• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Instalasi Sistem Pengkondisian Udara

BAB II STUDI PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

3.11 Metode Instalasi Sistem Pengkondisian Udara

Pada tahapan ini penulis merencanakan metode instalasi mesin pendingin absorbsi yang sesuai dari standar instalasi Yazaki. Metode ini antara lain dari pemilihan lokasi penempatan mesin pendingin absorbsi, pondasi serta level ketinggian dari

lokasi.

BAB IV

PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Perhitungan Beban Pendingin

Perhitungan beban pendingin menjadi faktor utama dalam penentuan jenis mesin pendingin yang akan digunakan. Dalam perhitungan ini diperlukan data – data desain yang digunakan sebagai acuan dalam perhitungan. Data desain ini adalah,

1) Ruangan yang dikondisikan adalah Lab. Otomotif dan Lab. Pengujian Bahan

2) Temperatur ruangan yang dikondisikan maksimal 25°C 3) Temperatur udara luar sesuai dengan data dari BMKG diambil

dengan temperatur maksimal 32°C

4) Kelembaban relatif untuk ruangan sebesar 50%

Sedangkan data primer yang merupakan data yang diambil secara langsung dari lapangan, dalam hal ini merupakan data – data dari ruangan yang dikondisikan, yaitu pada ruang Lab. Bahan dan ruang Lab. Konversi Energi. Data – data ini adalah,

1) Material penyusun dinding : Batako dengan plester 2) Lebar Dinding

- Lab. Otomotif : 3 m

38

39

- Lab. Pengujian Bahan 3) Tinggi Dinding

: 3 m : 3.8 m

4) Luas Kaca Jendela -Lab. Pengujian Bahan

: Monitor 17 inch danCPU 420 W : Monitor 17 inch sejumlah 2

Beban pendingin pada dasarnya merupakan nilai perolehan kalor yang ada di ruangan. Nilai perolehan kalor ini terbagi menjadi 2 jenis yaitu, 1) Nilai Perolehan Kalor dari luar

 Perolehan kalor melalui dinding

Material penyusun dinding terdiri dari susunan plester-batako-plester.

Sehingga nilai U untuk dinding sebesar,

Uw =

=

2= 2.73 W/m .K

a. Lab. Otomotif

 Luas Dinding Barat Laut

A = = 11.4 m2

 CLTD = 19 K

= 591.318 W

41

b. Lab. Pengujian Bahan

 Luas Dinding Barat Laut

 Perolehan Kalor Melalui Kaca

a. Lab. Pengujian Bahan

a) Kalor yang( dikonduksikan)(

Sehingga nilai perolehan kalor total melalui kaca sebesar, Qg,total = + = 614.43 W

2) Nilai Perolehan Kalor dari dalam

 Perolehan Kalor dari Pengguna Ruangan

a. Lab. Otomotif

a) Kalor Sensibel

Nilai kalor sensibel adalah sebesar,

qs = 6 x 70 x 1

=420W

b) Kalor Laten

Nilai kalor laten adalah sebesar,

ql = 6 x 45

=270W

Q

Sehoingga nilai perolehan kalor total dari pengguna ruangan adalah sebesar,

=

420+270=690W

43

b. Lab. Pengujian Bahan a) Kalor Sensibel

Nilai kalor sensibel adalah sebesar,

= 6 x 70

= 420 W

b) Kalor Laten

Nilai kalor laten adalah sebesar, ql = 6 x 45

=270W

Sehingga nilai perolehan kalor total dari pengguna ruangan adalah sebesar,

Q

o =420+270=690W

 Perolehan Kalor dari Lampu

a. Lab. Otomotif

Qlamp = 26 x 12 x 1.27

= 396.24 W

 Perolehan Kalor dari Peralatan

a. Lab. Otomotif

Pada Lab. Otomotif terdapat satu buah monitor 17 inch, 1 buah CPU dan 1 buah printer. Sehingga nilai perolehan kalor dari peralatan adalah sebesar,

