• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Se-rangga Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan mulai bulan November 2015 sampai Juni 2016.

Metodologi Penanaman dan Pemeliharaan Brokoli

Tanaman brokoli (Brassica oleraceae L. Var. Italica) digunakan sebagai media untuk menguji pengaruh ekstrak T. diversifolia terhadap ulat daun kubis P. xyostella. Benih brokoli disemai pada wadah penyemaian yang berisi tanah dan pupuk kandang (2:1, w/w) yang telah dicampur rata. Setelah berumur 3 minggu, sebanyak satu bibit tanaman dipindahtanamkan ke tiap polybag berukuran besar (5 liter) yang telah berisi campuran tanah dan pupuk kandang (2:1, w/w). Pemupukan tambahan dilakukan ketika tanaman berumur 3-4 minggu melalui pemberian pupuk NPK dengan dosis 1 g/polybag. Pemeliha-raan tanaman brokoli yang dilakukan meliputi penyiraman yang dilakukan dua kali sehari, penyulaman pada tanaman yang mati, penyiangan gulma, dan pe-ngendalian hama yang dilakukan secara mekanik. Tanaman berumur 2 bulan digunakan sebagai pakan larva P. xylostella.

Pemeliharaan dan Perbanyakan Serangga Uji

Serangga yang digunakan sebagai serangga uji adalah P. xylostella larva instar III dan imago mulai generasi kedua yang diperoleh dari pemeliharaan di laboratorium. Imago serangga didapatkan dari pertanaman sayuran di daerah Cipanas, Cianjur (6o44’58.81”LS - 107o1’17.47”BT). Imago dikumpulkan dan dipelihara di laboratorium dengan cara dimasukkan ke dalam kurungan kasa tempat pemeliharan (100 cm x 50 cm x 50 cm) (Gambar 3).

Imago diberi makan larutan madu 10% (v/v) yang diserapkan pada kapas yang digantungkan di tengah-tengah kurungan menggunakan seutas benang. Pada bagian dasar kurungan diletakkan daun brokoli pada botol kecil (diameter 3 cm

9 dan tinggi 5 cm) berisi air sebagai tempat peletakkan telur. daun yang telah diletaki telur kemudian dipindahkan pada wadah plastik tempat pemeliharaan (30 cm x 25 cm x 7 cm). Telur-telur tersebut dipelihara hingga menetas kemudian setelah menjadi larva, serangga diberi makan daun brokoli bebas pestisida.

Ekstraksi Tumbuhan

Metode yang digunakan untuk mendapatkan ekstrak T. diversifolia adalah metode maserasi (Dadang dan Prijono 2011). Bahan tanaman diperoleh dari Cisarua, Bogor (6o41’20.30”LS - 106o56’55.63BT). Bagian tanaman yang di-gunakan adalah daun dan bunga. Masing-masing bahan tersebut dipotong men-jadi bagian-bagian kecil, dikeringanginkan selama 7 hari, dan dihaluskan menggunakan blender secara terpisah hingga menjadi serbuk. Serbuk diayak menggunakan pengayak kasa berjalin 1 mm. Masing-masing serbuk direndam dalam metanol (1:10, w/v) selama 48 jam. Rendaman disaring menggunakan corong Buchner yang dialasi kertas saring. Hasil saringan diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu 50oC dan tekanan 240 mbar sehingga diperoleh ekstrak kasar. Ekstrak disimpan dalam lemari es (4oC) hingga saat digunakan.

Uji Toksisitas Ekstrak terhadap Larva P. xylostella

Setiap ekstrak diuji pada lima taraf konsentrasi yang diharapkan dapat mengakibatkan kematian serangga uji 5% hingga 95%, yang ditentukan dengan uji pendahuluan. Konsentrasi ekstrak yang digunakan untuk uji pendahuluan adalah 5%, 3%, 1%, 0.5%, dan 0.1%. Setelah memperoleh data mortalitas hasil uji pendahuluan kemudian dilakukan analisis probit untuk memperoleh konsentrasi yang akan digunakan pada uji lanjutan. Konsentrasi uji lanjut ekstrak metanol daun dan bunga T. diversifolia berturut-turut yaitu 0.02%, 0.04%, 0.09%, 0.22%, dan 0.97%; dan 0.01%, 0.04%, 0.08%, 0.19% dan 0.86%. Pembuatan konsentrasi larutan ekstrak dilakukan dengan metode pengenceran berseri (serial dilution). Pengujian toksisitas dilakukan dengan dua metode yaitu metode residu pada daun dan metode aplikasi topikal.

