• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Frekuensi Pergantian Popok Sekali Pakai dengan Kejadian Infeksi Saluran Kemih pada Anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Frekuensi Pergantian Popok Sekali Pakai dengan Kejadian Infeksi Saluran Kemih pada Anak"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN FREKUENSI PERGANTIAN POPOK SEKALI PAKAI DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN KEMIH PADA ANAK

TESIS

MEIRINA DAULAY 087103010/IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HUBUNGAN FREKUENSI PERGANTIAN POPOK SEKALI PAKAI DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN KEMIH PADA ANAK

TESIS

Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang Ilmu Kesehatan Anak / M.Ked (Ped) pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

MEIRINA DAULAY 087103010 / IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK – KONSENTRASI ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : Hubungan Frekuensi Pergantian Popok

Sekali Pakai dengan Kejadian Infeksi

Saluran Kemih pada Anak

Nama Mahasiswa : Meirina Daulay Nomor Induk Mahasiswa : 087103010

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Ilmu Kesehatan Anak

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Rusdidjas, SpA(K) Ketua

dr. Supriatmo, SpA(K) Anggota

(4)

Tanggal lulus : 25 Juni 2011 PERNYATAAN

HUBUNGAN FREKUENSI PERGANTIAN POPOK SEKALI PAKAI DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN KEMIH PADA ANAK

TESIS

Dengan ini menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, Juni 2011

(5)

Telah diuji pada

Tanggal : 25 Juni 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. H. Rusdidjas, SpA(K) ...

Anggota : 1. Dr. Supriatmo, SpA(K) ...

2. Dr. Lily Irsa, SpA(K) ...

3. Dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) ...

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayahNya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir

pendidikan Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Kesehatan Anak di FK USU /

RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari

kesempurnaan sebagaimana diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan

hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa akan

datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan

ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing utama Prof. Dr. Rusdidjas, SpA(K) dan Dr. Supriatmo, SpA(K), yang

telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran yang sangat berharga

dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

2. Prof. Rafita Ramayati, SpA(K), Dr. Oke Rina Ramayani, SpA, dan Dr. Rosmayanti

Siregar, SpA yang telah sangat banyak membimbing serta membantu saya dalam

menyelesaikan penelitian serta tesis ini.

3. Dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K), selaku Ketua Program Pendidikan Dokter

(7)

Sekretaris Program, serta Ketua Program Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK

USU sebelumnya Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K) yang telah banyak membantu

dalam menyelesaikan tesisi ini.

4. Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan

Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan, serta Ketua

Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik

Medan sebelumnya Dr. H. Ridwan Daulay, SpA(K) yang telah memberikan bantuan

dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.

5. Seluruh staf pengajar di departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H.

Adam Malik dan RS Dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan sumbangan pikiran

dalam melaksanakan penelitian dan penulisan tesis ini.

6. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc

(CTM), SpA(K), serta Rektor Universitas Sumatera Utara sebelumnya Prof. Dr. H.

Chairuddin P. Lubis, DTM&H, SpA(K) dan Dekan FK USU yang telah memberikan

kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Anak di FK USU.

7. Seluruh perawat di poli anak RSUP H. Adam Malik Medan yang ikut membantu

penelitian ini sehingga dapat terlaksana dengan baik

8. Winra Pratita, Masyitah Sri Wahyuni, Mars Nasrah, Marlisye Marpaung, Hendri

Wijaya, Lina Waty, Ifo F. Sihite, Sri Yanti Harahap, Windya Sari, Aridamuriany Lubis,

Ade Amelia, Hafas Zakky, Nur’aini yag selama tiga tahun bersama-sama dalam

suka dan duka serta teman sejawat PPDS Departemen Ilmu Kesehatan Anak

(8)

Teristimewa untuk suami tercinta Budi Ansary Lubis, SSTP, MSi, dan kedua

ananda tersayang Meisya Putri Ansary Lubis dan Shafiqah Aisyah Ansary Lubis,

terima kasih atas doa, pengertian, dukungan dan pengorbanan tanpa kenal lelah

yang telah diberikan selama penulis menempuh pendidikan. Mudah-mudahan Allah

SWT senantiasa melimpahkan rahmat, rezeki, dan karunia Nya buat kita semua.

Kepada orangtua yang tercinta Sofyan Daulay dan Machdalena Nasution

serta abang dan adik Ronny Daulay, SE, Ak., dan Dr. Deyvia Daulay serta mertua

Basarudin Lubis dan Siti Nur Anwari yang selalu mendoakan, memberikan

dorongan, bantuan moril dan materil selama penulis mengikuti pendidikan ini.

Terima kasih atas doa, pengertian, dan dukungan selama penulis menyelesaikan

pendidikan ini. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kasih sayang dan

karuniaNya kepada kita semua dan segala budi baik yang telah diberikan

mendapat balasan yang setimpal dari Allah Yang Maha Kuasa.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini

bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan, Juni 2011

(9)

DAFTAR ISI

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih 5

(10)

BAB 5. PEMBAHASAN

5.1. Pembahasan 24

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan 28

6.2. Saran 28

BAB 7. RINGKASAN

7.1. RINGKASAN 29

7.2. SUMMARY 30

Daftar Pustaka 31

Lampiran

1. Personil Penelitian

2. Jadwal Penelitian

3. Perkiraan Biaya 4.

Lembar Penjelasan

5. Persetujuan Setelah Penjelasan

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Karakteristik demografi 20

Tabel 4.2 Hubungan jumlah frekuensi pergantian popok sekali pakai per hari dengan kejadian ISK

21

Tabel 4.3 Hubungan frekuensi pergantian popok sekali pakai pada siang hari dengan kejadian ISK

22

Tabel 4.4 Hubungan frekuensi pergantian popok sekali pakai pada malam hari dengan kejadian ISK

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1

Gambar 3.1

Kerangka konseptual Alur penelitian

11 17

Gambar 4.1 Profil penelitian 19

  Foto popok sekali pakai Lampiran 7

(13)

DAFTAR SINGKATAN ISK : Infeksi Saluran Kemih

DMSA : Dimercaptosuccinic acid scintigraphy

FK-USU : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara PSP : Persetujuan Setelah Penjelasan

(14)

DAFTAR LAMBANG

 : Kesalahan tipe I  : Kesalahan tipe II

n : Jumlah subjek / sampel P : Proporsi

P1 : Proporsi pemakai popok sekali pakai di kelompok yang terinfeksi ISK

P2 : Proporsi pemakai popok sekali pakai di kelompok yang tidak terinfeksi ISK

Q : 1 – P Q1 : 1 – P1

Q2 : 1 – P2

z : Deviat baku normal untuk  z : Deviat baku normal untuk 

p : Tingkat kemaknaan

> : Lebih besar dari < : Lebih kecil dari

(15)

ABSTRAK

Latar belakang : Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan salah satu penyebab demam tersering pada anak. Salah satu penyebab terjadi ISK pada anak adalah akibat pemakaian popok sekali pakai yang tidak sering diganti. Hal ini terjadi karena daerah perineal yang lembab menyebabkan bakteri dapat berpindah dari anus ke orifisium uretra eksterna.

