• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tempat dan Waktu Penelitian

Pengamatan dilakukan di dua lokasi yang berbeda yaitu di Desa Leuwimalang, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor dan di Desa Cilimus, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat. Identifikasi serangga dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Identifikasi patogen dilakukan di Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung mulai bulan Februari 2013 sampai Agustus 2013.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman gandum galur Kasifbey (tetua benih dari negara Turki) hasil pemuliaan secara mutasi dan galur SO9 (dari negara Meksiko) sebagai tanaman introduksi. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah kantong plastik berukuran 20 x 30 cm, gunting,

mikroskop compound, mikroskop stereo, cawan petri, kaca preparat, dan kamera

digital.

Metode Penelitian

Penentuan Petak Tanaman Contoh dan Tanaman Contoh

Pengamatan OPT pada tanaman gandum dilakukan di dua lokasi dengan luas areal masing-masing ± 2000 m². Lokasi lahan di Desa Cisarua dan Cilimus masing-masing berada pada ketinggian 705 m dan 418 m di atas permukaan laut. Pemilihan tanaman contoh berdasarkan dua variabel, yaitu penanaman dengan perlakuan hasil pemuliaan secara mutasi dan uji introduksi. Galur yang digunakan dalam penanaman gandum bervariasi, karena digunakan untuk uji pemuliaan secara mutasi dan uji introduksi tanaman gandum.

Pengamatan OPT dilakukan pada dua galur yang berbeda yaitu galur Kasifbey (hasil pemuliaan tanaman secara mutasi) dan galur SO9 (hasil introduksi). Penentuan plot tanaman contoh dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa semua petak tanaman terpilih tersebut berada di tengah lahan gandum, sedangkan galur yang lain petak tanamannya ada yang di tengah dan pinggir. Galur lain yang ditanam di lahan yang merupakan hasil pemuliaan secara mutasi adalah tanaman galur Oasis, Basribey, dan Rabe. Galur lain yang merupakan hasil introduksi yaitu galur Munal, SBR, SBD, Waxming, YMH, H2O, SO3, dan SO8. Selain itu, ditanam juga gandum dengan varietas Selayar, Nias, dan Dewata yang merupakan varietas lokal sebagai tanaman pembanding.

Tanaman contoh dengan perlakuan uji mutasi dan introduksi ditanam dengan cara penanaman benih dalam bentuk alur larikan. Masing-masing tanaman contoh terdapat tiga petak ulangan. Ukuran luas per petak adalah 4.5 m x 1.5 m. Masing-masing petakan tanaman contoh terbagi dalam 3 plot pengamatan dengan ukuran luas 1 m x 0.5 m. Jumlah keseluruhan plot pengamatan pada petakan tanaman contoh dengan perlakuan uji mutasi dan uji introduksi masing-masing sebanyak 9 plot.

4

Pengamatan

Pengamatan OPT dilakukan secara langsung pada tanaman. Pengamatan tersebut dilakukan secara rutin setiap 2 minggu sekali, selama 3 bulan sejak awal penanaman (fase vegetatif) sampai dengan tanaman gandum panen (fase generatif).

Tanaman contoh diamati di semua bagian tanaman terhadap serangan OPT. Tanaman yang bergejala dicatat dan dilakukan perhitungan terhadap luas serangan hama dan kejadian penyakit. Selain itu, dicatat gambaran umum lokasi pengamatan dan gejala serangan didokumentasikan.

Serangga yang belum teridentifikasi diambil dan dimasukkan ke dalam plastik. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan secara makroskopis atau mikroskopis di Laboratorium. Setiap jenis serangga diproses dengan cara yang berbeda sebelum diidentifikasi, yaitu ada yang melalui awetan kering, awetan basah (alkohol), dan pembuatan preparat.

Serangan patogen diamati pada semua bagian tanaman yang berada di plot pengamatan, lalu contoh tanaman sakit dibawa untuk diidentifikasi di Laboratorium. Identifikasi patogen yang disebabkan oleh cendawan menggunakan kunci identifikasi Barnett dan Hunter (1999).