Qappliances = (65 + 70 + 130) x (8/24)

= 88.33 W b. Lab. Pengujian Bahan

Pada Lab. Otomotif terdapat dua buah monitor 17 inch, 2 buah CPU , 1 buah printer, 1 dispenser dan 1 kulkas. Sehingga nilai perolehan kalor dari peralatan adalah sebesar,

Qappliances= [(2 x 65) + (2 x 70) + 130 + 690 + 37] x (8/24)

= 375.67 W

Hasil perhitungan perolehan kalor sebagai beban pendingin untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Perolehan Kalor

45

Beban Laten

No. Item Lab. Otomotif Lab. Pengujian Bahan

1 Perolehan Kalor melalui Dinding 591.318 W 476.68 W

2 Perolehan Kalor melalui Kaca - 614.43 W

3 Perolehan Kalor melalui Plafon 1530 W 2295 W

4 Perolehan Kalor melalui partisi 524.4 W 786.6 W

5 Perolehan Kalor dari Pengguna 420 W 420 W

6 Perolehan Kalor dari Lampu 132.08 W 396.24 W

7 Perolehan Kalor dari Peralatan 88.33 W 375.67 W

1 Perolehan Kalor dari 270 W 270 W

Nilai perolehan kalor yang melalui dinding dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa pada lab otomotif memiliki nilai perolehan kalor melalui dinding yang lebih besar daripada lab. Pengujian bahan. Hal ini dikarenakan pada lab pengujian bahan, sisi dinding yang terkena cahaya matahari dalam perhitungan luasannya harus dikurangi dengan luasan kaca.

Nilai perolehan kalor yang melalui kaca dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa pada lab otomotif tidak diperhitungkan nilai kalor yang melalui kaca, hal ini

Beban Sensibel

dikarenakan tidak ada kaca pada sisi yang terkena cahaya matahari secara langsung.

Sedangkan pada lab pengujian bahan terdapat kaca pada sisi dinding yang terkena cahaya matahari secara langsung.

Nilai perolehan kalor yang melalui plafon atau langit – langit dihitung berdasarkan pada luasan dari plafon dan juga jenis material dari plafon. Di negara Indonesia, jenis material penyusun plafon umumnya terbuat dari gypsum. Luasan plafon pada lab pengujian bahan lebih besar daripada lab otomotif sehingga nilai perolehan kalor juga lebih besar.

Partisi berfungsi sebagai pembatas atau pembagi antara ruang yang dikondisikan dengan ruang yang tidak dikondisikan udaranya. Dalam memperhitungkan nilai perolehan kalor yang melalui partisi yang menjadi dasar adalah jenis material partisi, luasan partisi dan perbedaan temperatur antara ruang yang dikondisikan udara dengan ruang yang tidak dikondisikan udara. Nilai perolehan kalor yang melalui partisi pada lab pengujian bahan lebih besar daripada lab otomotif. Hal ini dikarenakan luasan partisi pada lab pengujian bahan lebih besar daripada lab otomotif.

Nilai perolehan kalor dari pengguna yang diperhitungkan dari kalor sensibel dan kalor laten menunjukkan bahwa memiliki nilai yang sama hal ini dikarenakan baik lab otomotif atau lab pengujian bahan, keduanya berkapasitas maksimum untuk 6 orang.

Lab pengujian bahan memiliki nilai perolehan kalor dari lampu yang lebih besar daripada leb otomotif. Hal ini dikarenakan total wattage lampu pada lab

47

pengujian bahan jauh lebih besar daripada lab otomotif. Total wattage lampu berdasarkan dari jenis lampu yang terpasang dan jumlah lampu yang terpasang.

Jumlah peralatan serta nilai watt dari peralatan mempengaruhi nilai perolehan kalor dari peralatan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai perolehan kalor pada lab pengujian bahan lebih besar daripada lab otomotif karena jumlah peralatan pada lab pengujian bahan lebih banyak dan total watt juga lebih besar.

