Hubungan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dengan Kejadian Infeksi Saluran Kemih di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan Tahun 2012
Oleh: MASITAH NST
100100157
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Hubungan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dengan Kejadian Infeksi Saluran Kemih di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan Tahun 2012
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran
Oleh: MASITAH NST
100100157
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
Hubungan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dengan Kejadian Infeksi
Saluran Kemih di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan Tahun 2012
Nama : Masitah NST
NIM : 100100157
Pembimbing Penguji I
(dr. Syah Mirsya Warli, Sp.U) (Prof.dr.Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A(K)) NIP. 196505051995031001 NIP. 195508171980111002
Penguji II
(dr. Djohan, Sp.KK) NIP. 196910141998031001
Medan, Januari 2014
Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Latar Belakang: Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan penyakit infeksi yang dapat mengenai semua kelompok umur baik anak, remaja, dewasa, maupun usia lanjut. Pada pria yang berusia 35-65 tahun, kejadian ISK akan meningkat, salah satunya karena terjadi hiperplasia prostat/obstruksi yang menyebabkan gangguan dari mekanisme aliran urin.
Metode Penelitian: Penelitian ini bersifat analitik dengan desain case control. Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien yang berumur diatas 50 tahun di Divisi Urologi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Sampel penelitian ini berjumlah 80 orang yang diambil dengan metode consecutive sampling. Data hasil penelitian diolah dengan uji hipotesis Chi Square.
Tujuan Penelitian: Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dengan kejadian infeksi saluran kemih di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan serta untuk mengetahui karakteristik responden penelitian.
Hasil: Berdasarkan uji hipotesis dengan metode Chi square didapati nilai p sebesar 0,001 (CI 99%) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara Benign prostatic Hyperplasia (BPH) dengan kejadian infeksi saluran kemih. Besarnya rasio odds adalah 10,3, sehingga Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) merupakan suatu faktor risiko terjadinya infeksi saluran kemih.
Kesimpulan: Dari hasil analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dengan kejadian infeksi saluran kemih.
ABSTRACT
Background: Urinary tract infection (UTI) is an infectious disease that can affect all age groups of both children, adolescents, adults, and the elderly. In men aged 35-65 years, the incidence of UTI will rise, either because they occurred prostatic hyperplasia / obstruction that causes disruption of the mechanism of the flow of urine.
Methods: This research was made on an analytic design with case control approach. The population in this research were all patient aged more than 50 years old in Urology Division of Central General Hospital Haji Adam Malik Medan. Samples were 80 respondent, taken by consecutive sampling method. Research data was analyzed with Chi square hypothesis test.
Aim of Study: The goal of this research is to find out the relationship between Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) and the event of urinary tract infection in Central General Hospital Haji Adam MalikMedan.
Results: Based on the Chi square test, the p value is 0,001 (CI 99%) that shows there is relationship between Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) and the event of urinary tract infection. The odds ratio is 10,3, so it can be assumed that Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) is a risk factor for occurring urinary tract infection.
Conclusion: The conclusion of this research is there is relationship between Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) and the event of urinary tract infection.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas petunjuk ilmu yang
dikaruniakan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini yang
berjudul “Hubungan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dengan Kejadian Infeksi Saluran Kemih di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2012”. Besar harapan penulis, penelitian ini dapat diterima dan bermanfaat, serta menjadi masukan yang berarti khususnya dalam upaya preventif
terhadap timbulnya penyakit infeksi saluran kemih.
Penelitian ini bisa diselesaikan atas dukungan dari banyak pihak, kepada
mereka penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya, diantaranya:
1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
2. dr. Syah Mirsya Warli, Sp.U selaku Dosen Pembimbing dalam tugas
Karya Tulis Ilmiah ini, atas segala kesabaran dalam membimbing dan
mendukung serta ilmu yang telah diberikan
3. Prof. dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A(K) dan dr. Djohan, Sp.KK selaku
Dosen Penguji Karya Tulis Ilmiah ini, atas kritik dan saran yang
membangun
4. dr. Zaimah Z. Tala, MS. Sp.GK yang telah meluangkan waktunya untuk
mengkoreksi hasil penelitian ini
5.
Komisi Etik dan Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran UniversitasSumatera Utara yang telah menyetujui pelaksanaan penelitian ini
6. Pihak RSUP Haji Adam Malik Medan, atas izin penelitian yang
diberikan
7. Drs. Mester Nasution dan Hj. Maisaroh Harahap, rasa hormat serta
terima kasih yang tak terhingga untuk kedua orang tua tercinta, atas
kasih sayang yang begitu besar dalam mendidik, membesarkan, dan
mendoakan penulis bersama adik-adik tercinta Maimunah Nasution,
8. Teman-teman seperjuangan penulis serta teman – teman yang selalu
mendukung penuh dalam proses penyelesaian karya tulis ilmiah ini
yaitu Devi Nafilah Yuzar, Gwanita Nawariantina, Indah Sari Atikah
dan Rizki Masharida NST
Meskipun berbagai upaya dan kerja keras telah dilakukan dalam penelitian
ini, penulis yakin bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu
saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan guna proses
penyempurnaannya. Semoga penelitian ini pada akhirnya dapat memberi manfaat.
Medan, 9 Desember 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan ... i
Abstrak ... ii
Abstract ... iii
Kata Pengantar ... iv
Daftar Isi ... vi
Daftar Tabel ... ix
Daftar Gambar ... x
Daftar Singkatan ... xi
Daftar Lampiran... xii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 2
1.3. Tujuan Penelitian ... 2
1.3.1. Tujuan Umum ... 2
1.3.2. Tujuan Khusus ... 2
1.4. Manfaat Penelitian ... 2
1.4.1. Bagi Subjek Penelitian ... 2
1.4.2. Bagi RSUP Haji Adam Malik Medan ... 3
1.4.3. Bagi Peneliti ... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1. Benign Prostatatic Hyperplasia ... 4
2.1.1. Definisi ... 4
2.1.2. Epidemiologi ... 4
2.1.3. Etiologi ... 4
2.1.4 Faktor Risiko ... 7
2.1.7. Diagnosis ... 10
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 31
6.1. Kesimpulan... 31
6.2. Saran... 31
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1. LUTS pada BPH 8
2.2. International Prostatic Symptom Score (IPSS) 9
2.3. Faktor predisposisi ISK 14
2.4. Pertahanan lokal tubuh 15
3.1. Definisi operasional penelitian 20
4.1. Penyajian hasil pengumpulan data 24
5.1. Distribusi Frekuensi Umur Responden 26
5.2. Distribusi Frekuensi ISK berdasarkan Volume
Prostat
27
5.3. Distribusi Frekuensi ISK berdasarkan Residual
Volume Urin
27
5.4. Hubungan antara Benign Prostatic Hyperplasia
(BPH) dengan Kejadian Infeksi Saluran Kemih
27
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Perubahan testosteron menjadi dihidrotestosteron oleh
enzim 5α-reduktase
5
2.2. Keseimbangan proliferasi sel dan apoptosis pada prostat 6
2.3. Bagan pengaruh hiperplasia prostat pada saluran kemih 12
DAFTAR SINGKATAN
DRE = Digital rectal examination
EGF = Epidermal Growth Factor
IGFs = Insulin-like Growth Factor
KGF = Keratinocyte Growth Factor
NADP = Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate
NADPH = Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate Hydrogen
TGF-β = Transforming Growth Factors -β
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Peneliti
Lampiran 2 Ethical Clearance
Lampiran 3 Surat Izin Penelitian
Lampiran 4 Data Induk
Lampiran 5 Hasil Uji Statistik
ABSTRAK
Latar Belakang: Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan penyakit infeksi yang dapat mengenai semua kelompok umur baik anak, remaja, dewasa, maupun usia lanjut. Pada pria yang berusia 35-65 tahun, kejadian ISK akan meningkat, salah satunya karena terjadi hiperplasia prostat/obstruksi yang menyebabkan gangguan dari mekanisme aliran urin.
Metode Penelitian: Penelitian ini bersifat analitik dengan desain case control. Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien yang berumur diatas 50 tahun di Divisi Urologi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Sampel penelitian ini berjumlah 80 orang yang diambil dengan metode consecutive sampling. Data hasil penelitian diolah dengan uji hipotesis Chi Square.