Metode residu pada daun. Potongan daun brokoli (4 cm x 4 cm) dicelupkan ke dalam sediaan ekstrak pada konsentrasi tertentu kemudian dikeringanginkan. Daun kontrol dicelupkan ke dalam 100 ml larutan air yang mengandung metanol dan Tween 80 (5:1, v/v). Sebanyak 2 lembar daun dimasukkan ke dalam petri dish (diameter 9 cm), lalu dimasukkan pula 10 ekor larva P. xylostella instar III. Setiap perlakuan dan kontrol diulang lima kali. Daun perlakuan dan kontrol diganti setiap 24 jam setelah perlakuan dengan daun tanpa perlakuan. Pengamatan mortalitas larva dilakukan setiap 24 jam selama 6 hari. Persentase kematian untuk setiap konsentrasi ekstrak dianalisis dengan program analisis probit untuk menentukan hubungan konsentrasi/dosis dengan kematian serangga uji (Finney 1997).

Metode aplikasi topikal. Sebanyak 10 ekor larva P. xylostella instar III dimasukkan ke dalam cawan petri (diameter 9 cm) yang telah dialasi tisu. Larva ditetesi sediaan ekstrak pada dosis tertentu dan kontrol ditetesi dengan larutan yang mengandung metanol dan Tween 80 (5:1, v/v) pada bagian dorsal toraks menggunakan microapplicator. Setelah tetesan kering, dua lembar daun brokoli (4 cm x 4 cm) tanpa perlakuan diberikan sebagai pakan. Setiap perlakuan dan kontrol

10

diulang sebanyak lima kali. Pengamatan dilakukan setiap 24 jam selama 6 hari dengan menghitung jumlah larva yang mati.

Uji Penghambatan Makan

Metode yang digunakan untuk pengujian penghambat makan adalah me-tode pilihan (choice) dan tanpa pilihan (no-choice). Daun pakan serangga dipo-tong berukuran 4 cm x 4 cm. Podipo-tongan daun kemudian ditimbang dalam ke-lompok yang terdiri atas dua lembar daun per keke-lompok. Untuk memperkirakan bobot kering awal, dua lembar daun yang diambil dari lembaran daun tadi ditimbang dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 2 jam kemudian daun yang telah dikeringkan ditimbang kembali (Dadang dan Prijono 2008).

Potongan daun perlakuan dicelup dalam sediaan bahan uji pada konsentrasi perlakuan (LC15, LC35, LC55, LC75 dan LC95), kemudian dikeringanginkan, sedangkan daun kontrol dicelup dalam air yang mengandung metanol dan Tween 80 (1:5, v/v). Setelah pelarut menguap, dua lembar daun perlakuan dan dua lembar daun kontrol diletakkan secara berselang-seling di dalam cawan petri (diameter 14 cm) yang dialasi tisu, kemudian 10 ekor larva P. xylostella instar III diletakkan dalam cawan tersebut (metode pilihan). Pada metode tanpa pilihan,

setiap 2 daun perlakuan dan 2 daun kontrol masing-masing diletakkan pada cawan petri (diameter 9 cm) secara terpisah (Gambar 4).

Setelah 24 jam, daun sisa dikeringkan (daun perlakuan dan daun kontrol untuk setiap ulangan dipisah) dalam oven pada suhu 1050C selama 2 jam, dan daun yang telah dikeringkan ditimbang. Selisih bobot kering awal dan bobot kering sisa merupakan bobot daun yang dimakan. Setiap perlakuan dan kontrol diulang sebanyak lima kali (Dadang dan Prijono 2008).

Gambar 4 Pengujian penghambatan makan dengan metode pilihan (A) dan tanpa pilihan (B), T= perlakuan, C=kontrol.

