan Maret 2010, Uji Sitotoksik terhadap sel kanker payudara MCF7 di Laboratorium Kultur Sel Pusat Teknologi Farmasi dan Medika BPPT (Badan Pusat Penelitian dan Teknologi) Serpong pada bulan September 2009.

Tahap 3( Uji II yaitu Uji Eksperimental dengan hewan coba) dilakukan di di Laboratorium Farmakologi FMIPA Departemen Farmasi UI Depok pada bulan September 2009. Tahap 4 (Uji III yaitu Uji Klinis) dilakukan di RS. Kanker Dharmais pada bulan Oktober 2010 – Maret 2011.

4.4. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan adalah langkah yang dipersiapkan jauh sebelum percobaan dilakukan, dalam penelitian ini rancangan percobaan dilakukan pada tahap 4 yaitu pada penelitian uji klinis. Unsur unsur rancangan percobaan mencakup unit percobaan, peubah respon dan perlakuan. Perlakuan adalah prosedur yang pengaruhnya hendak diukur dan dibandingkan dengan perlakuan lain (Steel & Torrie 1989) atau merupakan suatu prosedur yang diterapkan pada

unit percobaan (Mattjik & Sumertajaya 2006). Suatu perlakuan dalam penelitian tersusun dari beberapa faktor atau peubah bebas. Pada penelitian ini perlakuan yang dilakukan adalah pemberian kapsul plasebo (kontrol) tiga kali sehari dan propolis 300 mg sebanyak tiga kali sehari (900 mg).

Penelitian uji klinis ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap/RAL /Completely Randomized Design dengan pasien kanker payudara sebagai unit percobaannya dengan rumus sebagai berikut:

Yij = µ + ฀i + εij Keterangan:

Yij = peubah respon: CD8+, vitamin A, vitamin C, vitamin E, Zn, dan SOD µ = rataan umur peubah respon

฀i = pengaruh dari perlakuan ke-i (i=1: propolis Indonesia; i=2: plasebo) εij = galat pada unit percobaan ulangan ke-j yang mendapat perlakuan ke-i j = 1,2,...,15

Unit percobaan atau satuan percobaan adalah unit terkecil dalam suatu percobaan yang diberi suatu perlakuan (Mattjik & Sumertajaya 2006). Unit percobaan yang digunakan adalah pasien kanker payudara yang mempunyai kriteria inklusi sebagai berikut :

1. Menderita kanker payudara. 2. Berumur 25 – 60 tahun

3. Tidak sedang menjalani kemoterapi atau 4 minggu setelah kemoterapi selesai 4. Tidak sedang mengkonsumsi food suplement

5. Tidak menderita diabetes mellitus

Faktor dan Peubah Respon

Faktor adalah peubah bebas yang dicobakan dalam percobaan sebagai penyusun struktur perlakuan (Mattjik & Sumertajaya, 2006). dalam penelitian ini terdapat 1 faktor, yaitu faktor dosis Propolis Indonesia dengan kadar 900 mg (3x300) perhari dan plasebo/kontrol. Penelitian uji klinis ini terdiri dari 2 grup masing-masing 15 unit percobaan yaitu:

Grup 1 : unit percobaan yang mendapat plasebo (kontrol).

Grup 2 : unit percobaan yang mendapat Propolis Indonesia sehari 3x300 mg (900 mg)

Peubah respon atau peubah tidak bebas (dependent) merupakan peubah yang nilainya tergantung dari nilai faktor (peubah bebas). Peubah respon dari penelitian ini adalah : Kadar vitamin A, C, E, Zn, SOD dan CD8+ dalam darah.

Ulangan (jumlah subyek)

Salah satu prinsip dasar percobaan adalah harus adanya ulangan. Ulangan yaitu pengalokasian perlakuan tertentu terhadap beberapa unit percobaan pada kondisi yang seragam (Mattjik & Sumertajaya 2006).

