• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dengan Kejadian Infeksi Saluran Kemih di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dengan Kejadian Infeksi Saluran Kemih di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2012"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dengan Kejadian Infeksi Saluran Kemih di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

Medan Tahun 2012

Oleh: MASITAH NST

100100157

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

Hubungan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dengan Kejadian Infeksi Saluran Kemih di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

Medan Tahun 2012

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh: MASITAH NST

100100157

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Hubungan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dengan Kejadian Infeksi

Saluran Kemih di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

Medan Tahun 2012

Nama : Masitah NST

NIM : 100100157

Pembimbing Penguji I

(dr. Syah Mirsya Warli, Sp.U) (Prof.dr.Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A(K)) NIP. 196505051995031001 NIP. 195508171980111002

Penguji II

(dr. Djohan, Sp.KK) NIP. 196910141998031001

Medan, Januari 2014

Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

(4)
(5)

ABSTRAK

Latar Belakang: Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan penyakit infeksi yang dapat mengenai semua kelompok umur baik anak, remaja, dewasa, maupun usia lanjut. Pada pria yang berusia 35-65 tahun, kejadian ISK akan meningkat, salah satunya karena terjadi hiperplasia prostat/obstruksi yang menyebabkan gangguan dari mekanisme aliran urin.

Metode Penelitian: Penelitian ini bersifat analitik dengan desain case control. Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien yang berumur diatas 50 tahun di Divisi Urologi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Sampel penelitian ini berjumlah 80 orang yang diambil dengan metode consecutive sampling. Data hasil penelitian diolah dengan uji hipotesis Chi Square.

Tujuan Penelitian: Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dengan kejadian infeksi saluran kemih di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan serta untuk mengetahui karakteristik responden penelitian.

Hasil: Berdasarkan uji hipotesis dengan metode Chi square didapati nilai p sebesar 0,001 (CI 99%) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara Benign prostatic Hyperplasia (BPH) dengan kejadian infeksi saluran kemih. Besarnya rasio odds adalah 10,3, sehingga Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) merupakan suatu faktor risiko terjadinya infeksi saluran kemih.

Kesimpulan: Dari hasil analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dengan kejadian infeksi saluran kemih.

(6)

ABSTRACT

Background: Urinary tract infection (UTI) is an infectious disease that can affect all age groups of both children, adolescents, adults, and the elderly. In men aged 35-65 years, the incidence of UTI will rise, either because they occurred prostatic hyperplasia / obstruction that causes disruption of the mechanism of the flow of urine.

Methods: This research was made on an analytic design with case control approach. The population in this research were all patient aged more than 50 years old in Urology Division of Central General Hospital Haji Adam Malik Medan. Samples were 80 respondent, taken by consecutive sampling method. Research data was analyzed with Chi square hypothesis test.

Aim of Study: The goal of this research is to find out the relationship between Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) and the event of urinary tract infection in Central General Hospital Haji Adam MalikMedan.

Results: Based on the Chi square test, the p value is 0,001 (CI 99%) that shows there is relationship between Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) and the event of urinary tract infection. The odds ratio is 10,3, so it can be assumed that Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) is a risk factor for occurring urinary tract infection.

Conclusion: The conclusion of this research is there is relationship between Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) and the event of urinary tract infection.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas petunjuk ilmu yang

dikaruniakan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini yang

berjudul “Hubungan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dengan Kejadian Infeksi Saluran Kemih di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2012”. Besar harapan penulis, penelitian ini dapat diterima dan bermanfaat, serta menjadi masukan yang berarti khususnya dalam upaya preventif

terhadap timbulnya penyakit infeksi saluran kemih.

Penelitian ini bisa diselesaikan atas dukungan dari banyak pihak, kepada

mereka penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya, diantaranya:

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH selaku Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

2. dr. Syah Mirsya Warli, Sp.U selaku Dosen Pembimbing dalam tugas

Karya Tulis Ilmiah ini, atas segala kesabaran dalam membimbing dan

mendukung serta ilmu yang telah diberikan

3. Prof. dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A(K) dan dr. Djohan, Sp.KK selaku

Dosen Penguji Karya Tulis Ilmiah ini, atas kritik dan saran yang

membangun

4. dr. Zaimah Z. Tala, MS. Sp.GK yang telah meluangkan waktunya untuk

mengkoreksi hasil penelitian ini

5.

Komisi Etik dan Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara yang telah menyetujui pelaksanaan penelitian ini

6. Pihak RSUP Haji Adam Malik Medan, atas izin penelitian yang

diberikan

7. Drs. Mester Nasution dan Hj. Maisaroh Harahap, rasa hormat serta

terima kasih yang tak terhingga untuk kedua orang tua tercinta, atas

kasih sayang yang begitu besar dalam mendidik, membesarkan, dan

mendoakan penulis bersama adik-adik tercinta Maimunah Nasution,

(8)

8. Teman-teman seperjuangan penulis serta teman – teman yang selalu

mendukung penuh dalam proses penyelesaian karya tulis ilmiah ini

yaitu Devi Nafilah Yuzar, Gwanita Nawariantina, Indah Sari Atikah

dan Rizki Masharida NST

Meskipun berbagai upaya dan kerja keras telah dilakukan dalam penelitian

ini, penulis yakin bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu

saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan guna proses

penyempurnaannya. Semoga penelitian ini pada akhirnya dapat memberi manfaat.

Medan, 9 Desember 2013

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... x

Daftar Singkatan ... xi

Daftar Lampiran... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.3.1. Tujuan Umum ... 2

1.3.2. Tujuan Khusus ... 2

1.4. Manfaat Penelitian ... 2

1.4.1. Bagi Subjek Penelitian ... 2

1.4.2. Bagi RSUP Haji Adam Malik Medan ... 3

1.4.3. Bagi Peneliti ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Benign Prostatatic Hyperplasia ... 4

2.1.1. Definisi ... 4

2.1.2. Epidemiologi ... 4

2.1.3. Etiologi ... 4

2.1.4 Faktor Risiko ... 7

(10)

2.1.7. Diagnosis ... 10

(11)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

6.1. Kesimpulan... 31

6.2. Saran... 31

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. LUTS pada BPH 8

2.2. International Prostatic Symptom Score (IPSS) 9

2.3. Faktor predisposisi ISK 14

2.4. Pertahanan lokal tubuh 15

3.1. Definisi operasional penelitian 20

4.1. Penyajian hasil pengumpulan data 24

5.1. Distribusi Frekuensi Umur Responden 26

5.2. Distribusi Frekuensi ISK berdasarkan Volume

Prostat

27

5.3. Distribusi Frekuensi ISK berdasarkan Residual

Volume Urin

27

5.4. Hubungan antara Benign Prostatic Hyperplasia

(BPH) dengan Kejadian Infeksi Saluran Kemih

27

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Perubahan testosteron menjadi dihidrotestosteron oleh

enzim 5α-reduktase

5

2.2. Keseimbangan proliferasi sel dan apoptosis pada prostat 6

2.3. Bagan pengaruh hiperplasia prostat pada saluran kemih 12

(14)

DAFTAR SINGKATAN

DRE = Digital rectal examination

EGF = Epidermal Growth Factor

IGFs = Insulin-like Growth Factor

KGF = Keratinocyte Growth Factor

NADP = Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate

NADPH = Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate Hydrogen

TGF-β = Transforming Growth Factors -β

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Peneliti

Lampiran 2 Ethical Clearance

Lampiran 3 Surat Izin Penelitian

Lampiran 4 Data Induk

Lampiran 5 Hasil Uji Statistik

(16)

ABSTRAK

Latar Belakang: Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan penyakit infeksi yang dapat mengenai semua kelompok umur baik anak, remaja, dewasa, maupun usia lanjut. Pada pria yang berusia 35-65 tahun, kejadian ISK akan meningkat, salah satunya karena terjadi hiperplasia prostat/obstruksi yang menyebabkan gangguan dari mekanisme aliran urin.

Metode Penelitian: Penelitian ini bersifat analitik dengan desain case control. Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien yang berumur diatas 50 tahun di Divisi Urologi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Sampel penelitian ini berjumlah 80 orang yang diambil dengan metode consecutive sampling. Data hasil penelitian diolah dengan uji hipotesis Chi Square.

Tujuan Penelitian: Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dengan kejadian infeksi saluran kemih di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan serta untuk mengetahui karakteristik responden penelitian.

