• Tidak ada hasil yang ditemukan

sedangkan belalang menjadi hama dominan di lokasi lahan gandum Kuningan dengan luas serangannya mencapat 100%.

Dari segi luas serangan secara keseluruhan, ternyata penanaman gandum di Cisarua lebih banyak terserang serangga pengganggu tanaman dibandingkan di Kuningan. Hal ini mungkin dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, lokasi disekitar pertanaman, dan ekologi dari serangga. Kondisi lingkungan seperti curah hujan yang tinggi terjadi di daerah Kuningan, sehingga dapat mempengaruhi atau menghambat ruang gerak beberapa jenis serangga.

Penyakit yang Ditemukan pada Tanaman Gandum

Penyakit yang ditemukan pada kedua lahan pengamatan di Kecamatan Cisarua dan Kuningan disebabkan oleh kelompok cendawan. Jenis penyakit yang ditemukan pada tanaman gandum fase generatif lebih banyak dibandingkan fase vegetatif. Berbagai jenis penyakit yang ditemukan selama penelitian di dua lokasi dan fase tanam yang berbeda terdapat pada Tabel 3.

Tabel 3 Penyakit yang ditemukan pada tanaman gandum

Keterangan: (√) dijumpai, (−) tidak dijumpai, a

(cendawan Helminthosporium sp.), b(cendawan

Fusarium sp.), c(cendawan Phoma sp.), d(cendawan Curvularia sp.), e(cendawan Alternaria sp.).

Hawar Helminthosporium

Penyakit hawar Helminthosporium disebabkan oleh cendawan

Helminthosporium sp. Menurut Acharya et. al (2011) gejala seperti ini disebut

dengan penyakit bercak spot yang disebabkan oleh Bipolaris sorokiniana (Sacc.)

Shoem., Drechslera sorokiniana (Sacc.) Subram dan Jain, dan (syn.

Helminthosporium, teleomorph Cochliobolus sativus) telah muncul sebagai masalah serius bagi budidaya gandum di daerah hangat dan lembab. Daerah penyebarannya dilaporkan salah satunya di Indonesia. Menurut Handoko (2007) penyakit ini pernah menyerang tanaman gandum di Indonesia, tepatnya di Jawa Barat, yaitu Bogor pada ketinggian 300 m dpl dan Jawa Timur di kota Mojosari pada ketinggian 28 m dpl dan di Malang pada ketinggian 450 m dpl. Pada penelitian ini, patogen ditemukan di dua lokasi pengamatan dan menyerang tanaman gandum introduksi dan hasil pemuliaan tanaman.

Patogen ini menyerang daun dan malai gandum. Daun yang terserang menunjukan gejala berwarna coklat yang meluas tidak beraturan dengan bagian tepi berwarna kekuningan. Serangan lanjut, daun menjadi kering dan rapuh. Menurut Nagarajan dan Kumar (1998) penyakit hawar daun Helminthosporium mampu menyebabkan kerusakan dari tahap daun primer, meskipun tanaman

Penyakit Lokasi Fase tanaman Cisarua Kuningan Vegetatif Generatif

Hawar daun

Helminthosporiuma √ √ √ √

Hawar malai

Helminthosporiuma √ √ − √

Hawar malai Fusariumb √ √ − √

Hawar malai Phomac √ √ − √

Malai Curvulariad √ √ − √

21

Gambar 13 Persentase kejadian penyakit hawar Helminthosporium pada gandum introduksi dan hasil pemuliaan tanaman di Cisarua (C) dan Kuningan (K)

gandum cenderung lebih rentan ketika sudah berbunga. Gejala diawali dengan bercak kecil pada daun, gejala lanjut bercak semakin melebar dan daun akan kering prematur. Akibatnya dapat mengurangi daerah fotosintesis tanaman. Gejala pada malai gandum yang terserang terlihat seperti gosong berwarna hitam pekat, karena adanya kondiofor dan konidium cendawan. Akibatnya biji menjadi rusak dan berkerut. Cendawan ini mempunyai konidiofor 5-7 sel dan membentuk struktur seperti lutut sebagai tempat melekatnya konidia. Konidia memiliki ukuran yang panjang dan sedikit bengkok, berdinding tebal dengan 8-10 sekat yang tebal. Konidia dapat disebarkan oleh angin (Semangun, 1993).