Penentuan jumlah ulangan yang digunakan untuk mengukur peubah respon dilakukan melalui pendekatan dengan menggunakan rumus berikut ini

Keterangan : H o : μ = μo H 1 : μ = μo + d n = jumlah ulangan

Zα = nilai peubah acak normal baku sehingga P(Z>Zα) = α = 0,025 Zβ = nilai peubah acak normal baku sehingga P(Z>Zß>) = β = 0,025

d= perkiraan peningkatan kadar sitokin IL-2

σ= ragam kadar sitokin IL-2 dalam darah

Alasan menggunakan perhitungan ulangan berdasarkan sitokin IL2:

1. Tersedia informasi bahwa kadar sitokin IL-2 intraseluler pada pasien kanker dibawah normal yaitu 0-32.2 % (Nakayama 2000) sehingga dapat

dipakai untuk memperkirakan baku standar deviasi dari IL-2 yaitu 32:4=8 2. Pada penelitian ini biomarker dari imunitas selular yang diukur adalah

kadar CD8+ dalam darah yang mempunyai hubungan erat dengan sitokin IL2, sehingga minimal banyaknya ulangan (minimal subyek) didasarkan pada IL-2.

Berdasarkan rumus tersebut diperoleh jumlah ulangan (n) untuk setiap grup perlakuan sebanyak 10 orang. Dengan demikian jumlah unit percobaan yang diperlukan untuk 2 jenis kapsul adalah sebanyak 20 orang (2x10). Untuk mengantisipasi adanya drop out ditambah 50 %, maka secara umum diperlukan 30 orang penderita kanker payudara.

Setelah jumlah unit percobaan diperoleh, dilakukan pengacakan untuk menentukan unit percobaan dalam unit perlakuan yaitu pemberian kapsul plasebo dan pemberian kapsul propolis Indonesia 3x300 mg (900 mg)

Tujuan pengacakan adalah agar setiap unit percobaan memiliki peluang yang sama untuk memperoleh suatu perlakuan tertentu. Pengacakan perlakuan

pada unit-unit percobaan dapat menggunakan tabel bilangan acak, sistim lotere secara manual atau dapat juga menggunakan komputer (Mattjik & Sumertajaya, 2006).

Pengacakan perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini adalah melalui sistem lotere secara manual yang dilakukan sebagai berikut :

1. Disediakan kotak yang berisi nomor undian 1 sampai 30. 2. Pasien kanker payudara diseleksi agar masuk kriteria inklusi.

3. Pasien tidak datang langsung 30 orang. Kalau ada 1 atau 2 orang maka pasien disuruh mengambil nomor undian, kalau dapat nomor ganjil maka diberikan propolis Indonesia dan kalau dapat nomor genap maka diberikan plasebo.

4. Pada saat dilakukan pengundian, nomor genap/plasebo tercapai 15 orang terlebih dahulu, grup perlakuan baru mencapai 10 orang sehingga sisanya tidak perlu diundi lagi.

4.5. Tahapan Pengerjaan

4.5.1. Tahap1. Ekstraksi propolis

Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk seluruh penelitian adalah kurang lebih 5000 gram propolis kasar Apis Melliferayang berasal dari peternakan lebah di Wonosobo, etanol 70%, propilen glikol Dow, pereaksi-pereaksi uji fitokimia dan akuades. Alat-alat yang digunakan adalah shaker, rotavapor, spektrofotometer UV, mikropipet, neraca analitik, vortex dan beberapa alat gelas lainnya.

Propolis diekstraksi menggunakan metode Harborne (1987) dan Matienzo dan Lamorena (2004). Ekstraksi dilakukan secara maserasi dengan pelarut alkohol 70%. Sebanyak 200 gram bahan dasar propolis Apis melifera

yang berasal dari peternakan lebah di Wonosobo dengan 500 ml etanol 70%. Dimasukkan kedalam gelas erlenmeyer 1000 ml. Suspensi tersebut ditutup dan dikocok dengan shakerdi ruang gelap selama satu minggu. Setelah itu, suspensi tersebut disaring, filtratnya diambil dan residunya dimaserasi kembali.

