• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Deteksi Wajah

Dalam melakukan proses pengenalan wajah, pada objek yang ingin dikenali harus diketahui terlebih dahulu manakah yang merupakan region wajah dan mana yang tidak termasuk. Proses ini diperlukan agar proses pengenalan dapat dilakukan dengan lebih baik, karena tanpa adanya pembatasan mana yang wajah dan mana yang bukan wajah, proses pengenalan akan berjalan dengan tidak efektif pula, karena program akan melakukan pengenalan pada objek yang salah.

Universitas Kristen Petra

Gambar 2.14. Contoh Deteksi Wajah

Sumber : Santana, M. Castrill´on, et al., Cue Combination for Robust Real-Time Multiple Face Detection at different Resolutions. 2003. 10 Oktober 2006.

<http://mozart.dis.ulpgc.es/Gias/Publications/RobustFaceHeadDetection-eurocast2005.pdf >

Gambar 2.15. Contoh Kesalahan Deteksi Wajah

Sumber : Santana, M. Castrill´on, et al., Cue Combination for Robust Real-Time Multiple Face Detection at different Resolutions. 2003. 10 Oktober 2006.

<http://mozart.dis.ulpgc.es/Gias/Publications/RobustFaceHeadDetection-eurocast2005.pdf >.

Proses pada pengenalan memiliki kesamaan dengan proses pada deteksi, yakni memerlukan adanya training terlebih dahulu, namun tidak memerlukan adanya database yang besar karena hasil dari training bukan berupa format gambar melainkan dalam format teks (.txt).

Universitas Kristen Petra

Hambatan-hambatan umum dalam melakukan proses deteksi wajah terdapat berbagai macam, antara lain :

1. Membedakan antara saat memakai kacamata dan tidak memakai kacamata 2. Posisi wajah menengok ke atas, ke kiri, ke kanan, ke bawah.

3. Beberapa bagian wajah tidak terkena cahaya sedangkan bagian lain tidak

2.2.1. Haar Face Track

Haar adalah salah satu dari berbagai macam cara untuk mendapatkan region wajah dalam proses pendeteksian wajah. Metode Haar merupakan metode yang menggunakan statistical model (classifier).

Metode ini dikembangkan pertama kali oleh Viola dan Jones, lalu dianalisa dan dikembangkan oleh Lienhart. Metode ini menggunakan Haar-like features yang sederhana (dinamakan demikian karena menggunakan koefisien yang sama dengan perhitungan Haar wavelet transform) dan kumpulan boosted tree classifier sebagai model statistik.

2.2.1.1. Train pada Haar

Metode tipe statistik ini memerlukan 2 tipe gambar obyek dalam proses training yang dilakukan, yaitu

• Positive samples

Berisi gambar obyek yang ingin dideteksi, apabila ingin mendeteksi wajah maka positive samples ini berisi dengan gambar wajah, begitu pula dengan obyek lain yang ingin dikenali.

• Negative samples

Berisi gambar obyek selain obyek yang ingin dikenali, umumnya berupa gambar background (tembok, pemandangan, lantai, dan gambar lainnya). Resolusi untuk sampel negatif disarankan untuk memiliki resolusi yang sama dengan resolusi kamera.

Training dari Haar menggunakan dua tipe sampel di atas. Informasi dari hasil training ini lalu dirubah menjadi sebuah parameter model statistik.

Universitas Kristen Petra

2.2.1.2. Pendeteksian menggunakan Haar

Cara mendeteksi dari Haar ini adalah dengan cara melakukan pergeseran search window sebesar ukuran dari gambar obyek yang ditraining (contoh : 40x40), lalu akan dicek apakah region tersebut mirip dengan database training atau tidak. Haar juga memiliki kemampuan untuk mengenali obyek dengan berbeda ukuran, karena pada classifier terdapat kemampuan untuk melakukan scaling.

Gambar 2.16. Contoh Pendeteksian dan Scaling pada Haar

2.2.1.3. Sistem Kerja Algoritma Haar

Algoritma Haar menggunakan metode statistikal dalam melakukan pendeteksian wajah. Metode ini menggunakan simple haar-like features dan juga a cascade of boosted tree classifiers. Classifier ini menggunakan gambar berukuran tetap (umumnya berukuran 24x24). Cara kerja dari Haar dalam mendeteksi wajah adalah dengan menggunakan teknik sliding window berukuran 24x24 pada keseluruhan gambar dan mencari apakah terdapat bagian dari gambar yang berbentuk seperti wajah atau tidak. Haar juga memiliki kemampuan untuk melakukan scaling sehingga dapat mendeteksi adanya wajah yang berukuran lebih besar ataupun lebih kecil dari gambar pada classifier.

Tiap feature dari haar-like features didefinisikan pada bentuk dari feature, diantaranya koordinat dari feature dan juga ukuran dari feature tersebut. Macam-macam variasi feature haar adalah sebagai berikut

Universitas Kristen Petra

Gambar 2.17. Macam-macam variasi feature pada Haar

Sumber: Bradski, Gary, Kaehler, Adrian, and Pisarevsky, Vadim, Learning-Based Computer Vision with Intel's Open Source Computer Vision Library. 2005. Intel Corp. 10 Oktober 2006

<http://download.intel.com/technology/itj/2005/volume09issue04/art03_nanoand micro/vol09_art03.pdf >.