Secara umum perkembangan penyakit hawar Helminthosporium di dua lokasi sangat tinggi. Namun, perkembangan penyakit di Kuningan lebih tinggi dibandingkan Cisarua pada gandum introduksi (Gambar 13), sedangkan pada gandum hasil pemuliaan serangan patogen lebih tinggi di lokasi Kuningan, sampai pada pengamatan keempat. Pengamatan kelima nilai kejadian penyakit relatif sama di kedua lokasi.

Nilai kejadian penyakit pada pengamatan pertama sampai ketiga di lokasi Kuningan mengalami kenaikan yang tinggi dibandingkan lokasi Cisarua. Pada rentang waktu tersebut, lahan gandum di Kuningan tergenang oleh air yang meningkatkan kelembaban lingkungan sehingga patogen mudah berkembang.

Patogen ini lebih banyak menyerang gandum hasil pemuliaan di daerah Cisarua, sedangkan di Kuningan lebih tinggi pada gandum introduksi. Gandum introduksi yang di tanam di ketinggian 705 m dpl ternyata belum bisa toleran terhadap penyakit hawar Helminthosporium.

Hasil uji statistik (Lampiran 1 dan 2), menunjukkan bahwa serangan

cendawan Helminthosporium sp. terdapat perbedaan yang nyata terhadap kedua

lokasi penanaman gandum dengan nilai P 0.0389 dan diperoleh persentase nilai rata-rata kejadian penyakit sebesar 45.68% dan 69.26% untuk lokasi Cisarua dan Kuningan. Berbeda halnya serangan patogen ini terhadap sumber benih yang digunakan menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dengan nilai P 0.3659. Persentase nilai rata-rata kejadian penyakit tersebut sebesar 60.91% (galur introduksi) dan 54.04% (galur pemuliaan tanaman).

22

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 14 Penyakit hawar Helminthosporium. (a dan b) Hawar pada daun berwarna coklat di tengah dengan kekuningan di tepi, (c) gejala hawar pada malai (kumpulan konidia berwarna hitam) (perbesaran 3x), (d) konidia cendawan di bawah mikroskop, bersekat hingga 10 (perbesaran 40x10).

Hawar Malai Fusarium

Patogen ini disebabkan oleh cendawan Fusarium sp. Serangannya banyak

menimbulkan kerugian di negara-negara penanam gandum dan dikenal sebagai Fusarium head blight (Hawar bulir Fusarium) (Semangun 1993). Patogen ditemukan di dua lokasi pengamatan dan menyerang tanaman gandum introduksi dan hasil pemuliaan tanaman. Menurut Handoko (2007) Penyakit ini pernah menyerang tanaman gandum di Indonesia, tepatnya di Mojosari, Bogor, Malang, Nongkojajar, dan Cangar.

Patogen banyak ditemukan di bagian malai gandum, tetapi pada bagian

batang juga ditemukan adanya cendawan Fusarium sp. yang berwarna orange.

Pada malai gandum sakit terdapat miselium yang berwarna putih, namun gejala paling khas adalah gejala serangan yang berwarna jingga yang terlihat seperti menyala ketika siang hari (Gambar 16a). Menjelang panen, patogen mengalami perkembangan stadium sempurna. Patogen membentuk peritesium yang terlihat seperti bintik-bintik hitam. Gejala lanjut di lapangan akan sulit dibedakan antara serangan hawar malai Fusarium dengan Helminthosporium. Kedua penyakit tersebut dapat dibedakan pada pengamatan di bawah mikroskop.