Tujuan Penelitian: Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dengan kejadian infeksi saluran kemih di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan serta untuk mengetahui karakteristik responden penelitian.
Hasil: Berdasarkan uji hipotesis dengan metode Chi square didapati nilai p sebesar 0,001 (CI 99%) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara Benign prostatic Hyperplasia (BPH) dengan kejadian infeksi saluran kemih. Besarnya rasio odds adalah 10,3, sehingga Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) merupakan suatu faktor risiko terjadinya infeksi saluran kemih.
Kesimpulan: Dari hasil analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dengan kejadian infeksi saluran kemih.
ABSTRACT
Background: Urinary tract infection (UTI) is an infectious disease that can affect all age groups of both children, adolescents, adults, and the elderly. In men aged 35-65 years, the incidence of UTI will rise, either because they occurred prostatic hyperplasia / obstruction that causes disruption of the mechanism of the flow of urine.
Methods: This research was made on an analytic design with case control approach. The population in this research were all patient aged more than 50 years old in Urology Division of Central General Hospital Haji Adam Malik Medan. Samples were 80 respondent, taken by consecutive sampling method. Research data was analyzed with Chi square hypothesis test.
Aim of Study: The goal of this research is to find out the relationship between Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) and the event of urinary tract infection in Central General Hospital Haji Adam MalikMedan.
Results: Based on the Chi square test, the p value is 0,001 (CI 99%) that shows there is relationship between Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) and the event of urinary tract infection. The odds ratio is 10,3, so it can be assumed that Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) is a risk factor for occurring urinary tract infection.
Conclusion: The conclusion of this research is there is relationship between Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) and the event of urinary tract infection.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan penyakit infeksi yang dapat
mengenai semua kelompok umur baik anak, remaja, dewasa, maupun usia lanjut.
Angka kejadian ini lebih sering pada perempuan daripada laki-laki dengan angka
populasi umum 5%-15%. Prevalensi anak usia sekolah yang menderita ISK
sekitar 1%-3%, dan meningkat pada remaja yang sudah melakukan hubungan
seksual (Komara, 2009).
Pada pria yang berusia 35-65 tahun, kejadian ISK meningkat secara
dramatis, salah satunya karena terjadi hiperplasia prostat/obstruksi (Nguyen,
2008). Selain itu pada pria yang berusia lebih dari 50 tahun juga mengalami
kelemahan pancaran urin, dan kelemahan lainnya dari saluran kemih (Brusch,
2012).
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah masalah umum yang
mempengaruhi kualitas hidup sekitar sepertiga pria yang berusia lebih dari 50
tahun. Sebanyak 14 juta orang di Amerika Serikat memiliki gejala BPH. Di
seluruh dunia, sekitar 30 juta pria memiliki gejala yang berhubungan dengan BPH
(Deters, 2013).
Angka kejadian BPH di Indonesia, bervariasi 24-30 persen dari kasus
urologi yang dirawat di beberapa rumah sakit. Dalam rentang 1994-1997, jumlah
penderita di RS Cipto Mangunkusumo 462 kasus, di RS Hasan Sadikin Bandung
selama kurun 1976-1985 tercatat 1.185 kasus, dan pada rentang 10 tahun terakhir
(1993-2002), tercatat 1.038 kasus. Di RS Dr. Soetomo Surabaya terdapat 1.948
kasus BPH pada periode 1993-2002 dan di RS Sumber Waras punya 602 kasus
pada rentang waktu yang sama (Amelia, 2007).
Penderita yang mengalami BPH biasanya mengalami hambatan pada
saluran kemih atau uretra di dekat pintu masuk kandung kemih mengalami
penyempitan, karena itu secara otomatis pengeluaran urin terganggu (Amelia,
kalanya tidak dapat ditahan. Gangguan dari mekanisme aliran urin ini akan
menyebabkan kuman mudah sekali mengadakan replikasi dan menempel pada
urotelium (Purnomo, 2011).
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan BPH dengan
risiko terjadinya ISK di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
tahun 2012 sehingga dapat diketahui berapa besar peningkatan risiko ISK pada
individu yang memiliki penyakit BPH.
1.2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana hubungan antara BPH dengan kejadian ISK di Rumah Sakit
Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan tahun 2012?
b. Berapa besar risiko terjadinya ISK pada individu yang memiliki penyakit
BPH?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara BPH dengan kejadian ISK.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui besar risiko terjadinya ISK pada pasien yang memiliki
penyakit BPH.
b. Mengetahui karakteristik responden penelitian.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.4.1. Bagi Subjek Penelitian
a. Pengetahuan atau informasi tentang bagaimana hubungan antara BPH
dengan kejadian ISK serta berapa besar peningkatan risiko terjadinya ISK
b. Sebagai dasar upaya pencegahan terjadinya ISK bagi individu yang
memiliki penyakit BPH.
1.4.2. Bagi RSUP Haji Adam Malik Medan
a. Menambah informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
ISK, sehingga berguna sebagai dasar upaya pencegahan terjadinya ISK di
RSUP Haji Adam Malik Medan yang memiliki penyakit BPH.
b. Bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya di RSUP Haji Adam Malik
Medan yang berhubungan dengan penelitian ini.
1.4.3. Bagi Peneliti
a. Sebagai kesempatan untuk mengintegrasikan ilmu yang telah didapat di
bangku kuliah dalam bentuk melakukan penelitian ilmiah secara mandiri.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
2.1.1. Definisi
BPH adalah gangguan yang makroskopiknya ditandai dengan pembesaran
dari kelenjar prostat dan histologisnya disebabkan oleh hiperplasia stroma yang
progresif dan hiperplasia kelenjar prostat. Jaringan prostat yang terus berkembang
ini pada akhirnya dapat mengakibatkan penyempitan dari pembukaan uretra.
Akibatnya, klinis BPH sering dikaitkan dengan lower urinary tract symptoms
(LUTS). Bahkan, BPH merupakan penyebab utama LUTS pada pria tua
(Speakman , 2008).
2.1.2. Epidemiologi
Prevalensi histologis BPH dalam studi otopsi meningkat dari sekitar 20%
pada pria berusia 41-50 tahun, 50% pada pria berusia 51-60 tahun, dan >90%
pada pria yang berusia lebih dari 80 tahun. Gejala obstruksi prostat juga terkait
dengan usia meskipun bukti klinisnya lebih jarang terjadi. Pada usia 55 tahun,
sekitar 25% pria dilaporkan mengalami obstruktif gejala voiding. Pada usia 75
tahun, 50% dari pria mengeluhkan terjadinya penurunan dalam kekuatan dan
kaliber pancaran urin (Presti , et al., 2008).
2.1.3. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
BPH, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan
peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa
hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya BPH adalah :
a. Teori dihidrotestosteron (DHT)
DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan
terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks
DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growht
factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat (Purnomo, 2011).
NADPH NADP
5α-reduktase
Testosteron Dihidrotestosteron
Gambar 2.1. Perubahan testosteron menjadi dihidrotestosteron oleh enzim
5α-reduktase
Sumber : Dasar-dasar Urologi (Purnomo, 2011)
b. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron
Pada pria dengan usia yang semakin tua, kadar estrogen dalam serum
relatif meningkat dibandingkan kadar testosteron. Pasien dengan BPH
cenderung memiliki kadar estradiol yang lebih tinggi dalam sirkulasi
perifer. Dalam the Olmsted County cohort, tingkat estradiol serum
berkorelasi positif dengan volum prostat. Estrogen di dalam prostat
berperan pada proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara
meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon
androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan
jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis) (Roehborn et al., 2007).
c. Interaksi stroma-epitel
Interaksi stroma-epitel berperan penting dalam regulasi hormonal, seluler,
dan molekuler pada perkembangan prostat normal dan neoplastik. Proses
peningkatan usia menyebabkan akumulasi bertahap dari massa prostat.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Cunha et al. menunjukkan bahwa sel
stroma memiliki kemampuan untuk memodulasi diferensiasi sel epitel
prostat normal. Penelitian lain juga telah menunjukkan bahwa faktor
sel-sel prostat baru. Penyimpangan dari faktor pertumbuhan peptida atau
reseptornya dapat langsung memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan
prostat yang tidak terkendali yang menyebabkan BPH (Jie, et al., 2009).