Nilai perolehan kalor total dari tiap ruang kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan nilai perolehan kalor total sebagai dasar dalam pemilihan mesin pendingin absorbsi yang tepat. Selain itu hasil nilai perolehan kalor total perlu dikoreksi dengan Load Factor yang berdasarkan pada perbandingan kelembaban dan juga jenis atau tipikal konstruksi yang ada di Indonesia. Pada perancangan ini humidity ratio yang digunakan adalah 0.0136 kg uap/kg udara kering dan tipikal atau jenis konstruksi pada bangunan adalah medium construction. Sehingga nilai perolehan kalor total menjadi Qtotal = (3911.71 + 6198.08) x Load Factor

Qtotal = 10109.79 x 1.12 = 11322.96 W = 11.32 kW

4.2 Pemilihan Mesin Pendingin Absorbsi

Pemilihan mesin pendingin absorbsi yang sesuai mengacu pada Tabel 2.1, dari beban kalor total pendinginan sebesar 11.32 kW maka dapat dipilih mesin pendingin absorbsi dengan nomer seri WFC-SC5 dengan kapasitas pendinginan sebesar 17.6

kW. Karakteristik kerja dari mesin pendingin WFC-SC5 selanjutnya dapat ditentukan.

4.3.1 Karakteristik kerja dari WFC-SC5

 Temperatur masukan media kalor :88C

 Aliran media kalor : 1.2 L/s

 Temperatur masukan air pendingin :31C

 Aliran air pendingin : 2.6 L/s

 Temperatur keluaran air dingin :7C

 Aliran air dingin : 0.76 L/s

Perhitungan karakteristik kerja dari mesin pendingin WFC-SC10 berdasarkan pada Gambar 2.6, 2.7 dan 2.8

4.3.2 Kapasitas pendinginan yang tersedia

 CCF @88 C = 1.02

 Aliran media kalor = 1.2/1.2 = 100%

 HMFCF untuk 100% Flow = 1

 Kapasitas pendinginan yang tercantum = 17.6 kW

 Qe = 1.02 x 1 x 17.6 = 17.952 kW

 = 17.952 /( 4.2 x 0.76 ) = 5.62 C

 = 52.6 x (0.76/0.76) = 52.6 kPa

49

4.3.4 Kalor yang dibuang ke menara pendingin

 Qc = Qg + Qe

 Qc = 25.351 + 17.952 = 43.303 kW

 Laju Aliran air pendingin minimum sebesar 2.6 L/s

 Menara pendingin yang dipilih harus mampu membuang kalor minimal sebesar 43.303 kW pada laju aliran minimal sebesar 2.6 L/s

 = 43.303 /( 4.2 x 2.6 ) = 3.96 C

 = 38.6 x (2.6/2.6)2 = 38.6 kPa

4.3 Pemilihan Komponen Pelengkap

Pemilihan komponen pelengkap pada sistem pengkondisian udara ini menggunakan dasar dari perhitungan kinerja dari mesin pendingin absorbsi.

4.3.1 Pemilihan Solar Collector

Perhitungan kalor masukan pada kinerja mesin pendingin absorbsi menjadi dasar dalam pemilihan Solar Collector yang akan digunakan. Dari hasil perhitungan, dibutuhkan heat medium dengan temperatur masuk generator sebesar 88 C dan selisih antara media kalor sebesar 5.03 C. Sesuai dengan spesifikasi mesin

pendingin absorbsi dari Yazaki dengan nomer seri WFC-SC5, maka Solar Collector yang dibutuhkan harus memenuhi spesifikasi sebagai berikut,