23

Gambar 15 Persentase kejadian penyakit hawar malai Fusarium pada gandum introduksi dan hasil pemuliaan tanaman di Cisarua (C) dan Kuningan (K)

Menurut Wegulo et. al (2008) hawar malai Fusarium disebabkan oleh

cendawan Fusarium graminearum (fase seksual: Gibberella zeae). Cendawan

terdiri atas 2 jenis konidia, yaitu makrokonidia dan mikrokonidia. Makrokonidia mempunyai sekat 3-5 bentuknya mirip bulan sabit, dan mikrokonidia membentuk rantai atau berkumpul seperti kepala, biasanya tidak bersekat. Pada stadium sempurna cendawan membetuk peritesium berwarna gelap. Peritesium berisi askus bulat panjang, berisi 8 askospora dengan ujung menyempit dan biasanya mempunyai sekat 1-3 (Semangun 1993).

Penyakit Fusarium sp. mulai terlihat pada pengamatan kelima. Kondisi

tanaman sudah masuk pada fase generatif (Gambar 15). Tingkat serangan patogen ini cukup tinggi. Didukung oleh kondisi cuaca seperti curah hujan yang tinggi, dan angin yang kencang dapat mempercepat penyebaran konidia atau askospora patogen.

Dilihat dari serangan penyakit Fusarium, kejadian penyakitnya lebih banyak terjadi di Cisarua daripada Kuningan, meskipun perbedaannya tidak besar. Semakin tinggi lokasi maka suhu semakin rendah. Kondisi ini menguntungkan bagi pertumbuhan patogen.

Dilihat dari serangannya terhadap galur gandum, ternyata gandum hasil pemuliaan lebih banyak terserang oleh patogen ini. Hal ini menandakan bahwa gandum hasil pemuliaan tanaman lebih rentan daripada gandum hasil introduksi terhadap serangan penyakit hawar malai Fusarium.

Serangan hawar malai Fusarium terhadap perbedaan lokasi penanaman gandum dan perbedaan sumber benih gandum yang diamati ternyata tidak menunjukkan perbedaan yang nyata melalui analisis statistik dengan nilai P secara berturut-turut sebesar 0.4271 dan 0.1066. Persentase nilai rata-rata kejadian penyakit tersebut secara berturut-turut adalah 10.23% dan 8.21% untuk lokasi Cisarua dan Kuningan; serta 6.71% (galur intrduksi) dan 11.74% (galur pemuliaan tanaman) (Lampiran 1 dan 2).

24

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

Gambar 16 Penyakit hawar malai Fusarium. (a) Gejala hawar pada malai, berwarna jingga pada bulir gandum, (b) bulir gandum terdapat bintik-bintik hitam (perbesaran 3.5x), (c) peritesium berwarna hitam, merupakan stadium sempurna dari cendawan (Perbesaran 40x10), (d) bentuk gejala lain dari hawar malai Fusarium, (e) miselium pada bulir gandum (perbesaran 3.5x), (f) miselium

cendawan Fusarium sp. dengan makrokonidia yang panjang dan

langsing (Perbesaran 40x10).

Hawar Malai Phoma

Bulir gandum yang terserang penyakit ini menunjukkan gejala hawar pada bagian tengah berwarna jerami dengan tepian berwarna coklat. Bila diamati lebih dekat terlihat bintik-bintik hitam yang merupakan piknidia cendawan. Pada gejala lanjut, bintik-bintik hitam terlihat semakin jelas disertai dengan adanya seta pada piknidia tersebut. Berdasarkan gejala yang ditemukan di lapangan dan

pengamatan mikroskopis, patogen ini diduga adalah kelompok Phoma sp. Pada

Gambar 17 terdapat gejala dan mikroskopis dari penyakit Hawar malai Phoma. Bintik-bintik hitam tersebut jika diamati di bawah mikroskop akan terlihat bagian ostiol yang sangat jelas dan disertai adanya seta pada piknidia. Bila piknidia dipecah, akan keluar banyak konidia dengan bentuk oval, hialin, dan tidak bersekat (Gambar 17 (c)).

25

.

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

Gambar 17 Penyakit hawar malai Phoma. (a) Gejala hawar pada malai, (b)

terlihat titik-titik hitam pada bulir (perbesaran 3x), (c) piknidia dengan ostiol yang jelas dan bila dipecah akan keluar konidia yang banyak, hialin, dan bersel satu (perbesaran 40x10), (d) gejala lanjut hawar malai Phoma (pebesaran 2.5x), (e) pengamatan lebih dekat, terlihat rambut-rambut (seta) pada titik-titik hitam (perbesaran 4x), (f) piknidia dengan seta yang banyak (perbesaran 10x10).

