• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional untuk mengetahui hubungan frekuensi pergantian popok sekali ganti dengan timbulnya ISK.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di poliklinik anak RS H. Adam Malik Medan, Propinsi Sumatera Utara, dilaksanakan mulai April sampai dengan Juli 2010.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi target adalah anak yang tersangka menderita ISK. Populasi terjangkau adalah anak yang datang ke poliklinik anak di RS H. Adam Malik dengan sangkaan ISK. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi.

3.4. Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan mempergunakan rumus besar sampel untuk uji hipotesis terhadap 2 proporsi independen, yaitu : 28

n1 = n2 = (Z√2PQ + Z√P1Q1 + P2Q2 )2 (P1 – P2)2

n1 = jumlah subjek yang terinfeksi ISK n2 = jumlah subjek yang tidak terinfeksi ISK

 = kesalahan tipe I = 0,05 → Tingkat kepercayaan 95% Z = nilai baku normal = 1,96

 = kesalahan tipe II = 0,2 → Power (kekuatan penelitian) 80% Z = 0,842

P1 = proporsi pemakai popok sekali pakai di kelompok subjek yang

terinfeksi ISK = 0,75 Q1 = 1 – P1 = 0,25

P2 = proporsi pemakai popok sekali pakai di kelompok yang tidak

terinfeksi ISK = 0,45 Q2 = 1 – P2 = 0,55

P = ( P1+P2 ) : 2 = 0,6 Q = 1 – P = 0,4

Dengan menggunakan rumus tersebut didapatkan jumlah sampel masing-masing kelompok sebanyak 40 orang.

3.5. Kriteria Inklusi Dan Eksklusi 3.5.1. Kriteria Inklusi

1. Anak usia 2 bulan – 2,5 tahun yang memakai popok sekali pakai setiap hari

2. Orangtua bersedia mengisi surat pernyataan kesediaan (informed consent)

3.5.2. Kriteria Ekslusi

1. Anak dengan kelainan kongenital pada saluran kemih yaitu hipospadia, epipasdia

2. Sedang / telah mendapat terapi antibiotik

3.6. Persetujuan / Informed Consent

Semua subjek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu mengenai pengaruh penggunaan popok sekali pakai dengan timbulnya ISK, dengan terlebih dahulu diperiksakan urin untuk memastikan diagnosa ISK.

3.7. Etika Penelitian

Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Kedokteran dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian

 Orangtua/wali diberikan penjelasan mengenai Infeksi Saluran Kemih dan

hubungannya dengan pemakaian popok sekali pakai setiap hari

 Orang tua/wali pasien dimintakan persetujuannya agar anaknya boleh

diikutkan dalam penelitian ini.

 Semua penderita dicatat identitasnya yaitu nama, tanggal lahir, usia, jenis

 Semua pasien dilakukan pemeriksaan kultur urin. Urin diambil dengan

memakai plastik penampung urin yang steril, yang dilekatkan di perineum dengan sebelumnya daerah perineal (vagina ataupun penis dan orifisium uretra eksterna) dibersihkan dengan air dan sabun sebanyak 3-4 kali, diseka dari depan ke belakang. Selanjutnya dikeringkan dengan kasa steril.

 Setelah urin terkumpul, dalam waktu kurang dari setengah jam harus sudah

diantar ke laboratorium mikrobiologi.

 Pemeriksaan kultur urin dilakukan di laboratorium mikrobiologi RS Haji Adam

Malik Medan. Urin diambil 0,001 cc dengan sengkelit dan ditanam ke plate agar. Agar yang digunakan adalah Mc Conkey agar dan agar darah. Inkubasi pada kedua agar pada suhu 37ºC selama 24 jam. Setelah 24 jam koloni tumbuh kemudian diwarnai dengan pewarnaan gram. Bakteri gram (+) tumbuh pada agar darah dan bakteri gram (-) tumbuh pada agar Mac Conkey.

 Pasien dengan kultur urin positif dan negatif dilakukan evaluasi terhadap

frekuensi pergantian popok sekali pakai pada siang dan malam setiap harinya, selama 1 minggu sebelum didiagnosa ISK dengan cara mengisi kuisioner. Kuisioner diisi oleh orangtua.

