• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode dan Teknik Analisis Data

BAB III METODE PENELITIAN

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan penulis dalam upaya menemukan kaidah dalam tahap analisis data adalah metode padan. Metode padan adalah metode penelitian yang alat penentunya berada di luar, terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa (language) yang bersangkutan (Sudaryanto 1993:13). Teknik merupakan jabaran metode yang ditentukan oleh alat yang dipakai. Fakta itu menunjukkan bahwa dalam berbicara tentang teknik, ihwal alat yang dipakai sangat penting untuk dibahas. Peneliti sendiri menggunakan teknik pilah unsur penentu atau teknik PUP sebagai teknik dasar di dalam penelitian ini. Adapun alatnya adalah daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh penelitinya (Sudaryanto, 1993:21). Sesuai dengan jenis penentu yang akan dipisah-pisahkan atau dibagi menjadi berbagai unsur itu maka daya pilah itu dapat disebut daya pilah referensial.

Contoh :

Paragraf 1 dan 2 pidato Soekarno (data 1) Paduka Tuan Ketua yang Mulia!

“Sesudah tiga hari berturut-turut anggota-anggota Dokuritu Zyunbi Tyoosakai mengeluarkan pendapat-pendapatnya, maka sekarang saya mendapat kehormatan dari Paduka tuan Ketua yang mulia untuk mengemukakan pula pendapat saya. Saya akan menetapi permintaan Paduka tuan Ketua yang mulia. Apakah permintaan Paduka tuan ketua yang mulia? Paduka tuan Ketua yang mulia minta kepada sidang Dokuritu Zyunbi Tyoosakai untuk mengemukakan dasar Indonesia Merdeka. Dasar inilah nanti akan saya kemukakan di dalam pidato saya ini.”

Maaf, beribu maaf! Banyak anggota telah berpidato, dan dalam pidato mereka itu diutarakan hal-hal yang sebenarnya bukan permintaan Paduka tuan Ketua yang mulia, yaitu bukan dasarnya Indonesia Merdeka. Menurut anggapan saya, yang diminta oleh Paduka tuan ketua yang mulia ialah, dalam bahasa Belanda "philosofische grondslag" dari pada Indonesia merdeka. Philosofische grondslag itulah pundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam- dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi. Hal ini nanti akan saya kemukakan, Paduka tuan Ketua yang mulia, tetapi lebih dahulu izinkanlah saya membicarakan, memberi tahukan kepada tuan-tuan sekalian, apakah yang saya artikan dengan perkataan "merdeka".

Contoh data (1) dianalisis dengan menggunakan teori implikatur dan tindak tutur yang dijadikan landasan teori pada penelitian ini. Tuturan pada data (1) akan dianalisis sebagai berikut:

Langkah pertama untuk menganalisis implikaturnya adalah menentukan makna dasarnya. Dalam menentukan makna dasar data (1) di atas, akan dijelaskan berdasarkan paragrafnya. Paragraf 1 dan 2 pidato di atas merupakan pembukaan dari pidato Soekarno, yang bermakna semua pendapat sebelumnya tentang pembahasan dasar Negara Indonesia belum tepat, dan beliau akan menyampaikan bahwa pidato beliau sudah tepat, sesuai dengan permintaan Paduka Yang Mulia/Saikoo Sikikan.

Langkah berikutnya adalah menentukan implikaturnya. Dan untuk dapat menentukan implikatur tuturan pada data (1), terlebih dahulu harus diketahui apakah tuturan pada data (1) mematuhi empat maksim percakapan yang dikemukakan Grice atau tidak. Nantinya akan dapat diputuskan bahwa apabila tuturan pada data (1) terbukti telah melanggar salah satu dari empat maksim Grice, maka tuturan pada data (1) memiliki implikatur.