Tujuan : Untuk menilai hubungan frekuensi pergantian popok sekali pakai dengan kejadian infeksi saluran kemih pada anak

Metode : Kultur urin dilakukan pada anak usia 2 bulan sampai 2,5 tahun dengan sangkaan ISK yang datang ke poliklinik anak RS Haji Adam Malik, Medan pada bulan April sampai Juli 2010. Pemilihan sampel secara consecutive sampling serta memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Diagnosa ISK ditegakkan berdasarkan kultur urin yaitu bila ditemukan ≥105 koloni/mL bakteri dalam urin. Sebanyak 80 anak mengikuti studi ini, terbagi menjadi 2 kelompok yaitu 40 anak dengan hasil kultur urin positif dan 40 anak dengan hasil kultur urin negatif. Lalu dinilai hubungan jumlah frekuensi pemakaian popok sekali pakai setiap harinya selama 1 minggu sebelumnya dengan hasil kutur urin. Analisa yang digunakan chi square

Hasil : Frekuensi pergantian popok sekali pakai per hari pada anak: <4x (18 anak) , 4-5 x (32 anak), ≥ 6 x (30 anak). Hasil kultur urin positif pada anak dengan pergantian popok sekali pakai per hari: <4 x, 4-5 x, dan ≥6 x masing-masing, 18 (100%), 22 (68,8%), dan 0 (0%) (p<.0001). Kuman yang paling banyak dijumpai pada kultur urin adalah Escherichia coli

Kesimpulan : Frekuensi pergantian popok sekali pakai yang digunakan anak setiap harinya berhubungan dengan kejadian infeksi saluran kemih pada anak

(16)

ABSTRACT

Background Urinary tract infection (UTI) is the most common fever cause in children. Less frequent disposable diaper changing is one of the causes of UTI in children. It happens because perineal’s area is damp so bacteria migrate from anus to orificium urethra externa.

Objective To define the association between the frequency of disposable diaper changing and urinary tract infection in children.

Methods Urine culture was performed in 2 months until 2 years 6 months old children with suspect of UTI, who came to Haji Adam Malik Hospital in April to June 2010 as outpatient. Sample matched for inclusion and exclusion criteria was chosen by consecutive sampling. Diagnosis of UTI was based on urine culture with bacterial count ≥105/mL Eighty children were followed in this study, divided into two groups: positive (n=40) and negative (n=40) urine culture. Defining the association between the frequency of daily disposable diapers changing in one week with the result of urine culture. Chi square was used for analysis.

Results Frequency of daily disposable diapers changing in children: <3 times (18), 3–5 times (32), ≥6 times (30). Frequency of daily disposable diaper changing in children with positive urine culture: <4 times, 4–5 times, and ≥6 times were 18 (100%), 22 (68,8%), and 0 (0%) (p< .0001). The most frequent bacteria finding in urine culture on this study was Escherichia coli.

Conclusion The frequency of daily disposable diaper changing is associated with UTI incidence in children.

(17)

ABSTRAK

Latar belakang : Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan salah satu penyebab demam tersering pada anak. Salah satu penyebab terjadi ISK pada anak adalah akibat pemakaian popok sekali pakai yang tidak sering diganti. Hal ini terjadi karena daerah perineal yang lembab menyebabkan bakteri dapat berpindah dari anus ke orifisium uretra eksterna.

Tujuan : Untuk menilai hubungan frekuensi pergantian popok sekali pakai dengan kejadian infeksi saluran kemih pada anak

Metode : Kultur urin dilakukan pada anak usia 2 bulan sampai 2,5 tahun dengan sangkaan ISK yang datang ke poliklinik anak RS Haji Adam Malik, Medan pada bulan April sampai Juli 2010. Pemilihan sampel secara consecutive sampling serta memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Diagnosa ISK ditegakkan berdasarkan kultur urin yaitu bila ditemukan ≥105 koloni/mL bakteri dalam urin. Sebanyak 80 anak mengikuti studi ini, terbagi menjadi 2 kelompok yaitu 40 anak dengan hasil kultur urin positif dan 40 anak dengan hasil kultur urin negatif. Lalu dinilai hubungan jumlah frekuensi pemakaian popok sekali pakai setiap harinya selama 1 minggu sebelumnya dengan hasil kutur urin. Analisa yang digunakan chi square

Hasil : Frekuensi pergantian popok sekali pakai per hari pada anak: <4x (18 anak) , 4-5 x (32 anak), ≥ 6 x (30 anak). Hasil kultur urin positif pada anak dengan pergantian popok sekali pakai per hari: <4 x, 4-5 x, dan ≥6 x masing-masing, 18 (100%), 22 (68,8%), dan 0 (0%) (p<.0001). Kuman yang paling banyak dijumpai pada kultur urin adalah Escherichia coli

Kesimpulan : Frekuensi pergantian popok sekali pakai yang digunakan anak setiap harinya berhubungan dengan kejadian infeksi saluran kemih pada anak

(18)

ABSTRACT

Background Urinary tract infection (UTI) is the most common fever cause in children. Less frequent disposable diaper changing is one of the causes of UTI in children. It happens because perineal’s area is damp so bacteria migrate from anus to orificium urethra externa.

Objective To define the association between the frequency of disposable diaper changing and urinary tract infection in children.

Methods Urine culture was performed in 2 months until 2 years 6 months old children with suspect of UTI, who came to Haji Adam Malik Hospital in April to June 2010 as outpatient. Sample matched for inclusion and exclusion criteria was chosen by consecutive sampling. Diagnosis of UTI was based on urine culture with bacterial count ≥105/mL Eighty children were followed in this study, divided into two groups: positive (n=40) and negative (n=40) urine culture. Defining the association between the frequency of daily disposable diapers changing in one week with the result of urine culture. Chi square was used for analysis.

Results Frequency of daily disposable diapers changing in children: <3 times (18), 3–5 times (32), ≥6 times (30). Frequency of daily disposable diaper changing in children with positive urine culture: <4 times, 4–5 times, and ≥6 times were 18 (100%), 22 (68,8%), and 0 (0%) (p< .0001). The most frequent bacteria finding in urine culture on this study was Escherichia coli.

Conclusion The frequency of daily disposable diaper changing is associated with UTI incidence in children.

(19)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah penyebab demam tersering pada anak. ISK juga

merupakan penyakit infeksi bakteri yang serius yang sering terjadi pada bayi dan

anak di negara berkembang. Epidemiologi ISK dibedakan antara usia, jenis kelamin

dan faktor-faktor lainnya. Pada neonatus laki-laki lebih sering terkena ISK dengan

prevalensi 2,5% dibanding perempuan 0,9%. Pada bayi perempuan prevalensi

terhadap ISK meningkat menjadi 1,2 – 1,9% dan laki-laki 0,03%. ISK jarang terjadi

pada anak laki-laki yang telah disirkumsisi tetapi 5-20 kali lebih sering pada anak

yang tidak disirkumsisi sehingga sirkumsisi dapat menurunkan risiko untuk terjadi

ISK.1,2 Lima belas persen kasus ISK berhubungan dengan timbulnya skar pada

ginjal, yang dalam jangka panjang dapat menagakibatkan timbulnya hipertensi dan

gagal ginjal. 3,4

Penyebab ISK sangat kompleks tergantung dari faktor pejamu dan faktor

organismenya. Bakteri dalam urin berasal dari ginjal, pielum, ureter, vesika urinaria

atau dari uretra. Infeksi di saluran kemih tergantung dari faktor predisposisi dan

faktor pertahanan tubuh penderita. Beberapa fakor predisposisi adalah obstruksi

urin, kelainan struktur, urolitiasis, benda asing, refluks, konstipasi yang lama, dan

lain-lain. Pada bayi dan anak-anak bakteri dalam saluran kemih umumnya berasal

dari tinjanya sendiri yang menjalar secara asending maupun akibat dari pemakaian

(20)

Beberapa tahun belakangan ini, popok sekali pakai sudah sangat luas

digunakan. Popok sekali pakai dikenalkan ke masyarakat sebagai popok yang dapat

menyerap banyak urin dan bertujuan agar tidak terlalu sering mengganti popok.