11 Persentase penghambatan makan dihitung berdasarkan rumus Ling et al.

(2008) : PM : Penghambatan makan (%)

BKK : Berat kering daun yang dimakan pada kontrol (g) BKP : Berat kering daun yang dimakan pada perlakuan (g)

Persentase penghambatan makan kemudian dikelompokkan berdasarkan kriteria Park et al. (1997) (dengan sedikit modifikasi) yaitu :

Uji Penghambatan Perkembangan

Pengujian tingkat penghambatan perkembangan P. xylostella dilakukan pada 10 larva instar III dengan mengaplikasikan ekstrak tumbuhan dengan ber-bagai konsentrasi yang telah ditentukan (LC15, LC35, dan LC55) dan kontrol seperti pengujian toksisitas dengan metode residu pada daun. Setiap perlakuan dan kontrol diulang lima kali. Setiap 24 jam daun diganti dengan daun segar tanpa perlakuan. Pengamatan dilakukan terhadap waktu perubahan larva menjadi pupa dan pupa menjadi imago (Ambarningrum et al. 2009). Hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dan dilanjutkan dengan uji Duncan jika terdapat perbedaan diantara perlakuan.

Uji Penghambatan Peneluran

Pengujian penghambatan peneluran dilakukan di dalam kurungan bermensi 20 cm x 13 cm x 9 cm (Gambar 5). Sediaan insektisida yang telah di-tambahi pelarut dan pengemulsi (konsentrasi akhir 1% dan 0.2%) diencerkan dengan air untuk memperoleh 2 taraf konsentrasi (LC99 dan 2 x LC99) (Syahputra 2008).

Tanaman kontrol disemprot dengan air yang mengandung pelarut 1% dan pengemulsi 0.2%. Sediaan insektisida yang telah disiapkan berikut kontrol di-semprotkan pada bagian tanaman dengan menggunakan alat semprot tangan (hand spayer). Dua pasang imago yang berumur 2 hari dimasukkan ke dalam kurungan yang telah berisi tanaman perlakuan dan kontrol masing-masing satu tanaman yang disusun berdampingan. Larutan madu 10% (v/v) diikat dengan seutas benang dan digantungkan di tengah setiap kurungan sebagai makanan imago. Perlakuan Tabel 1 Kriteria penghambatan makan larva P. xylostella oleh ekstrak T.

diver-sifolia

Penghambatan makan (%) Kriteria

x > 80 Kuat

60 ≤ x ≤ 80 Sedang

40 ≤ x < 60 Lemah

12

tersebut diulang sebanyak enam kali. Imago dibiarkan bertelur selama 3 hari, kemudian jumlah telur yang diletakkan pada tanaman perlakuan dan tanaman kontrol masing-masing dihitung dan dibandingkan (Dadang dan Prijono 2008). Pengolahan data dilakukan dengan analisis uji t-berpasangan (α = 0.05) (Steel dan Torrie 1993) menggunakan program SAS (SAS Institute 1990).

Uji Pengaruh Ekstrak terhadap Musuh Alami

Pengaruh ekstrak terhadap musuh alami diuji terhadap imago Diadegma semiclausum (Hellen) (Hymenoptera : Ichneumonidae) yang merupakan salah satu parasitoid larva P. xylostella (Yuliadhi dan Sudiarta 2012). Ekstrak T. diversifolia diuji terhadap imago parasitoid D. semiclausum dengan metode kontak pada permukaan gelas (Dadang dan Prijono 2008). Konsentrasi yang diuji adalah LC99 dan 2 x LC99. Imago yang digunakan adalah imago yang berumur 1 hari. Tabung reaksi dilumuri sediaan ekstrak sementara kontrol dilumuri dengan cairan yang mengandung metanol dan Tween-80 (5:1) (v/v), dikeringanginkan selama beberapa menit. Satu ekor imago D. semiclausum dimasukkan ke dalam setiap tabung. Imago dibiarkan kontak selama 2 jam kemudian dipindahkan pada tabung tanpa perlakuan (Gambar 6).

Larutan madu 10% (v/v) digunakan sebagai pakan imago dioleskan pada kain kasa yang digunakan sebagai penutup tabung. Perlakuan dan kontrol di-lakukan masing-masing terhadap 18 ekor imago parasitoid. Pengamatan didi-lakukan 24 dan 48 jam setelah perlakuan dengan menghitung jumlah serangga yang mati. Gambar 6 Pengujian ekstrak terhadap musuh alami (A) dan penyimpanannya (B)

A B

13 Untuk mengetahui tingkat keamanan ekstrak T. diversifolia terhadap musuh alami, persentase mortalitas D. semiclausum dikelompokkan berdasarkan Hassan et al. (1991) (dengan sedikit modifikasi) yaitu:

Uji Fitotoksisitas Ekstrak pada Tanaman Brokoli

Pengujian dilakukan pada tanaman brokoli yang ditanam pada polybag. Konsentrasi yang digunakan adalah konsentrasi LC99 dan 2 x LC99 dari setiap ekstrak. Kontrol adalah larutan yang mengandung metanol dan Tween-80 5:1 (v/v). Sediaan ekstrak diteteskan menggunakan microapplicator pada daun ta-naman yang terdiri dari daun bagian atas, tengah dan bawah. Masing-masing terdiri dari 6 titik penetesan sebagai ulangan (Gambar 7).