Gambar 18 Persentase kejadian penyakit hawar malai Phoma pada gandum introduksi dan hasil pemuliaan tanaman di Cisarua (C) dan Kuningan (K)

Serangan penyakit hawar malai Phoma terdapat di dua lokasi penelitian dan pada kedua galur. Gejala pada tanaman mulai terlihat pada pengamatan kelima

26

(Gambar 18). Kejadian penyakit yang muncul masih dibawah 50%, sehingga tingkat serangannya masih tergolong rendah jika dibandingkan serangan penyakit hawar malai Fusarium dan Helminthosporium.

Galur hasil pemuliaan lebih banyak terserang Phoma sp. dibandingkan

dengan galur introduksi di Cisarua. Kedua galur yang ditanam di Kuningan tidak memperlihatkan perbedaan kejadian penyakitnya dan lebih rendah dibandingkan kejadian penyakit di Cisarua. Kondisi ini mungkin karena patogen yang kurang dapat berkembang dengan baik pada ketinggian 418 m dpl.

Serangan hawar malai Phoma tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap penanaman gandum di dua lokasi dan sumber benih gandum yang berbeda. Hal tersebut dibuktikan melalui perhitungan secara statistik dengan nilai P secara berturut-turut adalah 0.1238 dan 0.0829. Persentase nilai rata-rata kejadian penyakit tersebut secara berturut-turut adalah 6.74% dan 2.33% untuk lokasi penanaman di Cisarua dan Kuningan; serta 3.08% dan 5.99% untuk galur introduksi dan hasil pemuliaan tanaman secara mutasi (Lampiran 1 dan 2).

Hawar Malai Curvularia

Penyakit Curvularia sp. ditemukan pada gandum dan menyerang malai.

Penyakit ini juga terdapat di dua lokasi penelitian. Secara kasat mata, penyakit ini sulit dibedakan dengan gejala hawar malai Helminthosporium dan Fusarium, sehingga perlu diamati di bawah mikroskop. Serangannya cukup rendah sehingga serangan patogen ini tidak dihitung kejadian penyakitnya.

Bulir yang terserang akan terdapat lapisan berwarna hitam. Ketika diamati

di bawah mikroskop stereo gejala tersebut terlihat seperti rumput-rumput yang

berwarna hitam, merupakan kumpulan dari konidiofor dan konidium yang masih

utuh. Konidium dari Curvularia sp. mempunyai bentuk yang sangat khas, yaitu

bengkok seperti lutut, terdiri dari 5 sel dengan bagian paling tengah memiliki ukuran yang besar, mempunyai dinding paling tebal, dan berwarna paling tua.

Gejala dan bentuk mikroskopis dari cendawan Curvularia sp. dapat dilihat pada

Gambar 19.

(a) (b) (c)

Gambar 19 Penyakit hawar malai Curvularia. (a) Gejala hawar pada malai, (b) kumpulan konidiofor dan konidium yang masih utuh terlihat seperti rambut-rambut atau rumput hitam (perbesaran 4x), (c) konidium bengkok seperti lutut, terdiri dari 5 sel (perbesaran 40x10).

27

Hawar malai Alternaria

Penyakit hawar malai Alternaria disebabkan oleh cendawan Alternaria sp.

Patogen ditemukan di malai gandum bersama dengan patogen lain, serta hanya

ditemukan di lahan gandum Kuningan. Patogen Alternaria sp. tidak banyak

ditemukan di lapangan. Gejala khususnya sulit dibedakan dengan gejala yang disebabkan oleh patogen lain dan dapat dibedakan hanya melalui pengamatan mikroskopis. Diduga penyakit ini muncul akibat dari patogen yang terbawa oleh benih.

konidiofor dengan konidium berbentuk gada terbalik, seperti buah per, jorong, atau berbentuk kumparan, bersekat 3-7, dengan beberapa sekat membujur, seperti murbei, coklat tua. Pada Gambar 20 dapat dilihat gejala dan bentuk mikroskopis dari penyakit hawar malai Alternaria.