Serangan OPT dihitung berdasarkan jumlah tanaman yang terserang terhadap jumlah tanaman yang diamati, menggunakan rumus berikut:

L = Serangan OPT

n = jumlah tanaman yang terserang N = jumlah tanaman yang diamati

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Percobaan yang digunakan adalah Rancangan Petak Terpisah (Spit plot

Design) dengan dua faktor (lokasi dan sumber benih) dan tiga ulangan. Data luas

serangan hama dan kejadian penyakit yang diperoleh disajikan dalam Microsoft

Exel 2010 dan dianalisis dengan menggunakan program Statistical Analytical Science for Windows (SAS versi 9.1) dan dengan uji selang berganda Duncan pada taraf 5%.

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Pengamatan

Lahan gandum yang diamati adalah lahan bersama dengan peneliti Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. Pengamatan bersama ini dilakukan terhadap perkembangan dan pertumbuhan beberapa galur gandum hasil persilangan, introduksi, dan pemuliaan tanaman secara mutasi. Pada Tabel 1 di bawah ini terdapat kondisi umum di kedua lokasi penelitian dan budidayanya. Pada Gambar 1 tertera kondisi lokasi penanaman gandum. Selain itu data curah hujan di kedua lokasi penanaman gandum dari bulan Februari 2013 sampai dengan April 2013 ditampilkan pada Gambar 2. Data curah hujan diperoleh dari kantor Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Balai Besar Wilayah II, Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor.

Tabel 1 Kondisi lokasi lahan pertanaman gandum serta budidayanya

Informasi lahan Lokasi lahan

Cisarua Kuningan

Luas lahan (m²) 2000 2000

Ketinggian lokasi 705 m dpl 418 m dpl

Sejarah penanaman sebelum gandum

Padi Padi, ubi jalar, dan

kacang tanah Komoditas di sekitar

lahan

Padi, singkong, pisang, pinus

Padi, jagung, ubi jalar

Jenis tanah Liat Liat berpasir

Bentuk lahan Terasiring Datar

Kondisi lahan Terawat Terawat

Sistem tanam benih Larikan dan tugal Larikan dan tugal

Pengendalian gulma Manual (3 kali

penyiangan)

Manual (3 kali penyiangan)

Penggunaan pupuk KCL, Urea, dan SP-36

(2 kali aplikasi)

KCL, Urea, dan SP-36 ( 2 kali aplikasi)

(a) (b)

Gambar 1 Lahan gandum di lokasi penelitian. (a) Lahan gandum di Kuningan, (b) lahan gandum di Cisarua.

6

Gambar 2 Curah hujan pada bulan Februari 2013 sampai April 2013 di dua lokasi penanaman gandum

Serangga OPT pada Tanaman Gandum

Pada lahan tanaman gandum di dua lokasi berbeda, ditemukan beberapa jenis OPT dan dengan luas serangan yang berbeda. Keanekaragaman organisme pengganggu tanaman yang menyerang gandum terjadi pada fase vegetatif dan generatif. Serangga yang ditemukan pada tanaman gandum berdasarkan tipe alat mulut dikelompokkan menjadi dua yaitu serangga penggigit-pengunyah terdiri dari ulat, uret, penggerek batang, dan belalang. Serangga penusuk-penghisap yang menyerang gandum adalah kutu daun dan dua jenis kepik yaitu walang sangit dan kepik hijau. Berbagai jenis serangga yang ditemukan selama penelitian di dua lokasi dan fase tanam yang berbeda terdapat di Tabel 2.

Perhitungan luas serangan OPT hanya dilakukan pada serangga belalang, kutu daun, dan ulat. Serangga lain yang ditemukan selama penelitian yaitu penggerek batang, uret, dan dua jenis kepik (walang sangit dan kepik hijau) memiliki populasi dan gejala kerusakan yang rendah sehingga tidak dilakukan perhitungan luas serangan terhadap serangga-serangga tersebut.

