• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Dokumentasi Morfologi Lorong Gua

Identifikasi Morfologi Lorong Gua di Kawasan Karst

6.4 Metode Pengukuran .1 Metode Pemetaan Gua .1 Metode Pemetaan Gua

6.4.3 Metode Dokumentasi Morfologi Lorong Gua

Alat dan bahan yang dipergunakan dalam kegiatan ini, yaitu 1. Kamera

2. Lensa 3. Flash

4. Senter LED atau karbit 5. Tripod

6. Hardcase kamera

Identifikasi lorong pada segmen gua memerlukan waktu yang cepat dalam pengambilan gambar bentukan gua, namun hasil dari gambar tersebut dapat memberikan informasi yang mewakili kondisi di dalam gua. Pengambilan foto bentukan lorong gua dapat menggunakan kamera dengan bantuan flash, tripod, dan lensa. Teknik single flash ini dengan memanfaatkan satu flash dalam mengambil objek foto. Flash dapat diletakkan di kamera maupun dapat di letakkan di beberapa titik tertentu. Penggunaan flash yang terlepas dari kamera mempunyai perhitungan pencahayaan. Ini ditentukan dari perhitungan:

128 Diafragma = ... (6.1)

Sebagai contoh, apabila power flash 80 dengan jarak flash ke objek 5 kaki, maka diafragma yang tepat untuk pencahayaan adalah f/16

Power flash = diafragma X jarak flash ke objek ... (6.2) begitu pula sebaliknya, apabila diafragma yang digunakan f/8 dengan jarak flash ke objek 10 kaki, maka power flash yang digunakan adalah 80 (8 x 10).

Penentuan lokasi kamera dan flash sangat penting dalam pengambilan foto. Flash yang berada pada kamera akan mempercepat pengambilan kenampakan gua, namun foto tersebut akan terlihat datar, yang mana cahaya akan tepat pada objek dan sleruh objek akan terang, dengan tidak ada bayangan yang menonjok di sekitar kenampakan tersebut. namun, bila terdapat flash yang berada pada sudut yang berbeda akan menciptakan bayangan yang akan memberikan efek pada batuan tersebut. Lokasi kamera juga dapat berada jauh dengan objek, sedangkan flash diletakkan pada kondisi yang dapat mencakup pencahayaan lorong gua. keberadaan flash harus tidak tampak pada foto kecuali flash mengarah ke kamera yang selanjutnya dapat diblok dengan model atau objek lainnya. Selain itu, Efek cahaya juga dapat diperoleh dari dua lampu yang terdapat pada kamera dan flash utama berada pada lorong yang jauh yang dibawa oleh penelusur lainnya yang tidak terlihat oleh foto.

Penggunaan flash dapat dilakukan dengan berbagai cara sesuai dengan keinginan, sehingga flash akan memiliki perpindahan baik jarak maupun sudut. Pada kubah/chambers, flash dapat dibuat tegak lurus untuk menyinari chambers untuk mengetahui kondisi lorong dan atap gua. Pada bentukan speleothem/speleogen, flash dapat diletakkan pada sisi depan untuk mengetahui keseragaman bentukan gua. Flash dibuat 10 derajat atau kurang, pada lantai gua untuk membuat bayangan yang dapat digunakan pada rhimestone atau pearl. Flash dapat mengarah ke kamera dengan adanya objek/model yang memblok agar menjadi siluet. Flash juga dapat berada pada 45 derajat pada ornamen/speleoteham yang akan memberikan gambaran yang menonjol pada bagian ornamen tersebut, sedangkan bayangannya berada di belakang ornamen tersebut.

129 Penggunaan flash ini dapat dilakukan dalam beberapa kondisi lorong gua, baik dalam pengambilan foto lorong, spelothem, dan speleogen. Berikut penjelasan mengenai hal tersebut.

1. Pengambilan foto pada mulut gua

Pengambilan foto mulut gua dapat dilakukan dengan batuan sinar matahari, dengan melakukan pengambilan foto di dalam lorong gua (Gambar 6.10). Saat pengambilan foto, terlebih dahulu mengatur speed dan diafragma sesuai jarak pencahayaan kamera pada kondisi di luar gua. kondisi lulut gua dapat diberikan pembanding untuk mengetahui dimensi mulut gua. Posisi objek/pembanding tersebut di posisikan pada ruangan di mulut gua yang tidak mendapat sinar tetapi posisinya membelakangi posisi mulut gua.