(a) (b)

Gambar 20 Penyakit hawar malai Alternaria. (a) Gejala hawar pada malai, (b)

konidium dari Alternaria sp. (perbesaran 40x10).

Pembahasan Umum Penyakit pada Gandum

Secara umum patogen yang ditemukan selama penelitian lebih banyak terjadi pada fase generatif. Bagian dari tanaman gandum yang banyak terserang patogen adalah bulir. Malai gandum yang terserang patogen, setelah diidentifikasi menunjukkan bahwa dalam satu malai terlihat gejala yang hampir sama dan ditemukan beberapa jenis patogen dari cendawan yang berbeda. Gejala seperti ini

sering disebut dengan black point (titik hitam). Menurut Lorenz (1986) gejala

black point (titik hitam) sudah banyak menyerang tanaman gandum di negara- negara yang menanamnya. Gejala yang terjadi ditandai dengan perubahan warna

yang gelap pada sisi embrio gandum (Mak et.al 2006). Akibat dari serangan black

point dapat mengurangi nilai kualitas biji gandum (Wang et al. 2003).

Sisterna dan Sarandon (2005) melaporkan bahwa cendawan Alternaria sp.,

Aspergillus sp., Chaetomium sp., Fusarium sp., Helminthosporium sp., Myrothecium sp., Nigrospora sp., Penicillium sp., Phoma sp., dan Rhizopus sp., dan Stemphylium sp. menyerang bulir gandum dan menunjukkan gejala yang hampir sama berupa warna yang gelap pada bulir gandum. Kondisi seperti ini juga ditemukan pada saat penelitian di dua lokasi penanaman gandum. Ditemukan

cendawan Helminthosporium sp., Fusarium sp., Curvularia sp., Phoma sp., dan

Alternaria sp. yang menyerang bulir gandum.

Penyakit yang paling dominan menyerang tanaman gandum di Cisarua dan Kuningan adalah penyakit hawar Helminthosporium. Hal ini dapat dilihat dari

28

nilai kejadian penyakit yang diperoleh di lapangan. Patogen menyerang tanaman mulai fase vegetatif sampai generatif. Patogen ini dapat berkembang pada kisaran

suhu yang cukup luas. Menurut Semangun (1993) cendawan Helminthosporium

sp. banyak membentuk konidia pada lingkungan dengan kelembaban udara antara

97-98% dan suhu antara 20-30oC. Berdasarkan Pakki (2005) perkembangan

Helminthosporium maydis terhambat pada suhu 35oC, dan perkembangan terbaik

adalah suhu sekitar 30oC, sebaran hari hujan tinggi selama musim tanam,

kelembapan sekitar 90%, dan radiasi matahari harian rendah sekitar 41.20%. Dari segi kejadian penyakit, penanaman gandum di Cisarua lebih banyak terserang patogen dibandingkan Kuningan. Faktor ketinggian tempat berpengaruh terhadap tingkat serangan patogen. Iklim atau cuaca yang basah (lembab) sangat membantu berkembangnya penyakit, terutama bagi bakteri dan cendawan (Rismunandar 1981).

Pada galur gandum yang berbeda, secara umum gandum hasil pemuliaan tanaman secara mutasi (galur Kasifbey) lebih banyak terserang penyakit dibandingkan gandum introduksi (galur SO9). Oleh karena itu, bila sifat agronomis lain galur Kasitbey ini cukup menjanjikan, maka masih perlu ditingkatkan sifat ketahanannya terhadap penyakit gandum.