Alur penelitian

Populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi

Kultur urin (+)

Pemeriksaan kultur urin

Kultur urin (-)

Evaluasi terhadap frekuensi pemakaian popok sekali pakai pada siang dan malam setiap hari selama1 minggu sebelum didiagnosa

3.9. Identifikasi variabel

VARIABEL BEBAS SKALA

Frekuensi pergantian popok ordinal

sekali pakai

VARIABEL TERGANTUNG SKALA

3.10 Definisi Operasional

1. Infeksi Saluran Kemih adalah keadaan adanya infeksi (ada pertumbuhan dan perkembang biakan bakteri) dalam saluran kemih, meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria bermakna

2. Bakteriuria bermakna adalah bila ditemukan pada kultur urin pertumbuhan bakteri sejumlah ≥ 100.000 koloni/ml urin segar ( yang diperoleh dengan cara pengambilan yang steril atau tanpa kontaminasi)

3. Popok sekali pakai adalah popok atau lampin yang digunakan hanya sekali kemudian dibuang

4. Frekuensi adalah kekerapan dan jumlah pemakaian suatu unsur bahasa dalam suatu teks atau rekaman

5. Popok sekali pakai penuh adalah bila menurut orangtua popok sekali pakai tersebut berat serta urinnya telah merembes ke celana

3.11. Pengolahan dan Analisa Data

Data diolah, dianalisis, dan disajikan dengan menggunakan perangkat lunak komputer (SPSS for Windows versi 14.0) dengan tingkat kemaknaan P < 0,05. Untuk melihat hubungan frekuensi pergantian popok sekali pakai dengan timbulnya infeksi ISK digunakan uji chi square.

BAB 4. HASIL PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di poliklinik anak RS Haji Adam Malik Medan propinsi Sumatera Utara pada bulan Mei sampai dengan Juli 2010. Dari 80 anak yang memakai popok sekali pakai setiap hari kemudian dilakukan pemeriksaan kultur urin, didapatkan 40 anak kultur urin positif, 40 anak kultur urin negatif. (gambar 1)

Pemeriksaan kultur urin  Anak yang memenuhi kriteria inklusi ( n=  80 )  Kultur Urin Negatif    Evaluasi terhadap frekuensi pergantian popok sekali pakai  pada siang  dan malam setiap hari selama 1 minggu sebelum didiagnosa  Kultur Urin Positif   

Tabel 4.1. Karakteristik Sampel Peneltian

Kultur Urin Positif

(n = 40)

Kultur Urin Negatif (n = 40) Jenis Kelamin, n(%)

‐ Laki-laki 16 (40) 16 (40)

‐ Perempuan 24 (60) 24 (60)

Usia, bulan, mean (SD) 12,93 (8,603) 10,5 (6,928) Urin ke berapa, mean (SD) 1,53 (12,93) 1,48 (0,506) Pendapatan Ayah, n(%)

‐ < Rp. 1.500.000 13 (32,5) 0 (0)

‐ Rp. 1.500.000 – Rp. 2.500.000 22 (55) 30 (75)

‐ > Rp. 2.500.000 5 (12,5) 10 (25)

Pemakaian popok sekali pakai setiap hari, n(%)

40 (100) 40 (100)

Alasan ganti popok sekali pakai , n(%)

‐ Penuh dengan urin 22 (55) 37 (92,5)

‐ BAB 10 (25) 3 (7,5)

‐ Mandi 8 (20) 0 (0)

Bakteri Hasil Kultur, n (%)

E. Coli 20 (50) ‐ K. Pneumonia 8 (20) ‐ S. Epidermidis 5 (12,5) ‐ K. Ozaena 4 (10) ‐ P. Mirabilis

Bakteriuria

- ≥ 100000 koloni/ml urin

- ≥ 10000 koloni/ ml urin

3 (7,5) 32 (80) 8 (20)

Pada table 4.1 didapatkan dari kedua kelompok, anak perempuan yang memakai popok sekali pakai setiap hari lebih banyak dari anak laki-laki. Kelompok anak dengan kultur urin positif rata- rata berusia 12,93 bulan dan kelompok anak dengan kultur urin negatif rata-rata berusia 10,5 bulan dengan rentang usia anak yang mengikuti studi ini adalah 2 bulan hingga 2 tahun 3 bulan. Alasan yang paling

tersebut telah penuh dengan urin yaitu 55% didapatkan pada kelompok anak dengan kultur urin positif dan 95% pada kelompok anak dengan kultur urin negatif . Dalam penelitian ini, didapatkan bakteri yang paling sering menyebabkan ISK adalah E. coli yaitu sebanyak 50% dari kelompok anak dengan kultur urin positif dengan bakteriuria signifikan sebanyak 80% dan bakteriuria ≥ 104 koloni/ml disertai gejala klinis sebanyak 20%.