Tabel 2 Serangga OPT yang ditemukan pada tanaman gandum

Serangga Lokasi lahan Fase tanaman Cisarua Kuningan Vegetatif Generatif

Oxya sp.1 √ √ √ √ Kutudaun2 √ √ √ √ Ulat3 √ √ √ √ Penggerek batang4 √ √ √ Uret5 Leptocorisa oratorius6 √ √ Nezara viridula7 √ √

Keterangan: (√) dijumpai, (-) tidak dijumpai, 1(Orthoptera: Acrididae), 2(Hemiptera: Aphididae),

3

(Lepidoptera), 4(Belum teridentifikasi), 5(Coleoptera: Scarabaeidae), 6(Hemiptera: Alydidae),

7

7

Belalang

Belalang pada fase nimfa dan imago ditemukan menyerang tanaman

gandum. Hasil identifikasi serangga belalang ini adalah spesies Oxya sp.

(Orthoptera: Acrididae). Belalang Oxya sp. merupakan salah satu hama yang

cukup penting pada beberapa tanaman pangan. Serangga ini bersifat polifag, diantaranya memiliki inang padi, kapas, kacang-kacangan, jagung, dan gandum

(Kalshoven 1981). Spesies Oxya sp. juga tercatat sebagai salah satu hama yang

menyerang tanaman padi dan gandum di lingkungan lahan basah serta wilayah sebarannya terjadi di kawasan Asia (Litsinger dan Barrion 1988). Menurut

Handoko (2007) serangga Oxya sp. menjadi salah satu hama pada tanaman

gandum yang menyerang bagian daun dan ditemukan di wilayah Jawa Barat, yaitu di Bogor pada ketinggian 300 m dpl dan Jawa Timur di kota Mojosari pada ketinggian 28 m dpl, di Malang pada ketinggian 450 m dpl, dan Nongkojajar pada

ketinggian 900 m dpl. Pada saat penelitian ini, spesies Oxya sp. ditemukan di dua

lokasi penanaman gandum dan menyerang tanaman gandum introduksi maupun hasil pemuliaan.

Spesies Oxya sp. ditemukan menyerang tanaman gandum pada bagian daun

dan bulir (Gambar 4). Gejala pada daun terlihat kerusakan bekas gerigitan di bagian pinggir atau tengah daun. Kerusakan lebih lanjut dapat menyebabkan

berkurangnya nutrisi hasil proses fotosintesis tanaman. Serangan Oxya sp. pada

bulir menyebabkan bulir berlubang, sehingga dapat menurunkan hasil produksi dari segi kualitas maupun kuantitas. Selama pengamatan di lapangan, selain

belalang jenis Oxya sp. juga terdapat belalang dari spesies lain menyerang

tanaman gandum. Namun, Oxya sp. lebih dominan ditemukan dan menyerang

tanaman gandum. Meskipun spesies Oxya sp. keberadaannya lebih dominan dari

jenis belalang lain, tapi pada saat pengamatan gejala kerusakan tanaman akibat

Oxya sp. tidak dibedakan dari jenis belalang lain dan hasil perhitungan luas

serangannya disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Persentase luas serangan belalang pada gandum introduksi dan hasil pemuliaan tanaman di Cisarua (C) dan Kuningan (K)

8

Berdasarkan Gambar 3, terdapat perbedaan luas serangan belalang di dua lokasi penanaman gandum. Luas serangan serangga belalang di lahan gandum Kuningan mengalami kenaikan yang tinggi, persentase serangan ini berlaku terhadap kedua galur gandum yang diamati. Pada pengamatan ketiga serangan belalang di Kuningan sudah mencapai di atas 80% dengan bagian yang diserang adalah daun dan bulir. Pengamatan keempat dan kelima juga mengalami kenaikan tingkat serangan serangga belalang. Berbeda kondisi serangan yang terjadi di lahan gandum Cisarua, serangan belalang mulai terlihat pada pengamatan kelima.