Gejala fitotoksisitas diamati setiap 24 jam selama 7 hari. Pengamatan di-lakukan dengan cara mengamati bagian daun yang mengalami nekrosis atau pengerutan akibat perlakuan ekstrak (Dadang et al. 2007).

Tabel 2 Kriteria keamanan ekstrak terhadap musuh alami

Mortalitas (%) Kriteria

x < 50 Aman

50 ≤ x < 80 Sedikit berbahaya

80 ≤ x < 99 Cukup berbahaya

x > 99 Berbahaya

Gambar 7 Pengujian pengaruh fitotoksik pada tanaman brokoli (A), daun bagian atas (B), tengah (C) dan bawah (D).

A B

C

D

Label Titik perlakuan

14

Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan program SAS (SAS Institute 1990). Program POLO PC (LeOra Software 1987) digunakan untuk menentukan nilai Lethal Concentration dan Lethal Dose.

15

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Toksisitas Ekstrak terhadap Larva P. xylostella

Kematian larva P. xylostella pada perlakuan ekstrak daun T. diversifolia

dengan metode residu pada daun mulai terjadi pada 48 jam setelah perlakuan (JSP) sampai 144 JSP, kecuali pada perlakuan 0.02% dan 0.04% kematian larva mulai terjadi pada 72 JSP. Pengamatan pada 96 JSP menunjukkan kematian larva kurang dari 50% pada semua perlakuan. Persentase kematian tertinggi dan terendah berturut-turut sebesar 48% dan 10% terjadi pada perlakuan dengan konsentrasi 0.97% dan 0.02%. Pengamatan pada 144 JSP menunjukkan mortalitas larva 94%, 86%, 72%, 32%, dan 18% pada konsentrasi berturut-turut 0.97%, 0.22%, 0.09%, 0.04%, dan 0.02% (Gambar 8).

Perkembangan mortalitas larva P. xylostella pada perlakuan ekstrak bunga T. diversifolia dengan metode residu pada daun menunjukkan kematian larva terjadi sejak 24 JSP sampai 144 JSP kecuali pada perlakuan 0.01%, kematian larva mulai terjadi pada 48 JSP. Pengamatan pada 96 JSP menunjukkan kematian larva mencapai 50% pada konsentrasi 0.86% dan 26% pada konsentrasi 0.01%. Pengamatan pada144 JSP menunjukkan mortalitas larva mencapai 98%, 84%, 76%, 66%, dan 44% pada konsentrasi berturut-turut 0.86%, 0.19%, 0.08%, 0.04%, dan 0.01% (Gambar 8).

Waktu pengamatan (jam setelah perlakuan)

Gambar 8 Perkembangan mortalitas larva P. xylostella pada perlakuan ekstrak daun dan bunga T. diversifolia dengan metode residu pada daun.

0 20 40 60 80 100 24 48 72 96 120 144 Mo rtalitas (%) Kontrol 0.02% 0.04% 0.09% 0.22% 0.97% Ekstrak daun 0 20 40 60 80 100 24 48 72 96 120 144 Mo rtalitas ( %) Kontrol 0.01% 0.04% 0.08% 0.19% 0.86% Ekstrak bunga

16

Kematian larva P. xylostella pada perlakuan ekstrak daun T. diversifolia

dengan metode aplikasi topikal terjadi sejak 24 JSP sampai 144 JSP. Terjadi peningkatan pada setiap waktu pengamatan, peningkatan yang tinggi terjadi pada pengamatan 96 JSP, yang menunjukkan mortalitas mencapai 80%, 76%, 60%, 52%, dan 42% pada dosis berturut-turut 9.7 g/l, 2.2 g/l, 0.9 g/l, 0.4 g/l, dan 0.2 g/l. Pengamatan pada 144 JSP menunjukkan kematian larva mencapai 96%, 88%, 80%, 70%, dan 46% pada dosis berturut-turut 9.7 g/l, 2.2 g/l, 0.9

g/l, 0.4 g/l, dan 0.2 g/l (Gambar 9).