.

Tabel 4.2. Hubungan jumlah frekuensi pergantian popok sekali pakai per hari dengan kejadian ISK

Kultur Urin

Positif Negatif Total n (%) Jumlah frekuensi total ganti

popok sekali pakai / hari

n (%) n (%) P < 4 18 (100) 0 0 18 (22,5) 4 – 5 22 (68,8) 10 (31,2) 32 (40) ≥6 0 0 30 (100) 30 (37,5) Total 40 (50) 40 (50) 80 (100) .0001

Pada tabel 4.2 didapatkan 18 anak (100%) dengan kultur urin positif dengan jumlah frekuensi pergantian popok sekali pakai per hari < 4 kali, 22 anak (68,8%) dengan kultur urin positif dan 10 anak (31,2%) dengan kultur urin negatif dengan jumlah pergantian popok sekali pakai per hari 4 – 5 kali, dan 30 anak (100%) dengan kultur urin negatif dengan jumlah frekuensi pergantian popok sekali pakai per hari ≥ 6 kali. Dari hasil analisa didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara jumlah

frekuensi pergantian popok sekali pakai per hari dengan kejadian ISK (nilai P = ,0001)

Tabel 4.3. Hubungan frekuensi pergantian popok sekali pakai pada siang hari dengan kejadian ISK

Kultur Urin

Positif Negatif

Total n (%)

P Frekuensi ganti popok sekali

pakai pada siang hari

n (%) n (%)

< 4 38 (95) 2 (5) 40 (100) .0001

≥4 2 (5) 38 (2) 40 (100)

Total 40 (50) 40 (50) 80 (100)

Hubungan frekuensi pergantian popok sekali pakai pada siang hari dengan kejadian ISK dapat dilihat pada tabel 4.3. Didapatkan 38 anak (95%) dengan kultur urin positif yang frekuensi pergantian popok sekali pakainya < 4 kali per hari. Dari hasil analisa diperoleh adanya hubungan yang bermakna antara frekuensi pergantian popok sekali pakai pada siang hari dengan kejadian ISK (nilai P = ,0001).

Tabel 4.4. Hubungan frekuensi pergantian popok sekali pakai pada malam hari dengan kejadian ISK

Kultur Urin

Positif Negatif

Total Frekuensi ganti popok sekali

pakai pada malam hari

n (%) n (%) N (%) P

Pada tabel 4.4 didapatkan 39 anak yang kultur urinnya positif dengan frekuensi pergantian popok sekali pakai pada malam hari < 4 kali per harinya. Dari 20 anak yang mengganti popok sekali pakai pada malam hari ≥ 4 kali, 19 anak diantaranya memiliki kultur urin negatif. Dari hasil analisa diperoleh terdapat hubungan yang bermakna antara frekuensi pergantian popok sekali pakai pada malam hari dengan kejadian ISK (nilai P = ,0001).

BAB 5. PEMBAHASAN

Pada studi ini didapatkan 40 anak pada masing-masing kelompok dan 60% dari masing-masing kelompok diantaranya adalah anak perempuan (n=24). Usia anak yang mengikuti studi ini rata-rata adalah 10 bulan. Kelompok anak dengan kultur urin positif rata-rata berusia 12,93 bulan dan kelompok anak dengan kultur urin negatif raa-rata-rata berusia 10,5 bulan. Anak yang mengikuti studi ini semuanya memakai popok sekali pakai setiap harinya.