29

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Serangga OPT yang ditemukan pada tanaman gandum yaitu beberapa spesies ulat dari ordo Lepidoptera dan beberapa jenis spesies kutudaun

(Hemiptera: Aphididae), serta spesies Oxya sp. (Orthoptera: Acrididae), Nezara

viridula (Hemiptera: Pentatomidae), Leptocorisa oratorius (Hemiptera: Alydidae), uret (Coleoptera: Scarabaeidae), dan penggerek batang. Penyakit yang

ditemukan yaitu Helminthosporium sp., Fusarium sp., Phoma sp., dan Curvularia

sp., Alternaria sp.. Ulat banyak ditemukan di penanaman lahan gandum lokasi

Cisarua dengan spesies dominan adalah Mythymna unipuncta, sedangkan belalang

banyak ditemukan di lokasi lahan gandum Kuningan dengan spesies dominan

adalah Oxya sp.. Penyakit hawar Helminthosporium merupakan penyakit yang

paling banyak menyerang tanaman gandum di dua lokasi penelitian. Gandum hasil pemuliaan tanaman dengan cara mutasi lebih banyak diserang hama dan penyakit dibandingkan gandum introduksi. Pada lokasi penanaman gandum di Cisarua kedua galur tersebut belum bisa beradaptasi terhadap serangan hama dan penyakit.

Saran

Pengujian lebih lanjut dan pada galur yang lebih banyak masih perlu dilakukan untuk mendapatkan galur gandum dengan tingkat ketahanannya terhadap hama dan penyakit tinggi. Demikian juga pengujian pada musim dan ketinggian yang berbeda dengan lokasi yang lebih banyak perlu dilakukan. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui jenis serangga penggerek batang pada gandum karena kerusakan akibat serangan serangga penggerek tersebut dapat menyebabkan tanaman menjadi mati.

30

DAFTAR PUSTAKA

Acharya K, Dutta AK, Pradhan P. 2011. Bipolaris sorokiniana (Sacc.) Shoem.:

The most destructive wheat fungal pathogen in the warmer areas. Australian

Journal of Crop Science 5(9): 1064-1071.

Adnyana MO, Subiksa M, Argosubekti N, Hakim L, Pabbage MS. 2006. Prospek

dan Arah Pengembangan Agribisnis gandum. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

Barnett H, Hunter BB. 1999. Illustrated Genera Fungi of Imperfect Fungi. Edisi ke-4. Minnesota (US): APS Press.

Detikfinance. 2012. Republik Indonesia Pengimpor Gandum Terbesar Kedua di

Dunia. http://finance.detik.com/read/2012/06/12/103707/1938780/1036/ri

pengimpor-gandum-terbesar-kedua-di-dunia

Dirjen Tanaman Pangan. 2010. Gandum. Dirjen Tanaman Pangan. Jakarta.

Handoko I. 2007. Gandum 2000: Penelitian Pengembangan Gandum di

Indonesia. Bogor (ID): SEAMEO BIOTROP.

Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der,

penerjemah. Jakarta (ID): Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari: De

Plagen van de Cultuurgewassen in Indonessie.

Litsinger JA, Barrion AT. 1988. Insect problems of rice-wheat cropping patterns.

Di dalam: Klatt AR, editor. Wheat Production Constraints in tropical

Environmets; 1987 Jan 19-23; Thailand. Mexico (US): CIMMYT. hlm 130- 157.

Lorenz K. 1986. Effects of black point on grain composition and baking quality of

New Zeland wheat. N. Z. J. Agric. Res.: 711-718.

Mak Y, Willoma RD, Roberts TH, Wrigley CV, Sharp PJ, Copeland L. 2006. Black point is associated with reduced levels of stress, disease and defence

related proteins in wheat grain. Molecular Plant Pathology Journal: 177-

189.

Murtiyono E. 2012. Hama dan penyakit pada stadia pertumbuhan dari 13 galur

dan dua varietas gandum (Triticum aestivum L.) di Desa Wates, Kecamatan

Getasan, Kabupaten Semarang. [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

Nagarajan S, Kumar J. 1998. Foliar blights of wheat in India: germplasm improvement and future challenges for sustainable, hight yielding wheat

production. Di dalam: Duveiller E et al., editor. Helminthosporium Blights

of Wheat: Spot Blotch and Tan Spot. Proceedings of an International Workshop Held at CIMMYT; 1997 Feb 9-14; Mexico. Mexico (US): CIMMYT. hlm 52-58.

Nasution I. 2002. Studi pengaruh perbedaan iklim terhadap potensi serangan hama kutudaun (Rhopalosiphum padi Linn) pada tanaman gandum. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Nirwanto H. 2007. Pengantar Epidemi dan Manajemen Penyakit Tanaman.