 Tin =88C

 Tout =83C

 = 5.03 C

 Debit Air = 1.2 L/s

 Volume Air pada Tanki =10L

4.3.2 Pemilihan Cooling Tower

Perhitungan kalor yang dibuang ke menara pendingin pada kinerja mesin pendingin absorbsi menjadi dasar dalam pemilihan Cooling Tower yang akan digunakan. Dari hasil perhitungan, dibutuhkan Cooling Water dengan temperatur masuk generator sebesar 31 C

Tin =31C

= 3.96 C

Debit = 2.6 L/s

51

4.3.3 COP Mesin Pendingin Absorbsi

COP dari mesin pendingin merupakan perbandingan antara beban kalor dari ruangan dengan kalor input pada mesin pendingin. Pada perancangan ini mesin pendingin bekerja dengan energi kalor dari solar collector sehingga cop mesin pedingin absorbsi adalah sebagai berikut,

COP =

COP = = 0.446

4.3.4 Perancangan Sistem Distribusi Udara

Perhitungan kapasitas pendinginan yang tersedia pada kinerja mesin pendingin absorbsi menjadi dasar dalam pemilihan Fan Coil Unit (FCU) yang akan digunakan.

Dari hasil perhitungan, Chilled Water yang akan dialirkan ke ruangan melalui FCU memiliki temperatur 7 C. dalam pemilihan FCU yang digunakan perlu dipertimbangkan desain dari ducting atau saluran distribusi udara ke ruangan. Dalam menentukan desain ducting menggunakan metode Equal Friction. Dalam perancangan sistem distribusi udara, sesuai dengan SNI 03-6572-2001 maka,

Kebutuhan udara ventilasi ( Lab. Otomotif) = (0.15 (m3/min)/ orang) x 4 =

3 3

- Kebutuhan udara ventilasi ( Lab. Bahan) = (0.15 (m3/min)/ orang) x 6

= 0.9 m3/min = 0.015 m3/s

- Kalor yang harus dibuang = 11.32 kW

- Udara yang jatuh di atas kepala tidak lebih dari 0.25 m/s.

a. Saluran Distribusi Udara untuk Lab. Otomotif

Tabel 4.2 Metode Equal Friction untuk saluran distribusi udara

Friction Section Leng (m th Airflow (m3/s) Diameter (mm) Velocity (m/s) Loss

(Pa/m)

0-1 2 1.160 500 5.9 0.785812

1-2 0.5 0.580 500 3.0 0.210553

1-3 1 0.580 500 3.0 0.210553

3-4 0.5 0.580 500 3.0 0.210553

2 4

0

1 3

Gambar 4.1 Layout Supply Duct untuk Lab. Otomotif

53

Gambar 4.2 Layout Supply Return untuk Lab. Otomotif

b. Saluran Distribusi Udara untuk Lab. Otomotif

Tabel 4.3 Metode Equal Friction untuk saluran distribusi udara

Length Airflow Diameter Velocity Friction

Section Loss

(m) (m3/s) (mm) (m/s) (Pa/m)

0-1 2 1.74 500 8.9 1.70

1-2 1 0.58 500 3.0 0.21

1-3 2 1.16 500 5.9 0.79

3-4 1 0.58 500 3.0 0.21

3-5 2 0.58 500 3.0 0.21

2 4 5 0

1 3

Gambar 4.3 Layout Supply Duct untuk Lab. Pengujian Bahan

Gambar 4.4 Layout Supply Return untuk Lab. Pengujian Bahan

4.4 Pembahasan

Perancangan ini membahas mengenai perencanaan sistem pengkondisian udara dengan menggunakan mesin pendingin absorbsi. Dari hasil perhitungan beban pendingin maka dapat dipilih mesin pendingin absorbsi yang memiliki kapasitas yang mampu mencukupi kebutuhan pada kedua ruang. Pada perencanaan ini mesin pendingin buatan PT. Yazaki yang dipilih adalah tipe Water-Fired Chiller dengan nomer seri SC-5 yang memiliki kapasitas pendinginan sebesar 17.6 kW. Penentuan

55

spesifikasi dari komponen pelengkap untuk sistem pengkondisian udara telah dilakukan pada sub bab 4.3.