d. Berkurangnya kematian sel prostat
Gambar 2.2. Keseimbangan Proliferasi sel dan Apoptosis pada Prostat
Agonis antagonis
Sumber : Campbell-Walsh Urology 9th Edition (Roehborn et al., 2007)
Homeostasis pada kelenjar yang normal terjadi karena adanya
keseimbangan antara inhibitor pertumbuhan dan mitogens, yang
masing-masing menghambat atau menginduksi proliferasi sel tetapi juga mencegah
atau memodulasi kematian sel (apoptosis). Pada pasien BPH, terjadi
pertumbuhan abnormal (hiperplasia) pada prostat yang mungkin
disebabkan oleh faktor pertumbuhan lokal atau reseptor faktor
pertumbuhan yang abnormal, yang menyebabkan meningkatnya proliferasi
atau menurunnya kematian sel (apoptosis) (Roehborn et al., 2007).
e. Teori sel stem
Ukuran prostat dapat menggambarkan adanya jumlah absolut sel stem
pada kelenjar prostat. Lonjakan hormon androgen postnatal akan
membentuk jaringan prostat sehingga menginduksi pertumbuhan prostat
berikutnya. Sama seperti regulasi hormon jaringan prostat pada dewasa,
hormon seks steroid dapat memberikan efek pembentukan jaringan prostat
secara langsung atau tidak langsung melalui serangkaian jalur yang Androgen (DHT)
Proliferasi sel
Kematian sel (apoptosis)
2.1.4. Faktor Risiko
Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya BPH adalah :
1. Kadar Hormon
Menurut Guess (1995) dalam Amelia (2007) kadar testosteron yang tinggi
berhubungan dengan peningkatan risiko BPH. Testosteron akan diubah
menjadi androgen yang lebih poten yaitu DHT oleh enzim 5α-reduktase,
yang berperan penting dalam proses pertumbuhan sel-sel prostat.
2. Usia
Proses penuaan akan menginduksi penghambatan proses maturasi sel
sehingga perkembangan sel-sel yang berdiferensiasi berkurang dan
mengurangi tingkat kematian sel (Roehborn et al., 2007).
3. Ras
Menurut Roehborn (2002) dalam Amelia (2007) orang dari ras kulit hitam
memiliki risiko 2 kali lebih besar menderita BPH dibanding ras lain.
Orang-orang Asia memiliki insidensi BPH paling rendah.
4. Genetik
Salah satu analisis kasus-kontrol, di mana subjek penelitiannya adalah pria
berusia dibawah 64 tahun yang menjalani operasi BPH, diperkirakan lebih
dari 50% pria menderita penyakit BPH secara genetik. Penelitian lain telah
menyebutkan bahwa penyakit ini diwariskan secara autosomal dominan
(Parsons, 2010).
5. Obesitas
Pada obesitas terjadi peningkatan kadar estrogen yang berpengaruh
terhadap pembentukan BPH melalui peningkatan sensitisasi prostat
terhadap androgen dan menghambat proses kematian sel-sel kelenjar
prostat (Bain, 2006).
6. Penyakit Diabetes Mellitus
Dalam beberapa studi kohort yang berbeda yang dilakukan secara
kumulatif yang menggabungkan puluhan ribu orang menunjukkan bahwa
peningkatan kadar glukosa puasa plasma berhubungan dengan
klinis BPH, operasi BPH, dan LUTS (Parsons, 2010).
2.1.5. Patofisiologi
Pembesaran prostat tergantung pada potensi androgen dihidrotestosteron
(DHT). Dalam kelenjar prostat, 5-alfa-reduktase tipe II merubah testosteron
menjadi DHT, yang bekerja secara lokal, namun tidak secara sistemik. DHT
mengikat reseptor androgen pada inti sel, yang berpotensi menyebabkan BPH
(Deters, 2013).
BPH akan meningkatkan resistensi uretra, sehingga sebagai
kompensasinya menyebabkan perubahan pada fungsi kandung kemih. Selain itu
juga terjadi peningkatan tekanan detrusor untuk mempertahankan aliran urin.
Obstruksi yang disebabkan oleh perubahan fungsi detrusor, diperberat oleh
peningkatan usia yang menyebabkan perubahan pada fungsi kandung kemih dan
fungsi sistem saraf, yang menyebabkan frekuensi yang sering untuk mengeluarkan
urin, urgensi, dan nokturia (Roehborn et al., 2007).
2.1.6. Manifestasi Klinis
Tabel 2.1. LUTS pada BPH
Storage urin Voiding Setelah Miksi
Urgency
Intermitten (miksi terputus)
Distensi abdomen
Postvoid dribble
Rasa tidak lampias
Sumber : The Canadian Journal of Urology (Kapoor, 2012)
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih bagian
sebelah bawah, beberapa ahli/organisasi urologi membuat sistem skoring
yang secara subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien. Sistem
skoring yang dianjurkan oleh World Health Organization (WHO) adalah
Skor Internasional Gejala Prostat atau IPSS (International Prostatic Symptom
Tabel 2.2. International Prostatic Symptom Score (IPSS)
berapa sering anda
ingin berkemih lagi
dalam 2 jam setelah
anda berkemih
4. Tidak dapat menunda
untuk berkemih
Dalam sebulan ini
berapa sering anda
merasa kesulitan untuk
menunda berkemih
5. Pancaran berkemih
yang lemah
Dalam sebulan ini
berapa sering anda
mengalami pancaran
7. Berkemih di malam hari
Dalam bulan ini berapa
sering anda harus
bangun tidur di malam
hari untuk berkemih
Sumber: Smith’s General Urology 17th Edition (Presti et al, 2008)
Catatan :
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang terisi penuh
dan teraba massa di daerah simfisis akibat retensi urin. Pada DRE
adanya kelainan buli-buli neurogenik
• Mukosa rektum
• Keadaan prostat, antara lain : kemungkinan adanya nodul,
krepitasi, konsistensi prostat, simetri antar lobus dan batas prostat.
DRE pada BPH menunjukkan konsistensi prostat kenyal seperti meraba
ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul
(Purnomo, 2011).
b. Laboratorium
Urinalisis dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi
atau hematuria dan kreatinin serum diperiksa untuk menilai faal ginjal.
Penanda tumor prostate specific antigen (PSA) bisa diperiksa apabila
dicurigai adanya kanker prostat (Presti et al, 2008).
c. Pencitraan
Pemeriksaan USG dapat dilakukan melalui trans abdominal
ultrasonography (TAUS) dan trans urethral ultrasonography (TRUS).
Dari TAUS diharapkan mendapatkan informasi mengenai perkiraan volum
(besar) prostat; menghitung sisa (residu) urin paska miksi; panjang protusi
prostat ke buli-buli. Pada pemeriksaan TRUS dicari kemungkinan adanya
keganasan prostat berupa area hipoekoik dan sebagai penunjuk dalam
melakukan biopsi prostat (Purnomo, 2011).
d. Sistoskopi
Sistoskopi tidak dianjurkan untuk menentukan pengobatan tetapi dapat
membantu dalam memilih tindakan bedah pada pasien yang memilih
terapi invasif (Presti et al, 2008).
e. Residual volum urin postvoid (RVP) adalah volume urin yang tersisa di
kandung kemih setelah berkemih. RVP umumya berkisar 20-30 cc (Berges
et al, 2011). Pengukuran RVP dapat dilakukan secara invasif yaitu
kateterisasi maupun non-invasif yaitu USG. Teknik invasif akurat jika
dilakukan dengan benar namun menimbulkan risiko seperti cedera uretra,
ISK, dan bakteremia yang bersifat sementara (Roehborn et al., 2007).
selama berkemih. Apabila hasil uroflometri menunjukkan pancaran aliran
urin lemah, hal ini mungkin disebabkan oleh adanya obstruksi (misalnya:
hiperplasia prostat) (Roehborn et al., 2007).