Empat maksim percakapan tersebut adalah:

1. Maksim kuantitas mewajibkan setiap peserta pertuturan memberikan kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan bicaranya. Tuturan pada data (1) bersifat kooperatif karena participants yang dalam hal ini Presiden Soekarno sebagai pembicara, telah memberikan kontribusi yang secara kuantitas memadai atau mencukupi.

2. Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta pertuturan mengatakan hal yang sebenarnya dan berdasarkan bukti-bukti yang memadai. Tuturan pada data (1) tidak bersifat kooperatif karena tidak menuturkan hal yang sebenarnya dan berdasarkan bukti-bukti yang memadai. Maksud dan tujuan dari tuturan Presiden

Soekarno dalam pembukaan pidatonya adalah, ingin menyatakan bahwa anggota yang telah berpidato sebelumnya, belum mengutarakan hal-hal yang sebenarnya diminta oleh Paduka Tuan ketua tentang dasar negara Indonesia. Hal ini, merupakan pendapat Soekarno, dan belum ada bukti yang jelas, apakah benar bahwa pidato sebelumnya sudah atau belum tepat menurut Paduka Tuan Ketua. 3. Maksim relevansi mewajibkan setiap peserta pertuturan memberikan kontribusi

yang relevan dengan masalah pembicaraan. Tuturan pada data (1) memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah. Paragraf 1 dan 2 pidato di atas pastinya membicarakan hal yang sesuai dengan pembahasan pada waktu pidato tersebut disampaikan sehubungan dengan pembahasan dasar Negara Indonesia.

4. Maksim pelaksanaan mewajibkan setiap peserta pertuturan berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak taksa atau ambigu, dan tidak berlebih-lebihan serta runtut. Tuturan pada data (1) diungkapkan secara berlebih-lebihan. Dapat dipahami melihat penggunaan kata maaf beribu maaf, yang seharusnya cukup dengan mengucapkan kata maaf, sudah menjelaskan makna yang hendak beliau sampaikan.

Berdasarkan empat maksim percakapan di atas, maka dapat diputuskan bahwa tuturan pada data (1) memiliki implikatur karena terbukti telah melanggar dua dari empat maksim percakapan tersebut,yaitu maksim kualitas dan maksim pelaksanaan.

Selanjutnya, setelah diketahui bahwa tuturan pada data (1) memiliki implikatur maka penentuan implikatur dapat dilanjutkan dengan melihat penganutan prinsip kooperatifnya. Dalam membicarakan dasar Negara Indonesia pada sidang BPUPKI tersebut, ternyata Soekarno melihat bahwa pidato-pidato sebelumnya belum menyampaikan apa yang sebenarnya ingin didengarkan oleh

pihak Paduka Yang Mulia, sehingga ia menyampaikan apa yang dianggapnya sesuai dengan bahasan pada rapat tersebut. Dengan demikian, tuturan pada data (1) menganut prinsip kooperatif.

Langkah berikutnya adalah menentukan nilai evaluatifnya. Untuk menentukan nilai evaluatif tuturan pada data (1), dibutuhkan pengetahuan konteks dan nilai kultural.

Konteks:

Pada paragraph 1 dan 2 pidato soekarno di atas, dapat disimpulkan bahwa Soekarno sangat yakin bahwa pendapat-pendapat sebelumnya belum memberikan kontribusi tentang dasar Negara Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari sidang pertama BPUPKI yang sudah dilangsungkan selama tiga hari berturut-turut, dari tanggal 29 Mei sampai tanggal 1 Juni, belum membuahkan hasil atau kesepakatan tentang dasar negara Indonesia. Situasi psikologis pembicara (scene) dalam hal ini Presiden Soekarno pada hari ke empat dari sidang pertama BPUPKI tersebut, menginginkan kesatuan pikiran dari seluruh peserta rapat, untuk melahirkan dasar negara Indonesia. Setelah Presiden Soekarno menyampaikan pidatonya, dengan

keys yang berkobar-kobar, dan menyampaiakan pendapatnya dengan act sequence

yang berkenaan dengan pembahasan dalam sidang tersbut, maka tercetuslah dasar negara Indonesia yaitu pancasila, yang disetujui oleh seluruh peserta rapat yang redaksi dan urutannya sedikit berbeda, sesuai dengan kesepakatan anggota sidang tersebut.