Perkembangan mortalitas larva P. xylostella pada perlakuan ekstrak bu-nga

T. diversifolia dengan metode aplikasi topikal menunjukkan mortalitas mencapai 46% pada dosis 8.6g/l pada 24 JSP. Perkembangan mortalitas pada perlakuan ini relatif lebih cepat daripada perlakuan lainnya. Pada 96 JSP kematian mencapai 100%, 92%, 76%, 76% dan 50% pada dosis berturut-turut 8.6 g/l, 1.9 g/l, 0.8 g/l, 0.4 g/l, dan 0.1 g/l. Pengamatan pada 144 JSP menunjukkan kematian larva 100%, 98%, 90%, 84%, dan 72% pada dosis berturut-turut 8.6

g/l, 1.9 g/l, 0.8 g/l, 0.4 g/l, dan 0.1 g/l (Gambar 9).

Berdasarkan analisis probit, ekstrak bunga lebih toksik daripada ekstrak daun baik pada metode residu pada daun maupun metode aplikasi topikal. Me-lalui metode residu pada daun nilai LC50 dan LC95 berturut-turut sebesar 0.06% dan 0.64% untuk ekstrak daun dan 0.02% dan 0.56% untuk ekstrak bunga.

Waktu pengamatan (jam setelah perlakuan)

Gambar 9 Perkembangan mortalitas larva P. xylostella pada perlakuan ekstrak daun dan bunga T. diversifolia dengan metode aplikasi topikal. 0 20 40 60 80 100 24 48 72 96 120 144 Mo rtali tas ( % ) Kontrol 0.2mg/ml 0.4mg/ml 0.9mg/ml 2.2mg/ml 9.7mg/ml 0 20 40 60 80 100 24 48 72 96 120 144 Mo rtali tas ( % ) Kontrol 0.1mg/ml 0.4mg/ml 0.8mg/ml 1.9mg/ml 8.6mg/ml Ekstrak daun Ekstrak bunga

17 Sementara itu nilai LD50 dan LD95 ekstrak bunga yang diaplikasikan de-ngan metode aplikasi topikal berturut-turut sebesar 0.04 g/l dan 1.32 g/l menunjukkan nilai yang lebih rendah daripada nilai LD50 dan LD95 ekstrak daun yang berturut-turut sebesar 0.17 g/l dan 5.14 g/l (Tabel 3).

Penghambatan Makan

Semua ekstrak pada setiap konsentrasi baik pada pengujian dengan metode pilihan maupun tanpa pilihan memiliki pengaruh penghambatan aktivitas makan. Penghambatan makan tertinggi dihasilkan pada perlakuan ekstrak bunga pada konsentrasi 0.86% (LC95) yang menyebabkan penghambatan makan sebesar 82.60% yang termasuk kriteria penghambatan kuat. Sementara perlakuan lainnya hanya menghasilkan tingkat penghambatan makan yang lemah dan sangat lemah. Secara umum tingkat penghambatan meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi perlakuan baik pada metode pilihan maupun tanpa pilihan (Tabel 4).

Tabel 3 Penduga parameter regresi probit hubungan antara konsentrasi atau dosis ekstrak T. diversifolia dengan mortalitas larva P. xylostella pa-da 144 JSP Perlakuana ab + GB bc+ GBd LC e 50(SKf 95)(%) LC95 (SK 95)(%) DR 1.95 + 0.23 1.57 + 0.19 0.06 (0.023-0.114) 0.64 (0.252-11.213) BR 1.92 + 0.24 1.09 + 0.18 0.02 (0.010-0.031) 0.56 (0.291-1.87) LDg50 (SK 95)(g/l) LD95 (SK 95)(g/l) DT 0.83 + 0.10 1.04 + 0.18 0.16 (0.07-0.27) 6.02 (3.07 -21.07) BT 1.56 + 0.16 1.17 + 0.26 0.04(0.015-0.095) 1.32 (0.72-6.65) a

DR = ekstrak daun dengan metode residu pada daun, BR = ekstrak metanol bunga dengan metode residu pada daun, DT = ekstrak daun dengan metode aplikasi topikal. BT = ekstrak bunga dengan metode aplikasi topikal.

b

a= intersep garis regresi probit, c b= kemiringan regresi probit, d GB : galat baku. e LC : lethal

concentration, f SK : selang kepercayaan, g LD= lethal dose.