Luas serangannya masih di bawah 50%. Spesies Oxya sp. memiliki daya adaptasi

yang baik di dataran rendah yang biasanya dijumpai pada pertanaman padi, tapi dapat pula beradaptasi di dataran tinggi (Kalshoven 1981). Banyaknya serangan belalang di lahan gandum Kuningan disebabkan populasi serangga yang sangat tinggi. Hal ini diketahui bahwa di pertanaman sekitar tanaman gandum terdapat tanaman lain, salah satunya padi dan jagung yang juga merupakan inang dari serangga belalang. Kedua tanaman tersebut juga terdapat serangan belalang yang

cukup banyak, dengan spesies Oxya sp. yang merupakan spesies yang banyak

ditemukan di lapangan.

Berdasarkan hasil perhitungan uji statistik, bahwa serangan belalang di kedua lokasi penanaman gandum menunjukkan perbedaan yang nyata dengan nilai P sebesar 0.0057. Rata-rata persentase luas serangan belalang tertinggi terjadi di lokasi Kuningan mencapai 69.45% dibandingkan penanaman gandum di lokasi Cisarua yang hanya 6.36%. Berbeda halnya dengan serangan belalang terhadap dua sumber benih gandum yang ditanam, hasil uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dengan nilai P sebesar 0.5427. Persentase rata-rata luas serangannya sebesar 39.49% (galur introduksi) dan 36.33% (galur pemuliaan tanaman). Perbandingan persentase rata-rata luas serangan belalang terhadap perbedaan lokasi dan sumber benih dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.

_____

(a) (b) (c)

Gambar 4 Belalang Oxya sp. pada tanaman gandum. (a) Gejala kerusakan pada

9

Kutudaun

Pada saat pengamatan di lapangan, ditemukan fase nimfa dan imago dari kutudaun yang menyerang tanaman gandum. Serangga ini memiliki tipe alat mulut menusuk-menghisap. Kutudaun termasuk dalam Ordo Hemiptera dan famili Aphididae. Berdasarkan hasil identifikasi, ditemukan 5 spesies kutudaun yaitu Hysteroneura setariae, Sitobion avenae, Sitobion fragareae, Sitobion miscanthi, dan Oedisiphum compositarum. Spesies S. avenae lebih banyak ditemukan di lahan pertanaman gandum Cisarua. Lahan pertanaman gandum di Kuningan

hanya ditemukan satu jenis spesies yaitu Oedisiphum compositarum (Suryadi

2013).

Beberapa spesies kutudaun yang ditemukan di lokasi penelitian juga tercatat menjadi hama yang menyerang tanaman padi dan gandum. Spesies Hysteroneura setariae, lebih cocok hidup di lahan kering dengan wilayah

sebarannya pernah ditemukan di kawasan Asia. Spesies Sitobion avenae lebih

banyak menyerang tanaman gandum dan padi yang ditanam di lahan basah, hama ini pernah ditemukan di kawasan Asia (Litsinger dan Barrion 1988). Berbeda hal nya hasil penelitian dari Handoko (2007), menyebutkan bahwa hama kutudaun

dengan spesies Rhopalosiphum padi pernah ditemukan menyerang tanaman

gandum di wilayah Jawa Barat [Bogor (300 m dpl)] dan Jawa Timur di tiga kota, yaitu Mojosari pada ketinggian 28 m dpl, Nongkojajar pada ketinggian 900 m dpl, dan Cangar pada ketinggian 1650 m dpl. Selain itu, hama kutudaun juga menyerang tanaman gandum di desa Wates, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang (Murtiyono 2012), namun dalam penelitiannya tidak disebutkan nama spesies dari kutudaun.

Kutudaun menyerang bagian tanaman gandum yaitu daun, batang, dan bulir (Gambar 6). Serangannya terjadi pada fase vegetatif dan generatif. Kutu daun menyerang daun dan batang ketika tanaman masih muda, sedangkan bulir gandum diserang ketika bulir-bulir gandum masih dalam proses pengisian. Daun yang terserang menunjukkan gejala berwarna kuning, menggulung, dan cepat kering. Gejala pada batang terlihat kering akibat pengambilan nutrisi oleh kutudaun, sedangkan bulir yang terserang terlihat hampa, kering, mengkerut. Serangan ini dapat menurunkan hasil produksi baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Pada Gambar 6 tertera berbagai jenis kutudaun yang menyerang bagian daun, batang, dan malai gandum.