Hasil: Berdasarkan uji hipotesis dengan metode Chi square didapati nilai p sebesar 0,001 (CI 99%) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara Benign prostatic Hyperplasia (BPH) dengan kejadian infeksi saluran kemih. Besarnya rasio odds adalah 10,3, sehingga Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) merupakan suatu faktor risiko terjadinya infeksi saluran kemih.

Kesimpulan: Dari hasil analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dengan kejadian infeksi saluran kemih.

(17)

ABSTRACT

Background: Urinary tract infection (UTI) is an infectious disease that can affect all age groups of both children, adolescents, adults, and the elderly. In men aged 35-65 years, the incidence of UTI will rise, either because they occurred prostatic hyperplasia / obstruction that causes disruption of the mechanism of the flow of urine.

Methods: This research was made on an analytic design with case control approach. The population in this research were all patient aged more than 50 years old in Urology Division of Central General Hospital Haji Adam Malik Medan. Samples were 80 respondent, taken by consecutive sampling method. Research data was analyzed with Chi square hypothesis test.

Aim of Study: The goal of this research is to find out the relationship between Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) and the event of urinary tract infection in Central General Hospital Haji Adam MalikMedan.

Results: Based on the Chi square test, the p value is 0,001 (CI 99%) that shows there is relationship between Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) and the event of urinary tract infection. The odds ratio is 10,3, so it can be assumed that Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) is a risk factor for occurring urinary tract infection.

Conclusion: The conclusion of this research is there is relationship between Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) and the event of urinary tract infection.

(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan penyakit infeksi yang dapat

mengenai semua kelompok umur baik anak, remaja, dewasa, maupun usia lanjut.

Angka kejadian ini lebih sering pada perempuan daripada laki-laki dengan angka

populasi umum 5%-15%. Prevalensi anak usia sekolah yang menderita ISK

sekitar 1%-3%, dan meningkat pada remaja yang sudah melakukan hubungan

seksual (Komara, 2009).

Pada pria yang berusia 35-65 tahun, kejadian ISK meningkat secara

dramatis, salah satunya karena terjadi hiperplasia prostat/obstruksi (Nguyen,

2008). Selain itu pada pria yang berusia lebih dari 50 tahun juga mengalami

kelemahan pancaran urin, dan kelemahan lainnya dari saluran kemih (Brusch,

2012).

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah masalah umum yang

mempengaruhi kualitas hidup sekitar sepertiga pria yang berusia lebih dari 50

tahun. Sebanyak 14 juta orang di Amerika Serikat memiliki gejala BPH. Di

seluruh dunia, sekitar 30 juta pria memiliki gejala yang berhubungan dengan BPH

(Deters, 2013).

Angka kejadian BPH di Indonesia, bervariasi 24-30 persen dari kasus

urologi yang dirawat di beberapa rumah sakit. Dalam rentang 1994-1997, jumlah

penderita di RS Cipto Mangunkusumo 462 kasus, di RS Hasan Sadikin Bandung

selama kurun 1976-1985 tercatat 1.185 kasus, dan pada rentang 10 tahun terakhir

(1993-2002), tercatat 1.038 kasus. Di RS Dr. Soetomo Surabaya terdapat 1.948

kasus BPH pada periode 1993-2002 dan di RS Sumber Waras punya 602 kasus

pada rentang waktu yang sama (Amelia, 2007).

Penderita yang mengalami BPH biasanya mengalami hambatan pada

saluran kemih atau uretra di dekat pintu masuk kandung kemih mengalami

penyempitan, karena itu secara otomatis pengeluaran urin terganggu (Amelia,

(19)

kalanya tidak dapat ditahan. Gangguan dari mekanisme aliran urin ini akan

menyebabkan kuman mudah sekali mengadakan replikasi dan menempel pada

urotelium (Purnomo, 2011).

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan BPH dengan

risiko terjadinya ISK di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

tahun 2012 sehingga dapat diketahui berapa besar peningkatan risiko ISK pada

individu yang memiliki penyakit BPH.

1.2. Rumusan Masalah

a. Bagaimana hubungan antara BPH dengan kejadian ISK di Rumah Sakit

Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan tahun 2012?

b. Berapa besar risiko terjadinya ISK pada individu yang memiliki penyakit

BPH?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara BPH dengan kejadian ISK.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui besar risiko terjadinya ISK pada pasien yang memiliki

penyakit BPH.

b. Mengetahui karakteristik responden penelitian.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.4.1. Bagi Subjek Penelitian

a. Pengetahuan atau informasi tentang bagaimana hubungan antara BPH

dengan kejadian ISK serta berapa besar peningkatan risiko terjadinya ISK

(20)

b. Sebagai dasar upaya pencegahan terjadinya ISK bagi individu yang

memiliki penyakit BPH.

1.4.2. Bagi RSUP Haji Adam Malik Medan

a. Menambah informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya

ISK, sehingga berguna sebagai dasar upaya pencegahan terjadinya ISK di

RSUP Haji Adam Malik Medan yang memiliki penyakit BPH.

b. Bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya di RSUP Haji Adam Malik

Medan yang berhubungan dengan penelitian ini.

1.4.3. Bagi Peneliti

a. Sebagai kesempatan untuk mengintegrasikan ilmu yang telah didapat di

bangku kuliah dalam bentuk melakukan penelitian ilmiah secara mandiri.

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

2.1.1. Definisi

BPH adalah gangguan yang makroskopiknya ditandai dengan pembesaran

dari kelenjar prostat dan histologisnya disebabkan oleh hiperplasia stroma yang

progresif dan hiperplasia kelenjar prostat. Jaringan prostat yang terus berkembang

ini pada akhirnya dapat mengakibatkan penyempitan dari pembukaan uretra.

Akibatnya, klinis BPH sering dikaitkan dengan lower urinary tract symptoms

(LUTS). Bahkan, BPH merupakan penyebab utama LUTS pada pria tua

(Speakman , 2008).

2.1.2. Epidemiologi

Prevalensi histologis BPH dalam studi otopsi meningkat dari sekitar 20%

pada pria berusia 41-50 tahun, 50% pada pria berusia 51-60 tahun, dan >90%

pada pria yang berusia lebih dari 80 tahun. Gejala obstruksi prostat juga terkait

dengan usia meskipun bukti klinisnya lebih jarang terjadi. Pada usia 55 tahun,

sekitar 25% pria dilaporkan mengalami obstruktif gejala voiding. Pada usia 75

tahun, 50% dari pria mengeluhkan terjadinya penurunan dalam kekuatan dan

kaliber pancaran urin (Presti , et al., 2008).

2.1.3. Etiologi

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya

BPH, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan

peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa

hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya BPH adalah :

a. Teori dihidrotestosteron (DHT)

DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan

(22)

terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks

DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growht

factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat (Purnomo, 2011).

NADPH NADP

5α-reduktase

Testosteron Dihidrotestosteron

Gambar 2.1. Perubahan testosteron menjadi dihidrotestosteron oleh enzim

5α-reduktase

Sumber : Dasar-dasar Urologi (Purnomo, 2011)

b. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron

Pada pria dengan usia yang semakin tua, kadar estrogen dalam serum

relatif meningkat dibandingkan kadar testosteron. Pasien dengan BPH

cenderung memiliki kadar estradiol yang lebih tinggi dalam sirkulasi

perifer. Dalam the Olmsted County cohort, tingkat estradiol serum

berkorelasi positif dengan volum prostat. Estrogen di dalam prostat

berperan pada proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara

meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon

androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan

jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis) (Roehborn et al., 2007).

c. Interaksi stroma-epitel

Interaksi stroma-epitel berperan penting dalam regulasi hormonal, seluler,

dan molekuler pada perkembangan prostat normal dan neoplastik. Proses

peningkatan usia menyebabkan akumulasi bertahap dari massa prostat.