Selanjutnya filtrat tersebut diambil setiap hari selama enam hari. Setelah enam hari, filtrat terakhir yang dihasilkan berwarna jernih dan teknik maserasi diakhiri (Gambar 5 dan Gambar 6)

Setelah seluruh filtrat hasil maserasi terkumpul, filtrat tersebut dipekatkan dengan menggunakan rotavapor pada suhu 40°C. Ekstrak pekat yang diperoleh ditimbang, ini adalah ekstrak propolis 100 %, kemudian ekstrak tersebut disimpan dalam refrigerator dalam botol berwarna gelap. Selanjutnya ekstrak tersebut dipakai untuk Uji laboratorium yang terdiri dari analisis fitokimia, uji zat bioaktif, uji zat gizi vitamin dan mineral, uji antioksidan, uji sitotoksik terhadap cell linekanker payudara (MCF7); uji toksisitas pada hewan dan uji klinis pada pasien kanker payudara.

Gambar 5. Pembuatan ekstrak propolis dari bahan dasar propolis 5000 gram bhn dasar propolis asal Wonosobo

Dimaserasi dengan alkohol 70% selama 7 + 6 hari

Dievaporasi, hasil ± 500 gram ekstrak propolis

I Uji Laboratorium

◦Uji fitokimia ◦ Uji zat bioaktif ◦ Uji zat gizi vit dan mineral

◦ Uji zat gizi antioksidan ◦ Uji sitotoksik cell line

◦ Uji zat bioaktif

II. Uji hewan

Uji toksisitas LD50 / keamanan propolis pada

mencit

III Uji klinis

Peningkatan kadar CD8+, SOD,Vit A,C,E dan Zn dalam

darah pasien kanker payudara

Pemekatan dengan

rotavapor

Gambar 6. Cara ekstraksi propolis

Endapan Maserasi dengan

pelarut etanol 70 % selama 7 hari

Propolis bersih Bahan dasar Propolis

Maserasi kembali selama 6 hari Filtrat diambil tiap hari Filtrat Ekstrak propolis Simpan dibotol gelap di refrigerator

4.5.2. Tahap 2. Uji I: Uji Laboratorium

4.5.2.1. Analisis Fitokimia (Metode Harborne 1987)

Analisis fitokimia merupakan uji kualitatif untuk mengetahui keberadaan golongan senyawa-senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak propolis. Analisis fitokimia dilakukan berdasarkan metode Harborne (1987). Identifikasi yang dilakukan adalah uji flavonoid dan senyawa fenolik, uji tanin, uji minyak atsiri, uji steroid/triterpenoid, uji saponin, uji alkaloid, uji glikosida dan uji gula pereduksi. Sampel propolis yang digunakan ialah ekstrak propolis Indonesia dan Propolis Brasil.

Uji Flavonoid dan Senyawa Fenolik

Sampel propolis dengan pengenceran 1:2 dilarutkan dalam metanol lalu dipanaskan pada suhu 50°C. Filtrat ditambah larutan NaOH atau asam sulfat pekat. Warna merah atau jingga yang terbentuk akibat penambahan NaOH menunjukkan adanya senyawa fenolik hidrokuinon dan warna merah akibat penambahan asam sulfat pekat menunjukkan adanya flavonoid. Pembanding yang digunakan adalah buah pinang.

Uji Tanin

Sampel propolis dengan pengenceran 1:10 ditambah 1:2 ml FeCl3 10%. Jika terbentuk warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin. Pembanding yang digunakan adalah daun teh.

Uji Minyak Atsiri

Sampel propolis dilarutkan dengan alkohol lalu diuapkan hingga kering. Jika berbau aromatis yang spesifik, maka sampel mengandung minyak atsiri.

Uji Steroid dan Triterpenoid

Sampel propolis dengan pengenceran 1:10 dipanaskan dalam etanol. Filtratnya

diuapkan lalu ditambah eter. Lapisan eter ditambah dengan pereaksi Lieberman Burchard(3 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat). Terbentuk warna hijau atau biru menunjukkan adanya steroid dan warna merah atau ungu menunjukkan adanya senyawa triterpenoid. Pembanding yang digunakan adalah kuning telur.

Uji Saponin

Sampel propolis dengan pengenceran 1:10 dikocok selama 5 menit. Busa yang terbentuk setinggi tidak kurang dari 1 cm dan tetap stabil setelah didiamkan selama 15 menit menunjukkan adanya saponin. Pembanding yang digunakan adalah buah klerak.