Tabel 4 Persen penghambatan aktivitas makan (PM) larva P. xylostella pada perlakuan ekstrak daun dan bunga T. diversifolia

Perlakuan (%)

Metode pilihan Metode tanpa pilihan PM (% + SDa) Kriteria PM (% + SD) Kriteria Eksrak daun

0.02 (LC15) 8.6 + 5.4 Sangat lemah 26.1 + 4.3 Sangat lemah 0.04 (LC35) 32.1 + 9.0 Sangat lemah 28.2 + 21.7 Sangat lemah 0.09 (LC55) 39.3 + 26.2 Sangat lemah 39.9 + 6.3 Sangat lemah 0.22 (LC75) 54.6 + 18.1 Lemah 43.2 + 10.3 Lemah 0.97 (LC95) 54.9 + 15.5 Lemah 59.7 + 8.5 Lemah Ekstrak bunga

0.01 (LC15) 45.4 + 23.5 Lemah 15.9 + 5.7 Sangat lemah 0.04 (LC35) 73.6 + 13.1 Sedang 24.3 + 29.5 Sangat lemah 0.08 (LC55) 75.7 + 22.4 Sedang 48.7 + 8.4 Lemah 0.19 (LC75) 82.3 + 6.5 Kuat 56.0 + 11.0 Lemah 0.86 (LC95) 82.6 + 14.2 Kuat 57.2 + 8.2 Lemah a

18

Penghambatan Perkembangan

Hasil pengamatan menunjukkan terdapat pengaruh aplikasi ekstrak bunga T. diversifolia pada konsentrasi 0.08% terhadap perkembangan pupa menjadi imago

P. xylostella. Sementara ekstrak daun T. diversifolia tidak terlalu berpengaruh terhadap lama hari perkembangan larva menjadi pupa dan pupa menjadi imago (Tabel 5).

Penghambatan Peneluran

Ekstrak T. diversifolia baik daun maupun bunga menunjukkan adanya aktivitas penghambatan peneluran imago P. xylostella. Perlakuan ektrak daun pada konsentrasi 2.80% (LC99) mengakibatkan penghambatan sebesar 87.29% dan pada konsentrasi 5.60% (2 x LC99) penghambatan mencapai 100%. Perla-kuan ekstrak bunga pada konsentrasi 2.50% (LC99) mengakibatkan pengham-batan sebesar 88.09% dan pada konsentrasi 50% (2 x LC99) penghampengham-batan mencapai 95.89% (Tabel 6). Pengamatan menunjukkan persentase penghambatan meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi perlakuan.

Tabel 5 Pengaruh perlakuan ekstrak daun dan bunga T. diversifolia terhadap waktu terbentuknya pupa (WP) dan imago (WI) P. xylostella

Perlakuan (%) Daun (hari)

WPa + SDb WIc + SD Ekstrak daun Kontrol 5.06 + 0.01 a 4.74 + 0.30 c 0.02 (LC15) 5.90 + 0.41 b 3.44 + 0.51 a 0.04 (LC35) 5.80 + 0.55 b 4.09 + 0.09 b 0.09 (LC55) 5.60 + 0.44 b 3.91 + 0.60 ab Ekstrak bunga Kontrol 4.96 + 0.12 a 4.29 + 0.20 a 0.01 (LC15) 4.44 + 0.44 b 4.50 + 1.08 a 0.04 (LC35) 4.66 + 0.48 ab 5.02 + 0.82 a 0.08 (LC55) 4.30 +0.00 b 6.20 + 0.00 b a

WP= mulai dari larva insar III, b SD=Standar deviasi, c WI= mulai dari terbentuknya pupa

Tabel 6 Pengaruh ekstrak daun dan bunga T. diversifolia terhadap pengham-batan peneluran imago P. xylostella

Perlakuan (%) Persentase penghambatan (%) + SDa Ekstrak daun 2.80 (LC99) 87.29 + 11.50 a 5.60 (2 x LC99) 100.00 + 0.00 b Ekstrak bunga 2.50 (LC99) 88.09 + 7.26 a 5.00 (2 x LC99) 95.89 + 4.64 b a SD= Standar deviasi

19

Pengaruh Ekstrak terhadap Musuh Alami

Hasil pengamatan pada 24 jam setelah perlakuan (JSP) menunjukkan tidak ada pengaruh negatif ekstrak T. diversifolia terhadap parasitoid (musuh alami) D. semiclausum. Namun pada 48 JSP terjadi kematian sebesar 5.5% parasitoid pada perlakuan ekstrak bunga pada konsentrasi 2 x LC99 (Tabel 7). Namun demikian kematian sebesar 5.5% masih termasuk kategori aman berdasarkan kriteria keamanan Hassan et al. (1991).