Gambar 5 Persentase luas serangan kutudaun pada gandum introduksi dan hasil pemuliaan tanaman di Cisarua (C) dan Kuningan (K)

10

Pada saat pengamatan di lapangan, ditemukan adanya asosiasi antara kutudaun dengan semut. Menurut Litsinger dan Barrion (1988) semut dapat berperan sebagai pelindung kutudaun dari serangan musuh alami, semut juga memperoleh embun madu yang dikeluarkan dari tubuh kutudaun. Salah satu musuh alami dari kutudaun yang ditemukan di lapangan adalah serangga predator dari famili Coccinellidae. Fase larva dari famili tersebut ditemukan sedang menyerang kutudaun.

Serangan kutudaun banyak terjadi di lahan pertanaman gandum Cisarua (Gambar 5). Serangan kutudaun di lahan gandum Kuningan sangat sedikit dan hanya ditemukan di petak penanaman galur gandum hasil pemuliaan. Luas serangan hama kutudaun di lokasi penanaman gandum Cisarua mulai telihat pada pengamatan kedua yang terjadi pada fase vegetatif. Bagian tanaman yang diserang adalah daun. Pada fase generatif (pengamatan ketiga sampai kelima) bagian tanaman yang diserang oleh kutudaun adalah batang dan bulir. Luas serangan kutudaun terus meningkat di lokasi Cisarua, terjadi pada sumber benih hasil introduksi. Berbeda luas serangan yang terjadi pada penanaman benih hasil pemuliaan, luas serangannya mengalami penurunan pada pengamatan keempat dan kelima. Hal ini terjadi kemungkinan dikarenakan kondisi tanaman pada fase vegetatif sudah banyak diserang oleh kutudaun, sehingga memasuki fase generatif menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat dan serangga kutudaun pindah ke tanaman gandum yang memiliki kandungan nutrisi lebih banyak. Selain itu, pada pengamatan keempat dan kelima kondisi daun sudah mulai mengering dan bercampur dengan gejala akibat serangan penyakit, sehingga sulit untuk mengetahui gejala kerusakan daun yang disebabkan oleh kutudaun.

Populasi kutudaun di lahan gandum Kuningan tidak banyak, hal ini kemungkinan dapat disebabkan oleh curah hujan yang tinggi (Gambar 2) dan di sekitar pertanaman gandum terdapat banyak tanaman padi dan jagung yang merupakan salah satu inang dari kutudaun.

Pengaruh curah hujan terhadap kehidupan serangga memiliki arti penting. Hujan dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan keaktifan serangga, salah satunya adalah pengaruh terhadap kutudaun yang menyerang tanaman gandum. Curah hujan yang tinggi mengakibatkan individu-individu berjatuhan dan mati sehingga mengurangi populasi dalam jumlah yang cukup berarti. Selain itu kondisi perbedaan ketinggian lokasi dapat berpengaruh terhadap perkembangan dari kutudaun. Menurut Nasution (2002) menyatakan bahwa analisis rataan suhu udara harian menunjukkan semakin rendah suhu sebagai akibat letak yang lebih

tinggi dari permukaan laut mengakibatkan laju perkembangan spesies R. padi

yang lebih lambat dengan padat populasi yang lebih tinggi, sebaliknya semakin

tinggi suhu maka perkembangan R. padi akan semakin cepat dengan kepadatan

populasi yang lebih rendah.

Faktor pertanaman di sekitar lahan gandum mungkin dapat mempengaruhi tingkat serangan dan populasi serangga ini pada tanaman gandum sebagai sumber infestasi. Salah satunya adalah tanaman jagung dan padi yang ditanam di sekitar tanaman gandum, kemungkinan dapat mempengaruhi jumlah kutudaun yang menyerang ke tanaman gandum. Sesuai kondisi di lapangan, kedua tanaman yang berbeda ini ditanam dalam waktu yang hampir bersamaan, sehingga faktor ketersediaan makanan bagi kutudaun sangat melimpah.