Uji Alkaloid

Sampel propolis dengan pengenceran 1:2 dilarutkan dalam kloroform dan 5 tetes amonia. Fraksi kloroform diasamkan dengan asam sulfat. Bagian asamnya diambil dan ditambahkan pereaksi Dragendrof, Mayer, dan Wagner. Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan merah dengan penambahan pereaksi Dragendrof, endapan putih dengan pereaksi Mayer, dan endapan coklat dengan pereaksi Wagner. Pembanding yang digunakan adalah daun tapak dara berbunga putih.

Uji Glikosida

Untuk menunjukkan adanya glikosida digunakan pereaksi Molisch. Sebanyak 2 ml ekstrak propolis dengan pengenceran 1:2 ditambah 2-3 tetes asam sulfat pekat dan dibiarkan selama 3 menit lalu ditambah pereaksi Molisch. Warna ungu kemerahan yang terbentuk menunjukkan adanya glikosida.

Uji Gula Pereduksi

Sampel propolis dengan pengenceran 1:2 dipanaskan sampai mendidih di dalam larutan 1 ml Fehling A dan 1 ml Fehling B lalu didinginkan. Endapan merah bata menunjukkan adanya gula pereduksi.

4.5.2.2.Uji Zat Gizi Vitamin dan Mineral Propolis dengan metode dari AOAC (Association of Official Analytical Chemist) dan SNI (Standar Nasional Indonesia)

Uji zat gizi vitamin dan mineral propolis secara kuantitatif dilakukan di Laboratorium BBIA (Balai Besar Industri Agro) Bogor sebagai berikut:

Vitamin A (retinol) dianalisa dengan metode HPLC/KCKT (AOAC 960.45). Vitamin B1 dianalisa dengan metode HPLC/KCKT (AOAC 968.27).

Vitamin B2 dianalisa dengan metode HPLC/KCKT (AOAC 970.65). Vitamin B6 dianalisa dengan metode HPLC/KCKT (AOAC 2004.07). Vitamin C dianalisa dengan metode HPLC/KCKT (AOAC 967.21). Vitamin E dianalisa dengan metode HPLC/KCKT (AOAC 960.45).

Natrium (Na) dianalisa dengan metode AAS (AOAC 985.35/59.1.14.2005). Kalsium (Ca) dianalisa dengan metode AAS (AOAC 985.35/59.1.14.2005). Magnesium(Mg)dianalisa dengan metode AAS (AOAC 985.35/59.1.14. 2005).

Besi (Fe) dianalisa dengan metode SNI.01-2896-1998, butir 5. Tembaga (Cu) dianalisa dengan metode SNI.01-2896-1998, butir 5.

Seng (Zn) dianalisa dengan metode SNI.01-2896-1998, butir 5. Mangan (Mn) dianalisa dengan metode SNI.01-2896-1998, butir 5.

4.5.2.3.Uji Antioksidan

Uji Antiradikal bebas DPPH (Kuboet al2002)

Larutan buffer asetat 100 mM (pH 5,5) sebanyak 1,5 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 2,85 ml etanol dan 0,15 ml senyawa radikal bebas DPPH (diphenyl picril hydrazil hydrate) 3 mM

dalam metanol lalu divorteks. Dua ratus mg ekstrak propolis yang dilarutkan dalam 4 ml etanol dimasukkan ke dalam larutan DPPH (3mM, 1ml). Campuran tersebut dikocok dan dibiarkan pada suhu kamar selama 30 menit dan diukur absorbansinya. Absorbansinya diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm. Untuk blanko digunakan 0.045 ml akuades sebagai pengganti sampel, sedangkan untuk kontrol DPPH diganti dengan metanol dan sampel diganti akuades. Penurunan absorbansi pada larutan yang berisi sampel menunjukkan adanya aktifitas scavenging atau aktifitas antioksidan. Sebagai standar digunakan vitamin C (Ascorbic Acid) dengan konsentrasi 0.025, 0.050, 0.100, 0.200, 0.400 μg/ml. Hasil akhir dinyatakan dalam konsentrasi μg/g AAE (Ascorbic Acid Equivalent Activity).