Setelah melalui tahap perhitungan beban pendingin dan penentuan spesifikasi komponen pelengkap dari sistem pengkondisian udara, maka tahap selanjutnya adalah merencanakan sistem distribusi fluida pada sistem yang meliputi sistem perpipaan untuk Cooling Tower, Chilled Water dan Heat Medium. Perencanaan sistem perpipaan tersebut sesuai dengan aturan dari PT Yazaki maka harus mengikuti panduan instalasi sistem perpipaan yang telah ditentukan agar sistem dapat beroperasi dengan optimal.

Selain itu, langkah instalasi untuk mesin pendingin juga harus mengikuti aturan dari PT Yazaki yang diantaranya mengatur tentang pondasi dari dudukan mesin pendingin absorbsi dan juga lokasi atau clearance pada saat pemasangan.

4.4.1 Sistem Perpipaan

Sistem perpipaan pada perancangan pengkondisian udara ini menggunakan acuan dari PT Yazaki. Sistem perpipaan untuk mesin absorbsi secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 4.5

Gambar 4.5 Sistem Perpipaan Keseluruhan

(Sumber:Yazaki Water Fired Chiller, 2013)

Sistem perpipaan ini dapat dibagi menjadi 3 bagian utama yaitu,

4.4.2 Sistem Perpipaan Cooling Water

Jika memungkinkan, menara pendingin harus dipasang pada level yang sama atau di atas level chiller. Jika tidak memungkinkan, pertimbangan yang cermat harus diberikan untuk pencegahan drainase dan hilangnya air pendingin karena limpahan menara.

Gambar 4.6 Sistem Perpipaan Cooling Water

(Sumber:Yazaki Water Fired Chiller, 2013)

Seperti halnya sambungan air dingin, katup keseimbangan harus dipasang pada saluran air pendingin dan katup stop dipasang pada saluran air pendingin. Kedua katup harus dekat dengan chiller. Setelah secara menyeluruh menguji kebocoran, isolasi sirkuit perpipaan, memastikan penghalang uap yang memadai diperoleh. Pastikan untuk mengizinkan akses ke katup, sumur, dan port yang mungkin ada. Selain itu, pastikan panel pendingin tidak dibatasi oleh isolasi.

57

Selain itu, harus ada katup flush and drain yang dipasang di antara mesin absorbsi dan katup balance/stop sehingga memungkinkan untuk pembilasan koil absorber-kondensor jika diperlukan.

4.4.3 Sistem Perpipaan Chilled Water

Gambar 4.7 Sistem Perpipaan Chilled Water

(Sumber:Yazaki Water Fired Chiller, 2013)

Katup keseimbangan harus dipasang di outlet air dingin dan katup stop harus dipasang di saluran air dingin. Kedua katup harus ditempatkan di dekat chiller. Setelah menguji kebocoran secara menyeluruh, isolasi sirkuit perpipaan, memastikan penghalang uap yang memadai. Akses untuk ke katup, sumur, dan port harus tersedia dan juga pastikan bahwa panel pendingin tidak dibatasi oleh isolasi pipa.

Aturan perpipaan dan konvensi yang digunakan dengan chiller Yazaki persis sama dengan yang digunakan dengan chiller tipe lain seperti Thermo-well, pengukur

tekanan, dll. dapat dipasang di inlet dan / atau outlet dari setiap koneksi rangkaian fluida untuk memfasilitasi startup, perawatan di masa depan, dan pemeliharaan rutin.

Saringan di setiap sirkuit, terutama sirkuit air pendingin, juga direkomendasikan.

Saringan ini harus ditempatkan sebelum koneksi saluran masuk chiller.