Sebuah studi yang dilakukan oleh Cunha et al. menunjukkan bahwa sel

stroma memiliki kemampuan untuk memodulasi diferensiasi sel epitel

prostat normal. Penelitian lain juga telah menunjukkan bahwa faktor

(23)

sel-sel prostat baru. Penyimpangan dari faktor pertumbuhan peptida atau

reseptornya dapat langsung memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan

prostat yang tidak terkendali yang menyebabkan BPH (Jie, et al., 2009).

d. Berkurangnya kematian sel prostat

Gambar 2.2. Keseimbangan Proliferasi sel dan Apoptosis pada Prostat

Agonis antagonis

Sumber : Campbell-Walsh Urology 9th Edition (Roehborn et al., 2007)

Homeostasis pada kelenjar yang normal terjadi karena adanya

keseimbangan antara inhibitor pertumbuhan dan mitogens, yang

masing-masing menghambat atau menginduksi proliferasi sel tetapi juga mencegah

atau memodulasi kematian sel (apoptosis). Pada pasien BPH, terjadi

pertumbuhan abnormal (hiperplasia) pada prostat yang mungkin

disebabkan oleh faktor pertumbuhan lokal atau reseptor faktor

pertumbuhan yang abnormal, yang menyebabkan meningkatnya proliferasi

atau menurunnya kematian sel (apoptosis) (Roehborn et al., 2007).

e. Teori sel stem

Ukuran prostat dapat menggambarkan adanya jumlah absolut sel stem

pada kelenjar prostat. Lonjakan hormon androgen postnatal akan

membentuk jaringan prostat sehingga menginduksi pertumbuhan prostat

berikutnya. Sama seperti regulasi hormon jaringan prostat pada dewasa,

hormon seks steroid dapat memberikan efek pembentukan jaringan prostat

secara langsung atau tidak langsung melalui serangkaian jalur yang Androgen (DHT)

Proliferasi sel

Kematian sel (apoptosis)

(24)

2.1.4. Faktor Risiko

Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya BPH adalah :

1. Kadar Hormon

Menurut Guess (1995) dalam Amelia (2007) kadar testosteron yang tinggi

berhubungan dengan peningkatan risiko BPH. Testosteron akan diubah

menjadi androgen yang lebih poten yaitu DHT oleh enzim 5α-reduktase,

yang berperan penting dalam proses pertumbuhan sel-sel prostat.

2. Usia

Proses penuaan akan menginduksi penghambatan proses maturasi sel

sehingga perkembangan sel-sel yang berdiferensiasi berkurang dan

mengurangi tingkat kematian sel (Roehborn et al., 2007).

3. Ras

Menurut Roehborn (2002) dalam Amelia (2007) orang dari ras kulit hitam

memiliki risiko 2 kali lebih besar menderita BPH dibanding ras lain.

Orang-orang Asia memiliki insidensi BPH paling rendah.

4. Genetik

Salah satu analisis kasus-kontrol, di mana subjek penelitiannya adalah pria

berusia dibawah 64 tahun yang menjalani operasi BPH, diperkirakan lebih

dari 50% pria menderita penyakit BPH secara genetik. Penelitian lain telah

menyebutkan bahwa penyakit ini diwariskan secara autosomal dominan

(Parsons, 2010).

5. Obesitas

Pada obesitas terjadi peningkatan kadar estrogen yang berpengaruh

terhadap pembentukan BPH melalui peningkatan sensitisasi prostat

terhadap androgen dan menghambat proses kematian sel-sel kelenjar

prostat (Bain, 2006).

6. Penyakit Diabetes Mellitus

Dalam beberapa studi kohort yang berbeda yang dilakukan secara

kumulatif yang menggabungkan puluhan ribu orang menunjukkan bahwa

peningkatan kadar glukosa puasa plasma berhubungan dengan

(25)

klinis BPH, operasi BPH, dan LUTS (Parsons, 2010).

2.1.5. Patofisiologi

Pembesaran prostat tergantung pada potensi androgen dihidrotestosteron

(DHT). Dalam kelenjar prostat, 5-alfa-reduktase tipe II merubah testosteron

menjadi DHT, yang bekerja secara lokal, namun tidak secara sistemik. DHT

mengikat reseptor androgen pada inti sel, yang berpotensi menyebabkan BPH

(Deters, 2013).

BPH akan meningkatkan resistensi uretra, sehingga sebagai

kompensasinya menyebabkan perubahan pada fungsi kandung kemih. Selain itu

juga terjadi peningkatan tekanan detrusor untuk mempertahankan aliran urin.

Obstruksi yang disebabkan oleh perubahan fungsi detrusor, diperberat oleh

peningkatan usia yang menyebabkan perubahan pada fungsi kandung kemih dan

fungsi sistem saraf, yang menyebabkan frekuensi yang sering untuk mengeluarkan

urin, urgensi, dan nokturia (Roehborn et al., 2007).

2.1.6. Manifestasi Klinis

Tabel 2.1. LUTS pada BPH

Storage urin Voiding Setelah Miksi

Urgency

Intermitten (miksi terputus)

Distensi abdomen

Postvoid dribble

Rasa tidak lampias

Sumber : The Canadian Journal of Urology (Kapoor, 2012)

Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih bagian

sebelah bawah, beberapa ahli/organisasi urologi membuat sistem skoring

yang secara subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien. Sistem

skoring yang dianjurkan oleh World Health Organization (WHO) adalah

Skor Internasional Gejala Prostat atau IPSS (International Prostatic Symptom

(26)

Tabel 2.2. International Prostatic Symptom Score (IPSS)

berapa sering anda

ingin berkemih lagi

dalam 2 jam setelah

anda berkemih

4. Tidak dapat menunda

untuk berkemih

Dalam sebulan ini

berapa sering anda

(27)

merasa kesulitan untuk

menunda berkemih

5. Pancaran berkemih

yang lemah

Dalam sebulan ini

berapa sering anda

mengalami pancaran

7. Berkemih di malam hari

Dalam bulan ini berapa

sering anda harus

bangun tidur di malam

hari untuk berkemih

Sumber: Smith’s General Urology 17th Edition (Presti et al, 2008)

Catatan :

Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang terisi penuh

dan teraba massa di daerah simfisis akibat retensi urin. Pada DRE

(28)

adanya kelainan buli-buli neurogenik

• Mukosa rektum

• Keadaan prostat, antara lain : kemungkinan adanya nodul,

krepitasi, konsistensi prostat, simetri antar lobus dan batas prostat.

DRE pada BPH menunjukkan konsistensi prostat kenyal seperti meraba

ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul

(Purnomo, 2011).

b. Laboratorium

Urinalisis dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi

atau hematuria dan kreatinin serum diperiksa untuk menilai faal ginjal.

Penanda tumor prostate specific antigen (PSA) bisa diperiksa apabila

dicurigai adanya kanker prostat (Presti et al, 2008).

c. Pencitraan

Pemeriksaan USG dapat dilakukan melalui trans abdominal

ultrasonography (TAUS) dan trans urethral ultrasonography (TRUS).

Dari TAUS diharapkan mendapatkan informasi mengenai perkiraan volum

(besar) prostat; menghitung sisa (residu) urin paska miksi; panjang protusi

prostat ke buli-buli. Pada pemeriksaan TRUS dicari kemungkinan adanya

keganasan prostat berupa area hipoekoik dan sebagai penunjuk dalam

melakukan biopsi prostat (Purnomo, 2011).

d. Sistoskopi

Sistoskopi tidak dianjurkan untuk menentukan pengobatan tetapi dapat

membantu dalam memilih tindakan bedah pada pasien yang memilih

terapi invasif (Presti et al, 2008).

e. Residual volum urin postvoid (RVP) adalah volume urin yang tersisa di

kandung kemih setelah berkemih. RVP umumya berkisar 20-30 cc (Berges

et al, 2011). Pengukuran RVP dapat dilakukan secara invasif yaitu

kateterisasi maupun non-invasif yaitu USG. Teknik invasif akurat jika

dilakukan dengan benar namun menimbulkan risiko seperti cedera uretra,

ISK, dan bakteremia yang bersifat sementara (Roehborn et al., 2007).

(29)

selama berkemih. Apabila hasil uroflometri menunjukkan pancaran aliran

urin lemah, hal ini mungkin disebabkan oleh adanya obstruksi (misalnya:

hiperplasia prostat) (Roehborn et al., 2007).

2.1.8. Komplikasi

Hiperplasia prostat

Penyempitan lumen uretra posterior

Peningkatan tekanan intravesikal

Buli-buli Ginjal dan Ureter

a. Hipertrofi otot detrusor a. Refluks vesiko-ureter

b. Trabekulasi b Hidroureter

c. Selula c. Hidronefrosis

d. Divertikel buli-buli d. Pionefrosis

e. Gagal ginjal

Gambar 2.3. Bagan pengaruh hiperplasia prostat pada saluran kemih

Sumber : Dasar-dasar Urologi (Purnomo, 2011)

2.2. Infeksi Saluran Kemih (ISK)

2.2.1. Definisi

ISK merupakan respon inflamasi dari urotelium terhadap invasi bakteri

yang biasanya berhubungan dengan bakteriuria dan piuria (Roehborn et al., 2007).