Tiap feature terbagi atas tiga bagian, yaitu bagian berwarna putih dan bagian berwarna hitam. Nilai dari haar-feature dihitung berdasarkan dari bobot penjumlahan pixel dari kedua tipe feature tersebut (Penjumlahan pixel pada bagian berwarna hitam dan penjumlahan pixel pada keseluruhan feature). Bobot dari kedua komponen tersebut lalu dinegatifkan (dikalikan dengan -1) dan untuk normalisasi, nilai mutlak dari perhitungan tersebut proporsional secara terbalik pada area yang ditentukan. Sebagai contoh pada feature hitam pada center-surround features bagian (b), bobot pada feature hitamnya adalah sebagai berikut weightblack = -9 x weightwhole-

Pada Classifier yang sebenarnya, terdapat banyak sekali feature yang digunakan, sehingga perhitungan langsung terhadap jumlah pixel pada banyak feature yang ditemukan akan menyebabkan proses pendeteksian menjadi lambat.

Masalah ini dapat diatasi dengan cara berikut, yaitu melalui cara yang diperkenalkan oleh Viola

Pada pecahan gambar, SAT (Summed Area Table), dihitung dari keseluruhan gambar I, dimana

Universitas Kristen Petra

SAT (X,Y) =

<

<X y Y x

y x I

,

) ,

( (2.60)

Jumlah pixel dari kotak

r = {(x,y),x0=x<x0+w, y0=y<y0+h} (2.61) bisa dihitung dengan menggunakan SAT hanya dengan menggunakan siku (corner) dari feature, berapapun ukurannya

RecSum(r) = SAT(x0+w,y0+h)-SAT(x0+w,y0)-

SAT(x0,y0+h)+SAT(x0,y0) (2.62)

Fungsi di atas digunakan untuk feature yang tidak terotasi, untuk feature yang terotasi, integral rotated-image terpisah harus digunakan. Nilai feature yang telah dihitung xi = wi,0RecSum(ri,0)+ wi,1RecSum(ri,1), lalu digunakan sebagai masukan dari penentu dari percabangan classifier

1. memiliki 2 cabang, yaitu

2. memiliki 3 cabang, yaitu

Dimana respon +1 berarti wajah, dan respon -1 berarti bukan wajah. Dalam setiap classifier, disebut juga weak classifier, tidak seberapa mampu untuk mendeteksi wajah, namun bereaksi terhadap feature sederhana yang berhubungan dengan wajah. Sebagai contoh pada banyak gambar wajah, mata lebih gelap daripada daerah sekelilingnya, seperti ditunjukkan pada Center Surround feature bagian (a), apabila fokus terdapat pada bagian mata, dan juga terskala dengan baik, maka respon balik dari persamaan sebelumnya akan besar (dengan asumsi weightblack<0)

Pada langkah selanjutnya, classifier yang kompleks dan kuat dibentuk dari beberapa classifer yang lemah (weak classifier) menggunakan metode yang

Universitas Kristen Petra

dinamakan boosting (metode ini diperkenalkan oleh Freund dan Schapire).

Boosted Classifier ini terbentuk secara iterasi sebagai bobot penjumlahan dari weak classifier

(2.63) Dalam setiap iterasi, classifier lemah fi dilakukan train dan dimasukkan dalam penjumlahan. Semakin kecil nilai error dari fi, maka nilai koefisien dari ci akan semakin besar. Bobot pada semua training samples lalu dilakukan proses update, sehingga pada iterasi berikut, sampel yang belum diklasifikasikan oleh F akan diberikan penekanan / prioritas. Pada prosedur boosting (dikembangkan oleh Freund dan Schapire (1996) pada topik yang berjudul ”Experiments with new boosting algorithm”) didapatkan bahwa fi lebih selektif daripada pendeteksian secara random, sehingga nilai F mampu untuk mendapatkan nilai hit rate yang tinggi (<1) dan juga nilai false alarm rate (pendeteksian yang salah) yang rendah (>0) apabila kuantitas dari weak classifier apabila dijumlahkan terdapat cukup banyak.

Kelemahan dari pembuatan boosted classifier di atas adalah dibutuhkan banyak sekali database untuk training sehingga memperlambat dari kecepatan pemrosesan. Hal ini diantisipasi oleh Viola dengan cara membangun kumpulan classifier Fk yang secara progresif memiliki tingkat kerumitan yang semakin kompleks.

Gambar 2.18. Algoritma Haar dengan cara Viola

Dengan cara di atas proses perhitungan dapat dilakukan dengan cepat karena secara progresif tingkat kerumitan dan kekompleksan semakin bertambah apabila pendeteksian masih berlanjut. Dalam eksperimen, 70 sampai 80 prosen rejection

Universitas Kristen Petra

(pendeteksian bagian bukan wajah) terjadi pada dua stage pertama yang masih menggunakan feature yang sederhana. Keuntungan dari metode ini adalah tiap stage tidak perlu sempurna, karena umumnya pada setiap stage terfokus pada nilai high-rate daripada nilai false-alarm. Sebagai contoh jika setiap stage memiliki nilai 0.999 pada hit-rate dan 0.5 pada false-alarm, bila 20 stages dimasukkan pada suatu cascade maka akan didapatkan hit-rate sebesar 0.99920 = 0.98 dan false-alarm sebesar 0.520 ~ 10-6

Dokumen terkait