11

a b

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 6 Kutudaun pada gandum. (a) Kutudaun berkoloni pada batang,(b dan c) kutudaun menyerang malai, (d) gejala pada daun akibat serangan kutudaun.

Meskipun dari Gambar 5 terlihat perbedaan serangan kutudaun yang mencolok di kedua lokasi, ternyata setelah dilakukan uji stastistik didapatkan hasil dari serangan kutudaun tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap lokasi yang berbeda maupun sumber benih gandum yang diamati. Nilai P dari uji ANOVA yang diperoleh secara berturut-turut adalah 0.0599 dan 0.8783. Nilai perbandingan persentase luas serangan kutudaun terhadap lokasi dan sumber benih gandum yang berbeda secara berturu-turut adalah 27.14% (Cisarua) dan 0.08% (Kuningan); serta 13.05% (galur introduksi) dan 14.17% (galur pemuliaan tanaman) (Lampiran 1 dan 2).

Ulat

Ulat termasuk dalam ordo Lepidoptera. Tipe alat mulutnya adalah menggigit mengunyah. Fase larva atau sering disebut dengan ulat ditemukan memakan di beberapa bagian tanaman gandum. Ulat yang menyerang tanaman gandum di dua lokasi pengamatan ditemukan lebih dari satu jenis. Menurut Suryadi (2013) berdasarkan hasil identifikasinya pada pengamatan gandum di dua lokasi yaitu Cisarua dan Kuningan ditemukan 8 spesies ulat pada tanaman gandum,

diantaranya adalah Mythimna unipuncta (Famili Noctuidae), Creatonotos

transiens (Famili Arctiidae), Cnaphaclorocis medinalis (Famili Crambidae), Paralecta sp. (Famili Xylorictidae), Parnara bada (Famili Hesperiidae),

12

Orthiostola sp. (Famili Yponomeutidae), Spodoptera litura (Famili Noctuidae), dan Potanthus sp. (Famili Hesperiidae). Serangga jenis ulat pada gandum di

lokasi Kuningan hanya ditemukan ulat dengan spesies Spodoptera litura dan

Mythimna unipuncta. Selain serangga ulat yang telah disebutkan sebelumnya, masih terdapat beberapa jenis ulat yang ditemukan menyerang tanaman gandum. Jenis-jenis ulat tersebut hanya dapat diidentifikasi sampai tingkat famili, hal ini dikarenakan selama pemeliharaan ulat tersebut tidak dapat berkembang sampai imago. Ulat yang ditemukan berasal dari famili Geometridae, Lymantriidae, Lasiocampidae, Noctuidae, Crambidae, Arctiidae, dan Nymphalidae. Ulat dari famili Geometridae tidak dapat berkembang sampai imago dikarenakan terserang

oleh parasitoid yaitu spesies Tricolobus sp. dan Diphyus sp. (Famili

Ichneumonidae: Ordo Hymenoptera). Beberapa jenis ulat yang telah ditemukan, ada dua spesies yang juga menyerang tanaman padi. Menurut Litsinger dan

Barrion (1988) spesies Mythimna unipuncta (Famili Noctuidae) dan Spodoptera

litura (Famili Noctuidae) ditemukan pernah menyerang tanaman padi dan gandum. Menurut Murtiyono (2012) ulat dari famili Arctidae, Geometridae, dan Noctuidae pernah ditemukan menyerang tanaman gandum di daerah Semarang.

Berdasarkan hasil pengamatan di lahan gandum, serangga ini menyebabkan kerusakan di daun, dan bulir gandum. Kerusakan pada daun oleh serangga ulat mulai terjadi sejak tanaman masih muda atau fase vegetatif sampai generatif.