(30)

cenderung menderita ISK dibandingkan laki-laki. ISK berulang pada laki-laki

jarang dilaporkan, kecuali disertai faktor predisposisi (pencetus) (Sukandar,

2009).

Prevalensi ISK meningkat secara signifikan pada manula (manusia usia

lanjut). Bakteriuria meningkat dari 5-10% pada usia 70 tahun menjadi 20% pada

usia 80 tahun. Dikatakan bahwa ISK adalah penyebab bakterinemia pada manula

(Purnomo, 2011).

2.2.3. Klasifikasi dan Etiologi

• Klasifikasi

a. ISK uncomplicated (sederhana) adalah infeksi saluran kemih pada

pasien tanpa disertai kelainan anatomi maupun kelainan struktur saluran

kemih

b. ISK complicated (rumit) adalah infeksi saluran kemih yang terjadi pada

pasien yang menderita kelainan anatomik/struktur saluran kemih, atau

adanya penyakit sistemik. Kelainan ini akan menyulitkan

pemberantasan kuman oleh antibiotika

c. First infection (infeksi pertama kali) atau isolated infection adalah

infeksi saluran kemih yang baru pertama kali diderita atau infeksi yang

didapat setelah sekurang-kurangnya 6 bulan telah bebas dari ISK

d. Unresolved bakteriuria adalah infeksi yang tidak mempan dengan

pemberian antibiotika. Kegagalan ini biasanya terjadi karena

mikroorganisme penyebab infeksi telah resisten (kebal) terhadap

pemberian antibiotika yang dipilih

e. Infeksi berulang adalah timbulnya kembali bakteriuria setelah

sebelumnya dapat dibasmi dengan terapi antibiotika pada infeksi yang

pertama. Timbulnya infeksi berulang ini dapat berasal dari re-infeksi

atau bakteriuria persisten. Pada re-infeksi, kuman berasal dari luar

saluran kemih, sedangkan bakteriuria persisten bakteri penyebabnya

(31)

• Etiologi

Pada umumnya ISK disebabkan mikroorganisme (MO) tunggal :

a.Escherichia coli merupakan MO yang paling sering diisolasi dari pasien

dengan infeksi simtomatik maupun asimtomatik

b.Mikroorganisme lainnya yang sering ditemukan seperti Proteus

spp (33% anak laki-laki berusia 5 tahun)

c.Infeksi yang disebabkan Pseudomonas spp dan MO lainnya seperti

Stafilokokus jarang dijumpai, kecuali pasca kateterisasi (Sukandar,2009)

2.2.4. Faktor Predisposisi

Tabel 2.3. Faktor Predisposisi (Pencetus) ISK

• Litiasis

• Obstruksi saluran kemih

• Penyakit ginjal polikistik

• Nekrosis papilar

• Diabetes mellitus pasca transplantasi ginjal

• Nefropati analgesik

• Senggama

• Kehamilan

• Kateterisasi

Sumber : Sumber: Buku Ilmu Penyakit Dalam Jilid II (Sukandar, 2009)

2.2.5. Patogenesis

a. Masuknya bakteri

Ada 4 cara bakteri masuk ke saluran genitourinaria, yaitu :

Ascending

Sebagian besar bakteri periuretral naik ke saluran kemih yang

menyebabkan ISK

• Hematogen

(32)

Staphylococcus aureus, Candida spesies, dan Mycobacterium

tuberculosis adalah patogen yang paling sering menginfeksi saluran

kemih secara hematogen

• Limfatogen

Saat ini hanya sedikit data yang menunjukkan bahwa penyebaran

bakteri melalui saluran limfa berperan dalam patogenesis ISK

• Infeksi langsung bakteri dari organ-organ yang berdekatan

Dapat terjadi pada pasien dengan intraperitoneal abses atau fistula

vesikovaginal atau vesicointestinal (Nguyen, 2008).

b. Faktor dari host

Kemampuan host untuk menahan mikroorganisme masuk ke dalam

saluran kemih disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah

pertahanan lokal dari host dan peranan dari sistem kekebalan tubuh yang

terdiri atas imunitas humoral dan imunitas selular (Purnomo, 2011).

Tabel 2.4. Pertahanan Lokal Tubuh terhadap Infeksi

Pertahanan lokal tubuh terhadap infeksi

• Mekanisme pengosongan urin yang teratur dari buli-buli dan gerakan peristaltik ureter (wash out mechanism)

• Derajat keasaman (pH) urin yang rendah

• Adanya ureum dalam urin

• Osmolalitas urin yang cukup tinggi

• Estrogen pada wanita pada usia produktif

• Panjang uretra pada pria

• Adanya zat antibakteria pada kelenjar prostat atau PAF (prostatic antibacterial factor) yang terdiri atas unsur Zn

• Uromukoid (protein Tamm-Horsfall) yang menghambat penempelan

bakteri pada urotelium

(33)

Kuman E. coli yang menyebabkan ISK mudah berbiak dalam urin, di sisi

lain urin bersifat bakterisidal terhadap hampir sebagian besar kuman dan

spesies E. coli. Derajat keasaman urin, osmolalitas, kandungan urea dan

asam organik, serta protein-protein yang ada di dalam urin bersifat

bakterisidal.

Protein di dalam urin yang bertindak sebagai bakterisidal adalah

uromukoid atau protein Tamm-Horsfall (THP). Protein ini disintesis sel

epitel tubuli pars ascenden loop of henle dan epitel tubulus distal.

Sebenarnya pertahanan sistem saluran kemih yang paling baik adalah

mekanisme wash out urine, yaitu aliran urin yang mampu membersihkan

kuman yang ada di dalam urin. Gangguan dari mekanisme itu

menyebabkan kuman mudah sekali mengadakan replikasi dan menempel

pada urotelium. Supaya aliran urin adekuat dan mampu menjamin

mekanisme wash out, maka harus dalam kondisi jumlah urin cukup dan

tidak ada hambatan di dalam saluran kemih. Oleh karena itu, kebiasaan

jarang minum dan pada gagal ginjal menghasilkan jumlah urin yang tidak

adekuat, sehingga memudahkan terjadinya ISK (Purnomo,2011).

c. Faktor dari mikroorganisme

Tidak semua bakteri bisa menempel dan menginfeksi saluran kemih. Dari

sekian banyak golongan Escherichia coli, yang uropatogen adalah

serogrup O, K, dan H. Bakteri ini telah meningkatkan sifat penempelannya

pada sel uroepitel, kebal terhadap bakterisidal serum manusia,

menghasilkan hemolisin (untuk menginvasi jaringan), dan meningkatnya

antigen K (melindungi bakteri dari fagositosis neutrofil). Kemampuan E.

coli untuk menempel pada sel epitel dimediasi oleh ligan yang terletak di

ujung fimbria (pili) bakteri. Ligan ini mengikat reseptor glikolipid atau

glikoprotein pada membran permukaan sel uroepitel. Pili diklasifikasikan

berdasarkan kemampuannya untuk menggumpalkan darah. P pili dapat

menggumpalkan darah manusia, mengikat reseptor glikolipid pada sel

(34)

menggumpalkan darah marmut, mengikat residu manosida pada sel

uroepitel (Nguyen, 2008).

2.2.6. Manifestasi Klinis/Gambaran Klinis

Gambaran klinis ISK sangat bervariasi mulai dari tanpa gejala hingga

menunjukkan gejala yang sangat berat akibat kerusakan pada organ lain. Pada

umumnya infeksi akut yang mengenai organ padat (ginjal, prostat, epididimis, dan

testis) memberikan keluhan yang hebat sedangkan infeksi pada organ berongga

(buli-buli, ureter, pielum) memberikan keluhan yang lebih ringan (Purnomo,

2011).

2.2.7. Diagnosis

Diagnosis ISK kadang-kadang sulit untuk ditegakkan dan bergantung pada

urinalisis dan kultur urin. Kadang-kadang, penelusuran lokalisasi mungkin

diperlukan untuk mengidentifikasi sumber infeksi (Nguyen, 2008).

a. Urinalisis

Untuk pasien dengan gejala sistem saluran kemih, harus dilakukan

urinalisis mikroskopis apabila terdapat bakteriuria, piuria, dan hematuria.