2.1.8. Komplikasi
Hiperplasia prostat
Penyempitan lumen uretra posterior
Peningkatan tekanan intravesikal
Buli-buli Ginjal dan Ureter
a. Hipertrofi otot detrusor a. Refluks vesiko-ureter
b. Trabekulasi b Hidroureter
c. Selula c. Hidronefrosis
d. Divertikel buli-buli d. Pionefrosis
e. Gagal ginjal
Gambar 2.3. Bagan pengaruh hiperplasia prostat pada saluran kemih
Sumber : Dasar-dasar Urologi (Purnomo, 2011)
2.2. Infeksi Saluran Kemih (ISK)
2.2.1. Definisi
ISK merupakan respon inflamasi dari urotelium terhadap invasi bakteri
yang biasanya berhubungan dengan bakteriuria dan piuria (Roehborn et al., 2007).
cenderung menderita ISK dibandingkan laki-laki. ISK berulang pada laki-laki
jarang dilaporkan, kecuali disertai faktor predisposisi (pencetus) (Sukandar,
2009).
Prevalensi ISK meningkat secara signifikan pada manula (manusia usia
lanjut). Bakteriuria meningkat dari 5-10% pada usia 70 tahun menjadi 20% pada
usia 80 tahun. Dikatakan bahwa ISK adalah penyebab bakterinemia pada manula
(Purnomo, 2011).
2.2.3. Klasifikasi dan Etiologi
• Klasifikasi
a. ISK uncomplicated (sederhana) adalah infeksi saluran kemih pada
pasien tanpa disertai kelainan anatomi maupun kelainan struktur saluran
kemih
b. ISK complicated (rumit) adalah infeksi saluran kemih yang terjadi pada
pasien yang menderita kelainan anatomik/struktur saluran kemih, atau
adanya penyakit sistemik. Kelainan ini akan menyulitkan
pemberantasan kuman oleh antibiotika
c. First infection (infeksi pertama kali) atau isolated infection adalah
infeksi saluran kemih yang baru pertama kali diderita atau infeksi yang
didapat setelah sekurang-kurangnya 6 bulan telah bebas dari ISK
d. Unresolved bakteriuria adalah infeksi yang tidak mempan dengan
pemberian antibiotika. Kegagalan ini biasanya terjadi karena
mikroorganisme penyebab infeksi telah resisten (kebal) terhadap
pemberian antibiotika yang dipilih
e. Infeksi berulang adalah timbulnya kembali bakteriuria setelah
sebelumnya dapat dibasmi dengan terapi antibiotika pada infeksi yang
pertama. Timbulnya infeksi berulang ini dapat berasal dari re-infeksi
atau bakteriuria persisten. Pada re-infeksi, kuman berasal dari luar
saluran kemih, sedangkan bakteriuria persisten bakteri penyebabnya
• Etiologi
Pada umumnya ISK disebabkan mikroorganisme (MO) tunggal :
a.Escherichia coli merupakan MO yang paling sering diisolasi dari pasien
dengan infeksi simtomatik maupun asimtomatik
b.Mikroorganisme lainnya yang sering ditemukan seperti Proteus
spp (33% anak laki-laki berusia 5 tahun)
c.Infeksi yang disebabkan Pseudomonas spp dan MO lainnya seperti
Stafilokokus jarang dijumpai, kecuali pasca kateterisasi (Sukandar,2009)
2.2.4. Faktor Predisposisi
Tabel 2.3. Faktor Predisposisi (Pencetus) ISK
• Litiasis
• Obstruksi saluran kemih
• Penyakit ginjal polikistik
• Nekrosis papilar
• Diabetes mellitus pasca transplantasi ginjal
• Nefropati analgesik
• Senggama
• Kehamilan
• Kateterisasi
Sumber : Sumber: Buku Ilmu Penyakit Dalam Jilid II (Sukandar, 2009)
2.2.5. Patogenesis
a. Masuknya bakteri
Ada 4 cara bakteri masuk ke saluran genitourinaria, yaitu :
• Ascending
Sebagian besar bakteri periuretral naik ke saluran kemih yang
menyebabkan ISK
• Hematogen
Staphylococcus aureus, Candida spesies, dan Mycobacterium
tuberculosis adalah patogen yang paling sering menginfeksi saluran
kemih secara hematogen
• Limfatogen
Saat ini hanya sedikit data yang menunjukkan bahwa penyebaran
bakteri melalui saluran limfa berperan dalam patogenesis ISK
• Infeksi langsung bakteri dari organ-organ yang berdekatan
Dapat terjadi pada pasien dengan intraperitoneal abses atau fistula
vesikovaginal atau vesicointestinal (Nguyen, 2008).
b. Faktor dari host
Kemampuan host untuk menahan mikroorganisme masuk ke dalam
saluran kemih disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah
pertahanan lokal dari host dan peranan dari sistem kekebalan tubuh yang
terdiri atas imunitas humoral dan imunitas selular (Purnomo, 2011).
Tabel 2.4. Pertahanan Lokal Tubuh terhadap Infeksi
Pertahanan lokal tubuh terhadap infeksi
• Mekanisme pengosongan urin yang teratur dari buli-buli dan gerakan peristaltik ureter (wash out mechanism)
• Derajat keasaman (pH) urin yang rendah
• Adanya ureum dalam urin
• Osmolalitas urin yang cukup tinggi
• Estrogen pada wanita pada usia produktif
• Panjang uretra pada pria
• Adanya zat antibakteria pada kelenjar prostat atau PAF (prostatic antibacterial factor) yang terdiri atas unsur Zn
• Uromukoid (protein Tamm-Horsfall) yang menghambat penempelan
bakteri pada urotelium
Kuman E. coli yang menyebabkan ISK mudah berbiak dalam urin, di sisi
lain urin bersifat bakterisidal terhadap hampir sebagian besar kuman dan
spesies E. coli. Derajat keasaman urin, osmolalitas, kandungan urea dan
asam organik, serta protein-protein yang ada di dalam urin bersifat
bakterisidal.
Protein di dalam urin yang bertindak sebagai bakterisidal adalah
uromukoid atau protein Tamm-Horsfall (THP). Protein ini disintesis sel
epitel tubuli pars ascenden loop of henle dan epitel tubulus distal.
Sebenarnya pertahanan sistem saluran kemih yang paling baik adalah
mekanisme wash out urine, yaitu aliran urin yang mampu membersihkan
kuman yang ada di dalam urin. Gangguan dari mekanisme itu
menyebabkan kuman mudah sekali mengadakan replikasi dan menempel
pada urotelium. Supaya aliran urin adekuat dan mampu menjamin
mekanisme wash out, maka harus dalam kondisi jumlah urin cukup dan
tidak ada hambatan di dalam saluran kemih. Oleh karena itu, kebiasaan
jarang minum dan pada gagal ginjal menghasilkan jumlah urin yang tidak
adekuat, sehingga memudahkan terjadinya ISK (Purnomo,2011).
c. Faktor dari mikroorganisme
Tidak semua bakteri bisa menempel dan menginfeksi saluran kemih. Dari
sekian banyak golongan Escherichia coli, yang uropatogen adalah
serogrup O, K, dan H. Bakteri ini telah meningkatkan sifat penempelannya
pada sel uroepitel, kebal terhadap bakterisidal serum manusia,
menghasilkan hemolisin (untuk menginvasi jaringan), dan meningkatnya
antigen K (melindungi bakteri dari fagositosis neutrofil). Kemampuan E.
coli untuk menempel pada sel epitel dimediasi oleh ligan yang terletak di
ujung fimbria (pili) bakteri. Ligan ini mengikat reseptor glikolipid atau
glikoprotein pada membran permukaan sel uroepitel. Pili diklasifikasikan
berdasarkan kemampuannya untuk menggumpalkan darah. P pili dapat
menggumpalkan darah manusia, mengikat reseptor glikolipid pada sel
menggumpalkan darah marmut, mengikat residu manosida pada sel
uroepitel (Nguyen, 2008).
2.2.6. Manifestasi Klinis/Gambaran Klinis
Gambaran klinis ISK sangat bervariasi mulai dari tanpa gejala hingga
menunjukkan gejala yang sangat berat akibat kerusakan pada organ lain. Pada
umumnya infeksi akut yang mengenai organ padat (ginjal, prostat, epididimis, dan
testis) memberikan keluhan yang hebat sedangkan infeksi pada organ berongga
(buli-buli, ureter, pielum) memberikan keluhan yang lebih ringan (Purnomo,
2011).