Pada akhirnya, seperti banyak terlihat di kehidupan sehari–hari, orangtua tidak

mengganti popok sekali pakai anaknya walaupun anak telah berkemih berkali-kali.

Gejala ISK umumnya adalah demam, sakit pinggang, disuria, polakisuria,

enuresis, dan lain-lain. Diagnosis ISK ditegakkan dengan biakan urin dan ditemukan

pertumbuhan bakteri ≥ 100.000 koloni/ml urin dari satu jenis bakteri, atau bila ditemukan >10000 koloni tetapi disertai gejala klinik yang jelas dianggap sebagai

ISK. 1,3,5

Cara pengambilan sampel urin ada 4, yaitu urin porsi tengah, plastik

penampung urin anak ( pediatric urine collector ), kateter, dan aspirasi suprapubik.

Pada bayi yang lebih sering digunakan adalah plastik penampung urin yang

dilekatkan di perineum. Efek samping plastik penampung urin ini adalah susah untuk

dilepaskan, nyeri daerah perineal, atau pun luka lecet pada kulit sekitarnya.6,7

Penyebab terbanyak ISK, baik pada yang simtomatik maupun asimtomatik,

termasuk pada neonatus adalah Eschericia coli (65-90%). Penyebab lainnya seperti

Klebsiella, Proteus, Staphylococcus saphrophyticus, coagulase-negative

staphylococcus, Pseudomonas aeroginosa, Streptococcus fecalis, dan

Streptococcus agalactiiae, jarang ditemukan. 1,8 ISK nosokomial juga sering

(21)

1.2. Perumusan Masalah

1. Apakah ada hubungan antara pemakaian popok sekali pakai dengan timbulnya

infeksi saluran kemih?

2. Apakah ada hubungan frekuensi pergantian popok sekali pakai dengan

timbulnya infeksi saluran kemih?

1.3. Hipotesa

Ada hubungan antara frekuensi pergantian popok sekali pakai dengan timbulnya

infeksi saluran kemih.

1.4. Tujuan Penelitian

Untuk melihat hubungan antara frekuensi pergantian popok sekali pakai dengan

timbulnya infeksi saluran kemih

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Di bidang akademik / ilmiah : meningkatkan pengetahuan

peneliti di bidang nefrologi anak, khususnya dalam pengaruh

frekuensi pergantian popok sekali pakai terhadap timbulnya ISK.

1.5.2. Di bidang pelayanan masyarakat : meningkatkan usaha peningkatan

kesehatan anak khususnya mengenai ISK

1.5.3. Di bidang pengembangan penelitian : memberikan masukan

(22)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih

Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan

faktor-faktor lainnya. Insidens ISK tertinggi terjadi pada tahun pertama pada anak.

Selama tahun pertama kehidupan, prevalensi bakteriuria 0,9% pada anak

perempuan dan 2,5% pada anak laki-laki. Prevalensi ISK pada anak usia 2 bulan

sampai 2 tahun adalah 5%. Insidens ISK pada anak usia kurang dari 6 tahun adalah

3-7% pada anak perempuan dan 1-2% pada anak laki-laki. Insidens ISK pada anak

remaja adalah 10%, dimana 7,8% diantaranya dijumpai pada anak perempuan. 10-12

Suatu penelitian mendapatkan prevalensi yang lebih tinggi terjadi pada anak

malnutrisi yaitu sekitar 8-35%.13 Angka kejadian ISK pada anak kulit putih lebih tinggi

daripada anak kulit hitam. Rekurensi ISK dapat terjadi 6 – 12 bulan berikutnya

dengan angka kejadian 20-48%. Rekurensi ISK terutama terjadi pada anak usia 3 -

5 tahun.11-13

Penyebab terbanyak ISK baik yang simtomatik maupun yang asimtomatik,

termasuk pada neonatus adalah Escherichia coli (70-80%).1 Pada suatu studi di

Arab didapatkan E.coli pada ISK lebih sering dijumpai pada perempuan (81,7%).9

Pada uropati obstruktif dan pada kelainan saluran kemih sering ditemukan Proteus

species. Pada penelitian di Iran pada ruangan Intensive Care Unit, bakteri yang

paling banyak dijumpai adalah K.pneumonia. Menurut peneliti hal ini berhubungan

(23)

2.2. Diagnosis Infeksi Saluran Kemih

ISK adalah keadaan adanya infeksi ( ada pertumbuhan dan perkembang biakan

bakteri ) dalam saluran kemih, meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di

kandung kemih dengan jumlah bakteriuria bermakna yaitu ≥ 100000 koloni / ml urin segar. Bakteriuria adalah ditemukannya bakteri dalam urin. Bakteriuria asimtomatik

adalah bila ditemukannnya bakteriuria bermakna tanpa adanya gejala klinis. Hal ini

lebih sering terjadi pada anak perempuan. 1

Gejala klinis ISK adalah nyeri perut, demam, malaise, mual, muntah dan

terkadang diare. Pada bayi biasanya gejalanya kurang spesifik misal penurunan

nafsu makan, gelisah dan penurunan berat badan. 1,5,16 Studi yang dilakukan di

negara berkembang mendapatkan anak yang menderita demam 10% diantaranya

adalah ISK.14 Tidak jarang pada bayi dan anak usia lebih kecil ISK tidak

menunjukkan gejala. Faktor predisposisi terjadinya ISK adalah jenis kelamin wanita,

anak laki-laki yang tidak disirkumsisi, anak yang sedang belajar buang air kecil,

konstipasi, pemakaian popok sekali pakai dalam waktu yang lama, kelainan

anatomi, dan lainnya. 1,5,16,17

ISK dapat dibagi menjadi ISK atas (upper UTI) dan ISK bawah (lower UTI).