Urinalisis dapat mengidentifikasi bakteri dan leukosit dengan cepat dan

dapat mendiagnosis ISK. Biasanya, sedimen yang akan dianalisis

diperoleh dari sekitar 5-10 mL spesimen dengan melakukan sentrifugasi

selama 5 menit dengan kecepatan 2000 rpm (Roehborn et al., 2007).

b. Kultur urin

Baku emas untuk mengidentifikasi ISK adalah jumlah bakteri tertentu

pada kultur urin . Urin harus dikumpulkan dalam wadah steril dan dikultur

segera setelah dikumpulkan. Bila hal ini tidak mungkin, urin dapat

disimpan dalam lemari es sampai 24 jam. Sampel tersebut kemudian

diencerkan dan menyebar di wadah kultur. Setiap bakteri akan membentuk

koloni tunggal di wadah. Jumlah koloni dihitung dan disesuaikan per

(35)

c. Pencitraan

Pada ISK uncomplicated (sederhana) tidak diperlukan pemeriksaan

pencitraan, tetapi pada ISK complicated (rumit) perlu dilakukan

pemeriksaan pencitraan untuk mencari penyebab/sumber terjadinya infeksi

(Purnomo, 2011).

2.2.8. Komplikasi

Infeksi saluran kemih dapat menimbulkan beberapa komplikasi (penyulit),

diantaranya :

a. Gagal ginjal akut

Edema yang terjadi akibat inflamasi akut pada ginjal akan mendesak

sistem pelvikalises sehingga menimbulkan gangguan aliran urin. Pada

pemeriksaan urogram terlihat spastisitas sistem pelvikalises atau pada

pemeriksaan radionuklir, asupan (uptake) zat radioaktif tampak menurun

b. Batu saluran kemih

Adanya papila yang terkelupas akibat infeksi saluran kemih serta debris

dari bakteri merupakan nidus pembentukan batu saluran kemih. Selain itu,

beberapa kuman yang dapat memecah urea mampu merubah suasana pH

urin menjadi basa. Suasana basa ini memungkinkan berbagai unsur

pembentuk batu mengendap di dalam urin dan untuk selanjutnya

membentuk batu pada saluran kemih

c. Supurasi atau pembentukan abses

Infeksi saluran kemih yang mengenai ginjal dapat menimbulkan abses

pada ginjal yang meluas kerongga perirenal dan bahkan ke pararenal,

demikian pula yang mengenai prostat dan testis dapat menimbulkan abses

pada prostat dan abses pada testis

d. Urosepsis

Urosepsis adalah sepsis yang disebabkan oleh mikrobakteria yang berasal

dari mikrobakteria yang berasal dari urogenitalia. Bakteri lebih mudah

(36)

mellitus, usia tua, pasien yang menderita penyakit keganasan, dan pasien

yang menderita gangguan imunitas tubuh yang lain (Purnomo, 2011).

2.3. Hubungan BPH dengan Infeksi Saluran Kemih

Tingkat infeksi yang diterbitkan UTIs in the institutionalized geriatric

population range pada populasi berkisar dari 12% sampai 30%. Perubahan

anatomis dan fungsional yang terjadi pada populasi ini biasanya complicated

(rumit) oleh karena adanya penyakit yang mendasari atau kronis (Cohen, et.al.,

2011).

BPH dianggap sebagai bagian normal dari proses penuaan pada pria dan

tergantung pada hormon testosteron dan produksi dihidrotestosteron (DHT).

Diperkirakan 50% pria menunjukkan histopatologi BPH pada usia 60 tahun.

Jumlah ini meningkat menjadi 90% pada usia 85 tahun (Deters, 2013).

Pembesaran prostat pada pasien BPH akan menyebabkan obstruksi pada

saluran kemih . Selain itu pada usia tua terjadi kelemahan umum termasuk

kelemahan pada buli (otot detrusor) dan penurunan fungsi persarafan. Perubahan

karena pengaruh usia tua dan adanya obstruksi akibat BPH akan menyebabkan

menurunnya kemampuan buli-buli dalam mempertahankan aliran urin pada proses

adaptasi (Amelia, 2007). Aliran urin mampu membersihkan kuman yang ada di

dalam urin. Gangguan dari mekanisme aliran urin ini akan menyebabkan kuman

mudah sekali mengadakan replikasi dan menempel pada urotelium (Purnomo,

2011).

Selain itu, terdapat berbagai perubahan daya tahan tubuh dan perubahan

anatomi maupun fungsi pada sistem organ tubuh seorang usia lanjut yang dapat

menjadi alasan kenapa seorang yang berusia lanjut lebih muda terkena infeksi

dibandingkan usia muda. Perubahan yang terjadi tersebut salah satunya pada

saluran kemih (Nguyen, 2008).

Pada usia lanjut ginjal kurang mampu mengekskresikan asam dan urea

dan gagal untuk mempertahankan osmolalitas normal (Cohen, et.al., 2011).

Padahal, derajat keasaman urin, osmolalitas, kandungan urea dan asam organik,

(37)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional Penelitian

Variabel Definisi Cara

Ukur pemeriksaan DRE dan TRUS, dan diagnosis ditegakkan oleh dokter

ISK Penyakit ISK yang diderita oleh responden pada saat penelitian berlangsung,

Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis

penelitian ini adalah ada hubungan antara BPH dengan kejadian ISK. Benign Prostatic

Hyperplasia (BPH)

(38)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat analitik observasional dengan desain case control,

yaitu untuk mencari hubungan antara ISK dengan BPH, serta mencari besar

peningkatan risiko terjadinya ISK pada pasien yang memiliki penyakit BPH.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

Medan pada bulan Agustus tahun 2013. Rumah sakit ini dipilih karena merupakan

rumah sakit tipe A dan rumah sakit rujukan utama untuk wilayah Sumatera Utara

dan sekitarnya.

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien di Departemen Urologi

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang berumur diatas 50

tahun dari bulan Januari sampai Desember 2012.

4.3.2. Sampel

Dalam penelitian ini yang menjadi sampel penelitian adalah pasien di

Divisi Urologi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dari bulan

Januari sampai Desember 2012 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang

telah ditetapkan.

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini adalah:

a. Kriteria Inklusi

1. Pasien berusia diatas 50 tahun

2. Merupakan pasien yang memiliki riwayat BPH dan non-BPH di

Divisi Urologi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

(39)

b. Kriteria Eksklusi

1. Pasien yang didiagnosis menderita batu saluran kemih

2. Pasien yang memiliki penyakit HIV/AIDS

3. Pasien yang menggunakan kateter

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode consecutive

sampling, yaitu penarikan sampel berdasarkan kriteria-kriteria yang telah

ditetapkan. Semua subjek yang ada dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan

dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro,

2011).

Besar sampel minimum yang diperlukan dihitung dengan rumus

(Madiyono, 2011):

n1= n2 = ( Zα√ 2PQ + Zβ√ P1Q1 + P2Q2 ) 2

(P1 - P2) 2

Keterangan:

n1 dan n2 = besar sampel

Zα = deviat baku normal untuk α

Zβ = deviat baku normal untuk β

P1 = nilai proporsi kasus

P1 = OR x P2

(1- P2) + (OR x P2)

P2 = nilai proporsi kontrol

Pada penelitian ini, ditetapkan nilai α sebesar 0,01 (tingkat kepercayaan

99%) sehingga didapat nilai Zα adalah sebesar 2,576. Selain itu ditetapkan nilai β

sebesar 0,1 (power 90%), maka didapat nilai Zβ sebesar 1,282. Penelitian sejenis

yang dilakukan oleh Furqan didapatkan OR= 5,8 dan P2= 0,61. Sehingga

berdasarkan rumus di atas, besarnya sampel yang diperlukan dalam penelitian ini

(40)

P1 = 5,8 X 0,61

(1- 0,61) + (5,8 X 0,61)

= 0,9

Q1 = 1 – P1

= 1 – 0,9 = 0,1

Q2 = 1 – P2

= 1 – 0,61 = 0,39

n1= n2 = ( Zα √ 2PQ + Zβ √ P1Q1 + P2Q2 ) 2

(P1 - P2) 2

= (2,576 √ 2(0,9x0,1) + 1,282 √ (0,9x0,1) + (0,61x0,39) 2

(0,9– 0,61) 2

= (2,576(0,424) + 1,282 (0,572)) 2

(0,29) 2

= (1,092 + 0,733) 2

(0,29) 2

= 3,319

0,084

= 39,5

Dengan demikian besar sampel yang diperlukan adalah 39,5 orang,

dibulatkan menjadi 40 orang. Maka jumlah sampel yang dilibatkan dalam

penelitian ini masing-masing sejumlah 40 orang untuk kelompok kasus dan

kelompok kontrol.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder,

yaitu data yang didapat secara tidak langsung dari masing-masing sampel

penelitian. Data penelitian ini dikumpulkan dengan teknik pembacaan rekam

(41)

Sampel penelitian dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang

menderita BPH dan kelompok bukan penderita BPH. Dari setiap sampel ditelusuri

ada atau tidaknya penyakit ISK.