Gambar 6.10. Penggunaan kamera pada mulut gua 2. Penggunaan flash pada lorong gua

Kenampakan lorong gua di dokumentasikan dengan adanya pembanding/objek maupun tanpa adanya pembanding. Posisi objek/pembanding disesuaikan dengan kondisi lorong gua (Gambar 6.11). flash dapat menyinari lorong gua untuk mewakili bentukan yang ada di dalam gua. Posisi pemegang flash berada dibalik obyek yang tidak terlihat kamera. Speed diatur pada posisi Bulb atau B, diafragma sesuai tabel flash tetapi yang diperhatikan adalah jarak flash ke kamera

130 Gambar 6.11. Penggunaan flash pada lorong gua

3. Penggunaan flash pada speleogen/spelothem

Pengambilan foto speleogen/spelothem dapat dilakukan untuk menggambarkan sebaran/kondisi lorong. Gambar 6.12 menunjukkan bentukan speleothem dengan pemotretan berada di depan spelothe sedangkan flash berada di tepi speleothem. . Pada bentukan yang micro dari spelothem/speleogen, dapat membesarkan objek yang terdapat pada kamera.

Gambar 6.12. Penggunaan flash pada spelothem/speleogen

Selain itu, dalam pengambilan data dokumentasi dapat menggunakan kamera pocket dalam pemotretan di dalam gua. Penggunaan kamera pocket dengan menggunakan mode firework. Pada mode ini, kamera membuka rana sekitar 2 detik, yang memungkinkan untuk menyalakan flash yang akan merekam objek. Kualitas gambar yang dihasilkan dengan kamera ini rendah, kurang tajam, dan kurang detail. Bila terdapat minim cahaya, perekaman gambarnya kurang sempurna

Penggunaan mode otomatis yang membuat flash kamera akan menyala pada kamera pocket, yang akan memiliki gambar datar dan terdapat bercak-bercak. Namun, hal tersebut dapat digunakan untuk identifikasi bentukan pada lorong yang memiliki bentukan yang tidak terlalu besar/ kecil dan membutuhkan waktu yang cepat.

131 Daftar Pustaka

Adiardi. A.Z. Fotografi Gua. dalam ASC. 2015. Diktat Speleologi. Tidak

Diterbitkan. Yogyakarta: Acintyacunyata Speleological Club

Baron. 2002. Speleogenesis Along Sub-Vertical Joints: A Model of Karst Plateu Development: A case study Dolny Vrch Plateu (Slovak Republic). Dalam Speleogenesis and Evolution of Karst Aquifers 1 (2)

Journal, Czech Republic. Edisi April 2003. Hal.1-8

Bogli, A. 1980. Karst Hidrology and Phycical Speleology. Berlin Heidelberg New York. Springer-Verlag.

Earlandson R.P. 2005. Single flash photography. In Thomson N.R. and Swearingen V.J. 2005. On Caves And Cameras. USA: National Speleological Society

Ford D dan Williams P.2007. Karst Hydrogeology and Geomophology. England: British library.

Gellieson, D. 1996. Caves: Processes, Development, and Management. British: Blacwell Publishers.

Iguzquiza E, P,. Valsero, J, J. D,. dan Galiano V R. 2011. Morphometric analysis of three-dimensional networks of karst conduits.

Geomorphology 132 (2011) 17–28

Kampe, S. 2013. Morphology of Speleothems in Primary (Lava-) and Secondary Caves. In Shroder, F, J. 2013. Treatise on Geomorphology, Volume 6. Elseiver

Klimchouk, A. Caves. In: Gunn, J. 2003. Encyclopedia of Caves and Karst

Science. London: Taylor and Francis Group

Labib, M,A. 2016. Speleogeomorfologi Karst Kecamatan Donomulyo Kabupaten Malang. Thesis tidak diterbitkan. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada

Laksamana, E.E, 2005. Stasiun Nol: Teknik-Teknik Pemetaan Dan Survey

Hidrologi Gua, Yogyakarta: Megalith Books dan Acintyacunyata

Speleogenesis Club.

Monroe, W, H. 1970. A Glossary of Karst Terminology. Washington: Geological Survey

Permana, R,C,E. 2014. Gambar Tangan Gua-Gua Prasejarah

Pangkep-Maros-Sulawesi Selatan. Jakarta: Wedatama Widya Sastra

Slabe, T dan Prelovsek, M. Rock Features and Morphogenesis in Epigenic Caves. In Shroder, F, J. 2013. Treatise on Geomorphology, Volume 6. Elseiver

Sweeting, M.M. 1972. Karst Landforms. London: Macmilland

White, B, W.1988. Geomorphology and Hydrology of Karst Terrains. New York. Oxford University Press

132

BAB VII