ISK atas yaitu bila infeksi terjadi terutama di parenkim ginjal, lazim disebut

pielonefritis. ISK bawah yaitu bila infeksi terjadi di vesika urinaria atau uretra. ISK

atas paling sering terjadi pada bayi usia kurang dari 12 bulan dengan gejala demam

tanpa sebab.1,5

(24)

sebaiknya dilakukan segera (kurang dari setengah jam sesudah sampel urin

diambil). Bila waktu tidak memungkinkan dapat disimpan dalam lemari es pada suhu

40C dan masih dapat dilakukan pembiakan sebelum 48 jam. Waktu pengambilan

sampel urin untuk pemeriksaan rutin yang terbaik adalah pagi hari segera sesudah

bangun tidur, sedang bila untuk biakan bisa diambil urin sewaktu asalkan sudah

lebih dari 4 jam urin terkumpul dalam kandung kemih. 1

Baku emas untuk diagnostik ISK adalah pemeriksaan kultur urin dimana

dijumpai bakteriuria ≥ 100000 koloni / ml urin segar. Pemeriksaan lainnya adalah dengan cara urin dip slide dan tes dipstik urin.1,18-20 Urin dipslide adalah suatu gelas

objek yang dilapisi media biakan diatasnya, direndam ke dalam pot yang berisi urin

di dalamnya dan diinkubasi selama 24 jam. Tes dipstik urin adalah batang plastik

tipis yang pada ujungnya terdapat reagens pads dan yang penting diperhatikan

untuk ISK adalah nitrit, leukosit esterase dan protein.1,21

Novak, dkk menyebutkan bahwa urinalisa dapat membantu dalam

memprediksi terjadinya ISK dengan sensitivitas 82%.22 Dipstik urin baik dilakukan

sebelum kultur urin sebagai petunjuk awal dalam mendiagnosis ISK oleh karena

hasil kultur urin baru diperoleh lebih dari 24 jam.23-25 Suatu studi metaanalisis

menyimpulkan bahwa adanya bakteri yang dilihat dari nitrit dan leukosit esterase

pada dipstik urin dapat menggambarkan adanya ISK pada anak.26

Pemeriksaan lanjutan yang dapat dilakukan adalah USG ginjal dan skintigrafi

menggunakan Dimercaptosuccinic acid scintigraphy (DMSA). Lebih kurang 40%

anak dengan ISK menunjukkan kelainan radiologis seperti refluks dan

(25)

tidak perlu dilakukan.29 Pengenalan dini dan pemilihan terapi antibiotik yang tepat

dapat mencegah berkembangnya penyakit menjadi pyelonephritis, urosepsis dan

sekuele jangka panjang yaitu skar ginjal.22,30 Satu dari 3 penderita skar ginjal akan

menjurus ke hipertensi asimptomatik. Hipertensi ini akan berlanjut disertai

penurunan fungsi ginjal dan akhirnya menderita gagal ginjal kronik.1

2.3. Hubungan popok sekali pakai dengan terjadinya ISK

Patogenesis ISK sangat kompleks, karena tergantung banyak faktor seperti faktor

pejamu (host) dan faktor organismenya. Bakteri dalam urin dapat berasal dari ginjal,

pielum, ureter, vesika urinaria atau dari uretra. Timbulnya suatu infeksi di saluran

kemih tergantung dari faktor predisposisi, faktor pertahanan tubuh penderita dan

faktor-faktor lainnya yang masih belum diketahui. Pada bayi dan anak adanya

bakteri dalam saluran kemih, umumnya berasal dari tinjanya sendiri yang menjalar

secara asending. 1,6,17

Bayi berkemih sekurangnya 8 sampai 20 kali sehari tergantung dari usia dan

frekuensi pemberian makan atau minum. Bayi usia kurang dari 1 bulan berkemih 20

kali dalam sehari.25 Sekarang ini, popok sekali pakai dipakai sudah mudah didapati

di masyarakat dengan berbagai tipe dan harga yang terjangkau. Popok sekali pakai

dipromosikan sebagai produk yang memiliki daya serap urin yang tinggi, bahkan

dapat menampung urin sebanyak ± 5 gelas ( 1 gelas = 60 ml ), sehingga dapat lebih

(26)

Mota DM, dkk menyebutkan bahwa dari anak usia 24 bulan yang mengikuti

studi tentang latihan berkemih, hanya 25% yang sudah tidak memakai popok sekali

pakai dalam kesehariannya dan 9,5% yang hanya memakai popok sekali pakai pada

malam hari.31 Sugimura dkk. mendapatkan bahwa anak yang frekuensi pergantian

popok sekali pakainya lebih sedikit perharinya dapat mengakibatkan peningkatan

risiko ISK.17 Penelitian di Inggris juga menyebutkan bahwa pergantian plastik

penampung urin setiap 30 menit dapat meniadakan pertumbuhan bakteri sehingga

dapat menghindari terjadinya ISK. 32

Peningkatan risiko ISK dapat terjadi oleh karena pemakaian popok sekali

pakai yang lama diganti yang menyebabkan daerah perineal menjadi lembab

sehingga menyebabkan munculnya bakteri uropatogenik. Bakteri dari saluran kemih

ini dapat naik ke ureter sampai ke ginjal, melalui suatu lapisan tipis cairan (films of

fluid), bertambah lagi bila ada refluks vesiko ureter dan refluks intrarenal. Hal ini

sering terjadi pada anak oleh karena kurangnya kontraksi pada dasar pelvis

sehingga setiap habis berkemih masih ada sisa urin yang tertahan sehingga

mengakibatkan refluks bakteri dari uretra ke kandung kemih. Hal lain yang dapat

menyebabkan munculnya bakteri tipe uropatogenik adalah obstruksi urin, kelainan

(27)

Kerangka Konsep

Munculnya tipe uropatogenik

Kolonisasi di perineal dan uretra anterior

Infeksi Saluran Kemih Barier mukosa normal di saluran kemih terganggu

Flora usus di daerah segitiga perineal

Pemakaian popok sekali pakai

(28)

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional untuk

mengetahui hubungan frekuensi pergantian popok sekali ganti dengan timbulnya

ISK.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di poliklinik anak RS H. Adam Malik Medan, Propinsi Sumatera

Utara, dilaksanakan mulai April sampai dengan Juli 2010.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi target adalah anak yang tersangka menderita ISK. Populasi terjangkau

adalah anak yang datang ke poliklinik anak di RS H. Adam Malik dengan sangkaan

ISK. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi.

3.4. Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan mempergunakan rumus besar sampel untuk uji

hipotesis terhadap 2 proporsi independen, yaitu : 28

n1 = n2 = (Z√2PQ + Z√P1Q1 + P2Q2 )2

(P1 – P2)2

n1 = jumlah subjek yang terinfeksi ISK

(29)

 = kesalahan tipe I = 0,05 → Tingkat kepercayaan 95%

Z = nilai baku normal = 1,96

 = kesalahan tipe II = 0,2 → Power (kekuatan penelitian) 80%

Z = 0,842

P1 = proporsi pemakai popok sekali pakai di kelompok subjek yang

terinfeksi ISK = 0,75

Q1 = 1 – P1 = 0,25

P2 = proporsi pemakai popok sekali pakai di kelompok yang tidak

terinfeksi ISK = 0,45

Q2 = 1 – P2 = 0,55

P = ( P1+P2 ) : 2 = 0,6 Q = 1 – P = 0,4

Dengan menggunakan rumus tersebut didapatkan jumlah sampel masing-masing

kelompok sebanyak 40 orang.