ISK sering terjadi pada bayi dan anak.1 ISK pada anak yang lebih besar sering menunjukkan gejala sedangkan pada anak yang lebih kecil jarang menunjukkan gejala. Insidens ISK tertinggi terjadi pada dua tahun pertama pada anak dan menurun sesudahnya. Insidens pada anak laki-laki usia kurang dari 1 tahun adalah 3% sedang pada anak perempuan kurang dari 1 tahun adalah 7%.3,6,10

Cara pengambilan sampel pada studi ini adalah dengan memakai plastik penampung urin (Urogard). Caranya adalah dengan melekatkan plastik penampung urin ke daerah perineal setelah terlebih dahulu daerah perineal dibersihkan, sehingga mudah untuk menampung urin. Pada studi ini waktu pengambilan sampel urin dicatat, tetapi hasil analisa tidak menunjukkan adanya hubungan antara waktu pengambilan urin ke berapa dengan hasil kultur urin.

Pengambilan sampel urin yang terbaik adalah dengan aspirasi suprapubik tetapi cara ini invasif dan sering gagal dilakukan sehingga harus dicoba berkali-kali.

terkontaminasi bakteri dari flora fekal dan perineal. Waktu pengambilan sampel urin yang terbaik adalah pada pagi hari.1,34 Studi di Israel mendapatkan bahwa pengambilan sampel urin langsung dari popok sekali pakai menunjukkan hasil kultur urin yang valid sama bila dibandingkan dengan cara urin pancar tengah dan aspirasi suprapubik.35,36

Studi ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara frekuensi pergantian popok sekali pakai dengan timbulnya ISK. Pada studi ini didapatkan hasil yang signifikan yang menunjukkan adanya hubungan antara frekuensi pergantian popok sekali pakai dengan kejadian ISK pada anak. Hal ini dapat dilihat dari hasil studi bahwa frekuensi pergantian popok sekali pakai kurang dari 4 kali per harinya didapatkan 18 anak (100%) yang kultur urin positif. Sedangkan yang frekuensi pergantian popok sekali pakai lebih besar sama dengan 6 kali per harinya didapatkan 30 anak (100%) yang kultur urinnya negatif.

Studi ini juga menganalisa frekuensi pergantian popok sekali pakai pada siang hari dan malam hari. Dari keduanya juga didapati adanya hubungan yang bermakna antara frekuensi pergantian popok sekali pakai dengan kejadian ISK yaitu dari 40 anak dengan hasil kultur urin positif, 38 (95%) pada siang hari dan 39 (65%) pada malam hari yang frekuensi pergantian popok sekali pakainya < 4 kali perhari.

Sugimura dkk mendapatkan adanya hubungan antara popok sekali pakai dengan kejadian ISK pada anak. Dari studi ini didapatkan jumlah frekuensi popok sekali pakai kurang dari 4,7 kali perhari berpotensi sebagai faktor risiko timbulnya ISK.17 Fahimzad dkk menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara frekuensi pergantian popok sekali pakai dengan kejadian ISK.37

Pada studi ini bakteri yang paling banyak dijumpai adalah E.coli (50%). E.coli merupakan bakteri gram negatif yang mempunyai fimbria (tersusun dari beberapa subunit protein) yang diduga dapat mudah berlekatan pada uroepitel dan jaringan ginjal dan menyebabkan inflamasi.38-40

Kelemahan pada studi ini adalah tidak dianalisanya tentang jenis popok sekali pakai yang digunakan serta data yang diperoleh dari orangtua hanya berupa kuisioner. Fahimzad dkk mendapatkan bahwa frekuensi pergantian popok sekali pakai tidak mempengaruhi kejadian ISK pada anak. Yang mempengaruhi adalah jenis popok sekali pakai yaitu popok sekali pakai superabsorbent, popok sekali pakai yang standar, dan popok sekali pakai yang terbuat dari kain yang dapat dicuci. Didapatkan hasil yang signifikan bahwa ISK lebih sering terjadi pada anak yang menggunakan popok sekali pakai yang daya serapnya paling baik. Hal ini disebabkan kurangnya ventilasi pada popok tersebut sehingga bakteri anaerob mudah berkolonisasi.37 Robson dkk mengungkapkan bahwa ”jelly beads” yang terdapat di popok sekali pakai juga menyebabkan mudahnya terjadi ISK pada anak.18

Dokumen terkait