4.4.4 Sistem Perpipaan Heat Medium

Perpipaan medium panas mengandung air panas untuk menggerakkan sistem absorbsi. Selama air ini tetap pada 158-203°F (70-95°C), uap refrigeran dapat dibebaskan dalam jumlah yang dapat digunakan. Jika katup mixing akan digunakan untuk mengontrol temperatur ini, maka tidak boleh dikombinasikan dengan katup bypass medium kalor. katup mixing dan katup bypass harus menjadi kontrol yang terpisah dan berbeda.

Gambar 4.8 Sistem Perpipaan Heat Medium

(Sumber:Yazaki Water Fired Chiller, 2013)

59

Perangkat utama yang diperlukan untuk pengoperasian unit yang benar adalah katup bypass medium panas. Ketika unit membutuhkan media panas akan mengirim sinyal ke katup ini untuk terbuka. Ketika unit tidak memerlukan media panas, karena alasan apapun, katup ini akan diperintahkan untuk pindah ke posisi bypass.

Katup balancing harus dipasang berdekatan dengan outlet media panas untuk memfasilitasi penyesuaian laju aliran. Stop valve harus dipasang berdekatan dengan inlet medium panas dan harus tetap terbuka penuh setiap saat ketika unit dimaksudkan untuk beroperasi. Isolasi pipa setelah pengujian kebocoran untuk membantu mencegah kehilangan panas dan memastikan bahwa semua katup stop, katup penyeimbang, dan sumur termal dapat diakses.

Perhitungan kalor masukan pada kinerja mesin pendingin absorbsi menjadi dasar dalam pemilihan Solar Collector yang akan digunakan. Dari hasil perhitungan, dibutuhkan heat medium dengan temperatur masuk generator sebesar 88 C dan selisih antara media kalor sebesar 5.03 C. Sesuai dengan spesifikasi mesin

pendingin absorbsi dari Yazaki dengan nomer seri WFC-SC5, maka Solar Collector yang dibutuhkan harus memenuhi spesifikasi sebagai berikut,

 Tin =88C

 Tout =83C

 = 5.03 C

 Debit Air = 1.2 L/s

 Volume Air pada Tanki =10L

4.4.5 Metode Instalasi

Metode instalasi unit pendingin absorbsi buatan dari PT Yazaki mengikuti prosedur instalasi yang tersedia. Dalam instalasi unit ini terdiri dari beberapa tahapan yang perlu dipenuhi agar unit pendingin dapat terinstal dan beroperasi sesuai dengan prosedur. Tahapan ini adalah,

4.4.6 Lokasi

Perhatian khusus harus diberikan ketika menempatkan mesin untuk memberikan jarak yang memadai untuk akses ke setiap sisi mesin. Pemeliharaan sebagian besar dilakukan melalui bagian depan unit, tetapi dalam skenario perbaikan, setiap panel di sisi mana pun mungkin perlu dilepas untuk mengakses komponen di belakangnya.

Berikut adalah tabel dari clearance atau jarak yang dibutuhkan pada lokasi pemasangan unit mesin

Tabel 4.4 Clearance di Lokasi Instalasi

61

4.4.7 Pondasi

Unit pendingin harus dipasang pada fondasi yang rata dan tidak mudah terbakar yang mampu menopang bobot alat berat yang cukup besar. Ini sangat penting untuk tahapan instalasi. Selalu pastikan struktur tidak hanya dapat menopang unit pendingin, tetapi juga pompa, perpipaan, menara pendingin, dll. Sebagaimana diperlukan. Area harus dikeringkan dengan baik dan setidaknya 2 meter dari tepi.

Selain itu, direkomendasikan platform atau jalan setapak yang sesuai disediakan di semua sisi unit. Jika chiller harus dipasang di luar, di permukaan tanah, pastikan dasar beton dan tanah di bawahnya cukup untuk tugas tersebut. Menetap dari waktu ke waktu dapat menyebabkan unit menjadi tidak rata, yang dapat berdampak negatif pada kinerja dan umur unit. Fondasi beton direkomendasikan untuk ukuran memanjang setidaknya 300 mm di luar unit di semua arah untuk mengakomodasi instalasi unit.