Fitotoksisitas Ekstrak pada Tanaman Brokoli

Hasil pengamatan menunjukkan secara umum semua perlakuan ekstrak T. diversifolia, daun maupun bunga tidak menunjukkan adanya gejala fitotoksik pada tanaman brokoli. Pengamatan hari kelima terdapat gejala seperti fitotoksik yang terjadi pada perlakuan ekstrak daun pada konsentrasi 2 x LC99, namun gejala itu hanya terjadi pada satu dari enam titik yang diberi perlakuan, dan terjadi pada daun tua.

Pembahasan

Tithonia diversifolia diketahui mengandung beberapa senyawa metabolit sekunder di antaranya sesquiterpen, diterpen, monoterpen dan kandungan ali-siklik yang bersifat toksik yang berasal dari bagian daun, batang, atau bunga (Mkenda et al. 2014, Mkenda dan Ndakidemi 2014). Tanaman ini juga diketahui mengandung senyawa glikosida, tanin, flavonoid, saponin, fenol, terpenoid dan alkaloid (Otusanya dan Ilori 2012). Hasil penelitian menunjukkan perlakuan ekstrak bunga baik dengan metode aplikasi topikal maupun metode residu pada daun, lebih baik daripada ekstrak daun. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Mukasa et al. (2008) yang menyatakan ekstrak bunga T. diversifolia lebih toksik daripada ekstrak daun. Fouad et al. (2014) menyatakan ekstrak bunga T. diversifolia dengan metode aplikasi topikal menjadi salah satu bahan alami yang berpotensi dijadikan sebagai insektisida nabati untuk mengendalikan hama

Sitotroga cereallea (Lepidoptera : Gelechiidae).

Ekstrak bunga T. diversifolia mengandung senyawa fenol, tanin dan fla-vonoid (Gama et al. 2014). Menurut Utami et al. (2010) senyawa fenol dapat Tabel 7 Pengaruh ekstrak metanol daun dan bunga T. diversifolia terhadap

mortalitasparasitoid D.semiclausum

Perlakuan Mortalitas (%) a 24 JSPb 48 JSP Ekstrak daun Kontrol 0.0 0.0 LC99 0.0 0.0 2 x LC99 0.0 0.0 Ekstrak bunga Kontrol 0.0 0.0 LC99 0.0 0.0 2 x LC99 0.0 5.5 a

kriteria keamanan berdasarkan Hassan et al. (1991) : x<50%=aman, 50 ≤ x < 80%= sedikit berbahaya, 80 ≤ x < 99%=cukup berbahaya, dan x >99%=berbahaya. bJSP: Jam setelah perlakuan

20

berperan sebagai perangsang aktivitas makan yang mengakibatkan serangga uji mati karena banyak memakan senyawa toksik pada daun perlakuan. Menurut Ibrahim et al. (2001) senyawa monoterpen bersifat toksik yang masuk melalui lapisan kutikula (racun kontak), saluran pernafasan dan saluran pencernaan (ra-cun perut) dapat mempengaruhi kematian serangga.

Sesquiterepen dan flavonoid mampu membuka lapisan lipid bilayer yang terdapat di kutikula sehingga mengakibatkan cairan membran meningkat dan permeabilitas sel otot terganggu. Kondisi ini akan melemahkan gerakan serangga dan berakhir dengan kematian (Ivanice et al. 2004).

Selain itu senyawa golongan sesquiterpen dapat bekerja sebagai peng-hambat kerja enzim asetilkolinesterase. Pada kondisi normal asetilkolinesterase berfungsi sebagai pemecah asetilkolin menjadi asam asetat dan kolin yang berfungsi sebagai penghantar impuls dari sel syaraf ke sel otot. Adanya peng-hambatan fungsi asetilkolinesterase mengakibatkan terjadi penumpukkan asetilkolin yang mengakibatkan terjadinya gangguan pada sistem pengantar im-puls ke sel otot, sehingga otot menjadi tidak terkendali dan muncul gejala kejang yang berakhir dengan kematian serangga (Ibrahim et al. 2013). Perbedaan tingkat mortalitas yang ditimbulkan masing-masing perlakuan dapat diakibatkan oleh adanya perbedaan karakteristik dari senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalam masing-masing ekstrak termasuk perbedaan dari cara kerja senyawa tersebut (War et al. 2013).