Daun yang terserang terlihat menggulung, window panning, dan menyebabkan

daun berlubang bekas gerigitan ulat. Pada fase generatif, ulat juga menyebabkan kerusakan pada bagian bulir. Gejalanya berupa gerigitan pada bulir. Serangan lebih banyak terjadi ketika bulir-bulir masih dalam proses pengisian. Kerusakan lebih lanjut, bulir yang terserang terlihat tidak utuh bahkan menjadi hampa (Gambar 7). Sama halnya dengan belalang, untuk perhitungan luas serangan ulat tidak memperhatikan jenis ulat tertentu.

13 (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h)

Gambar 7 Ulat pada gandum. (a) Gejala window panning pada daun, (b) daun

berlubang akibat gerigitan ulat, (c) ulat memakan bulir gandum, (d)

gejala bulir berlubang, (e) Spodoptera litura, (f) Mythimna

14

Gambar 8 Persentase luas serangan ulat pada gandum introduksi dan hasil pemuliaan tanaman di Cisarua (C) dan Kuningan (K)

Pada Gambar 8 terdapat grafik luas serangan ulat secara umum di dua lokasi penanaman gandum dan sumber benih yang berbeda. Serangan tersebut lebih banyak terjadi di lahan gandum Cisarua dibandingkan di Kuningan. Luas serangan di Cisarua mulai terlihat pada pengamatan kedua dan mengalami kenaikan pada pengamatan ketiga. Pada pengamatan keempat dan kelima terlihat serangan ulat di gandum hasil introduksi mengalami peningkatan mencapai sekitar 40%. Kondisi serangan yang berbeda terjadi pada tanaman gandum hasil pemuliaan yang ditanam di Cisarua, terlihat pada pengamatan keempat mengalami penurunan luas serangan. Hal ini dikarenakan pada petak ulangan ketiga banyak tanaman yang daunnya mulai kering sehingga tidak diketahui daun yang bergejala akibat serangan ulat. Selain itu di petakan tersebut kondisi tanaman belum banyak muncul malai gandum.

Penanaman lahan gandum di Kuningan tidak banyak terserang oleh ulat. Luas serangan tertinggi mencapai sekitar 12% pada pengamatan keempat di lahan petakan gandum hasil introduksi. Pada lahan petakan gandum hasil pemuliaan tidak menunjukkan adanya serangan ulat. Rendahnya serangan ulat yang terjadi di lahan gandum Kuningan kemungkinan dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan pertanaman di sekitar gandum. Kondisi pertanaman di sekitar lahan gandum Kuningan lebih banyak terdapat tanaman padi, kemungkinan serangga dari ordo Lepidoptera lebih menyukai inang dari tanaman padi dibandingkan tanaman gandum.

Dilihat dari sumber benih yang diamati, terlihat kedua galur yang ditanam di lokasi lahan gandum Cisarua lebih banyak terserang ulat dibandingkan kedua galur gandum yang di tanam di lokasi Kuningan.

Berdasarkan hasil uji statistik (Lampiran 1 dan 2), diketahui bahwa serangan ulat di dua lokasi penanaman gandum menunjukkan perbedaan yang nyata dengan nilai P sebesar 0.0292, sedangkan nilai rata-rata luas serangan ulat sebesar 26.52% dan 3.02% untuk lokasi Cisarua dan Kuningan. Pengaruh serangan ulat terhadap dua sumber benih gandum yang diamati menunjukkan tidak berbeda nyata dengan nila P 0.5794. Nilai persentase rata-rata luas serangannya sebesar 13.85% (galur introduksi) dan 15.69% (galur pemuliaan tanaman).

15

Gejala oleh Penggerek Batang

Serangga penggerek batang pada gandum belum dapat diidentifikasi. Hal ini dikarenakan pada saat pengamatan belum dapat menemukan serangga penyebab gejala gerekan pada gandum tersebut. Gejala dari serangan serangga ini berupa gerigitan pada batang yaitu tepat di atas ruas batang. Kerusakan lebih lanjut menyebabkan batang dan seluruh malai menjadi kering dan hampa karena nutrisi

Dokumen terkait