3.5. Kriteria Inklusi Dan Eksklusi 3.5.1. Kriteria Inklusi

1. Anak usia 2 bulan – 2,5 tahun yang memakai popok sekali pakai setiap

hari

2. Orangtua bersedia mengisi surat pernyataan kesediaan (informed

consent)

(30)

3.5.2. Kriteria Ekslusi

1. Anak dengan kelainan kongenital pada saluran kemih yaitu

hipospadia, epipasdia

2. Sedang / telah mendapat terapi antibiotik

3.6. Persetujuan / Informed Consent

Semua subjek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah dilakukan

penjelasan terlebih dahulu mengenai pengaruh penggunaan popok sekali pakai

dengan timbulnya ISK, dengan terlebih dahulu diperiksakan urin untuk memastikan

diagnosa ISK.

3.7. Etika Penelitian

Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Kedokteran dari Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.

3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian

 Orangtua/wali diberikan penjelasan mengenai Infeksi Saluran Kemih dan

hubungannya dengan pemakaian popok sekali pakai setiap hari

 Orang tua/wali pasien dimintakan persetujuannya agar anaknya boleh

diikutkan dalam penelitian ini.

 Semua penderita dicatat identitasnya yaitu nama, tanggal lahir, usia, jenis

(31)

 Semua pasien dilakukan pemeriksaan kultur urin. Urin diambil dengan

memakai plastik penampung urin yang steril, yang dilekatkan di perineum

dengan sebelumnya daerah perineal (vagina ataupun penis dan orifisium

uretra eksterna) dibersihkan dengan air dan sabun sebanyak 3-4 kali, diseka

dari depan ke belakang. Selanjutnya dikeringkan dengan kasa steril.

 Setelah urin terkumpul, dalam waktu kurang dari setengah jam harus sudah

diantar ke laboratorium mikrobiologi.

 Pemeriksaan kultur urin dilakukan di laboratorium mikrobiologi RS Haji Adam

Malik Medan. Urin diambil 0,001 cc dengan sengkelit dan ditanam ke plate

agar. Agar yang digunakan adalah Mc Conkey agar dan agar darah. Inkubasi

pada kedua agar pada suhu 37ºC selama 24 jam. Setelah 24 jam koloni

tumbuh kemudian diwarnai dengan pewarnaan gram. Bakteri gram (+)

tumbuh pada agar darah dan bakteri gram (-) tumbuh pada agar Mac

Conkey.

 Pasien dengan kultur urin positif dan negatif dilakukan evaluasi terhadap

frekuensi pergantian popok sekali pakai pada siang dan malam setiap

harinya, selama 1 minggu sebelum didiagnosa ISK dengan cara mengisi

(32)

Alur penelitian

Populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi

Kultur urin (+)

Pemeriksaan kultur urin

Kultur urin (-)

Evaluasi terhadap frekuensi pemakaian popok sekali pakai pada siang dan malam setiap hari selama1 minggu sebelum didiagnosa

3.9. Identifikasi variabel

VARIABEL BEBAS SKALA

Frekuensi pergantian popok ordinal

sekali pakai

VARIABEL TERGANTUNG SKALA

(33)

3.10 Definisi Operasional

1. Infeksi Saluran Kemih adalah keadaan adanya infeksi (ada pertumbuhan dan

perkembang biakan bakteri) dalam saluran kemih, meliputi infeksi di

parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria

bermakna

2. Bakteriuria bermakna adalah bila ditemukan pada kultur urin pertumbuhan

bakteri sejumlah ≥ 100.000 koloni/ml urin segar ( yang diperoleh dengan cara pengambilan yang steril atau tanpa kontaminasi)

3. Popok sekali pakai adalah popok atau lampin yang digunakan hanya sekali

kemudian dibuang

4. Frekuensi adalah kekerapan dan jumlah pemakaian suatu unsur bahasa

dalam suatu teks atau rekaman

5. Popok sekali pakai penuh adalah bila menurut orangtua popok sekali pakai

tersebut berat serta urinnya telah merembes ke celana

3.11. Pengolahan dan Analisa Data

Data diolah, dianalisis, dan disajikan dengan menggunakan perangkat lunak

komputer (SPSS for Windows versi 14.0) dengan tingkat kemaknaan P < 0,05.

Untuk melihat hubungan frekuensi pergantian popok sekali pakai dengan timbulnya

(34)

BAB 4. HASIL PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di poliklinik anak RS Haji Adam Malik Medan propinsi

Sumatera Utara pada bulan Mei sampai dengan Juli 2010. Dari 80 anak yang

memakai popok sekali pakai setiap hari kemudian dilakukan pemeriksaan kultur urin,

didapatkan 40 anak kultur urin positif, 40 anak kultur urin negatif. (gambar 1)

Pemeriksaan kultur urin 

Anak yang memenuhi kriteria inklusi ( n=  80 ) 

Kultur Urin Negatif 

 

Evaluasi terhadap frekuensi pergantian popok sekali pakai  pada siang  dan malam setiap hari selama 1 minggu sebelum didiagnosa  Kultur Urin Positif 

 

(35)

Tabel 4.1. Karakteristik Sampel Peneltian

Pemakaian popok sekali pakai setiap hari, n(%)

40 (100) 40 (100)

Alasan ganti popok sekali pakai , n(%)

‐ Penuh dengan urin 22 (55) 37 (92,5)

‐ BAB 10 (25) 3 (7,5)

‐ Mandi 8 (20) 0 (0)

Bakteri Hasil Kultur, n (%)

E. Coli 20 (50)

Pada table 4.1 didapatkan dari kedua kelompok, anak perempuan yang memakai

popok sekali pakai setiap hari lebih banyak dari anak laki-laki. Kelompok anak

dengan kultur urin positif rata- rata berusia 12,93 bulan dan kelompok anak dengan

kultur urin negatif rata-rata berusia 10,5 bulan dengan rentang usia anak yang

(36)

tersebut telah penuh dengan urin yaitu 55% didapatkan pada kelompok anak

dengan kultur urin positif dan 95% pada kelompok anak dengan kultur urin negatif .

Dalam penelitian ini, didapatkan bakteri yang paling sering menyebabkan ISK

adalah E. coli yaitu sebanyak 50% dari kelompok anak dengan kultur urin positif

dengan bakteriuria signifikan sebanyak 80% dan bakteriuria ≥ 104 koloni/ml disertai gejala klinis sebanyak 20%.

.

Tabel 4.2. Hubungan jumlah frekuensi pergantian popok sekali pakai per hari dengan kejadian ISK

Kultur Urin

Positif Negatif Total n (%) Jumlah frekuensi total ganti

popok sekali pakai / hari

n (%) n (%)

Pada tabel 4.2 didapatkan 18 anak (100%) dengan kultur urin positif dengan jumlah

frekuensi pergantian popok sekali pakai per hari < 4 kali, 22 anak (68,8%) dengan

kultur urin positif dan 10 anak (31,2%) dengan kultur urin negatif dengan jumlah

pergantian popok sekali pakai per hari 4 – 5 kali, dan 30 anak (100%) dengan kultur

(37)

frekuensi pergantian popok sekali pakai per hari dengan kejadian ISK (nilai P =

,0001)

Tabel 4.3. Hubungan frekuensi pergantian popok sekali pakai pada siang hari dengan kejadian ISK Frekuensi ganti popok sekali

pakai pada siang hari

n (%) n (%)

< 4 38 (95) 2 (5) 40 (100) .0001

≥4 2 (5) 38 (2) 40 (100)

Total 40 (50) 40 (50) 80 (100)

Hubungan frekuensi pergantian popok sekali pakai pada siang hari dengan kejadian

ISK dapat dilihat pada tabel 4.3. Didapatkan 38 anak (95%) dengan kultur urin positif

yang frekuensi pergantian popok sekali pakainya < 4 kali per hari. Dari hasil analisa

diperoleh adanya hubungan yang bermakna antara frekuensi pergantian popok

sekali pakai pada siang hari dengan kejadian ISK (nilai P = ,0001).