Pertimbangan nilai evaluatifnya adalah bahwa pidato-pidato sebelum Soekarno dianggap tidak berbobot atau isinya tidak jelas. Simpulannya, impilkatur dari paragraf di atas adalah, bahwa Soekarno secara tidak langsung ingin mengatakan bahwa pidato-pidato sebelumnya tidak bermanfaat untuk

merumuskan dasar Negara Indonesia, yang pada saat itu merupakan hal yang sangat penting demi kelangsungan hidup bangsa Indonesia.

Austin mengatakan bahwa ada tiga macam tindak tutur yang terjadi secara bersamaan dalam sebuah tuturan, yaitu: (1) tindak ‘lokusi’ yang mengaitkan suatu topik dengan satu keterangan dalam ungkapan, serupa dengan hubungan ‘pokok’ dengan ‘predikat’ atau ‘topik’ dan penjelasan dalam sintaksis. (2) tindak ‘ilokusi’ yaitu suatu pengucapan atau suatu pernyataan, tawaran, janji pernyataan, dan sebagainya. Ini erat hubungannya dengan bentuk-bentuk kalimat yang mewujudkan suatu ungkapan. (3) tindak ‘perlokusi’ yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu.

Demikian pula halnya dengan data (1), dalam tuturan ini telah terjadi secara serentak tiga macam tindak tutur seperti yang dikemukakan oleh Austin. Lokusinya adalah suatu pernyataan yang menyatakan akan memberikan hal apa yang seharusnya disampaikan dalam sidang BPUPKI yang berkenaan dengan pembentukan dasar Negara Indonesia. Secara kultural, tuturan pada data (1) mempunyai daya ilokusi sindiran. Oleh sebab itu, apabila daya ilokusinya merupakan sindiran, maka daya perlokusinya adalah kesadaran. Dengan demikian, setelah seluruh anggota sidang mendengarkan tuturan pada data (1) anggota sidang yang lain akan menyadari bahwa mereka belum memberikan kontribusi yang jelas untuk pembentukan dasar Negara Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari respon anggota sidang pada saat Soekarno berpidato dan hasil akhir yang menunjukkan bahwa konsep dasar negara yang disampaikan oleh Presiden Soekarno diterima dengan sedikit perubahan urutan dan redaksi kata.

Searle (dalam Rani, 2004: 158) mengklasifikasikan tindak ilokusi berdasarkan maksud ke dalam lima kategori, yakni: (1) Representatif atau assertif yaitu ilokusi yang bertujuan menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan. (2) Direktif yaitu ilokusi yang bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur, misalnya memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat. (3) Komisif yaitu ilokusi yang terikat pada suatu tindakan pada masa depan, misalnya menjanjikan, menawarkan. (4) Ekspresif yaitu ilokusi yang bertujuan mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi, misalnya mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, menuduh, memuji, mengucapkan belasungkawa dan sebagainya. (5) Deklaratif yaitu menggambarkan perubahan dalam suatu keadaan hubungan, misalnya mengundurkan diri, membabtis, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan atau membuang, mengangkat (pegawai), dan sebagainya.

Berdasarkan lima kategori yang dikemukakan Searle tersebut, dapat dikatakan bahwa implikatur yang terkandung dalam tuturan data (1) termasuk ke dalam ilokusi ekspresif yaitu ilokusi yang bertujuan mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi yang dalam hal ini berupa sindiran kepada anggota sidang lainnya, karena pendapat yang mereka sampaikan sebelumnya tentang dasar negara Indonesia, belum dapat disetujui dan diputuskan sebagai dasar negara Indonesia.

BAB IV

Dokumen terkait