4.5.2.4. Uji Komponen Bioaktif Propolis

Uji komponen aktif Propolis dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan KCKT/HPLC dan KGSM/GCMS.

4.5.2.4.1. KCKT/HPLC

Komponen bioaktif dari propolis Indonesia dan Brasil dideteksi dengan cara sebagai berikut:

Konsentrasi CAPE dan Artepillin-C didalam sediaan dianalisis menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi dengan detektor PDA (Photo Diode Array), dengan menggunakan CAPE baku/standard dan Artepillin-C baku/standard.

Instrumen dan Peralatan

Mikropipet, KCKT dengan detektor PDA, sentrifugator, refrigerator, timbangan analitik, ultrasonik dan peralatan gelas.

Larutan Standar

Untuk larutan stok CAPE disiapkan menggunakan acetonitril, sedangkan untuk larutan stok Artepillin-C disiapkan menggunakan metanol. Kemudian disimpan dalam refrigerator. Larutan stok ini diencerkan dengan pelarut yang sesuai untuk nantinya dijadikan sebagai larutan standar.

Sistem Kromatografi

KCKT yang digunakan adalah Waters 2695 yang dilengkapi dengan

autosampler dan detektor PDA dengan kondisi sebagai berikut:

Kolom : C18 Shimpack 250 mm x 4.6 mm, 5μm, fase gerak : eluen A 0,1 % asam format dalam aquabidest, eluen B 0,08 % asam format dalam asetonitril (eluen A-eluen B = 40 : 60), laju alir : 1,0 ml/menit, volume injeksi : 50 μL, suhu kolom : 40°C, detektor : PDA, 330 nm, metode preparasi sampel dapat dilihat pada Gambar 7.

4.5.2.4.2. KGSM/GCMS

Analisis kromatografi gas ditampilkan berdasarkan temperatur yang ditemtukan, yaitu suhu pada kolom dipertahankan pada 60°C selama 2 menit lalu naik sanpai 170°C dengan kecepatan 3°C/menit. Lalu akhirnya, suhu akan naik sampai 250°C dengan kecepatan 3°C/menit dan suhu akan stabil pada 250°C selama 120 menit, untuk masing masing sampel. Penyuntikkan dilakukan pada suhu 220°C. Gas pembawa (helium) dengan kecepatan 10 ml/menit. Puncak yang terbentuk akan direkam untuk menghasilkan kromatogram.

4.5.2.5. Uji Sitotoksik terhadap Cell LineKanker Payudara (MCF7) Menggunakan Metode MTT (Mahardika 2004)

Sel MCF-7

Sel MCF-7 merupakan salah satu model sel kanker payudara yang banyak digunakan dalam penelitian. Sel tersebut diambil dari jaringan payudara seorang wanita Kaukasian berumur 69 tahun golongan darah O, dengan Rh positif, berupa sel adherent(melekat) yang dapat ditumbuhkan dalam media pe-

Divorteks 120 detik

Gambar 7. Metode preparasi sampel pada KC-KT

numbuh DMEM atau RPMI yang mengandung foetal bovine serum (FBS) 10% dan antibiotik Penicilin-Streptomycin 1%. Sel MCF-7 memiliki karakteristik antara lain resisten agen kemoterapi, mengekspresikan reseptor estrogen (ER +), overekspresi Bcl-2 dan tidak mengekspresikan caspase-3 Sel MCF-7 tergolong

cell line adherent yang mengekspresikan reseptor estrogen alfa (ER-α), resisten terhadap doxorubicin dan tidak mengekspresikan caspase-3

PM-3(3-[2-dimethyl-8-(3-methyl-2-butenyl)benzopyran]-6-propenoic

acid) yang diisolasi dari Propolis Brasil secara nyata menghalangi pertumbuhan dari sel kanker payudara manusia MCF-7 (Luo et al.2001)

400 mg sampel propolis + 20 ml metanol

Disonifikasi pada suhu 60°C selama 1 jam

Di-shakerselama 1 jam pada suhu kamar

Disentrifus selama 10 menit kecepatan 10000 rpm, lalu disaring

Sebanyak 50 μl diinjeksikan kedalam alat kromatograf

Alat:

Mikropipet 20, 200, 1000 μl, rabung reaksi kecil, rak tabung kecil, vorteks,

Conical tube

Bahan:

Stok sampel (10 mg) dalam eppendorf, DMSO, MK, PBS, 96-well plate, tisu makan (kotak), buangan untuk media bekas dan PBS

Langkah-Langkah Pengerjaan

Ambil sel dari inkubator CO2, amati kondisi sel. Gunakan kultur sel dalam kondisi 80% konfluen untuk dipanen. Panen sel sesuai dengan protokol panen kemudian hitung jumlah sel dan buat pengenceran sel dengan MK sesuai kebutuhan mengikuti protokol penghitungan sel.

Transfer sel ke dalam sumuran, masing-masing 100 μl. Setiap kali mengisi 12 sumuran, resuspensi kembali sel agar tetap homogen lalu sisakan 3 sumuran kosong (jangan diisi sel). Amati keadaan sel di mikroskop untuk melihat distribusi sel. Dokumentasikan (Foto). Inkubasi sel di dalam inkubator selama semalam (agar sel pulih kembali setelah panen) setelah itu. Perlakuan sel dengan sampel dilakukan setelah sel kembali dalam keadaan normal. Jika dalam waktu semalam kondisi sel belum pulih, inkubasikan kembali. Selalu amati kondisi sel sebelum perlakuan.

Setelah sel normal kembali, segera buat seri konsentrasi sampel untuk perlakuan (termasuk kontrol sel dan kontrol DMSO) sesuai dengan protokol preparasi sampel (protokol 9). Ambil plate yang telah berisi sel dari inkubator. Lalu buang media sel (balikkan plate 180° di atas tempat buangan, kemudian tekan platesecara perlahan di atas tisu makan untuk meniriskan sisa cairan).

Masukkan 100 μl PBS ke dalam semua sumuran yang terisi sel, kemudian buang PBS dengan cara membalik plate seperti no. 10. Tiriskan sisa cairan dengan tisu kemudian masukkan seri konsentrasi sampel ke dalam sumuran (triplo). Inkubasi di dalam inkubator. Lama inkubasi tergantung pada efek perlakuan terhadap sel. Jika dalam waktu 24 jam belum terlihat efek

sitotoksik, inkubasi kembali selama 24 jam (waktu inkubasi total: 24-48 jam). Menjelang akhir waktu inkubasi, dokumentasikan kondisi sel untuk setiap perlakuan (foto dahulu).lalu buang media sel, cuci PBS 1x (seperti pada no. 11), dan tambahkan reagen MTT 100 μl ke setiap sumuran, termasuk kontrol media (tanpa sel). Inkubasi sel selama 2-4 jam di dalam inkubator (sampai terbentuk formazan). Periksa kembali kondisi sel dengan mikroskop inverted. Jika formazan telah jelas terbentuk, tambahkan stopper SDS 10% dalam 0.1 N HCl. Pekerjaan tidak perlu dilakukan di dalam LAF hood.

Bungkus plate dengan kertas atau alumunium foil dan inkubasikan di tempat gelap (suhu ruangan) semalam. Lalu hidupkan ELISA reader, tunggu proses progressing hingga selesai. Buka pembungkus plate dan tutup plate. Masukkan ke dalam ELISA reader (posisi jangan terbalik). Baca absorbansi masing-masing sumuran dengan ELISA reader dengan λ=550-600 nm (595 nm, tekan tombol START). Matikan kembali ELISA reader. Simpan dan tempel kertas hasil ELISA pada LOG BOOK. Setiap kali pembacaan di ELISA reader, catat di buku catatan pemakaian ELISA READER. Yang terakhir buat grafik absorbansi (setelah dikurangi kontrol media) vs konsentrasi untuk melihat profil sel hidup.

Hitung persentase sel hidup dan analisis harga IC50 dengan Excell (Regresi linear dari log konsentrasi) atau SPSS (Probit/Logit).