Tabel 4.4. Hubungan frekuensi pergantian popok sekali pakai pada malam hari dengan kejadian ISK

Kultur Urin

Positif Negatif

Total Frekuensi ganti popok sekali

pakai pada malam hari

n (%) n (%) N (%) P

(38)

Pada tabel 4.4 didapatkan 39 anak yang kultur urinnya positif dengan frekuensi

pergantian popok sekali pakai pada malam hari < 4 kali per harinya. Dari 20 anak

yang mengganti popok sekali pakai pada malam hari ≥ 4 kali, 19 anak diantaranya memiliki kultur urin negatif. Dari hasil analisa diperoleh terdapat hubungan yang

bermakna antara frekuensi pergantian popok sekali pakai pada malam hari dengan

(39)

BAB 5. PEMBAHASAN

Pada studi ini didapatkan 40 anak pada masing-masing kelompok dan 60% dari

masing-masing kelompok diantaranya adalah anak perempuan (n=24). Usia anak

yang mengikuti studi ini rata-rata adalah 10 bulan. Kelompok anak dengan kultur

urin positif rata-rata berusia 12,93 bulan dan kelompok anak dengan kultur urin

negatif raa-rata-rata berusia 10,5 bulan. Anak yang mengikuti studi ini semuanya

memakai popok sekali pakai setiap harinya.

ISK sering terjadi pada bayi dan anak.1 ISK pada anak yang lebih besar

sering menunjukkan gejala sedangkan pada anak yang lebih kecil jarang

menunjukkan gejala. Insidens ISK tertinggi terjadi pada dua tahun pertama pada

anak dan menurun sesudahnya. Insidens pada anak laki-laki usia kurang dari 1

tahun adalah 3% sedang pada anak perempuan kurang dari 1 tahun adalah 7%.3,6,10

Cara pengambilan sampel pada studi ini adalah dengan memakai plastik

penampung urin (Urogard). Caranya adalah dengan melekatkan plastik penampung

urin ke daerah perineal setelah terlebih dahulu daerah perineal dibersihkan,

sehingga mudah untuk menampung urin. Pada studi ini waktu pengambilan sampel

urin dicatat, tetapi hasil analisa tidak menunjukkan adanya hubungan antara waktu

pengambilan urin ke berapa dengan hasil kultur urin.

Pengambilan sampel urin yang terbaik adalah dengan aspirasi suprapubik

(40)

terkontaminasi bakteri dari flora fekal dan perineal. Waktu pengambilan sampel urin

yang terbaik adalah pada pagi hari.1,34 Studi di Israel mendapatkan bahwa

pengambilan sampel urin langsung dari popok sekali pakai menunjukkan hasil kultur

urin yang valid sama bila dibandingkan dengan cara urin pancar tengah dan aspirasi

suprapubik.35,36

Studi ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara frekuensi pergantian

popok sekali pakai dengan timbulnya ISK. Pada studi ini didapatkan hasil yang

signifikan yang menunjukkan adanya hubungan antara frekuensi pergantian popok

sekali pakai dengan kejadian ISK pada anak. Hal ini dapat dilihat dari hasil studi

bahwa frekuensi pergantian popok sekali pakai kurang dari 4 kali per harinya

didapatkan 18 anak (100%) yang kultur urin positif. Sedangkan yang frekuensi

pergantian popok sekali pakai lebih besar sama dengan 6 kali per harinya

didapatkan 30 anak (100%) yang kultur urinnya negatif.

Studi ini juga menganalisa frekuensi pergantian popok sekali pakai pada

siang hari dan malam hari. Dari keduanya juga didapati adanya hubungan yang

bermakna antara frekuensi pergantian popok sekali pakai dengan kejadian ISK yaitu

dari 40 anak dengan hasil kultur urin positif, 38 (95%) pada siang hari dan 39 (65%)

pada malam hari yang frekuensi pergantian popok sekali pakainya < 4 kali perhari.

Sugimura dkk mendapatkan adanya hubungan antara popok sekali pakai

dengan kejadian ISK pada anak. Dari studi ini didapatkan jumlah frekuensi popok

sekali pakai kurang dari 4,7 kali perhari berpotensi sebagai faktor risiko timbulnya

ISK.17 Fahimzad dkk menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara frekuensi

(41)

Pada studi ini bakteri yang paling banyak dijumpai adalah E.coli (50%).

E.coli merupakan bakteri gram negatif yang mempunyai fimbria (tersusun dari

beberapa subunit protein) yang diduga dapat mudah berlekatan pada uroepitel dan

jaringan ginjal dan menyebabkan inflamasi.38-40

Kelemahan pada studi ini adalah tidak dianalisanya tentang jenis popok

sekali pakai yang digunakan serta data yang diperoleh dari orangtua hanya berupa

kuisioner. Fahimzad dkk mendapatkan bahwa frekuensi pergantian popok sekali

pakai tidak mempengaruhi kejadian ISK pada anak. Yang mempengaruhi adalah

jenis popok sekali pakai yaitu popok sekali pakai superabsorbent, popok sekali pakai

yang standar, dan popok sekali pakai yang terbuat dari kain yang dapat dicuci.

Didapatkan hasil yang signifikan bahwa ISK lebih sering terjadi pada anak yang

menggunakan popok sekali pakai yang daya serapnya paling baik. Hal ini

disebabkan kurangnya ventilasi pada popok tersebut sehingga bakteri anaerob

mudah berkolonisasi.37 Robson dkk mengungkapkan bahwa ”jelly beads” yang

terdapat di popok sekali pakai juga menyebabkan mudahnya terjadi ISK pada

anak.18

(42)

BAB 6. KESIMPULAN dan SARAN

6.1. Kesimpulan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin sering pergantian popok sekali

pakai dilakukan berhubungan dengan hasil negatif pada kultur urin. Dapat

disimpulkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara jumlah frekuensi

pergantian popok sekali pakai per hari dengan kejadian ISK pada anak.