Hasil penelitian menunjukkan perlakuan dengan metode aplikasi topikal mengakibatkan mortalitas yang lebih cepat dan lebih tinggi dari pada metode residu pada daun, hal ini menunjukkan senyawa kimia yang dominan terkandung dalam ekstrak T. diversifolia bersifat sebagai racun kontak pada P. xylostella, oleh karena itu efek kontak insektisida terhadap musuh alami perlu dilakukan sebagai salah satu syarat untuk menilai kelayakan insektisida untuk diaplikasikan di lapangan.

Senyawa sesquiterpen dan triterpen merupakan senyawa yang berperan sebagai penghambat aktivitas makan serangga (Passreiter dan Isman 1997, Ambrosio et al. 2008, Ling et al. 2008). Menurut Mwanauta et al. (2014) beberapa senyawa golongan sesquiterpen dari tumbuhan T. diversifolia yang memiliki aktivitas penghambat makan adalah tagnitin A, B, C, dan F, tirotudin, tithonine dan sulphurein. Penghambatan aktivitas makan terjadi ketika senyawa yang terkandung dalam insektisida menghambat reseptor perasa pada alat mulut serangga yang mengakibatkan serangga tidak dapat mendeteksi makanan yang berada di sekitarnya (Yunita et al. 2009). Senyawa saponin memiliki rasa pahit yang tidak disukai serangga sehingga serangga tidak makan dan dapat mati karena kelaparan. Hasil penelitian menunjukkan semakin tinggi konsentrasi insektisida semakin tinggi pula nilai penghambatan makan yang ditimbulkannya. Hal itu sejalan dengan penelitian Salaki et al. (2012) yang meneliti pengaruh ekstrak daun pangi (Pangium sp.) terhadap aktivitas makan P. xylostella. Hasil penelitian juga menunjukkan semakin toksik ekstrak terhadap larva, semakin tinggi aktivitas penghambatan makan larva. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Lingathurai et al. (2011). Kemampuan insektisida ekstrak T. diversifolia dalam menghambat aktivitas makan larva P. xylostella menandakan tumbuhan ini dapat dijadikan sebagai insektisida nabati. Aktivitas penghambatan yang tinggi akan

21 mengakibatkan serangga mati kelaparan dan mengurangi tingkat kerusakan tanaman yang diakibatkan oleh aktivitas makan serangga.

Pada beberapa spesies serangga ordo Lepidoptera, beberapa sesquiterpen lakton dapat menurunkan laju pertumbuhan, meningkatkan lama hari pemben-tukkan pupa, menurunkan berat pupa dan mengurangi laju kelangsungan hidup serangga (Picman 1986). Lama hari terbentuknya imago akan mempengaruhi proses perkembangan selanjutnya seperti proses peneluran. Sehingga apabila terjadi perlambatan pembentukan imago, proses selanjutnya akan terlambat juga. Hasil penelitian ini menunjukkan ekstrak bunga T. diversifolia pada konsentrasi 0.08% berpengaruh nyata terhadap lama hari perkembangan pupa menjadi imago

P. xylostella.

Hasil penelitian menunjukkan ekstrak T. diversifolia, daun maupun bunga memiliki aktivitas penghambat peneluran imago P. xylostella. Semakin tinggi konsentrasi mengakibatkan persentase penghambatan semakin tinggi. Hasil penelitian serupa menunjukkan ekstrak T. diversifolia efektif dalam menghambat peneluran Callosobruchus maculatus. Senyawa kimia yang paling berperan sebagai penghambat peneluran adalah 7-germacranolide dan 4-eudesmonalide (Adedire dan Akinneye 2004).

Penghambatan peneluran mungkin diakibatkan oleh senyawa yang ter-kandung dalam ekstrak T. diversifolia yang bersifat repellent (penolak) terhadap imago P. xylostella, sehingga imago tidak meletakkan telur pada tanaman yang diberi perlakuan ekstrak T. diversifolia (Chagas-Paula et al. 2012). Aktivitas penghambatan peneluran imago P. xylostella akan mempengaruhi populasi

Dokumen terkait