2.2.7. Diagnosis
Diagnosis ISK kadang-kadang sulit untuk ditegakkan dan bergantung pada
urinalisis dan kultur urin. Kadang-kadang, penelusuran lokalisasi mungkin
diperlukan untuk mengidentifikasi sumber infeksi (Nguyen, 2008).
a. Urinalisis
Untuk pasien dengan gejala sistem saluran kemih, harus dilakukan
urinalisis mikroskopis apabila terdapat bakteriuria, piuria, dan hematuria.
Urinalisis dapat mengidentifikasi bakteri dan leukosit dengan cepat dan
dapat mendiagnosis ISK. Biasanya, sedimen yang akan dianalisis
diperoleh dari sekitar 5-10 mL spesimen dengan melakukan sentrifugasi
selama 5 menit dengan kecepatan 2000 rpm (Roehborn et al., 2007).
b. Kultur urin
Baku emas untuk mengidentifikasi ISK adalah jumlah bakteri tertentu
pada kultur urin . Urin harus dikumpulkan dalam wadah steril dan dikultur
segera setelah dikumpulkan. Bila hal ini tidak mungkin, urin dapat
disimpan dalam lemari es sampai 24 jam. Sampel tersebut kemudian
diencerkan dan menyebar di wadah kultur. Setiap bakteri akan membentuk
koloni tunggal di wadah. Jumlah koloni dihitung dan disesuaikan per
c. Pencitraan
Pada ISK uncomplicated (sederhana) tidak diperlukan pemeriksaan
pencitraan, tetapi pada ISK complicated (rumit) perlu dilakukan
pemeriksaan pencitraan untuk mencari penyebab/sumber terjadinya infeksi
(Purnomo, 2011).
2.2.8. Komplikasi
Infeksi saluran kemih dapat menimbulkan beberapa komplikasi (penyulit),
diantaranya :
a. Gagal ginjal akut
Edema yang terjadi akibat inflamasi akut pada ginjal akan mendesak
sistem pelvikalises sehingga menimbulkan gangguan aliran urin. Pada
pemeriksaan urogram terlihat spastisitas sistem pelvikalises atau pada
pemeriksaan radionuklir, asupan (uptake) zat radioaktif tampak menurun
b. Batu saluran kemih
Adanya papila yang terkelupas akibat infeksi saluran kemih serta debris
dari bakteri merupakan nidus pembentukan batu saluran kemih. Selain itu,
beberapa kuman yang dapat memecah urea mampu merubah suasana pH
urin menjadi basa. Suasana basa ini memungkinkan berbagai unsur
pembentuk batu mengendap di dalam urin dan untuk selanjutnya
membentuk batu pada saluran kemih
c. Supurasi atau pembentukan abses
Infeksi saluran kemih yang mengenai ginjal dapat menimbulkan abses
pada ginjal yang meluas kerongga perirenal dan bahkan ke pararenal,
demikian pula yang mengenai prostat dan testis dapat menimbulkan abses
pada prostat dan abses pada testis
d. Urosepsis
Urosepsis adalah sepsis yang disebabkan oleh mikrobakteria yang berasal
dari mikrobakteria yang berasal dari urogenitalia. Bakteri lebih mudah
mellitus, usia tua, pasien yang menderita penyakit keganasan, dan pasien
yang menderita gangguan imunitas tubuh yang lain (Purnomo, 2011).
2.3. Hubungan BPH dengan Infeksi Saluran Kemih
Tingkat infeksi yang diterbitkan UTIs in the institutionalized geriatric
population range pada populasi berkisar dari 12% sampai 30%. Perubahan
anatomis dan fungsional yang terjadi pada populasi ini biasanya complicated
(rumit) oleh karena adanya penyakit yang mendasari atau kronis (Cohen, et.al.,
2011).
BPH dianggap sebagai bagian normal dari proses penuaan pada pria dan
tergantung pada hormon testosteron dan produksi dihidrotestosteron (DHT).
Diperkirakan 50% pria menunjukkan histopatologi BPH pada usia 60 tahun.
Jumlah ini meningkat menjadi 90% pada usia 85 tahun (Deters, 2013).
Pembesaran prostat pada pasien BPH akan menyebabkan obstruksi pada
saluran kemih . Selain itu pada usia tua terjadi kelemahan umum termasuk
kelemahan pada buli (otot detrusor) dan penurunan fungsi persarafan. Perubahan
karena pengaruh usia tua dan adanya obstruksi akibat BPH akan menyebabkan
menurunnya kemampuan buli-buli dalam mempertahankan aliran urin pada proses
adaptasi (Amelia, 2007). Aliran urin mampu membersihkan kuman yang ada di
dalam urin. Gangguan dari mekanisme aliran urin ini akan menyebabkan kuman
mudah sekali mengadakan replikasi dan menempel pada urotelium (Purnomo,
2011).
Selain itu, terdapat berbagai perubahan daya tahan tubuh dan perubahan
anatomi maupun fungsi pada sistem organ tubuh seorang usia lanjut yang dapat
menjadi alasan kenapa seorang yang berusia lanjut lebih muda terkena infeksi
dibandingkan usia muda. Perubahan yang terjadi tersebut salah satunya pada
saluran kemih (Nguyen, 2008).
Pada usia lanjut ginjal kurang mampu mengekskresikan asam dan urea
dan gagal untuk mempertahankan osmolalitas normal (Cohen, et.al., 2011).
Padahal, derajat keasaman urin, osmolalitas, kandungan urea dan asam organik,
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
3.2. Definisi Operasional
Tabel 3.1. Definisi Operasional Penelitian
Variabel Definisi Cara
Ukur pemeriksaan DRE dan TRUS, dan diagnosis ditegakkan oleh dokter
ISK Penyakit ISK yang diderita oleh responden pada saat penelitian berlangsung,
Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis
penelitian ini adalah ada hubungan antara BPH dengan kejadian ISK. Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH)
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat analitik observasional dengan desain case control,
yaitu untuk mencari hubungan antara ISK dengan BPH, serta mencari besar
peningkatan risiko terjadinya ISK pada pasien yang memiliki penyakit BPH.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan pada bulan Agustus tahun 2013. Rumah sakit ini dipilih karena merupakan
rumah sakit tipe A dan rumah sakit rujukan utama untuk wilayah Sumatera Utara
dan sekitarnya.
4.3. Populasi dan Sampel
4.3.1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien di Departemen Urologi
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang berumur diatas 50
tahun dari bulan Januari sampai Desember 2012.
4.3.2. Sampel
Dalam penelitian ini yang menjadi sampel penelitian adalah pasien di
Divisi Urologi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dari bulan
Januari sampai Desember 2012 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang
telah ditetapkan.
Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini adalah:
a. Kriteria Inklusi
1. Pasien berusia diatas 50 tahun
2. Merupakan pasien yang memiliki riwayat BPH dan non-BPH di
Divisi Urologi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
b. Kriteria Eksklusi
1. Pasien yang didiagnosis menderita batu saluran kemih
2. Pasien yang memiliki penyakit HIV/AIDS
3. Pasien yang menggunakan kateter
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode consecutive
sampling, yaitu penarikan sampel berdasarkan kriteria-kriteria yang telah
ditetapkan. Semua subjek yang ada dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan
dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro,
2011).