6.2. Saran

Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kemungkinan faktor risiko

lainnya yang dapat meningkatkan kejadian ISK pada anak, yang berhubungan

dengan penggunaan popok sekali pakai setiap hari pada anak, misal analisa

terhadap jenis popok sekali pakai, kemampuan finansial orang tua untuk membeli

popok sekali pakai per harinya, faktor lingkungan, kebersihan ataupun tingkat

(43)

DAFTAR PUSTAKA

1. Rusdidjas, Ramayati R. Infeksi Saluran Kemih. Dalam : Alatas H, Tambunan T, Prihono PP, Pardede SO, penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Edisi 2. Jakarta: Gaya baru. 2006.h.142-63

2. Jarvis A, Scolnik D. A clinical perspective on diagnosis of urinary tract infections in children. Canadian j of emergency med. 2000;2:201-2

3. Zorc JJ, Kiddo DA, Shaw KN. Diagnosis and management of pediatric urinary tract infection. Clin microbiology review. 2005;18:417-22

4. Montini G, Rigon L, Zucchetta P, Fregonese F, Toffolo A, Gobber D, dkk. Prophylaxis after first febrile urinary tract infection in children? A multicenter, randomized, controlled, noniferiority trial. Pediatrics. 2008;122:1064-71 5. Elder JS. Urinary tract infection. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson

HB, Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi 18. Philadelphia : Saunders Elsevier. 2007.h.2223-4

6. Hellerstein S. Urinary tract infection. Diunduh dari http://www.medscape.com. Diakses pada Mei 2010

7. Whitehall J, Shvaartzman P, Miller MA. A novel for isolating and quantifying urine pathogens collected from gel-based diapers. J of family practices. 1995;40:476-9

8. Guidoni EB, Berezin EN, Nigro S, Santiago NA, Benini V. Antibiotic resistance pattern of pediatric community-acquired urinary infection. The Brazillian j of infectious dis. 2008;12:321-3

9. Al- Mardeni RI, Batarseh A, Omaish L, Shraideh M, Batarseh B. Empirical treatment for pediatric urinary tract infection and resistance patterns of uropathogen, in Queen Alia hospital and prince Al Isha Military Center Jordan. Saudi j kidney dis transplant. 2009;20:135-9

10. Shaw KN, Gorelick M, McGown KL, Yakscoe NM, Schawrtz JS. Prevalence of urinary tract infections in febrile young children in emergency department. Pediatrics. 1998;102:1-5

11. Subcommitte on urinary tract infection. American academy of pediatrics. Practice parameter : the diagnosis, treatment and evaluation of the initial urinary tract infection in febrile infants and young children. Pediatrics. 1999;103:843-52

12. Conway PH, Cholan A, Zaoutis T, Henry VB, Grundmeier RW, Keren W. Recurrent urinary tract infections in children, risk factors and association with prophylactic antimicrobials. J american medical associations. 2009;298:179-83

13. World Health Organization. Urinary tract infection in infants and children in developing countries in the context of IMCI. WHO, Geneva. 2005. h.1-24 14. Panahi Y, Beiraghdar F, Moharamzad Y, Matinzadeh ZK, Einollahi B. The

(44)

with sepsisi: etiology, risk factors, and patterns of antimicrobial resistance. Int journal of inf. dis. 2008;12:312-18

16. Rehman A, Jahanzeb M, Siddiqui TS, Idris M. Frequency and clinical presentation of UTI among children of Hazara division, Pakistan. J ayubmed coll abbottabad. 2008;20:63-5

17. Sugimura T, Tananari Y, Ozaki Y, Maena Y, Tanak S, Ito S, dkk. Association between the frequency of disposable diaper changing and urinary tract infection in infants. Clinical pediatrics. 2009;48:18-20

18. Robson LM. Urinary tract infection in children : diagnosis and treatment. Can.fam. physician. 1990;36:1597-1600

19. Coulthard MG, Kalra M, Lambert JL, Nelson A, Smith T, Perry JD. Redefining urinary tract infections by bacterial colony counts. Pediatrics. 2010;125:335-41

20. DeMoranville VE. Urine culture. Encyclopedia of nursing and allied health. 2005;229:1-3

21. The university of York. Diagnosing urinary tract infections (UTI) in the under fives. Effective health care. 2004;8:1-12

22. Novak R, Powell K, Christopher N. Optimal diagnostic testing for urinary tract infection in young children. Pediatric and developmental pathology. 2004;7:226-30

23. Bachrur R, Harper M. Reliability of the urinalysis for predicting urinary tract infections in young febrile children. Arch pediatr adolesc med. 2001;155:60-65

24. Sood S, Upadhayaya P, Kapil A, Lodha R, Jain Y, Bagga A. An indigenously developed nitrite kit to aid in the diagnosis of urinary tract infection. Indians pediatrics. 1999;36:887-90

25. Currie ML, Mitz L, Raasch CS, Greenbaum LA. Follow-up urine cultures and fever in children with urinary tract infection. Arch pediatr adolesc med. 2003;157:1237-40

26. Huicho L, Campos-Sanchez M, Alamo C. Metaanalysis of urine screening tests for determining the risk of urinary tract infection in children. Pediatr infect dis j. 2002;21:1-11

27. Pohl HG, Belman AB. The “top down” approach to the evaluation of children with febrile urinary tract infection. Advances in urology. 2009:1-5

28. Doganis D, Siafas K, Mavrikou M, Issaris G, Martirosova A, Perperidis G, et al. Does early treatment of urinary tract infection prevent renal damage? Pediatrics 2009;120:922-7

29. Kenney IJ, Arthur RJ, Sweeney E, Hendry GMA. Initial investigation of childhood urinary tract infection: does the plain abdominal x ray still have a role? The British j of radiology. 1991;64:1007-9

30. Narchi H, Al-Hamdani MAM. Antibiotic resistance trends in paediatric community-acquired first urinary tract infections in the United Arab Emirates. Eastern Mediterranean health journal. 2010;16:45-50

(45)

32. Fonseca EMGO. Diaper removal and difficulties in acquiring continence. Journal de pediatria. 2008;281:1-2

33. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH. Perkiraan besar sample. Dalam: Sastroasmoror S, Ismail S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-3. Jakarta: Sagung seto. 2008.h.302-30

34. Rao S, Haughton C, Macfarlane P. An improved urine collection pad method : a randomised clinical trial. Arch. dis. child. 2004;89:773-5

35. Cohen HA, Woloch B, Linder N, Vardi A, Barzilai A. Urine samples from disposable diapers : an accurate method for urine cultures. J of family practices. 1997:1-5

36. Shvartzman P, Nassri Y. Urine culture collected from gel-based diapers: developing a novel experimental laboratory method. JABFP. 2004;17:91-5 37. Fahimzad A, Taherian M, Dalirani Z, Shamshiri A. Diaper type aas a risk

factor in urinary tract infection of children. Iran j pediatr. 2010;20:97-100 38. Bergsten G, Wullt B, Svanborg C. Escherichia coli, fimbriae, bacterial

persistence and host response induction in the human urinary tract. Int j of medical microbiology. 2005;295:487-502

39. Oklahoma state university. E.coli : an overview. Division of agricultural sciences and natural resources. 1990:1-2

(46)

Lampiran 1

Personil Penelitian 1. Ketua Penelitian

Nama : dr. Meirina Daulay

NIP : 198005262005022005

Pangkat / golongan : IIIc

Bidang keahlian : Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas / Program Studi : Kedokteran / PPDS-IKA / Magister Perguruan Tinggi : USU

2. Anggota Penelitian

1. Prof. Dr. H. Rusdidjas, SpA(K) 2. dr. Supriatmo, SpA(K)

3. Prof. dr. Hj. Rafita Ramayanti, SpA(K) 4. dr. Oke Rina Ramayani, SpA

5. dr. Rosmayanti, SpA 6. dr. Syarifah Julinawaty 7. dr. Amalia Utami Putri

Biaya Penelitian

1. Pemeriksaan kultur urin : Rp. 9.400.000,- 2. Plastik penampung urin : Rp. 1.000.000,- 3. Penyusunan / penggandaan : Rp. 2.000.000,- 4. Seminar hasil penelitian : Rp. 6.000.000,-

Jumlah : Rp. 18.400.000,-

(47)

Jadwal Penelitian WAKTU

KEGIATAN

APRIL 2010

MEI 2010

JUNI 2010

JULI 2010

AGUSTUS 2010

Persiapan

Pelaksanaan

Penyusunan Laporan

(48)

Lampiran 2 

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA

Yth. Bapak / Ibu ……….

1. Sebelumnya saya ingin memperkenalkan diri (dengan menunjukkan surat

tugas dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU). Nama saya dokter

Meirina Daulay, bertugas di divisi Nefrologi Departemen Ilmu Kesehatan

Anak FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan. Saat ini, kami sedang

melaksanakan penelitian tentang hubungan frekuensi pergantian popok

sekali pakai dengan terjadinya infeksi saluran kemih pada anak.

2. Berdasarkan hasil pemeriksaan kami sebelumnya, anak Bapak / Ibu

diketahui mengalami demam tanpa sebab.

3. Untuk itu, kami berencana untuk memeriksa apakah ada bakteri dalam

urin anak Bapak / Ibu dengan mengambil urin dengan cara melekatkan

kantong penampung urin pada perineum anak. Bila hasil kultur urin positif

kami akan memberikan kuisioner yang akan Bapak / Ibu isi tentang

frekuensi pemakaian popok sekali pakai seminggu sebelum anak demam.

4. Biaya pemeriksaan urin tidak dibebankan kepada Bapak / Ibu

5. Jika Bapak / Ibu bersedia agar anaknya diperiksa dan bersedia mengisi

kuisioner, maka kami mengharapkan Bapak / Ibu menandatangani lembar

Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP).

Jika dijumpai keluhan berkelanjutan pada putra/putri bapak/ibu sehubungan dengan

pemeriksaan yang telah dilakukan, bapak/ibu dapat menghubungi:

dr. Meirina Daulay, nomor telepon 081396689880 / 06177197985

Demikian yang dapat saya sampaikan. Atas perhatian Bapak / Ibu, kami ucapkan

terima kasih.

(49)

Lampiran 3 

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ...Umur ... tahun L / P Alamat : ... dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan

PERSETUJUAN

untuk dilakukan pemeriksaan kultur urin terhadap anak saya :

Nama : ... Umur ... tahun Alamat Rumah : ...

yang tujuan, sifat, dan perlunya pemeriksaan tersebut di atas, serta risiko yang dapat ditimbulkannya telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya.

Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.

... , ... 2010 Yang memberikan penjelasan Yang membuat pernyataan persetujuan

dr. Meirina Daulay ...

Saksi-saksi : Tanda tangan

1. ... ...

(50)

Lampiran 4

Kuesioner Penelitian

No Sampel : ……….

Tanggal Pengisian kuesioner / pukul : ...

Urin ke- : ……….

IDENTITAS PRIBADI

Nama : ………Jenis Kelamin: L / P

Umur/Tanggal Lahir : …....Tahun/...

Anak Ke : ...dari...bersaudara

Alamat Rumah : ………...……....

………...

Nomor Telepon/HP : ………...…

Berat Badan : ...kg Panjang Badan :...cm

DATA ORANG TUA

Umur Orang Tua : Ayah…...Tahun, Ibu……….Tahun

Pendidikan Terakhir

Ayah : ...

Ibu : ...

Pekerjaan

Ayah : ...

Ibu : ...

Pendapatan / Bulan

Ayah : ...

(51)

KUESIONER

1. Apakah anak anda memakai popok sekali pakai setiap hari?

...

2. Berapa jumlah frekuensi pergantian popok sekali pada siang hari?

...

3. Berapa jumlah frekuensi pergantian popok sekali pada malam hari?

...

4. Apakah alasan ibu mengganti popok sekali pakai yang dipakai anak?

...

5. Berapa jumlah total pemakaian popok sekali pakai setiap bulannya?

(52)
(53)

Lampiran 6   

RIWAYAT HIDUP Nama Lengkap : Meirina Daulay

Tanggal lahir : 26 Mei 1980

Tempat lahir : Medan

NIP : 198005262005022005

Alamat : Komp. Pallazo Blok D No. 6

Jln. Karya Darma Medan

Pendidikan :

1. Sekolah Dasar di SD Khalsa Medan, tamat tahun 1992

2. Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Medan, tamat tahun 1995

3. Sekolah Menengah Atas di SMU Negeri 1 Medan, tamat tahun 1998

4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, tamat tahun 2004

Riwayat pekerjaan :

1. Pegawai Honor Daerah di Puskesmas Petisah Medan, tahun 2004

2. PNS staf medis di RS Pirngadi Medan, tahun 2005 – sekarang

Pendidikan Spesialis :

1. Adaptasi di DIKA FK USU : 01 – 07 – 2007 s/d 31 – 12—2007

(54)
(55)

Lampiran 7   

 

FOTO POPOK SEKALI PAKAI   

     

      

 

Foto popok sekali pakai jenis     Foto popok sekali pakai jenis   superabsorbent       Standar disposable 

             

      

 

(56)

Gambar

Gambar 4.1 Profil penelitian
Tabel 4.1. Karakteristik Sampel Peneltian
Tabel 4.2. Hubungan jumlah frekuensi  pergantian popok sekali pakai per hari
Tabel 4.3. Hubungan frekuensi pergantian popok sekali pakai pada siang hari

Referensi

Dokumen terkait

Karya Tulis Akhir dengan judul “ Hubungan Lama Pemasangan Kateter Menetap dengan Kejadian Infeksi Saluran Kemih di RUmah Sakit dr Saiful Anwar Malang Periode

Tujuan Penelitian: Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dengan kejadian infeksi saluran kemih di Rumah Sakit Umum Pusat

Penggunaan kateter urin dalam penelitian ini menunjukkan hasil yang signifikan pada terjadinya Infeksi Saluran Kemih (ISK) dengan nilai P = 0,001, dengan kultur urin positif

Kesimpulan: Riwayat infeksi saluran kemih, hipertensi dan batu berulang merupakan faktor risiko untuk penyakit ginjal kronik pada pasien batu saluran kemih. Kata

Dalam penelitian ini diperoleh berbagai data mengenai Hubungan Pemasangan Kateter dengan Kejadian Infeksi Saluran Kemih (ISK) Pada Pasien Rawat Inap Di RSUD Labuang Baji

Prevalensi kejadian infeksi saluran kemih pada laki-laki di usia 2 bulan sampai2 tahun lebih tinggi daripada perempuan dapat dikarenakan pada anak usia tersebut belum

berjudul “ Hubungan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dengan Kejadian Infeksi Saluran Kemih di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2012 ”.. Besar harapan

Penggunaan kateter urin dalam penelitian ini menunjukkan hasil yang signifikan pada terjadinya Infeksi Saluran Kemih (ISK) dengan nilai P = 0,001, dengan kultur urin positif