Surabaya (ID): UPN “Veteran” Jawa Timur.

Pakki S. 2005. Epidemiologi dan pengendalian penyakit bercak daun (Helminthosporium sp.) pada tanaman jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. 24(3):101-108.

31

Rismunandar. 1981. Penyakit Tanaman Pangan dan Pembasmiannya. Bandung

(ID): C.V. Sinar Baru.

Semangun H. 1993. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia.

Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Semangun H. 2006. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Ed ke-3. Yogyakarta

(ID): Gadjah Mada University Press.

Sisterna MN, Sarandon SJ. 2005. Preliminary studies on the natural incidence of wheat black point under different fertilization levels and tillage systems in Argentina. Plant Pathology Journal: 26-28.

Sleeper DA, Poehlman JM. 2006. Breeding Field Crops. 5th ed. USA (US): Iowa

State University Press.

Suryadi. 2013. Identifikasi ulat dan kutudaun pada pertanaman gandum (Triticum

aestium L.) di Bogor dan Kuningan, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Van Ginkel M, Villareal RL. 1996. Triticum L. Di dalam: Grubben GJH,

Partohardjono S, editor. Plant Resource of South-East Asia (PROSEA)

Cereals. Netherland (NL): Bachuys Publishers. hlm 10.

Wang H, Fernandez MR, Mccaig TN, Gan YT, Depauwand RM, Clarke JM. 2003. Kernel discoloration and downgrading in spring wheat varieties in Western Canada. Canadian Journal of Plant Pathology: 350-361.

Wegulo SN, Jackson TA, Baenzlger PS, Carlson MP, Nopsa JH. 2008. Fusarium head blight of wheat. [ laporan hasil penelitian]. Lincoln (US): University of Nebraska.

32

33

Tabel 1 Persentase rata-rata luas serangan hama atau kejadian penyakit pada gandum di Cisarua dan Kuningan

Lokasi pengamatan

Luas serangan hama atau kejadian penyakit*

Belalang Kutudaun Ulat Helminthosporium sp. Fusarium sp. Phoma sp.

Cisarua 6.36b 27.14a 26.52a 45.68b 10.23a 6.74a

Kuningan 69.45a 0.08a 3.02b 69.26a 8.21a 2.33a

*Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf 5% dengan uji Duncan.

Tabel 2 Persentase rata-rata luas serangan hama atau kejadian penyakit terhadap sumber benih gandum

Sumber benih gandum

Luas serangan hama atau kejadian penyakit*

Belalang Kutudaun Ulat Helminthosporium sp. Fusarium sp. Phoma sp.

Introduksi 39.49a 13.05a 13.85a 60.91a 6.71a 3.08a

Mutasi 36.33a 14.17a 15.69a 54.04a 11.74a 5.99a

*Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf 5% dengan uji Duncan.

34

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Demak, pada tanggal 20 Juni 1991. Penulis sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara oleh pasangan bapak Mutoib dan Ibu Irianti Ningsih. Penulis telah menyelesaikan pendidikan di SMA N 1 Demak, lulus pada tahun 2009. Penulis melanjutkan belajar di Perguruan Tinggi Negeri Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009 masuk melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Mahasiswa IPB). Selama di perkuliahan, selain tugas pokoknya belajar akademik, penulis juga aktif mengikuti beberapa kegiatan diluar akademik untuk memperoleh pengalaman. Pada tahun pertama, penulis menjadi salah satu pengurus di asrama TPB (Tingkat Persiapan Bersama) menjabat sebagai RT. Selanjutnya penulis juga pernah mengikuti kegiatan UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) Futsal, Taekwondo. Selain itu, penulis juga mengikuti salah satu kegiatan minat bakat sebagai Resimen Mahasiswa (Menwa). Pada kegiatan tersebut, selain menjadi anggota Menwa penulis juga pernah menjabat sebagai Wakil Komandan Menwa pada periode 2011-2012. Penulis juga pernah menjadi pengurus di Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman pada periode 2010-2011 dan 2011-2012.

Dokumen terkait