Keterangan:

1. Kontrol negatif = sel + media. Kontrol DMSO = sel + % terbesar DMSO yang digunakan dalam MK. Persen DMSO terbesar dilihat dari konsentrasi DMSO dalam seri konsentrasi sampel yang paling pekat.

2. Stok MTT (5mg/ml).Timbang 50 mg sebuk MTT, larutkan dalam 10 ml PBS (dengan bantuan vortex). Reagen MTT untuk perlakuan (0.5 mg/ml)

฀ambil 1 ml stok MTT dalam PBS (5mg/ml), encerkan dengan MK ad 10 ml (untuk 1 buah 96 well plate). Gunakan sarung tangan! (MTT – karsinogenik).

3. Prosentase sel hidup = (Absorbansi perlakuan – Absorbansi kontrol media) x 100% (Absorbansi kontrol negatif – Absorbansi kontrol media)

4.5.3. Tahap 3. Uji II : Uji Eksperimental dengan Hewan Coba untuk Mengetahui Toksisitas (Keamanan) dari Propolis Indonesia (Weil 1952)

Penentuan LD50 dilakukan di laboratorium farmakologi MIPA UI Depok dengan menggunakan 20 mencit jantan dan 20 mencit betina turunan DDY yang dibagi menjadi 8 grup masing masing 5 ekor. Mencit diberikan propolis yang dilarutkan dalam propilen glikol dengan 4 macam dosis. Sediaan asli :1.0579 gram/ml diencerkan dengan larutan CMC dalam air sama banyak, ini disebut sebagai larutan dosis IV : 502.89 mg/ml, larutan dosis IV dilarutkan dalam larutan CMC 1:3 disebut larutan dosis III : 176.31 mg/ml, larutan dosis III diencerkan lagi dengan larutan CMC 1:3 disebut sebagai larutan dosis II : 58.77 mg/ml, larutan dosis II dilarutkan dalam CMC 1:3 disebut sebagai larutan dosis I : 19.59 mg/ml.

ρ = 1.0579 gram/ml

Sediaan asli : 1.0579 gram/ml 1:1 Dosis IV : 502.89 mg/ml 1:3 Dosis III : 176.31 mg/ml 1:3 Dosis II : 58.77 mg/ml 1:3 Dosis I : 19.59 mg/ml

Masing masing grup mencit diberikan larutan dosis I, II, III, dan IV jadi grup I jantan dan betina diberikan dosis I, grup II jantan dan betina diberikan dosis II, grup III jantan dan betina diberikan dosis III dan grup IV jantan dan

betina diberikan diberikan dosis IV, kemudian mencit diamati selama 24 jam, pengamatan meliputi :.

a. Gejala gejala toksik.

b. Jumlah hewan yang mati pada masing –masing kelompok uji. LD50 dihitung dengan cara sebagai berikut :

Log LD50 = log D +d (f+1) D = dosis terkecil d = log kelipatan dosis

r = lihat tabel, untuk n = 4, k = 3 Kisaran LD50 dihitung dengan cara : log LD50 + 2d.df.

Bila dari hasil percobaan komposisi hewan yang mati pada tiap kelompok tidak ada yang sama dengan yang ada ditabel, maka percobaan diulang dengan mengubah dosis sehingga didapat komposisi kematian yang sama.

Penentuan potensi ketoksisan akut berdasarkan LD50 adalah sebagai berikut: < 1 mg = sangat tinggi

1 – 50 mg/kg = tinggi 50 – 500 mg/kg = sedang 500 – 5000 mg/kg = sedikit toksis 5 – 15 g/kg = hampir tidak toksis >15 g/kg = relatif tidak berbahaya.

4.5.4.Tahap 4. Uji III : Uji Klinis

Uji Klinis dilakukan terhadap pasien kanker payudara yang datang berobat ke Rumah Sakit Kanker Dharmais.

Waktu dan Tempat

Uji Klinis dilakukan di RS. Kanker Dharmais pada bulan Oktober 2010 sampai Maret 2011.

Jumlah subyek yang digunakan

Uji klinis PI dilakukan pada 30 orang pasien, secara acak, dengan kontrol (plasebo). Uji klinis ini merupakan uji klinik fase II yaitu dilakukan pada orang

Dokumen terkait