Gambar 4.5 Aturan Konstruksi dari Pondasi

(Sumber:Yazaki Water Fired Chiller, 2013)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil perencanaan sistem pengkondisian udara dengan menggunakan mesin pendingin absorbsi dapat ditarik beberapa kesimpulan yang sinkron dengan tujuan awal perencanaan sebagai berikut,

a) Beban pendinginan total untuk kedua ruangan adalah sebesar 11.32 kW.

Beban pendinginan ini berfungsi untuk menentukan mesin pendingin absorbsi yang sesuai.

b) COP mesin pendingin absorbs yang diperoleh adalah sebesar 0.446 dengan sistem pengkondisian udara menggunakan mesin pendingin absorbsi buatan dari PT. Yazaki dengan nomer seri WFC-SC5 yang mempunyai spesifikasi sebagai berikut,

 Temperatur masukan media kalor :88C

 Aliran media kalor : 1.2 L/s

 Temperatur masukan air pendingin :31C

 Aliran air pendingin : 2.6 L/s

 Temperatur keluaran air dingin :7C

 Aliran air dingin : 0.76 L/s

Spesifikasi mesin pendingin absorbsi diatas menjadi dasar dalam pemilihan komponen pelengkap berupa Solar Collector, Cooling Tower dan Fan Coil Unit.

62

63

5.2 Saran

Dari hasil perencanaan sistem pengkondisian udara dengan menggunakan mesin pendingin absorbsi dapat diberikan beberapa saran dari penulis sebagai berikut,

a) Untuk perancangan selanjutnya, ruang yang dikondisikan akan lebih baik apabila ditambahkan menjadi beberapa ruang, sehingga distribusi udara akan merata untuk semua ruang.

b) Perlu dilakukan sebuah penelitian dengan rancang bangun mesin pendingin absorbsi yang sesuai untuk skala kecil dengan COP yang optimal

DAFTAR PUSTAKA

Adhikari, Jhalak Raj. 2012. “Design and Analysis of Solar Absorption Air Cooling System for an Office Building”. Rentech Symposium Compendium. 2. Hal 22- 29

ASHRAE, Fundamentals Handbook, Atlanta, 2001

Falahatkar, Amir. 2011. “Analysis of Solar Lithium Bromide-Water Absorption Cooling System with Heat Pipe Solar Collector”.

Solar Thermal Applications. Hal 3889 – 3896

Florides, G.A. 2012. “Design and Construction of a LiBr-water Absorption Machine”. Energy Conversion and Management. 44. Hal 2483-2508

Geankopolis, Christie J. 1993. Transport Processes and Unit Operations. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Gunawan, Nico. 2003. “Perencanaan Mesin Pendingin Sistem Absorbsi pada Student Facility”.Skripsi. Universitas Kristen Petra Surabaya

Holman, J.P. 2010. Heat transfer. New York:McGraw-Hill

Jaruwongwittaya, Tawatchai. 2010. “A Review: Renewable Energy with Absorption Chillers in Thailand”. Renewable and Sustainable Energy Reviews. 14. Hal 1437 - 1444

Kern, Donald Q. 1965. Process Heat Transfer. Jepang: McGraw-Hill

Kreith, Frank. 2011. Principles of Heat Transfer. Stamford: Cengage Learning Prasartkaew, Boonrit. 2014. “Performance Test of a Small Size

LiBr-H2O Absorption Chiller”. Energy Procedia. 56.

Hall 487 – 497

Waluyo, Joko. 1990. “Mesin Pendingin Absorbsi dengan Pelayanan Steam Untuk Hotel Berbintang”.Tesis. Universitas Gajah Mada Yogyakarta

LAMPIRAN

Dokumen terkait