4.5. Metode Analisis Data

Data yang telah terkumpul dari hasil pembacaan rekam medis ditabulasi

untuk diolah lebih lanjut dengan menggunakan program Statistic Package for

Social Sciences (SPSS).

Hasil pengamatan studi case control biasanya disusun dalam bentuk tabel

2 x 2 sebagai berikut:

Tabel 4.1. Penyajian Hasil Pengumpulan Data

Infeksi Saluran Kemih (ISK)

ISK Non-ISK

BPH BPH A B

Non-BPH C D

Sel A = Kasus dan kontrol mengalami pajanan

Sel B = Kasus mengalami pajanan, kontrol tidak

Sel C = Kasus tidak mengalami pajanan, kontrol mengalami

Sel D = Kasus dan kontrol tidak mengalami pajanan

Odds Ratio (OR) pada studi case control dihitung dengan

menggunakan formula berikut:

OR = AD

BC

Interpretasi hasil:

(42)

2. Bila nilai rasio odds > 1 dan rentang interval kepercayaan tidak mencakup

angka 1, berarti penyakit BPH merupakan faktor risiko terjadinya ISK

3. Bila nilai rasio odds < 1 dan rentang nilai interval kepercayaan tidak

mencakup angka 1, berarti BPH justru merupakan faktor protektif terhadap

ISK

4. Bila nilai interval kepercayaan rasio odds mencakup angka 1, maka belum

dapat disimpulkan apakah penyakit BPH merupakan faktor risiko atau

faktor protektif terhadap terjadinya ISK (Suradi, 2011).

Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji kai-kuadrat (uji x2)

dengan tingkat kemaknaan (α) sebesar 1% untuk melihat ada atau tidaknya

hubungan antara BPH dengan terjadinya infeksi saluran kemih, serta melihat

(43)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Pengambilan data penelitian ini dilakukan di Pusat Rekam Medis Rumah

Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Rumah sakit ini merupakan rumah

sakit tipe A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VIII/1990. Rumah

sakit ini menjadi sentra rujukan utama untuk wilayah Sumatera Utara dan

sekitarnya. Rumah sakit ini terletak di Jalan Bunga Lau Nomor 17 Medan,

Kelurahan Kemenangan, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan, Sumatera Utara.

5.1.2. Karakteristik Responden

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Umur Responden Umur

Dari Tabel 5.1. dapat diketahui bahwa reponden BPH yang paling banyak

berumur 71-75 tahun sejumlah 11 orang (27,5%) dan kelompok responden BPH

yang paling sedikit adalah berumur 81-85 tahun sejumlah 1 orang (2,5%).

Sedangkan kelompok umur responden Non BPH yang paling banyak berumur

51-55 tahun sejumlah 18 orang (45%) dan kelompok responden Non BPH yang

paling sedikit adalah umur 76-80 dan 81-85 tahun yaitu masing-masing sejumlah

(44)

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi ISK berdasarkan Volume Prostat Volume Prostat ISK

n %

< 40 gram 3 10

≥ 40 gram 27 90

Total 30 100

Tabel 5.2. menunjukkan distribusi frekuensi ISK berdasarkan volume

prostat, dimana didapati sebanyak 27 orang (90%) responden memiliki volume

prostat ≥ 40 gram sedangkan 3 orang (10%) dari 30 orang penderita ISK memiliki

volume prostat < 40 gram.

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi ISK berdasarkan Residual volume urin Residual

Tabel 5.3. menunjukkan bahwa dari 30 orang responden yang memiliki

penyakit BPH yang disertai ISK, didapati sebanyak 28 orang memiliki residual

volume urin > 30 cc (93,3%) sedangkan 2 orang (6,7%) memiliki residual volume

urin ≤ 30 cc.

5.1.3. Hasil Analisis Data

Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan antara

BPH dengan kejadian ISK. Data hasil penelitian dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.4. Hubungan antara Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dengan kejadian

(45)

Dari Tabel 5.4. dapat dilihat bahwa dari 40 orang responden yang

memiliki penyakit BPH, 30 orang diantaranya adalah penderita ISK. Sementara

dari 40 orang responden yang tidak memiliki penyakit BPH, 9 orang di antaranya

merupakan penderita ISK dikarenakan adanyanya penurunan sistem imun akibat

penyakit penyerta seperti diabetes mellitus dan penyakit ginjal.

Setelah dilakukan uji hipotesis dengan metode uji kai-kuadrat/uji x2

dengan tingkat kemaknaan 0,01 (α = 1 %,) diperoleh nilai p (p value) adalah 0,001 (p < 0,05) yang berarti bahwa ada hubungan antara Benign Prostatic Hyperplasia

(BPH) dengan kejadian infeksi saluran kemih. Dapat pula dilakukan perhitungan

Odds Ratio (OR) sebagai berikut:

Tabel 5.5. Penyajian Hasil Pengumpulan Data

ISK OR

ISK Non ISK

BPH BPH 30 10 = (30)(31)/(10)(9)

= 10,3

Non BPH 9 31

Pada penelitian ini didapat besarnya odds ratio adalah 10,3. Odds Ratio

yang lebih besar dari 1 menunjukkan adanya hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen. Pada penelitian ini besarnya odds ratio di

atas angka 1, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pada penelitian ini BPH

merupakan salah satu faktor risiko terjadinya ISK. Dari hasil perhitungan,

diketahui bahwa orang yang memiliki penyakit BPH berisiko 10,3 kali lebih besar

untuk menderita ISK dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki penyakit

BPH.

5.2. Pembahasan

Pada penelitian ini seluruh responden berusia di atas 50 tahun, dimana

kelompok umur dengan frekuensi paling tinggi pada kelompok pasien BPH yaitu

kelompok umur 71-75 tahun sebanyak 11 orang (27,5%) sedangkan pada

(46)

51-bahwa prevalensi BPH meningkat dari 25% pada usia 40-49 tahun menjadi lebih

dari 80% pada pria yang berusia 70-79 tahun (Sarma et al, 2012). Walaupun pada

penelitian ini terdapat 1 pasien BPH yang berusia pada rentang 81-85 tahun , teori

yang menyatakan prevalensi BPH meningkat sesuai dengan peningkatan umur

tetap digunakan karena di kota Medan angka harapan hidup hanya berkisar 71,71

tahun (BPS, 2010) .

Dari karakteristik responden penelitian berdasarkan volume prostat pada

pasien BPH, sebanyak 27 orang (90%) memiliki volume ≥ 40 gram yang kemudian

terkena ISK. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pada pasien

BPH terjadi pembesaran ukuran prostat yang menyebabkan uretra tertekan dan

mengakibatkan terjadinya retensi urin (Marberger et al, 2000). Retensi urin ini

akan menyebabkan kuman mudah sekali untuk mengadakan replikasi yang akan

menyebabkan ISK (Speakman, 2008) .

Selain itu, dari karakteristik responden penelitian berdasarkan residual

volume urin, sebanyak 28 orang (93,3%) yang menderita BPH memiliki volume

residual urin > 30 cc yang kemudian terkena ISK . Hal ini sesuai dengan teori yang

menyatakan bahwa dengan adanya BPH akan menyebabkan peningkatan residual volume

urin , dan gangguan pada aliran urin (Rosette et al, 2004). Dengan meningkatnya volume

residual urin dan gangguan pada aliran urin ini maka akan menyebabkan gangguan

mekanisme washout pada sistem kandung kemih dan menyebabkan kuman lebih mudah

bereplikasi sehingga terjadinya ISK (Nguyen, 2008).

Pada penelitian ini hubungan antara kedua variabel tersebut ditemukan

(p= 0,001 CI 99%), dengan odds ratio sebesar 10,3. Hal ini sesuai dengan sebuah

penelitian yang dilakukan oleh Furqon (2003) dan Speakman (2008), bahwa

penyakit BPH sebagai salah satu faktor risiko terjadinya ISK. Perubahan anatomi

dan fisiologi pada pasien BPH telah mendukung hipotesis bahwa BPH adalah

faktor risiko terjadinya ISK. Adanya berbagai gangguan fisiologis prostat pada

penderita BPH mengganggu aliran urin dan pertahanan tubuh untuk

menyingkirkan kuman. Infeksi kuman penyebab mengganggu fungsi urotelium,

mekanisme aliran urin dan sistem pertahanan tubuh yang lainnya. Keseimbangan

(47)

lainnya memainkan peranan yang sangat penting dalam pertahanan tubuh terhadap

infeksi yang menyebabkan ISK (Nguyen, 2008).