Besar sampel minimum yang diperlukan dihitung dengan rumus
(Madiyono, 2011):
n1= n2 = ( Zα√ 2PQ + Zβ√ P1Q1 + P2Q2 ) 2
(P1 - P2) 2
Keterangan:
n1 dan n2 = besar sampel
Zα = deviat baku normal untuk α
Zβ = deviat baku normal untuk β
P1 = nilai proporsi kasus
P1 = OR x P2
(1- P2) + (OR x P2)
P2 = nilai proporsi kontrol
Pada penelitian ini, ditetapkan nilai α sebesar 0,01 (tingkat kepercayaan
99%) sehingga didapat nilai Zα adalah sebesar 2,576. Selain itu ditetapkan nilai β
sebesar 0,1 (power 90%), maka didapat nilai Zβ sebesar 1,282. Penelitian sejenis
yang dilakukan oleh Furqan didapatkan OR= 5,8 dan P2= 0,61. Sehingga
berdasarkan rumus di atas, besarnya sampel yang diperlukan dalam penelitian ini
P1 = 5,8 X 0,61
(1- 0,61) + (5,8 X 0,61)
= 0,9
Q1 = 1 – P1
= 1 – 0,9 = 0,1
Q2 = 1 – P2
= 1 – 0,61 = 0,39
n1= n2 = ( Zα √ 2PQ + Zβ √ P1Q1 + P2Q2 ) 2
(P1 - P2) 2
= (2,576 √ 2(0,9x0,1) + 1,282 √ (0,9x0,1) + (0,61x0,39) 2
(0,9– 0,61) 2
= (2,576(0,424) + 1,282 (0,572)) 2
(0,29) 2
= (1,092 + 0,733) 2
(0,29) 2
= 3,319
0,084
= 39,5
Dengan demikian besar sampel yang diperlukan adalah 39,5 orang,
dibulatkan menjadi 40 orang. Maka jumlah sampel yang dilibatkan dalam
penelitian ini masing-masing sejumlah 40 orang untuk kelompok kasus dan
kelompok kontrol.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder,
yaitu data yang didapat secara tidak langsung dari masing-masing sampel
penelitian. Data penelitian ini dikumpulkan dengan teknik pembacaan rekam
Sampel penelitian dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang
menderita BPH dan kelompok bukan penderita BPH. Dari setiap sampel ditelusuri
ada atau tidaknya penyakit ISK.
4.5. Metode Analisis Data
Data yang telah terkumpul dari hasil pembacaan rekam medis ditabulasi
untuk diolah lebih lanjut dengan menggunakan program Statistic Package for
Social Sciences (SPSS).
Hasil pengamatan studi case control biasanya disusun dalam bentuk tabel
2 x 2 sebagai berikut:
Tabel 4.1. Penyajian Hasil Pengumpulan Data
Infeksi Saluran Kemih (ISK)
ISK Non-ISK
BPH BPH A B
Non-BPH C D
Sel A = Kasus dan kontrol mengalami pajanan
Sel B = Kasus mengalami pajanan, kontrol tidak
Sel C = Kasus tidak mengalami pajanan, kontrol mengalami
Sel D = Kasus dan kontrol tidak mengalami pajanan
Odds Ratio (OR) pada studi case control dihitung dengan
menggunakan formula berikut:
OR = AD
BC
Interpretasi hasil:
2. Bila nilai rasio odds > 1 dan rentang interval kepercayaan tidak mencakup
angka 1, berarti penyakit BPH merupakan faktor risiko terjadinya ISK
3. Bila nilai rasio odds < 1 dan rentang nilai interval kepercayaan tidak
mencakup angka 1, berarti BPH justru merupakan faktor protektif terhadap
ISK
4. Bila nilai interval kepercayaan rasio odds mencakup angka 1, maka belum
dapat disimpulkan apakah penyakit BPH merupakan faktor risiko atau
faktor protektif terhadap terjadinya ISK (Suradi, 2011).
Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji kai-kuadrat (uji x2)
dengan tingkat kemaknaan (α) sebesar 1% untuk melihat ada atau tidaknya
hubungan antara BPH dengan terjadinya infeksi saluran kemih, serta melihat
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Pengambilan data penelitian ini dilakukan di Pusat Rekam Medis Rumah
Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Rumah sakit ini merupakan rumah
sakit tipe A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VIII/1990. Rumah
sakit ini menjadi sentra rujukan utama untuk wilayah Sumatera Utara dan
sekitarnya. Rumah sakit ini terletak di Jalan Bunga Lau Nomor 17 Medan,
Kelurahan Kemenangan, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan, Sumatera Utara.
5.1.2. Karakteristik Responden
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Umur Responden Umur
Dari Tabel 5.1. dapat diketahui bahwa reponden BPH yang paling banyak
berumur 71-75 tahun sejumlah 11 orang (27,5%) dan kelompok responden BPH
yang paling sedikit adalah berumur 81-85 tahun sejumlah 1 orang (2,5%).
Sedangkan kelompok umur responden Non BPH yang paling banyak berumur
51-55 tahun sejumlah 18 orang (45%) dan kelompok responden Non BPH yang
paling sedikit adalah umur 76-80 dan 81-85 tahun yaitu masing-masing sejumlah
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi ISK berdasarkan Volume Prostat Volume Prostat ISK
n %
< 40 gram 3 10
≥ 40 gram 27 90
Total 30 100
Tabel 5.2. menunjukkan distribusi frekuensi ISK berdasarkan volume
prostat, dimana didapati sebanyak 27 orang (90%) responden memiliki volume
prostat ≥ 40 gram sedangkan 3 orang (10%) dari 30 orang penderita ISK memiliki
volume prostat < 40 gram.
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi ISK berdasarkan Residual volume urin Residual
Tabel 5.3. menunjukkan bahwa dari 30 orang responden yang memiliki
penyakit BPH yang disertai ISK, didapati sebanyak 28 orang memiliki residual
volume urin > 30 cc (93,3%) sedangkan 2 orang (6,7%) memiliki residual volume
urin ≤ 30 cc.
5.1.3. Hasil Analisis Data
Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan antara
BPH dengan kejadian ISK. Data hasil penelitian dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.4. Hubungan antara Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dengan kejadian
Dari Tabel 5.4. dapat dilihat bahwa dari 40 orang responden yang
memiliki penyakit BPH, 30 orang diantaranya adalah penderita ISK. Sementara
dari 40 orang responden yang tidak memiliki penyakit BPH, 9 orang di antaranya
merupakan penderita ISK dikarenakan adanyanya penurunan sistem imun akibat
penyakit penyerta seperti diabetes mellitus dan penyakit ginjal.
Setelah dilakukan uji hipotesis dengan metode uji kai-kuadrat/uji x2
dengan tingkat kemaknaan 0,01 (α = 1 %,) diperoleh nilai p (p value) adalah 0,001 (p < 0,05) yang berarti bahwa ada hubungan antara Benign Prostatic Hyperplasia
(BPH) dengan kejadian infeksi saluran kemih. Dapat pula dilakukan perhitungan
Odds Ratio (OR) sebagai berikut:
Tabel 5.5. Penyajian Hasil Pengumpulan Data
ISK OR
ISK Non ISK
BPH BPH 30 10 = (30)(31)/(10)(9)
= 10,3
Non BPH 9 31
Pada penelitian ini didapat besarnya odds ratio adalah 10,3. Odds Ratio
yang lebih besar dari 1 menunjukkan adanya hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen. Pada penelitian ini besarnya odds ratio di
atas angka 1, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pada penelitian ini BPH
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya ISK. Dari hasil perhitungan,
diketahui bahwa orang yang memiliki penyakit BPH berisiko 10,3 kali lebih besar
untuk menderita ISK dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki penyakit
BPH.
5.2. Pembahasan
Pada penelitian ini seluruh responden berusia di atas 50 tahun, dimana
kelompok umur dengan frekuensi paling tinggi pada kelompok pasien BPH yaitu
kelompok umur 71-75 tahun sebanyak 11 orang (27,5%) sedangkan pada
51-bahwa prevalensi BPH meningkat dari 25% pada usia 40-49 tahun menjadi lebih
dari 80% pada pria yang berusia 70-79 tahun (Sarma et al, 2012). Walaupun pada
penelitian ini terdapat 1 pasien BPH yang berusia pada rentang 81-85 tahun , teori
yang menyatakan prevalensi BPH meningkat sesuai dengan peningkatan umur
tetap digunakan karena di kota Medan angka harapan hidup hanya berkisar 71,71
tahun (BPS, 2010) .
Dari karakteristik responden penelitian berdasarkan volume prostat pada
pasien BPH, sebanyak 27 orang (90%) memiliki volume ≥ 40 gram yang kemudian
terkena ISK. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pada pasien
BPH terjadi pembesaran ukuran prostat yang menyebabkan uretra tertekan dan
mengakibatkan terjadinya retensi urin (Marberger et al, 2000). Retensi urin ini
akan menyebabkan kuman mudah sekali untuk mengadakan replikasi yang akan
menyebabkan ISK (Speakman, 2008) .
Selain itu, dari karakteristik responden penelitian berdasarkan residual
volume urin, sebanyak 28 orang (93,3%) yang menderita BPH memiliki volume
residual urin > 30 cc yang kemudian terkena ISK . Hal ini sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa dengan adanya BPH akan menyebabkan peningkatan residual volume
urin , dan gangguan pada aliran urin (Rosette et al, 2004). Dengan meningkatnya volume
residual urin dan gangguan pada aliran urin ini maka akan menyebabkan gangguan
mekanisme washout pada sistem kandung kemih dan menyebabkan kuman lebih mudah
bereplikasi sehingga terjadinya ISK (Nguyen, 2008).
Pada penelitian ini hubungan antara kedua variabel tersebut ditemukan
(p= 0,001 CI 99%), dengan odds ratio sebesar 10,3. Hal ini sesuai dengan sebuah
penelitian yang dilakukan oleh Furqon (2003) dan Speakman (2008), bahwa
penyakit BPH sebagai salah satu faktor risiko terjadinya ISK. Perubahan anatomi
dan fisiologi pada pasien BPH telah mendukung hipotesis bahwa BPH adalah
faktor risiko terjadinya ISK. Adanya berbagai gangguan fisiologis prostat pada
penderita BPH mengganggu aliran urin dan pertahanan tubuh untuk
menyingkirkan kuman. Infeksi kuman penyebab mengganggu fungsi urotelium,
mekanisme aliran urin dan sistem pertahanan tubuh yang lainnya. Keseimbangan
lainnya memainkan peranan yang sangat penting dalam pertahanan tubuh terhadap
infeksi yang menyebabkan ISK (Nguyen, 2008).
Penelitian yang bertujuan untuk mencari hubungan antara dua variabel
paling baik dilakukan dengan desain kohort (prospektif), yakni dengan
pengamatan dan follow up ke masa yang akan datang. Dengan follow up yang
cukup akan didapati apakah satu variabel memiliki hubungan yang kuat dengan
variabel lainnya. Kelemahan penelitian ini terletak pada desain penelitian yang
hanya menggunakan studi case control dan sumber penelitian yang digunakan,
dimana pengamatan dengan menggunakan desain ini tidak dapat memberikan
incidence rates dan data yang diperoleh masih kurang akurat karena didapatkan
dari data sekunder atau rekam medis (Suradi et al, 2011).
Pada penelitian ini hubungan antara Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
dengan terjadinya infeksi saluran kemih dapat dibuktikan. Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian-penelitian sebelumnya, dimana dikatakan bahwa kedua variabel
ini berhubungan. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut mengenai hal ini harus
dilakukan dengan mengatasi hal-hal yang telah peneliti ungkapkan di atas,
khususnya dalam hal desain penelitian, sehingga dapat diketahui data yang lebih
valid mengenai berapa lama waktu yang diperlukan penderita BPH mengalami
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Dari 80 orang responden penelitian, diperoleh pasien ISK yang memiliki
penyakit BPH adalah sebanyak 30 orang (37,5%)
2. Dari 30 orang responden yang memiliki penyakit BPH yang disertai ISK,
berdasarkan residual volume urin didapati 28 orang (93,3%) responden
memiliki residual volume urin >30 cc, dan berdasarkan volume prostat
didapati 27 orang (90%) responden memiliki volume prostat ≥40 gram
3. Dari 40 orang responden penelitian yang memiliki penyakit BPH,
diperoleh umur yang terbanyak yang menderita BPH pada rentang umur
71-75 tahun (27,5%)
4. Ada hubungan antara penyakit BPH dengan terjadinya ISK (p = 0,001)
5. Penyakit BPH merupakan faktor risiko terjadinya ISK pada pasien di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2012 (OR =
10,3)
6.2. Saran
1. Bagi Rumah Sakit dan Sarana Pelayanan Kesehatan Lain
Pada penelitian ini hubungan antara penyakit BPH dengan terjadinya ISK
dapat dibuktikan. Oleh karena itu, bagi sarana pelayanan kesehatan diharapkan
agar lebih waspada ketika mendapati kasus BPH. Edukasi kepada pasien yang
memiliki risiko tersebut penting dilakukan untuk mencegah terjadinya ISK di
masa yang akan datang serta untuk pendataan pada rekam medis di masa yang
akan datang harus lebih lengkap dalam pendataannya sehingga lebih
memudahkan dalam penelitian selanjutnya.
2. Bagi Pasien/ Masyarakat
ISK merupakan penyakit yang memiliki banyak faktor risiko. Diharapkan
pencegahan ISK, khususnya bagi individu yang memiliki risiko tinggi.
3. Bagi Penelitian Selanjutnya
Penelitian berikutnya diharapkan dapat dilakukan dengan mengatasi
kelemahan-kelemahan pada penelitian ini, seperti dengan menggunakan
desain kohort (studi prospektif). Studi prospektif dapat dilakukan dengan
melakukan follow up pada setiap pasien BPH di klinik atau di rumah sakit
tertentu. Sehingga akan didapatkan data yang lebih valid mengenai berapa
lama waktu yang diperlukan penderita BPH yang mengalami ISK dan serta
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, R., 2007. Faktor-faktor Risiko Terjadinya Pembesaran Prostat Jinak
(Studi Kasus di RS dr. Kariadi, RS Roemani dan RSI Sultan Agung
Semarang) Available from:
2013]
American Urological Association , 2006. AUA Guideline on the Management of
Benign Prostatic Hyperplasia: Diagnosis and Treatment Recommendations.
USA : American Urological Association Education and Research, Inc.
Badan Pusat Statistik, 2010. Perkiraan Angka Harapan Hidup dan Angka
Kematian Bayi menurut Kabupaten/Kota Tahun 2010. Available from :
[Accessed 5 November
2013]
Bain, B.S., 2006. Obesity and Diabetes Increase Risk for BPH : Presented at
AUA. Atlanta, GA. Available from:
[Accessed 30 March 2013]
Berges, R., Oelke, M., 2011. Age-stratified normal values for prostate volume,
PSA, maximum urinary flow rate, IPSS, and other LUTS/BPH indicators in
the German male community-dwelling population aged 50 years or older.
Available from
[Accessed 4 December 2013]
Brusch, J.L., 2012. Urinary Tract Infection in Males. Available from:
Cohen, K.R., Frank, J., Israel, I., 2011. UTIs in the Geriatric Population
Challenges for Clinicians. Available from:
Deters, L.A., 2013. Benign Prostatic Hypertrophy. Available from:
29 March 2013]
Furqan, 2003. Evaluasi Biakan Urin pada Penderita BPH Setelah Pemasangan
Kateter Menetap : Pertama Kali dan Berulang. Available from:
2013]
Etiopathogenesis of Benign Prostatic Hyperplasia.
Available from:
[Accessed 7 May 2013]
Kapoor, A., 2012. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Management in the
Primary Care Setting. Available from:
Komara, A., 2009. Pola Kepekaan Bakteri Gram Negatif dari Pasien Infeksi
Saluran Kemih terhadap Antibiotik Gentamicin dan Kotrimoksazol yang
Dikirim ke Laboratorium Mikrobiologi Klinik FK UI dari Tahun 2001
sampai Tahun 2005. Available from:
[Accessed 28 March 2013]
Madiyono, B., Moeslichan, S., Sastroasmoro, S., Budiman, I., Purwanto, S.H.,
Dasar-Marberger, M.J., et al. 2000. Prostate volume and serum prostate-specific antigen
as predictors of acute urinary retention. Combined experience from three
large multinational placebo-controlled trials. Available from :
2013]
Nguyen, H.T.,2008. Bacterial Infections of the Genitourinary Tract. In :Tanogho,
E.A., McAninch, J.W., Smith’s General Urology. 17th Ed. USA : Lange,
193-196.
Parsons, J.K., 2010. Benign Prostatic Hyperplasia and Male Lower Urinary Tract
Symptoms: Epidemiology and Risk Factors. Available from:
2013]
Presti J.C., Kane, C.J., Shinohara, K., Carroll, P.R., 2008. Neoplasms of the
Prostate Gland. In : Tanogho, E.A., McAninch, J.W., Smith’s General
Urology. 17th Ed. USA : Lange, 348, 350-351.
Purnomo, B.B., 2011. Dasar-dasar Urologi. Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto, 51-55,
57, 75, 124, 127, 129-131.
Roehborn, C.G., McConnell, J.D., 2007. Prostate. In : Wein, A.J., Kavoussi, L.R.,
Novick, A.C., Partin, A.W., Peters, C.A., Campbell’s Urology. 9th ed. W.B.
Saunders, Section IV-XVI.
Rossette, J., et al. 2004. Benign Prostatic Hyperplasia. Available from :
http://www.uroweb.org/fileadmin/user_upload/Guidelines/11%20BPH.pdf.
Sarma, V.A., Wei, J.T., 2012. Benign Prostatic Hyperplasia and Lower Urinary
Tract Symptoms. Available from:
Sastroasmoro, S., 2011. Pemilihan Subyek Penelitian. Dalam: Sastroasmoro, S.,
Ismael, S., Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi 4. Jakarta:
Sagung Seto, 99.
Speakman, M.J., 2008. Lower Urinary Tract Symptoms Suggestive of Benign
Prostatic Hyperplasia (LUTS/BPH): More Than Treating Symptoms?. In :
European Association of Urology. 7th Ed. UK : Elsevier B.V., 680-689.
Sukandar, E., 2009. Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa. Dalam: Sudoyo,
A.W., Setiyohadi, B., lwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II. Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,1009.
Suradi, R., Siahaan, C.M., Boedjang, R.F., Sudiyanto, Setyaningsih, I., Soedibjo,
S., 2011. Studi Kasus Kontrol. Dalam: Sastroasmoro, S., Ismael, S.,
Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi 4. Jakarta: Sagung Seto, 158, 164.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Masitah NST
Tempat, Tanggal Lahir : Medan, 30 Juni 1992
Alamat : Jl. Bersama Gg. Perintis No. 41 Medan
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
RiwayatPendidikan :
1. Taman Kanak-Kanak Swasta Shandy Putra 1996-1998
2. Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Medan Tembung 1998-2004
3. Sekolah Menengah Pertama Negeri 17 Medan 2004-2007
4. Sekolah Menengah Atas Negeri 7 Medan 2007-2010
5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 2010-sekarang
Riwayat Organisasi :
1. Anggota Bidang KPP HMI FK USU 2010-2011
2. Anggota Bidang PTKP HMI FK USU 2011-2012
18 CAL 58 PNS Tamat SLTA 33 Non ISK BPH 25
19 JSit 72 Pensiunan Sarjana 36 ISK BPH 27
20 MTSin 72 Pensiunan Tamat SLTA 52 ISK BPH 50
21 MNST 72 Pensiunan Tamat SLTA 32 Non ISK BPH 24
22 Pah 76 SMEP Tamat SLTA 52 ISK BPH 67
23 BTM 79 Pensiunan Tamat SLTA 50 ISK BPH 78
24 VFLT 57 PNS Sarjana 31 Non ISK BPH 25
25 GSim 57 PNS D3 48 ISK BPH 45
26 DAS 65 Pensiunan Sarjana 32 Non ISK BPH 27
27 SRH 73 Pensiunan Tamat SLTA 49,83 ISK BPH 46
28 VDN 69 Pensiunan Sarjana 47 ISK BPH 48
29 HRSRG 57 Wiraswasta Tamat SD 50 ISK BPH 60
30 DSit 63 Pensiunan Tamat D2 37 Non ISK BPH 24
31 MMal 77 Pensiunan PGLP 48 ISK BPH 48
32 HSin 72 Pensiunan PGLP 49 ISK BPH 50
33 ZK 64 Pegawai swasta Sarjana 49 ISK BPH 69
34 RD S 66 Wiraswasta Sarjana 50 ISK BPH 60
35 Msi 55 PNS SLTA 50 ISK BPH 60
36 Tug 72 Purn. TNI D3 49 ISK BPH 55
37 RHu 56 Wiraswasta SMP 38 Non ISK BPH 25
38 Tum 69 Pensiun SMA 58 ISK BPH 55
39 DM 58 Petani Tamat SLTP 53 ISK BPH 60
40 HSRG BA 67 Pensiunan Sarjana 38 ISK BPH 29
41 SS 58 Wiraswasta Tamat SLTA Normal Non ISK Non BPH Normal
43 HAH 51 Pegawai swasta Sarjana Normal Non ISK Non BPH Normal
44 MSia 75 Pensiunan Tamat SLTA Normal Non ISK Non BPH Normal
45 AH 76 Wiraswasta Tamat SLTA Normal Non ISK Non BPH Normal
46 My 51 Wiraswasta Tamat SLTP Normal ISK Non BPH Normal
47 TGKDA 53 Wiraswasta Tamat SLTA Normal Non ISK Non BPH Normal
48 DSit 53 Petani Tamat SLTA Normal ISK Non BPH Normal
49 ST 66 Wiraswasta Tamat SLTA Normal Non ISK Non BPH Normal
50 TP 51 Peteni Tamat SLTA Normal Non ISK Non BPH Normal
51 SKe 58 Petani Tamat SLTA Normal Non ISK Non BPH Normal
52 STar 51 Wiraswasta Tamat SLTA Normal Non ISK Non BPH Normal
53 HNSTSH 65 Pensiunan Sarjana Normal Non ISK Non BPH Normal
54 PSur 51 Wiraswasta Tamat SD Normal Non ISK Non BPH Normal
55 SE LR 65 Pensiunan Tamat SLTA Normal Non ISK Non BPH Normal
56 SNST 52 Wiraswasta Tamat SLTA Normal Non ISK Non BPH Normal
57 M.Hi, 54 PNS Sarjana Normal Non ISK Non BPH Normal
58 T.Sim 81 Wiraswasta Tamat SLTA Normal ISK Non BPH Normal
59 HuS 61 Wiraswasta Tamat SLTP Normal ISK Non BPH Normal
60 L Si 51 Pegawai swasta Sarjana Normal Non ISK Non BPH Normal
61 BB 70 Pensiunan Sarjana Normal Non ISK Non BPH Normal
62 LP 51 Petani Tamat SLTA Normal ISK Non BPH Normal
63 MP.Si 60 Pegawai swasta Tamat SLTA Normal Non ISK Non BPH Normal
64 Mer 51 PNS Tamat SLTA Normal Non ISK Non BPH Normal
65 AZ 55 PNS Sarjana Normal Non ISK Non BPH Normal
66 ABDR 53 PNS Tamat SLTA Normal ISK Non BPH Normal
68 Mi 57 Wiraswasta Tamat SLTA Normal ISK Non BPH Normal
69 MC N 60 Wiraswasta Tamat SLTA Normal Non ISK Non BPH Normal
70 M.HM 54 Wiraswasta Tamat SLTP Normal Non ISK Non BPH Normal
71 M.A 51 wiraswasta Tamat SLTP Normal Non ISK Non BPH Normal
72 YR 53 Wiraswasta Tamat SLTP Normal Non ISK Non BPH Normal
73 IP 70 Petani Tamat SD Normal Non ISK Non BPH Normal
74 LS 66 Pensiunan Sarjana Normal ISK Non BPH Normal
75 MSil 60 Wiraswasta Tamat SLTP Normal Non ISK Non BPH Normal
76 JGi 71 Wiraswasta Tamat SLTA Normal ISK Non BPH Normal
77 IR FS.D 62 Pensiunan Sarjana Normal Non ISK Non BPH Normal
78 Suk 63 Wiraswasta Tamat SLTP Normal Non ISK Non BPH Normal
79 ASim 59 PNS Tamat SLTA Normal Non ISK Non BPH Normal
HASIL UJI STATISTIK Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
pasien yang menderita bph
atau non bph * pasien yang
menderita isk atau non isk
80 100,0% 0 ,0% 80 100,0%
pasien yang menderita bph atau non bph * pasien yang menderita isk atau non isk Crosstabulation
Count
pasien yang menderita isk atau non
isk
Total
isk non isk
pasien yang menderita bph atau
non bph
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19,50.