Penelitian yang bertujuan untuk mencari hubungan antara dua variabel

paling baik dilakukan dengan desain kohort (prospektif), yakni dengan

pengamatan dan follow up ke masa yang akan datang. Dengan follow up yang

cukup akan didapati apakah satu variabel memiliki hubungan yang kuat dengan

variabel lainnya. Kelemahan penelitian ini terletak pada desain penelitian yang

hanya menggunakan studi case control dan sumber penelitian yang digunakan,

dimana pengamatan dengan menggunakan desain ini tidak dapat memberikan

incidence rates dan data yang diperoleh masih kurang akurat karena didapatkan

dari data sekunder atau rekam medis (Suradi et al, 2011).

Pada penelitian ini hubungan antara Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

dengan terjadinya infeksi saluran kemih dapat dibuktikan. Hal ini sesuai dengan

hasil penelitian-penelitian sebelumnya, dimana dikatakan bahwa kedua variabel

ini berhubungan. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut mengenai hal ini harus

dilakukan dengan mengatasi hal-hal yang telah peneliti ungkapkan di atas,

khususnya dalam hal desain penelitian, sehingga dapat diketahui data yang lebih

valid mengenai berapa lama waktu yang diperlukan penderita BPH mengalami

(48)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Dari 80 orang responden penelitian, diperoleh pasien ISK yang memiliki

penyakit BPH adalah sebanyak 30 orang (37,5%)

2. Dari 30 orang responden yang memiliki penyakit BPH yang disertai ISK,

berdasarkan residual volume urin didapati 28 orang (93,3%) responden

memiliki residual volume urin >30 cc, dan berdasarkan volume prostat

didapati 27 orang (90%) responden memiliki volume prostat ≥40 gram

3. Dari 40 orang responden penelitian yang memiliki penyakit BPH,

diperoleh umur yang terbanyak yang menderita BPH pada rentang umur

71-75 tahun (27,5%)

4. Ada hubungan antara penyakit BPH dengan terjadinya ISK (p = 0,001)

5. Penyakit BPH merupakan faktor risiko terjadinya ISK pada pasien di

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2012 (OR =

10,3)

6.2. Saran

1. Bagi Rumah Sakit dan Sarana Pelayanan Kesehatan Lain

Pada penelitian ini hubungan antara penyakit BPH dengan terjadinya ISK

dapat dibuktikan. Oleh karena itu, bagi sarana pelayanan kesehatan diharapkan

agar lebih waspada ketika mendapati kasus BPH. Edukasi kepada pasien yang

memiliki risiko tersebut penting dilakukan untuk mencegah terjadinya ISK di

masa yang akan datang serta untuk pendataan pada rekam medis di masa yang

akan datang harus lebih lengkap dalam pendataannya sehingga lebih

memudahkan dalam penelitian selanjutnya.

2. Bagi Pasien/ Masyarakat

ISK merupakan penyakit yang memiliki banyak faktor risiko. Diharapkan

(49)

pencegahan ISK, khususnya bagi individu yang memiliki risiko tinggi.

3. Bagi Penelitian Selanjutnya

Penelitian berikutnya diharapkan dapat dilakukan dengan mengatasi

kelemahan-kelemahan pada penelitian ini, seperti dengan menggunakan

desain kohort (studi prospektif). Studi prospektif dapat dilakukan dengan

melakukan follow up pada setiap pasien BPH di klinik atau di rumah sakit

tertentu. Sehingga akan didapatkan data yang lebih valid mengenai berapa

lama waktu yang diperlukan penderita BPH yang mengalami ISK dan serta

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, R., 2007. Faktor-faktor Risiko Terjadinya Pembesaran Prostat Jinak

(Studi Kasus di RS dr. Kariadi, RS Roemani dan RSI Sultan Agung

Semarang) Available from:

2013]

American Urological Association , 2006. AUA Guideline on the Management of

Benign Prostatic Hyperplasia: Diagnosis and Treatment Recommendations.

USA : American Urological Association Education and Research, Inc.

Badan Pusat Statistik, 2010. Perkiraan Angka Harapan Hidup dan Angka

Kematian Bayi menurut Kabupaten/Kota Tahun 2010. Available from :

[Accessed 5 November

2013]

Bain, B.S., 2006. Obesity and Diabetes Increase Risk for BPH : Presented at

AUA. Atlanta, GA. Available from:

[Accessed 30 March 2013]

Berges, R., Oelke, M., 2011. Age-stratified normal values for prostate volume,

PSA, maximum urinary flow rate, IPSS, and other LUTS/BPH indicators in

the German male community-dwelling population aged 50 years or older.

Available from

[Accessed 4 December 2013]

Brusch, J.L., 2012. Urinary Tract Infection in Males. Available from:

(51)

Cohen, K.R., Frank, J., Israel, I., 2011. UTIs in the Geriatric Population

Challenges for Clinicians. Available from:

Deters, L.A., 2013. Benign Prostatic Hypertrophy. Available from:

29 March 2013]

Furqan, 2003. Evaluasi Biakan Urin pada Penderita BPH Setelah Pemasangan

Kateter Menetap : Pertama Kali dan Berulang. Available from:

2013]

Etiopathogenesis of Benign Prostatic Hyperplasia.

Available from:

[Accessed 7 May 2013]

Kapoor, A., 2012. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Management in the

Primary Care Setting. Available from:

Komara, A., 2009. Pola Kepekaan Bakteri Gram Negatif dari Pasien Infeksi

Saluran Kemih terhadap Antibiotik Gentamicin dan Kotrimoksazol yang

Dikirim ke Laboratorium Mikrobiologi Klinik FK UI dari Tahun 2001

sampai Tahun 2005. Available from:

[Accessed 28 March 2013]

Madiyono, B., Moeslichan, S., Sastroasmoro, S., Budiman, I., Purwanto, S.H.,

(52)

Dasar-Marberger, M.J., et al. 2000. Prostate volume and serum prostate-specific antigen

as predictors of acute urinary retention. Combined experience from three

large multinational placebo-controlled trials. Available from :

2013]

Nguyen, H.T.,2008. Bacterial Infections of the Genitourinary Tract. In :Tanogho,

E.A., McAninch, J.W., Smith’s General Urology. 17th Ed. USA : Lange,

193-196.

Parsons, J.K., 2010. Benign Prostatic Hyperplasia and Male Lower Urinary Tract

Symptoms: Epidemiology and Risk Factors. Available from:

2013]

Presti J.C., Kane, C.J., Shinohara, K., Carroll, P.R., 2008. Neoplasms of the

Prostate Gland. In : Tanogho, E.A., McAninch, J.W., Smith’s General

Urology. 17th Ed. USA : Lange, 348, 350-351.

Purnomo, B.B., 2011. Dasar-dasar Urologi. Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto, 51-55,

57, 75, 124, 127, 129-131.

Roehborn, C.G., McConnell, J.D., 2007. Prostate. In : Wein, A.J., Kavoussi, L.R.,

Novick, A.C., Partin, A.W., Peters, C.A., Campbell’s Urology. 9th ed. W.B.

Saunders, Section IV-XVI.

Rossette, J., et al. 2004. Benign Prostatic Hyperplasia. Available from :

http://www.uroweb.org/fileadmin/user_upload/Guidelines/11%20BPH.pdf.

(53)

Sarma, V.A., Wei, J.T., 2012. Benign Prostatic Hyperplasia and Lower Urinary

Tract Symptoms. Available from:

Sastroasmoro, S., 2011. Pemilihan Subyek Penelitian. Dalam: Sastroasmoro, S.,

Ismael, S., Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi 4. Jakarta:

Sagung Seto, 99.

Speakman, M.J., 2008. Lower Urinary Tract Symptoms Suggestive of Benign

Prostatic Hyperplasia (LUTS/BPH): More Than Treating Symptoms?. In :

European Association of Urology. 7th Ed. UK : Elsevier B.V., 680-689.

Sukandar, E., 2009. Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa. Dalam: Sudoyo,

A.W., Setiyohadi, B., lwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid II. Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,1009.

Suradi, R., Siahaan, C.M., Boedjang, R.F., Sudiyanto, Setyaningsih, I., Soedibjo,

S., 2011. Studi Kasus Kontrol. Dalam: Sastroasmoro, S., Ismael, S.,

Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi 4. Jakarta: Sagung Seto, 158, 164.

(54)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Masitah NST

Tempat, Tanggal Lahir : Medan, 30 Juni 1992

Alamat : Jl. Bersama Gg. Perintis No. 41 Medan

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan

RiwayatPendidikan :

1. Taman Kanak-Kanak Swasta Shandy Putra 1996-1998

2. Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Medan Tembung 1998-2004

3. Sekolah Menengah Pertama Negeri 17 Medan 2004-2007

4. Sekolah Menengah Atas Negeri 7 Medan 2007-2010

5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 2010-sekarang

Riwayat Organisasi :

1. Anggota Bidang KPP HMI FK USU 2010-2011

2. Anggota Bidang PTKP HMI FK USU 2011-2012

(55)
(56)
(57)
(58)

18 CAL 58 PNS Tamat SLTA 33 Non ISK BPH 25

19 JSit 72 Pensiunan Sarjana 36 ISK BPH 27

20 MTSin 72 Pensiunan Tamat SLTA 52 ISK BPH 50

21 MNST 72 Pensiunan Tamat SLTA 32 Non ISK BPH 24

22 Pah 76 SMEP Tamat SLTA 52 ISK BPH 67

23 BTM 79 Pensiunan Tamat SLTA 50 ISK BPH 78

24 VFLT 57 PNS Sarjana 31 Non ISK BPH 25

25 GSim 57 PNS D3 48 ISK BPH 45

26 DAS 65 Pensiunan Sarjana 32 Non ISK BPH 27

27 SRH 73 Pensiunan Tamat SLTA 49,83 ISK BPH 46

28 VDN 69 Pensiunan Sarjana 47 ISK BPH 48

29 HRSRG 57 Wiraswasta Tamat SD 50 ISK BPH 60

30 DSit 63 Pensiunan Tamat D2 37 Non ISK BPH 24

31 MMal 77 Pensiunan PGLP 48 ISK BPH 48

32 HSin 72 Pensiunan PGLP 49 ISK BPH 50

33 ZK 64 Pegawai swasta Sarjana 49 ISK BPH 69

34 RD S 66 Wiraswasta Sarjana 50 ISK BPH 60

35 Msi 55 PNS SLTA 50 ISK BPH 60

36 Tug 72 Purn. TNI D3 49 ISK BPH 55

37 RHu 56 Wiraswasta SMP 38 Non ISK BPH 25

38 Tum 69 Pensiun SMA 58 ISK BPH 55

39 DM 58 Petani Tamat SLTP 53 ISK BPH 60

40 HSRG BA 67 Pensiunan Sarjana 38 ISK BPH 29

41 SS 58 Wiraswasta Tamat SLTA Normal Non ISK Non BPH Normal

(59)

43 HAH 51 Pegawai swasta Sarjana Normal Non ISK Non BPH Normal

44 MSia 75 Pensiunan Tamat SLTA Normal Non ISK Non BPH Normal

45 AH 76 Wiraswasta Tamat SLTA Normal Non ISK Non BPH Normal

46 My 51 Wiraswasta Tamat SLTP Normal ISK Non BPH Normal

47 TGKDA 53 Wiraswasta Tamat SLTA Normal Non ISK Non BPH Normal

48 DSit 53 Petani Tamat SLTA Normal ISK Non BPH Normal

49 ST 66 Wiraswasta Tamat SLTA Normal Non ISK Non BPH Normal

50 TP 51 Peteni Tamat SLTA Normal Non ISK Non BPH Normal

51 SKe 58 Petani Tamat SLTA Normal Non ISK Non BPH Normal

52 STar 51 Wiraswasta Tamat SLTA Normal Non ISK Non BPH Normal

53 HNSTSH 65 Pensiunan Sarjana Normal Non ISK Non BPH Normal

54 PSur 51 Wiraswasta Tamat SD Normal Non ISK Non BPH Normal

55 SE LR 65 Pensiunan Tamat SLTA Normal Non ISK Non BPH Normal

56 SNST 52 Wiraswasta Tamat SLTA Normal Non ISK Non BPH Normal

57 M.Hi, 54 PNS Sarjana Normal Non ISK Non BPH Normal

58 T.Sim 81 Wiraswasta Tamat SLTA Normal ISK Non BPH Normal

59 HuS 61 Wiraswasta Tamat SLTP Normal ISK Non BPH Normal

60 L Si 51 Pegawai swasta Sarjana Normal Non ISK Non BPH Normal

61 BB 70 Pensiunan Sarjana Normal Non ISK Non BPH Normal

62 LP 51 Petani Tamat SLTA Normal ISK Non BPH Normal

63 MP.Si 60 Pegawai swasta Tamat SLTA Normal Non ISK Non BPH Normal

64 Mer 51 PNS Tamat SLTA Normal Non ISK Non BPH Normal

65 AZ 55 PNS Sarjana Normal Non ISK Non BPH Normal

66 ABDR 53 PNS Tamat SLTA Normal ISK Non BPH Normal

(60)

68 Mi 57 Wiraswasta Tamat SLTA Normal ISK Non BPH Normal

69 MC N 60 Wiraswasta Tamat SLTA Normal Non ISK Non BPH Normal

70 M.HM 54 Wiraswasta Tamat SLTP Normal Non ISK Non BPH Normal

71 M.A 51 wiraswasta Tamat SLTP Normal Non ISK Non BPH Normal

72 YR 53 Wiraswasta Tamat SLTP Normal Non ISK Non BPH Normal

73 IP 70 Petani Tamat SD Normal Non ISK Non BPH Normal

74 LS 66 Pensiunan Sarjana Normal ISK Non BPH Normal

75 MSil 60 Wiraswasta Tamat SLTP Normal Non ISK Non BPH Normal

76 JGi 71 Wiraswasta Tamat SLTA Normal ISK Non BPH Normal

77 IR FS.D 62 Pensiunan Sarjana Normal Non ISK Non BPH Normal

78 Suk 63 Wiraswasta Tamat SLTP Normal Non ISK Non BPH Normal

79 ASim 59 PNS Tamat SLTA Normal Non ISK Non BPH Normal

(61)

HASIL UJI STATISTIK Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

pasien yang menderita bph

atau non bph * pasien yang

menderita isk atau non isk

80 100,0% 0 ,0% 80 100,0%

pasien yang menderita bph atau non bph * pasien yang menderita isk atau non isk Crosstabulation

Count

pasien yang menderita isk atau non

isk

Total

isk non isk

pasien yang menderita bph atau

non bph

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19,50.

(62)

Gambar

Gambar 2.1. Perubahan testosteron menjadi dihidrotestosteron oleh enzim
Gambar 2.2. Keseimbangan Proliferasi sel dan Apoptosis pada Prostat
Tabel 2.1. LUTS pada BPH
Tabel 2.2. International Prostatic Symptom Score (IPSS)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penyebarluasan pendidikan agama bukanlah praktik yang baru dilaksanakan pesantren, hanya saja metode pembelajaran bahasa dapat saja melingkupi sesuai dengan tujuan

Fenomena kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh guru dalam.. dunia pendidikan dan pengajaran memang tidak identik

Tingginya responden yang tidak melakukan pemeriksaan IVA di Puskesmas Banguntapan I Bantul, sesuai dengan hasil penelitian Dewi L (2014) tentang faktor-faktor yang

Hanya dua jenis keganasan yang diteliti dengan pertimbangan bahwa karsinoma endometrioid adalah salah satu jenis yang paling sering berhubungan dengan endometriosis, sementara

Outsourcing sumberdaya manusia merupakan strategi yang banyak memberikan manfaat bagi vendor , disamping beberapa resiko yang harus dihadapi. Kepercayaan merupakan

(2005) membuktikan bahwa kualitas interaksi yang dilakukan oleh dosen terhadap mahasiswa dan kualitas interaksi antar mahasiswa selama proses pembelajaran di kelas

pemahaman konsep matematika siswa. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pembelajaran discovery learning terhadap kemampuan pemahaman konsep matematis siswa

Dengan pengujian hipotesis menggunakan uji signifikan simultan (Uji-F), uji signifikan Parsial (Uji- t) dan koefisien Determinasi (R 2 ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa