• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN SISTEM PENGKONDISIAN UDARA DENGAN MENGGUNAKAN MESIN PENDINGIN ABSORBSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERENCANAAN SISTEM PENGKONDISIAN UDARA DENGAN MENGGUNAKAN MESIN PENDINGIN ABSORBSI"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

i SKRIPSI

PERENCANAAN SISTEM PENGKONDISIAN UDARA DENGAN

MENGGUNAKAN MESIN PENDINGIN ABSORBSI

Disusun untuk memenuhi syarat menyelesaikan studi Jenjang Strata I Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Sains & Teknologi AKPRIND

Yogyakarta

Disusun Oleh :

SLAMET WAYANG RIADI 141031102

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT SAINS

TEKNOLOGI AKPRIND YOGYAKARTA

2020

(2)

ii

ABSORPTION CHILLER

Arranged to fulfill the requirement for completing undergraduate degree Department of Mechanical Engineering, Faculty of Industrial Technology

Institute of Science & Technology AKPRIND Yogyakarta

Written by :

SLAMET WAYANG RIADI 141031102

DEPARTMENT OF MECHANICAL ENGINEERING FACULTY OF INDUSTRIAL TECHNOLOGY INSTITUT

SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND YOGYAKARTA

2020

(3)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul perencanaan sistem pengkondisian udara dengan menggunakan mesin pendingin absorbsi ini sepenuhnya karya sendiri. Tidak ada bagian di dalamnya yang merupakan plagiat dari karya orang lain dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Yogyakarta, 05 Mei 2020

Slamet Wayang Riadi

(4)

iv DENGAN

MENGGUNAKAN MESIN PENDINGIN ABSORBSI

Disusun untuk memenuhi syarat menyelesaikan studi Jenjang Strata I Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri

Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta

Disusun Oleh

Nama : Slamet Wayang Riadi NIM 141031102

Jenjang : Strata-1 (S1)

Yogyakarta, 05 Mei 2020 Menyetujui

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.T. Ir. Hary Wibowo, M.T

NIK: 88.0255.359.E NIK: 89.0661.379.E

Mengetahui

Ketua Jurusan Teknik Mesin Nidia Lestari,

ST., MEng

Digitally signed by Nidia Lestari, ST., MEng DN: cn=Nidia Lestari, ST., MEng gn=Nidia Lestari, ST., MEng c=ID Indonesia l=ID Indonesia ou=Jurusan Teknik Mesin [email protected] Reason: I am approving this document Location:

Date: 2020-05-14 23:10+07:00

Nidia Lestari, S.T., M.Eng NIK: 14.1187.705.E

(5)

v

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI

Skipsi ini telah diujikan dan dipertahankan dihadapan tim penguji dan dinyatakan lulus pada Skripsi tingkat Strata-1 Program Studi Teknik Mesin, Jurusan Teknik Mesin,

Fakultas

Hari : Selasa Tanggal : 05 Mei 2020

No. TIM PENGUJI TTD

Teknologi Industri, Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta

Disusun Oleh :

Nama : Slamet Wayang Riadi

NIM : 141031102

Fakultas : Teknologi Industri Program Studi : Teknik Mesin Jenjang : Strata-1 (S1) Konsentrasi : Konversi Energi

Telah diujikan pada

1 Dr. A. A. Putu Susastriawan, ST., M.Tech.

2 Ir. Hary Wibowo, MT.

3 Prof. Dr. Ir. Sudarsono, MT.

(6)

vi

Begitu pun mereka yang telah sukses. Kesuksesan luar biasa yang mereka raih seringkali setelah mengalami kegagalan yang teramat”

(7)

vii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan kesehatan, kekuatan serta Rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan skripsi ini yang merupakan buah perjuangan panjang dan akan menjadi titik awal dari berbagai harapan dan cita – cita.

Dengan penuh rasa hormat yang tidak terhingga, laporan skripsi ini penulis persembahkan kepada :

1. Orang Tua, atas segala perhatian, doa, dan dukungan baik moral maupun material yang telah diberikan.

2. Ibu Nidia Lestari, S.T., M.Eng selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Sains & Teknologi Akprind Yogyakarta,yang telah berkenan memberi kesempatan kepada mahasiswanya agar dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.T. selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Ir. Hary Wibowo, M.T selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Teman – teman seperjuangan dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu – satu serta telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan laporan ini.

(8)

viii

membangun sangat diharapkan. Akhirnya, penulis berharap penulisan skripsi ini dapat bermanfaat untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, 05 Mei 2020

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang Maha Esa, atas segenap rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan laporan skripsi.

Skripsi merupakan salah satu syarat yang wajib ditempuh untuk menyelesaikan Program Sarjana di Program studi Teknik Mesin, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Sains & Teknologi Akprind. Skripsi bertujuan untuk memberikan aplikasi nyata kepada mahasiswa agar mampu menerapkan teori – teori yang diperoleh di bangku perkuliahan untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di lapangan dan dapat menjembatani antara sisi akademis dengan keadaan nyata di lapangan.

Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Orang Tua, atas segala perhatian, doa, dan dukungan baik

moral maupun material yang telah diberikan.

2. Ibu Nidia Lestari, S.T., M.Eng selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Sains & Teknologi Akprind Yogyakarta,yang telah berkenan memberi kesempatan kepada mahasiswanya agar dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.T. selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Ir. Hary Wibowo, M.T selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

(10)

x menyelesaikan laporan ini.

Penulis berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menyajikan yang terbaik dalam penulisan laporan skripsi ini. Namun kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan. Akhirnya, penulis berharap penulisan skripsi ini dapat bermanfaat untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, 05 Mei 2020

(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR...ix DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... ..xiv

INTISARI & ABSTRACT ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Batasan Masalah ... 2

1.4 Tujuan ... 3

1.5 Manfaat ... 3

1.6 Sistematika Penyusunan Laporan Skripsi ... 3

BAB II STUDI PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ... 5

2.1 Studi Pustaka ... 5

2.2 Perpindahan Panas ... 8

2.3 Pengkondisian Udara ... 13

2.4 Perhitungan Beban kalor Pendinginan ... 18

2.5 Teori Dasar Pemilihan Mesin Pendingin Absorbsi ... 22

(12)

xii

3.2 Ide Perencanaan ... 29

3.3 Studi Pustaka ... 29

3.4 Pengumpulan Data ... 30

3.5 Data Primer ... 30

3.6 Data Sekunder ... 34

3.7 Perhitungan Beban Pendinginan ... 36

3.8 Pemilihan Mesin Pendingin Absorbsi ... 37

3.9 Pemilihan Komponen Pelengkap... 37

3.10 Sistem Perpipaan Pada Sistem Pengkondisian Udara ... 37

3.11 Metode Instalasi Sistem Pengkondisian Udara ... 37

BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 38

4.1 Perhitungan Beban Pendingin ... 38

4.2 Pemilihan Mesin Pendingin Absorbsi ... 47

4.3 Pemilihan Komponen Pelengkap... 49

4.4 Pembahasan ... 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

5.1 Kesimpulan... 62

5.2 Saran ... 63 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(13)

DAFTAR TABEL

xiii

Tabel 2.1 Model Mesin Pendingin Absorbsi ... 23

Tabel 3.1 CLTD untuk perhitungan beban pendingin ... 34

Tabel 3.2 GLF untuk perhitungan beban pendingin dari kaca ... 35

Tabel 3.3 Nilai SC dan U ... 35

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Perolehan Kalor ... 45

Tabel 4.2 Metode Equal Friction untuk Lab. Otomotif... 52

Tabel 4.3 Metode Equal Friction untuk Lab. Pengujian Bahan ... 53

Tabel 4.4 Clearance di Lokasi Instalasi ... 60

(14)

xiv

Gambar 2.1 Perbandingan Konsumsi Energi ... 6

Gambar 2.2 Mesin Pendingin Absorbsi ... 7

Gambar 2.3 Skema Diagram Mesin Pendingin Absorbsi ... 9

Gambar 2.4 Konduksi pada Dinding ... 10

Gambar 2.5 Perpindahan Panas Secara Konveksi ... 12

Gambar 2.6 Skema Sistem Pendingin Kompresi Uap ... 14

Gambar 2.7 Skema Sistem Pendingin Absorbsi ... 22

Gambar 2.8 Grafik Load Factor ... 24

Gambar 2.9 Karakteristik Kerja Mesin Pendingin Absorbsi ... 25

Gambar 2.10 Kesetimbangan Kalor dari Mesin Pendingin Absorbsi .... 26

Gambar 3.1 Diagram Alir Perencanaan ... 27

Gambar 3.2 Gambaran Umum Perencanaan ... 28

Gambar 3.3 Denah Ruang Lab. Otomotif ... 29

Gambar 3.4 Denah Ruang Lab Pengujian Bahan ... 32

Gambar 4.1 Layout Supply Duct untuk Lab. Otomotif ... 52

Gambar 4.2 Layout Supply Return untuk Lab. Otomotif... 53

Gambar 4.3 Layout Supply Return untuk Lab Pengujian Bahan ... 54

Gambar 4.4 Layout Supply Return untuk Lab Pengujian Bahan ... 54

Gambar 4.5 Sistem Perpipaan Keseluruhan ... 55

(15)

xv

Gambar 4.6 Sistem Perpipaan Cooling Water ... 56

Gambar 4.7 Sistem Perpipaan Chilled Water ... 57

Gambar 4.8 Sistem Perpipaan Heat Medium ... 58

Gambar 4.9 Aturan Konstruksi dari Pondasi ... 61

(16)

xvi ABSTRACT

This design aims to choose the type of absorption chiller which is suitable for material testing and engine performance laboratory. Absorption chiller is selected to replace the compression system for air conditioning because absorption chiller is environmentally friendly and low maintenance cost.

The design has been done through the process of calculating cooling load for each room in respect of external and internal cooling load. Cooling load that has been achieved becomes a basic to determine which absorption chiller is suitable for 2 rooms. The design based on the data of absorption chiller from Yazaki

The design yield cooling load total is 11.32 kW and absorption chiller that being used is WFC SC5 which has cooling load capacity 17.6 kW. This design also give steps to install absorption chiller at the site which include foundation, clearance, etc Keywords:

absorption, chiller, cooling load.

INTISARI

Perancangan ini bertujuan untuk memilih jenis pendingin absorbsi yang sesuai untuk lab pengujian material dan lab prestasi mesin. Pendingin absorbsi dipilih untuk menggantikan system kompresi untuk pengkondisian udara karena pendingin absorbsi lebih ramah lingkungan dan biaya perawatan yang rendah.

Perancangan yang telah dilakukan melalui proses perhitungan beban pendingin total untuk kedua ruangan dengan menggunakan acuan beban luar dan beban dalam.

Beban pendinginan yang diperoleh menjadi dasar dalam menentukan pendingin absorbsi yang cocok untuk kedua ruangan. Perancangan ini berdasarkan data pendingin absorbsi dari PT. Yazaki.

Dari hasil perancangan menghasilkan beban pendingin ruangan sebesar 11.32 kW dan mesin pendingin absorbs yang digunakan adalah tipe WFC SC5 yang memiliki kapasitas pendingin sebesar 17.6 kW. Desain ini juga memberikan langkah – langkah untuk memasang pendingin absorbsi pada lokasi yang ditentukan seperti pondasi dan jarak ruang.

Kata Kunci: absorbsi, pendingin,beban pendingin

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penggunaan mesin pendingin di Indonesia yang memiliki iklim tropis dirasa menjadi suatu kebutuhan. Penggunaan mesin pendingin akhir – akhir ini semakin luas, mulai dari rumah tinggal, perkantoran, hotel, mobil, rumah sakit dan industri.

Hal ini mengacu pada hukum Termodinamika II tentang istilah pengkondisian udara dan refrigerasi. Meskipun keduanya mempunyai ruang lingkup yang berbeda namun mereka saling berkaitan satu sama lain. Pengkondisian udara sendiri berarti pengaturan temperatur, kelembaban dan kualitas udara sebagai usaha manusia untuk mendapatkan kondisi lingkungan yang nyaman. Sedangkan refrigerasi sendiri digunakan untuk berbagai kebutuhan proses tertentu misalnya pada pendinginan rumah tangga, keperluan umum dan industri yang meliputi penggunaan refrigerasi pada desalting, cold storage, dan ice skating rinks.

Penggunaan pengkondisi udara yang ada di Indonesia umumnya menggunakan sistem kompresi uap yang berakibat buruk pada lapisan ozon karena menggunakan refrigeran ( CFC ), meskipun akhir – akhir ini para peneliti telah menemukan berbagai refrigeran yang ramah lingkungan, namun semua itu dirasa belum cukup karena mesin pendingin sistem kompresi uap ini membutuhkan daya listrik yang cukup besar. Sehingga dibutuhkan mesin pendingin yang ramah lingkungan dan tidak membutuhkan daya listrik yang cukup besar.

(18)

Sebagai alternatif dari pengkondisi udara yang menggunakan sistem kompresi uap dapat dirancang suatu pengkondisi udara absorpsi yang menggunakan air sebagai refrigerant. Air disini akan dicampurkan dengan campuran LiBr. Selain ramah lingkungan pengkondisi udara absorpsi ini membutuhkan daya listrik yang lebih kecil dibandingkan dengan mesin pendingin kompresi uap. Mesin pendingin ini menggunakan energi matahari sebagai sumber energi utamanya dimana di Indonesia panas matahari sangat mudah untuk didapatkan. Pada perancangan ini menggunakan solar collector untuk mendapatkan energi panas dari matahari yang spesifikasi dari solar collector tersebut tergantung dari beban pendinginan pada ruangan.

1.2 Perumusan Masalah

- Bagaimana beban pendinginan pada ruangan?

- Bagaimana sistem pengkondisian udara menggunakan mesin pendingin absorbsi?

- Bagaimana COP mesin pendingin absorbsi pada sistem pengkondisian udara tersebut?

1.3 Batasan Masalah

Pada skripsi Perencanaan Sistem Pengkondisian Udara dengan Menggunakan Mesin Pendingin Absorbsi batasan – batasannya adalah:

 Ruang yang dipakai adalah Lab. Bahan dan Lab. Konversi Energi

 Gedung dipakai pada pukul 07.00 – 17.00

 Temperatur desain untuk beban pendinginan maksimum sebesar 25 °C

(19)

3

 Perencanaan hanya dibatasi pada satu sistem pengkondisian udara yang berisi Cooling Tower, Chilling Tower, Solar Collector dan Mesin Pendingin Absorbsi yang sesuai.

1.4 Tujuan

- Melakukan perhitungan beban pendinginan pada Lab. Bahan dan Lab. Konversi Energi

- Melakukan perhitungan COP mesin pendingin absorbsi 1.5 Manfaat

Dengan perencanaan ini diharapkan Kampus IST Akprind dapat menjadi pelopor dalam menerapkan sistem pendingin yang ramah lingkungan.

1.6 Sistematika penyusunan Laporan Skripsi

Sistematika penulisan skripsi dibuat dengan tujuan mempermudah dalam mengetahui proses dari awal penelitian yaitu, latar belakang masalah, rumusan masalah, tinjauan pustaka, landasan teori, dan metodologi penelitian, sampai dengan proses akhir yaitu, pembahasan dan kesimpulan. Sistematika penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

 BAB I: PENDAHULUAN

Berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan skripsi, manfaat skripsi, serta sistematika penulisan.

 BAB II : LANDASAN TEORI

Berisi tentang uraian singkat tentang penelitian atau perancangan terdahulu yang masih berhubungan dengan topik skripsi ini serta berisi tentang prinsip kerja mesin pendingin absorbsi dan mesin pendingin

(20)

kompresi, teori dasar untuk perhitungan beban pendinginan, teori dasar pemilihan komponen sistem pengkondisian udara yang sesuai.

 BAB III : METODE PERENCANAAN

Berisi tentang tahapan – tahapan dalam Perencanaan Sistem Pengkondisian Udara dengan Menggunakan Mesin Pendingin Absorbsi.

 BAB IV: PEMBAHASAN

Berisi tentang perhitungan beban pendingin, pemilihan komponen sistem pengkondisian udara yang sesuai serta perhitungan COP mesin pendingin absorbsi pada sistem pengkondisian udara tersebut.

 BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

Berisi kesimpulan dan saran dari Perencanaan Sistem Pengkondisian Udara dengan Menggunakan Mesin Pendingin Absorbsi.

(21)

BAB II

STUDI PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Studi Pustaka

Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis melakukan studi terlebih dahulu baik itu pada buku – buku yang berkaitan dengan mesin pendingin absorbsi atau pada jurnal – jurnal penelitian terdahulu. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai penelitian atau perancangan yang pernah dilakukan yang berkaitan dengan mesin pendingin absorbsi.

Jaruwongwittaya dan Chen melalui jurnalnya yang berjudul “A review: Renewable energy with absorption chillers in Thailand”yang diterbitkan pada tanggal 17 Januari 2010

menyatakan bahwa perbandingan energi listrik yang diperlukan untuk pengkondisian udara dengan konsumsi listrik total hampir setengahnya atau bahkan lebih di Thailand. Diantara sumber energi terbarukan yang tersedia, energi matahari adalah pilihan yang tepat digunakan pada peralatan dengan temperatur rendah dan memiliki banyak keunggulan seperti, biaya operasi rendah, ketersediaan yang cepat dan emisi tanpa polusi. Oleh karena itu,sistem energi suryamerupakan cara yang menjanjikan untuk mengurangikonsumsi sumber energi tak terbarukan.Rata-rata potensi energi surya tahunan di Thailand adalah 18,2 MJ / m2 / hari, dimanaintensitasnyacukup tinggi; sebagai hasilnya, energi surya dapat digunakan di dalam mesin pendingin absorbsi Lithium Bromide. Daya yang diperoleh dari energi surya digunakan dalam generator dan biaya kolektor surya yang rendah. Namun, jarang ditemukan mesin pendingin absorbsi dipasang di perumahan kecil karena ukuran mesin pendingin absorbsi yang cukup besar.

5

(22)

Hal ini dimungkinkan untuk menghasilkan sistem pengkondisian udara absorbsi ukuran kecil untuk bangunan perumahan dengan menggunakan energi surya.

Tabel 2.1 Perbandingan konsumsi energi di negara Thailand untuk pendinginan

Boonrit Prasartkaew melalui jurnalnya yang berjudul “Performance Test of a Small Size LiBr-H2O Absorption Chiller”yang diterbitkan pada tahun 2014 melakukan penelitian

mengenai mesin pendingin absorbsi skala kecil yang dikembangkan dari mesin pendingin absorbsi komersial yang rusak. Mesin pendingin yang digunakan pada penelitiannya menggunakan water-fired single-effect yang dilengkapi dengan menara pendingin dan kipas yang diproduksi oleh Yazaki Company dengan model WFC-600s dan memiliki kapasitas pendinginan sebesar 7 kW.

Gambar 2.1 Mesin Pendingin Absorbsi yang digunakan Boonrit Prasartkaew

(23)

7

Dari hasil penelitiannya setelah merenovasi mesin pendingin yang rusak didapatkan bahwa mesin pendingin ini dapat beoperasi sekitar 75% dari kapasitas nominalnya.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kondisi cuaca lokal dan larutan yang digunakan adalah larutan kuat 59% hasilnya, Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas pendinginan memenuhi beban pendinginan ruang pendingin. Untuk mendapatkan COP yang tinggi, mesin pendingin ini seharusnya beroperasi dengan temperatur air panas sebesar 85C

Jhalak Raj Adhikari, Bivek Baral, Ram Lama, Badri Aryal, dan Roshan Khadka melalui jurnalnya yang berjudul “Design and analysis of solar absorption air cooling system for an office building” melakukan desain dan analisa sistem pendingin absorbsi berbasis energi matahari. Setelah dilakukan perhitungan beban pendinginan diperoleh hasil sebesar 5 kW. Dari analisa termodinamika diperoleh 2COP dari sistem sebesar 0.77 dan luas dari solar collector sebesar 8 m .

Gambar 2.2 Skema Diagram mesin Pendinginan Absorbsi hasil analisa Jhalak Raj Adhikari dkk.

(24)

Amir Falahatkar dan M. Khalaji Assadi melalui jurnalnya yang berjudul

“Analysis of Solar Lithium Bromide-Water Absorption Cooling System with Heat Pipe Solar Collector” melakukan analisa secara teknis dan ekonomis. Dari analisa yang dilakukan terhadap luasan sebesar 280 m2 dan didapatkan luas dari Solar Collector optimal sebesar 45 m2 dan waktu untuk kembalinya modal diperkirakan sekitar 13 tahun.

Egi Mugairo dengan tugas akhirnya yang berjudul “Perancangan Sistem Pengkondisian Udara pada Ruang Auditorium IST Akprind Yogyakarta”

melakukan perhitungan beban pendinginan pada ruangan Auditorium didapatkan hasil perhitungan beban pendinginan sebesar 565778 Btu/hr atau sekitar 165.81 kW.

2.2 Perpindahan Panas

Perpindahan panas adalah perpindahan energi panas karena adanya perbedaan temperatur sehingga panas akan mengalir dari temperatur tinggi ke temperatur yang lebih rendah. Energi panas dapat dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lain dengan 3 macam proses. Ketiga macam proses itu adalah,

 Konduksi

 Konveksi

 Radiasi

Proses konduksi terjadi apabila gradien temperatur terjadi dalam medium yang diam, dimana medium tersebut berupa zat padat maupun zat cair, sehingga

(25)

9

ada proses perpindahan panas melalui medium itu. Konveksi merupakan perpindahan panas yang terjadi antara suatu permukaan dengan fluida yang mengalir diatasnya dimana terdapat perbedaan temperatur diantara keduanya.

Proses yang ketiga adalah radiasi dimana terdapat perubahan bentuk energi dari energi internal sumber panas menjadi energi elektromagnetik untuk proses pindahannya, kemudian kembali lagi menjadi internal energi pada penerimanya.

2.2.1 Konduksi

Laju perpindahan kalor sebanding dengan perbedaan temperatur yang terjadi, seperti yang dapat dilihat pada persamaan:

(2.1) dimana k adalah konstanta kesebandingan yang disebut dengan konduktivitas termal yang merupakan sifat dari material. Tanda minus dimasukkan untuk membuat Q menjadi positif karena nilai merupakan negatif.

Gambar 2.3 Konduksi pada Dinding

Sumber : Heat transfer a practical approach,2002:18

(26)

Secara fisis, konduktivitas termal mewakili jumlah dari kalor yang akan mengalir per satuan waktu, per satuan luas yang arahnya searah dengan arah aliran kalor melalui ketebalan suatu material dimana perbedaan temperaturnya tetap sama di tiap titik ( C.P Arora,1983:26 )

2.2.2 Konveksi

Perpindahan panas secara konveksi dapat terjadi ketika fluida mengalir melalui dinding yang memiliki perbedaan temperatur dengan fluida tersebut. Arah perpindahan panas ini tergantung dari gradien temperatur antara dinding dan fluida dimana panas akan mengalir dari dinding ke fluida apabila temperatur dinding lebih besar daripada temperatur fluida dan sebaliknya.

Gambar 2.4 Perpindahan panas secara konveksi

Sumber : Heat transfer a practical approach,2002:26

Menurut hukum newton tentang pendinginan ( Newton’s Law of Cooling ) laju perpindahan panas secara konveksi sebanding dengan perbedaan temperatur sesuai dengan persamaan,

(2.2)

(27)

11

W/m .K, As Dimana h adalah koefisien perpindahan panas konveksi, As adalah luas permukaan yang dilalui dimana perpindahan panas secara konveksi terjadi, Ts adalah temperatur permukaan dan adalah temperatur dari fluida.

2.2.3 Radiasi

Radiasi adalah energi yang dipancarkan oleh suatu zat dalam bentuk gelombang elektromagnetik sebagai akibat dari perubahan konfigurasi elektron dari atom atau molekul. Menurut hukum Stefan-Boltzman, laju perpindahan panas secara radiasi adalah( Heat Transfer a Practical Approach,2002:27),

(2.3)

Dimana σ adalah konstanta Boltzman sebesar 5.67 x 10-8 2 adalah luas permukaan dan Ts adalah temperatur permukaan.

2.3 Pengkondisian Udara

Menurut ASHRAE ( American Society of Heating, Refrigeration and Air Conditioning Engineers ) pengkondisian udara adalah proses memperlakukan udara sehingga dapat mengontrol suhu, kelembaban, kebersihan dan distribusi udara secara bersamaan untuk memenuhi kebutuhan ruang yang dikondisikan. Sedangkan pendinginan sendiri dapat diartikan sebagai suatu proses untuk mencapai dan mempertahankan temperatur ruangan dibawah temperatur lingkungan sekitar.

Pengkondisian udara menjadi salah satu bagian dari aplikasi termodinamika yang terus dilakukan penelitian karena hubungannya dengan pengurangan potensi emisi karbon dan penggunaan listrik yang cukup besar.

(28)

2.3.1 Sistem Kompresi Uap

Umumnya pengkondisian udara dilakukan dengan sistem kompresi uap yang terdiri dari evaporator, kompresor, kondenser, dan katup ekspansi.

Gambar 2.5 Skema Sistem Pendingin Kompresi Uap

Sumber : ASHRAE, 2001:1.8

Proses 1-2 : Proses Kompresi Isentropik Proses 2-3 : Proses Pelepasan Kalor Proses 3-4 : Proses Ekspansi

Proses 4-1 : Proses Penambahan Kalor

Efek refrigerasi pada sistem kompresi uap diperoleh pada daerah dingin dimana kalor diserap karena adanya penguapan refrigeran pada evaporator. Uap refrigeran dari evaporator dikompresi oleh kompresor sehingga memiliki tekanan tinggi dan temperatur jenuhnya lebih besar daripada sekitarnya, sehingga refrigeran yang memiliki tekanan dan temperatur tinggi pada saat mengalir di kondenser, uap tersebut terkondensasi menjadi cair karena adanya pelepasan kalor

(29)

13

ke lingkungan. Agar sistem menjadi komplit maka cairan yang memiliki tekanan tinggi ini akan mengalir melalui katup ekspansi sehingga temperatur dan tekanannya turun. Refrigeran yang memiliki tekanan dan temperatur rendah ini akan menguap karena menyerap kalor di evaporator dari ruang yang didinginkan.

Permasalahan yang timbul pada sistem kompresi uap adalah konsumsi energi listrik yang tinggi serta ancaman dari bahaya lingkungan akibat pelepasan CFC di udara. Sehingga dibutuhkan sebuah mesin pendingin yang ramah lingkungan serta tidak membutuhkan energi listrik yang besar.

2.3.2 Sistem Absorbsi

Prinsip kerja dari sistem absorbsi hampir sama dengan sistem kompresi uap, sistem utamanya berada pada evaporator dan kondensor. Larutan Lithium Bromida dengan air dalam generator dipanaskan dengan air panas yang berasal dari solar collector. Karena tekanan di generator yang cukup rendah sehingga larutan ini akan terpisah dimana air akan menguap dan Lithium Bromida akan kembali ke Absorber.

Uap air ini kemudian masuk ke dalam kondensor dan akan terkondensasi karena adanya air yang berasal dari cooling tower. Karena terkondensasi maka fasenya akan berubah menjadi fase cair jenuh yang kemudian akan dilewatkan ke katup ekspansi berupa pipa kapiler untuk diekspansikan. Di dalam evaporator, refrigeran air ini akan dilewatkan pada koil – koil evaporator agar dapat menyerap panas yang berasal dari lingkungan sehingga refrigeran akan menguap. Setelah refrigeran menguap akan dialirkan kembali ke absorber dimana uap ini akan dicampur dengan Lithium Bromida yang berasal dari generator. Pencampuran refrigeran dan Lithium Bromida yang terjadi di dalam absorber karena adanya pelepasan kalor oleh air yang berasal dari cooling tower. Setelah

(30)

refrigeran dan Lithium Bromida tercampur maka akan dipompakan kembali ke generator dan demikian siklus terus berulang.

Gambar 2.6 Skema Diagram Sistem Pendingin Absorbsi

Sumber : ASHRAE, 2001:1.14

Dalam siklus absorpsi terdapat dua siklus yaitu siklus absorpsi forward (Forward Absorption Cycle) dan siklus absorpsi balik (Reverse Absorption Cycle)

 Siklus Forward Proses 1-2 Proses 2-3 Proses 3-7 Proses 7-8 Proses 8-9

Proses 9-10& 9-11 Proses 10-1 & 11-1

: Proses Penambahan Tekanan Larutan : Proses Pertukaran Kalor

: Proses Proses Pemisahan Refrigeran air : Proses Proses Pelepasan Kalor

: Proses Ekspansi

: Proses Penambahan Kalor : Proses Pelepasan Kalor

(31)

15

 Siklus Reverse

Proses 3-4 : Proses Pemisahan Larutan lemah Proses 4-5 : Proses Pertukaran Kalor

Proses 5-6 : Proses Ekspansi

Proses 6-1 : Proses Pencampuran Larutan Lemah dan Refrigeran

Sehingga dari perbandingan antara siklus kompresi uap dengan siklus absorbsi dapat diperoleh keuntungan untuk menggunakan sistem pendingin absorbsi antara lain ( ASHRAE, 2001:19 )

 Tidak membutuhkan peralatan mekanis berputar yang besar

 Segala jenis sumber kalor dapat digunakan termasuk didalamnya sumber kalor dengan temperatur rendah

2.4 Perhitungan Beban Kalor Pendinginan

Perhitungan beban kalor berguna dalam penentuan mesin pendingin absorbsi yang akan digunakan. Jika ruangan memperoleh kalor, maka harus dilakukan pendinginan dan berlaku sebaliknya. Pada skripsi ini dititik beratkan pada pendinginan.

Sebelum dilakukan perhitungan beban kalor, pertama – tama harus diketahui data-data .

(32)



Letak bangunan ( Lokasi )

Posisi bangunan

Konstruksi bangunan ( Material )

Fungsi bangunan

Setelah dilakukan survey bangunan maka dapat ditetapkan kondisi perancangan yang meliputi kondisi perancangan luar dan kondisi perancangan dalam. Sedangkan untuk menghitung beban pendinginan dapat digunakan metode CLTD ( Cooling Load Temperature Difference ).

2.4.1 Perolehan kalor melalui dinding

Perolehan kalor melalui dinding dapat diperoleh dengan konsep perpindahan panas total. Persamaan yang digunakan adalah (ASHRAE,2001:28.5):

(2.4)

dengan,

Q : Perolehan Kalor Melalui Dinding Uw : Koefisien Perpindahan Total Dinding A : Luas Dinding

CLTD : Cooling Load Temperature Difference

(33)

17

Nilai Uw berdasarkan pada material penyusun dinding dan dapat dilihat pada tabel 1 pada lampiran sedangkan untuk Nilai CLTD pada persamaan (2.4) untuk dinding diperoleh dari tabel 2 pada lampiran

2.4.2 Perolehan kalor melalui kaca

Sinar matahari yang mengenai kaca akan diserap, dipantulkan dan ditransmisikan. Panas yang diserap akan dikonduksikan sehingga menjadi beban pendinginan yang dapat dihitung dengan persamaan, (ASHRAE,2001:28.5 ):

(2.5)

dengan,

Q : Perolehan Kalor Melalui Kaca Uw : Koefisien Perpindahan Total Kaca A : Luas Kaca

CLTD : Cooling Load Temperature Difference

Nilai Ug berdasarkan pada orientasi pada kaca dan dapat dilihat pada tabel 3 pada lampiran sedangkan untuk Nilai CLTD pada persamaan (2.5) untuk kaca diperoleh dari tabel 2 pada lampiran.

Sinar matahari yang ditransmisikan atau diteruskan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (ASHRAE,2001:28.5 ):

(2.6)

(34)

dengan,

Q : Perolehan Kalor Melalui Kaca A: Luas Dinding

GLF : Glass Load Factor

Nilai GLF pada persamaan (2.6) didapatkan berdasarkan orientasi kaca serta temperatur desain sesuai dengan Tabel 3 pada lampiran

2.4.3 Perolehan kalor melalui pintu

Analisa beban pendinginan untuk pintu tergantung dari bahan dari pintu tersebut. Apabila pintu tersebut sebagian besar dari kaca maka dalam analisa, dilakukan pendekatan sesuai dengan analisa kaca pada jendela. Analisa perolehan kalor melalui pintu menggunakan Persamaan 2.5 dan 2.6

2.4.4 Perolehan kalor melalui atap

Nilai perolehan kalor melalui atap dapat dihitung dengan menggunakan persamaan ( ASHRAE,2001:28.5 ) :

(2.7)

dengan,

Q : Perolehan Kalor Melalui Atap Ur : Koefisien Perpindahan Total Atap A : Luas Atap

CLTD : Cooling Load Temperature Difference

(35)

19 2

Nilai Ur diasumsikan sebesar 0.28 W/(m .K) ( ASHRAE,2001:28.5 ). Nilai CLTD pada persamaan (2.7) untuk atap diperoleh dari Tabel 2 pada lampiran 2.4.5 Perolehan kalor dari orang

Analisa perolehan kalor dari orang diperoleh dengan menghitung kalor sensibel dan kalor laten. Nilai kalor sensibel dapat dihitung dengan persamaan (Gunawan,2003:9):

(2.8) dengan,

qs : Kalor Sensibel n : Jumlah orang SHG : Sensible Heat Gain CLF : Cooling Load Factor

Nilai SHG pada persamaan (2.8) didapatkan berdasarkan aktivitas dari pengguna sesuai dengan Tabel 4 pada lampiran. Nilai CLF adalah 1 dengan hunian maksimum

Nilai kalor laten dapat dihitung dengan persamaan ( Gunawan,2003:9 ) :

(2.9)

Nilai LHG pada persamaan (2.9) didapatkan berdasarkan aktivitas dari pengguna sesuai dengan Tabel 4 pada lampiran

(36)

2.4.6 Perolehan kalor dari lampu

Nilai perolehan kalor melalui lampu dapat dihitung dengan menggunakan persamaan ( ASHRAE,2001:29.3 ) :

(2.10)

dengan,

Q : Perolehan Kalor Melalui Lampu W : Total Watt Lampu

Ful : Lighting Use Factor

Fsa : Lighting Special Allowance Factor

Nilai Ful merupakan perbandingan dari total watt dengan total penggunaan jadi pada saat ruang digunakan, lampu menyala semua sehingga nilai Ful adalah 1.

Nilai Fsa adalah nilai faktor balast untuk lampu fluorescent yang didapat dari Tabel 5 pada lampiran.

2.4.7 Perolehan kalor dari infiltrasi dan ventilasi

Udara ventilasi adalah udara luar yang sengaja dimasukkan agar udara suplai tetap segar, sedangkan udara infiltrasi adalah udara luar yang menerobos masuk ke dalam ruangan melalui celah yang ada. Kedua jenis udara tersebut akan membawa kalor sensibel dan kalor laten yang akan menjadi beban pendinginan.

(37)

21

 Besar kalor sensibel dapat dihitung dengan persamaan ( ASHRAE,2001:29.19 ) :

(2.11) dengan,

: Kalor Sensibel Qs : Air Flow Rate

: Beda temperatur bola kering

Nilai Air Flow Rate ( Qs ) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan ( ASHRAE,2001:28.5 ) :

(2.12)

Nilai ACH didapatkan berdasarkan temperatur luar dari perencanaan sesuai dengan Tabel 6 pada lampiran.

 Besar kalor laten dapat dihitung dengan persamaan

(2.13)

dengan,

: Kalor Laten Qs: Air Flow Rate

: Humidity Ratio

(38)

Hasil dari perhitungan beban kalor total pendinginan kemudian di kalibrasikan dengan acuan grafik 2.1

Gambar 2.7 Grafik Load Factor

Sumber : ASHRAE, 2001:28.4

2.5 Teori dasar pemilihan mesin pendingin Absorbsi

Setelah dilakukan perhitungan beban pendinginan, maka akan dapat dilakukan pemilihan mesin pendingin absorbsi yang sesuai. Pemilihan mesin pendingin absorbsi ini berdasarkan pada produk mesin pendingin absorbsi buatan dari Yazaki Energi System, Inc.

Pemilihan mesin pendingin absorbsi yang sesuai merujuk pada Tabel 2.2

(39)

23

Tabel 2.2 Model Mesin Pendingin Absorbsi buatan Yazaki Energi System, Inc.

Karakteristik kinerja dari model mesin pendingin absorbsi diperoleh dengan menggunakan acuan dari Gambar 2.8, 2.9 dan 2.10

(40)

Gambar 2.8 Karakteristik Kerja dari Mesin Pendingin Absorbsi

Sumber : Yazaki Water-Fired Chiller/Chiller Heater

(41)

25

Gambar 2.9 Karakteristik Kerja dari Mesin Pendingin Absorbsi

Sumber : Yazaki Water-Fired Chiller/Chiller Heater

(42)

Gambar 2.10 Karakteristik Kerja dari Mesin Pendingin Absorbsi

Sumber : Yazaki Water-Fired Chiller/Chiller Heater

(43)

27

Kesetimbangan kalor pada mesin pendingin diperoleh dengan menggunakan acuan sesuai dengan Gambar 2.8

Gambar 2.11 Kesetimbangan Kalor dari Mesin Pendingin Absorbsi

Sumber : Yazaki Water-Fired Chiller/Chiller Heater

(44)

BAB III

METODE PERENCANAAN 3.1 Diagram Alir Perencanaan

Pada perencanaan sistem pengkondisian udara dengan menggunakan mesin pendingin absorbsi melalui beberapa tahapan yang dapat dilihat pada Diagram Alir Perencanaan pada Gambar 3.1

28

Gambar 3.1 Diagram Alir Perencanaan

(45)

29

3.2 Ide Perencanaan

Pada tahap ini, berupa sebuah ide untuk merencanakan suatu sistem pengkondisian udara yang ramah lingkungan sebagai alternatif dari sistem kompresi.

Secara umum gambaran dari sistem pengkondisian udara dengan menggunakan mesin pendingin absorbsi dapat dilihat pada Gambar 3.2

Gambar 3.2 Gambaran Umum Perencanaan Sistem Pengkondisian Udara dengan menggunakan Mesin Pendingin Absorbsi

3.3 Studi Pustaka

Pada tahapan ini dilakukan studi pustaka berupa mengumpulkan jurnal – jurnal yang masih berhubungan dengan perencanaan sistem pengkondisian udara dengan menggunakan mesin pendingin absorbsi serta buku – buku sebagai pendukung dari

ide perencanaan.

(46)

3.4 Pengumpulan Data

Pada tahap pengumpulan data, penulis mengumpulkan data yang berupa data primer dan data sekunder.

3.5 Data Primer

Data primer merupakan data yang didapatkan secara langsung. Data primer pada perencanaan ini adalah data dari ruang yang akan dihitung beban pendinginannya berupa data dari penyusun dinding, data dari kaca dan jendela. Pada skripsi ini direncanakan sistem pengkondisian udara untuk Ruang Lab. Pengujian Bahan dan Lab.

Otomotif. Data yang diperoleh adalah sebagai berikut,

1) Ruang Lab. Otomotif

Gambar 3.3 Denah Ruang Lab. Otomotif

(47)

31

a. Data Dinding

Orientasi ruang Lab. Otomotif mendapatkan cahaya matahari dari arah Barat Laut (NW) dengan dimensi dinding yang langsung terkena cahaya matahari adalah 3.85 m x 3 m, dimensi ini menjadi dasar dalam perhitungan beban kalor matahari dari dinding. Pada dinding sisi barat daya merupakan dinding kaca yang diasumsikan sebagai partisi atau pembatas antara ruang yang dikondisikan dengan ruang yang tidak dikondisikan.

b. Data Lampu dan Peralatan

Pada ruang Lab. Otomotif terdapat 4 buah lampu jenis CFL 26 W serta Peralatan berupa Monitor 17 inch, dan CPU 420 W

c. Data Pengguna

Pada ruang Lab. Otomotif jumlah pengguna ruang maksimal agar kebutuhan kondisi udara terpenuhi adalah sejumlah 4 orang.

d. Ventilasi dan Infiltrasi

Udara dari luar ruangan yang dikondisikan pada ruang Lab. Otomotif dapat masuk melalui celah pintu kaca yang sengaja tidak dibangun rapat agar kebutuhan aliran udara dapat terpenuhi. Sesuai dengan standar SNI Tata Udara, jumlah kecepatan aliran udara untuk ruang perkantoran adalah sebesar 0.5 cm/s.

(48)

2) Ruang Lab. Pengujian Bahan a. Data Dinding

Orientasi ruang Lab. Pengujian Bahan mendapatkan cahaya matahari dari arah Barat Laut (NW) dengan dimensi dinding yang langsung terkena cahaya matahari adalah 3.85 m x 3 m pada ruang 1, dimensi ini menjadi dasar dalam perhitungan beban kalor matahari dari dinding. Pada dinding sisi barat daya merupakan dinding kaca yang diasumsikan sebagai partisi atau pembatas antara ruang yang dikondisikan dengan ruang yang tidak dikondisikan.

Gambar 3.3 Denah Ruang Lab. Pengujian Bahan

b. Data Kaca

Pada sisi barat laut ruang Lab. Pengujian Bahan terdapat kaca jendela yang ditutup dengan korden, data dari kaca jendela ini adalah,

(49)

33

 Kaca Jendela Tipe 1 ( 100 cm x 98 cm ) sejumlah 1 buah

 Kaca Jendela Tipe 2 ( 89 cm x 69 cm ) sejumlah 2 buah

c. Data Lampu dan Peralatan

Pada ruang Lab. Pengujian Bahan terdapat 12 buah lampu jenis CFL 26 W serta Peralatan berupa,

 Monitor 17 inch sejumlah 2 buah

 CPU 420 W sejumlah 2 buah

 Kulkas

 Dispenser

d. Data Pengguna

Pada ruang Lab. Pengujian Bahan jumlah pengguna ruang maksimal agar kebutuhan kondisi udara terpenuhi adalah sejumlah 6 orang.

e. Ventilasi dan Infiltrasi

Udara dari luar ruangan yang dikondisikan pada ruang Lab. Pengujian Bahan dapat masuk melalui celah pintu kaca yang sengaja tidak dibangun rapat agar kebutuhan aliran udara dapat terpenuhi. Sesuai dengan standar SNI Tata Udara, jumlah kecepatan aliran udara untuk ruang perkantoran adalah sebesar 0.5 cm/s,

(50)

selain itu pada Lab Pengujian Bahan terdapat ventilasi yang menghubungkan antara ruang 1 dan ruang 2

3.6 Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang didapatkan secara tidak langsung. Data sekunder pada perencanaan ini adalah data temperatur udara luar yang didapatkan dari BMKG Yogyakarta serta data temperatur bulanan dari en.climate.org. Selain itu, data CLTD untuk menghitung beban pendingin juga merupakan data sekunder, data CLTD dapat dilihat pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 CLTD untuk perhitungan beban pendingin

(51)

35

Tabel 3.2 GLF untuk perhitungan beban pendingin dari kaca

Tabel 3.3 Nilai SC dan U untuk perhitungan beban pendingin dari kaca

(52)

Gambar 3.4 Nilai LF untuk koreksi perhitungan beban pendingin

3.7 Perhitungan Beban Pendinginan

Pada tahapan ini, penulis melakukan perhitungan beban pendinginan. Beban pendinginan ini berasal dari beban kalor dari dinding, kaca, jendela, peralatan di dalam ruangan, lampu serta penghuni atau pengguna dalam ruangan. Perhitungan beban pendinginan ini berdasarkan standar dari ASHRAE dan SNI Tata Udara yang

berlaku di Indonesia

(53)

37

3.8 Pemilihan Mesin Pendingin Absorbsi

Pada tahapan ini penulis melakukan pemilihan mesin pendingin absorbsi yang sesuai. Mesin pendingin absorbs yang dipilih merupakan mesin pendingin absorbsi buatan Yazaki Corps. dimana pada pemilihan ini didasarkan pada hasil perhitungan beban pendinginan pada ruangan.

3.9 Pemilihan Komponen Pelengkap

Pada tahapan ini penulis melakukan pemilihan komponen pelengkap sistem pengkondisian udara dengan menggunakan mesin pendingin absorbs. Komponen pelengkap ini adalah Solar Collector, Cooling Tower dan Fan Coil Unit.

3.10 Sistem Perpipaan Pada Sistem Pengkondisian Udara

Pada tahapan ini penulis melakukan perencanaan sistem perpipaan pada sistem pengkondisian udara. Susunan sistem perpipaan antara lain pada system perpipaan untuk Chilled Water, sistem perpipaan untuk Cooling Water , sistem perpipaan untuk Heat Medium serta system ducting untuk distribusi udara ke ruangan.

3.11 Metode Instalasi Sistem Pengkondisian Udara

Pada tahapan ini penulis merencanakan metode instalasi mesin pendingin absorbsi yang sesuai dari standar instalasi Yazaki. Metode ini antara lain dari pemilihan lokasi penempatan mesin pendingin absorbsi, pondasi serta level ketinggian dari

lokasi.

(54)

BAB IV

PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Perhitungan Beban Pendingin

Perhitungan beban pendingin menjadi faktor utama dalam penentuan jenis mesin pendingin yang akan digunakan. Dalam perhitungan ini diperlukan data – data desain yang digunakan sebagai acuan dalam perhitungan. Data desain ini adalah,

1) Ruangan yang dikondisikan adalah Lab. Otomotif dan Lab. Pengujian Bahan

2) Temperatur ruangan yang dikondisikan maksimal 25°C 3) Temperatur udara luar sesuai dengan data dari BMKG diambil

dengan temperatur maksimal 32°C

4) Kelembaban relatif untuk ruangan sebesar 50%

Sedangkan data primer yang merupakan data yang diambil secara langsung dari lapangan, dalam hal ini merupakan data – data dari ruangan yang dikondisikan, yaitu pada ruang Lab. Bahan dan ruang Lab. Konversi Energi. Data – data ini adalah,

1) Material penyusun dinding : Batako dengan plester 2) Lebar Dinding

- Lab. Otomotif : 3 m

38

(55)

39

- Lab. Pengujian Bahan 3) Tinggi Dinding

: 3 m : 3.8 m

4) Luas Kaca Jendela -Lab. Pengujian Bahan

Kaca Sisi Barat Laut : Tipe 1 ( 100 cm x 98 cm ) Tipe 2 ( 89 cm x 69 cm ) 5) Luas Ruangan

- Lab. Otomotif - Lab. Pengujian Bahan

: 3 m x 6 m : 3 m x 9 m

6) Jumlah Pengguna

- Lab. Otomotif : 4 orang

- Lab. Pengujian Bahan : 6 orang

7) Jumlah Peralatan - Lab. Otomotif - Lab. Pengujian Bahan

: Monitor 17 inch danCPU 420 W : Monitor 17 inch sejumlah 2 buah, CPU 420 W sejumlah 2 buah, Kulkas, Dispenser 8) Jumlah Lampu

- Lab. Otomotif - Lab. Pengujian Bahan

: 4 buah lampu jenis CFL 26 W : 12 buah lampu jenis CFL 26 W

(56)

Beban pendingin pada dasarnya merupakan nilai perolehan kalor yang ada di ruangan. Nilai perolehan kalor ini terbagi menjadi 2 jenis yaitu, 1) Nilai Perolehan Kalor dari luar

 Perolehan kalor melalui dinding

Material penyusun dinding terdiri dari susunan plester-batako-plester.

Sehingga nilai U untuk dinding sebesar,

Uw =

=

2= 2.73 W/m .K

a. Lab. Otomotif

 Luas Dinding Barat Laut

A = = 11.4 m2

 CLTD = 19 K

= 591.318 W

(57)

41

b. Lab. Pengujian Bahan

 Luas Dinding Barat Laut

A = Luas Dinding – Luas Kaca )

A= ( ) (

= 9.19 m2

 CLTD = 19 K

= 476.68 W

 Perolehan Kalor Melalui Kaca

a. Lab. Pengujian Bahan

a) Kalor yang( dikonduksikan)(

 A= )

A = 2.08 m2

 U = 4.60 W/m2 .K

 CLTD = 19 K

b) Kalor yang( ditransmisikan)( )

 A=

A = 2.08 m2

 GLF = 208 W/m2

(58)

Sehingga nilai perolehan kalor total melalui kaca sebesar, Qg,total = + = 614.43 W

2) Nilai Perolehan Kalor dari dalam

 Perolehan Kalor dari Pengguna Ruangan

a. Lab. Otomotif

a) Kalor Sensibel

Nilai kalor sensibel adalah sebesar,

qs = 6 x 70 x 1

=420W

b) Kalor Laten

Nilai kalor laten adalah sebesar,

ql = 6 x 45

=270W

Q

Sehoingga nilai perolehan kalor total dari pengguna ruangan adalah sebesar,

=

420+270=690W

(59)

43

b. Lab. Pengujian Bahan a) Kalor Sensibel

Nilai kalor sensibel adalah sebesar,

= 6 x 70

= 420 W

b) Kalor Laten

Nilai kalor laten adalah sebesar, ql = 6 x 45

=270W

Sehingga nilai perolehan kalor total dari pengguna ruangan adalah sebesar,

Q

o =420+270=690W

 Perolehan Kalor dari Lampu

a. Lab. Otomotif Lampu 26 W

Qlamp = 26 x 4 x 1.27

= 132.08 W

b. Lab. Pengujian Bahan Lampu 26 W

(60)

Qlamp = 26 x 12 x 1.27

= 396.24 W

 Perolehan Kalor dari Peralatan

a. Lab. Otomotif

Pada Lab. Otomotif terdapat satu buah monitor 17 inch, 1 buah CPU dan 1 buah printer. Sehingga nilai perolehan kalor dari peralatan adalah sebesar,

Qappliances = (65 + 70 + 130) x (8/24)

= 88.33 W b. Lab. Pengujian Bahan

Pada Lab. Otomotif terdapat dua buah monitor 17 inch, 2 buah CPU , 1 buah printer, 1 dispenser dan 1 kulkas. Sehingga nilai perolehan kalor dari peralatan adalah sebesar,

Qappliances= [(2 x 65) + (2 x 70) + 130 + 690 + 37] x (8/24)

= 375.67 W

Hasil perhitungan perolehan kalor sebagai beban pendingin untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Perolehan Kalor

(61)

45

Beban Laten

No. Item Lab. Otomotif Lab. Pengujian Bahan

1 Perolehan Kalor melalui Dinding 591.318 W 476.68 W

2 Perolehan Kalor melalui Kaca - 614.43 W

3 Perolehan Kalor melalui Plafon 1530 W 2295 W

4 Perolehan Kalor melalui partisi 524.4 W 786.6 W

5 Perolehan Kalor dari Pengguna 420 W 420 W

6 Perolehan Kalor dari Lampu 132.08 W 396.24 W

7 Perolehan Kalor dari Peralatan 88.33 W 375.67 W

1 Perolehan Kalor dari 270 W 270 W

Pengguna Total

3556.1 W 5634.62 W

Duct Loss (10%)

355.61 W 563.46 W

Total

3911.71 W 6198.08 W

Nilai perolehan kalor yang melalui dinding dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa pada lab otomotif memiliki nilai perolehan kalor melalui dinding yang lebih besar daripada lab. Pengujian bahan. Hal ini dikarenakan pada lab pengujian bahan, sisi dinding yang terkena cahaya matahari dalam perhitungan luasannya harus dikurangi dengan luasan kaca.

Nilai perolehan kalor yang melalui kaca dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa pada lab otomotif tidak diperhitungkan nilai kalor yang melalui kaca, hal ini

Beban Sensibel

(62)

dikarenakan tidak ada kaca pada sisi yang terkena cahaya matahari secara langsung.

Sedangkan pada lab pengujian bahan terdapat kaca pada sisi dinding yang terkena cahaya matahari secara langsung.

Nilai perolehan kalor yang melalui plafon atau langit – langit dihitung berdasarkan pada luasan dari plafon dan juga jenis material dari plafon. Di negara Indonesia, jenis material penyusun plafon umumnya terbuat dari gypsum. Luasan plafon pada lab pengujian bahan lebih besar daripada lab otomotif sehingga nilai perolehan kalor juga lebih besar.

Partisi berfungsi sebagai pembatas atau pembagi antara ruang yang dikondisikan dengan ruang yang tidak dikondisikan udaranya. Dalam memperhitungkan nilai perolehan kalor yang melalui partisi yang menjadi dasar adalah jenis material partisi, luasan partisi dan perbedaan temperatur antara ruang yang dikondisikan udara dengan ruang yang tidak dikondisikan udara. Nilai perolehan kalor yang melalui partisi pada lab pengujian bahan lebih besar daripada lab otomotif. Hal ini dikarenakan luasan partisi pada lab pengujian bahan lebih besar daripada lab otomotif.

Nilai perolehan kalor dari pengguna yang diperhitungkan dari kalor sensibel dan kalor laten menunjukkan bahwa memiliki nilai yang sama hal ini dikarenakan baik lab otomotif atau lab pengujian bahan, keduanya berkapasitas maksimum untuk 6 orang.

Lab pengujian bahan memiliki nilai perolehan kalor dari lampu yang lebih besar daripada leb otomotif. Hal ini dikarenakan total wattage lampu pada lab

(63)

47

pengujian bahan jauh lebih besar daripada lab otomotif. Total wattage lampu berdasarkan dari jenis lampu yang terpasang dan jumlah lampu yang terpasang.

Jumlah peralatan serta nilai watt dari peralatan mempengaruhi nilai perolehan kalor dari peralatan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai perolehan kalor pada lab pengujian bahan lebih besar daripada lab otomotif karena jumlah peralatan pada lab pengujian bahan lebih banyak dan total watt juga lebih besar.

Nilai perolehan kalor total dari tiap ruang kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan nilai perolehan kalor total sebagai dasar dalam pemilihan mesin pendingin absorbsi yang tepat. Selain itu hasil nilai perolehan kalor total perlu dikoreksi dengan Load Factor yang berdasarkan pada perbandingan kelembaban dan juga jenis atau tipikal konstruksi yang ada di Indonesia. Pada perancangan ini humidity ratio yang digunakan adalah 0.0136 kg uap/kg udara kering dan tipikal atau jenis konstruksi pada bangunan adalah medium construction. Sehingga nilai perolehan kalor total menjadi Qtotal = (3911.71 + 6198.08) x Load Factor

Qtotal = 10109.79 x 1.12 = 11322.96 W = 11.32 kW

4.2 Pemilihan Mesin Pendingin Absorbsi

Pemilihan mesin pendingin absorbsi yang sesuai mengacu pada Tabel 2.1, dari beban kalor total pendinginan sebesar 11.32 kW maka dapat dipilih mesin pendingin absorbsi dengan nomer seri WFC-SC5 dengan kapasitas pendinginan sebesar 17.6

(64)

kW. Karakteristik kerja dari mesin pendingin WFC-SC5 selanjutnya dapat ditentukan.

4.3.1 Karakteristik kerja dari WFC-SC5

 Temperatur masukan media kalor :88C

 Aliran media kalor : 1.2 L/s

 Temperatur masukan air pendingin :31C

 Aliran air pendingin : 2.6 L/s

 Temperatur keluaran air dingin :7C

 Aliran air dingin : 0.76 L/s

Perhitungan karakteristik kerja dari mesin pendingin WFC-SC10 berdasarkan pada Gambar 2.6, 2.7 dan 2.8

4.3.2 Kapasitas pendinginan yang tersedia

 CCF @88 C = 1.02

 Aliran media kalor = 1.2/1.2 = 100%

 HMFCF untuk 100% Flow = 1

 Kapasitas pendinginan yang tercantum = 17.6 kW

 Qe = 1.02 x 1 x 17.6 = 17.952 kW

 = 17.952 /( 4.2 x 0.76 ) = 5.62 C

 = 52.6 x (0.76/0.76) = 52.6 kPa

(65)

49

4.3.3 Kalor Masukan

 HIF @88 C = 1.01

 HMFCF untuk 100% flow = 1

 Rated Heat Input = 25.1 kW

 Qg = 1.01 x 1 x 25.1 = 25.351 kW

 = 25.351 /( 4.2 x 1.2 ) = 5.03 C

 = 77.0 x (1.2/1.2)2 = 77.0 kPa

4.3.4 Kalor yang dibuang ke menara pendingin

 Qc = Qg + Qe

 Qc = 25.351 + 17.952 = 43.303 kW

 Laju Aliran air pendingin minimum sebesar 2.6 L/s

 Menara pendingin yang dipilih harus mampu membuang kalor minimal sebesar 43.303 kW pada laju aliran minimal sebesar 2.6 L/s

 = 43.303 /( 4.2 x 2.6 ) = 3.96 C

 = 38.6 x (2.6/2.6)2 = 38.6 kPa

4.3 Pemilihan Komponen Pelengkap

Pemilihan komponen pelengkap pada sistem pengkondisian udara ini menggunakan dasar dari perhitungan kinerja dari mesin pendingin absorbsi.

(66)

4.3.1 Pemilihan Solar Collector

Perhitungan kalor masukan pada kinerja mesin pendingin absorbsi menjadi dasar dalam pemilihan Solar Collector yang akan digunakan. Dari hasil perhitungan, dibutuhkan heat medium dengan temperatur masuk generator sebesar 88 C dan selisih antara media kalor sebesar 5.03 C. Sesuai dengan spesifikasi mesin

pendingin absorbsi dari Yazaki dengan nomer seri WFC-SC5, maka Solar Collector yang dibutuhkan harus memenuhi spesifikasi sebagai berikut,

 Tin =88C

 Tout =83C

 = 5.03 C

 Debit Air = 1.2 L/s

 Volume Air pada Tanki =10L

4.3.2 Pemilihan Cooling Tower

Perhitungan kalor yang dibuang ke menara pendingin pada kinerja mesin pendingin absorbsi menjadi dasar dalam pemilihan Cooling Tower yang akan digunakan. Dari hasil perhitungan, dibutuhkan Cooling Water dengan temperatur masuk generator sebesar 31 C

Tin =31C

= 3.96 C

Debit = 2.6 L/s

(67)

51

4.3.3 COP Mesin Pendingin Absorbsi

COP dari mesin pendingin merupakan perbandingan antara beban kalor dari ruangan dengan kalor input pada mesin pendingin. Pada perancangan ini mesin pendingin bekerja dengan energi kalor dari solar collector sehingga cop mesin pedingin absorbsi adalah sebagai berikut,

COP =

COP = = 0.446

4.3.4 Perancangan Sistem Distribusi Udara

Perhitungan kapasitas pendinginan yang tersedia pada kinerja mesin pendingin absorbsi menjadi dasar dalam pemilihan Fan Coil Unit (FCU) yang akan digunakan.

Dari hasil perhitungan, Chilled Water yang akan dialirkan ke ruangan melalui FCU memiliki temperatur 7 C. dalam pemilihan FCU yang digunakan perlu dipertimbangkan desain dari ducting atau saluran distribusi udara ke ruangan. Dalam menentukan desain ducting menggunakan metode Equal Friction. Dalam perancangan sistem distribusi udara, sesuai dengan SNI 03-6572-2001 maka,

Kebutuhan udara ventilasi ( Lab. Otomotif) = (0.15 (m3/min)/ orang) x 4 =

3 3

- Kebutuhan udara ventilasi ( Lab. Bahan) = (0.15 (m3/min)/ orang) x 6

= 0.9 m3/min = 0.015 m3/s

- Kalor yang harus dibuang = 11.32 kW

- Udara yang jatuh di atas kepala tidak lebih dari 0.25 m/s.

(68)

a. Saluran Distribusi Udara untuk Lab. Otomotif

Tabel 4.2 Metode Equal Friction untuk saluran distribusi udara

Friction Section Leng (m th Airflow (m3/s) Diameter (mm) Velocity (m/s) Loss

(Pa/m)

0-1 2 1.160 500 5.9 0.785812

1-2 0.5 0.580 500 3.0 0.210553

1-3 1 0.580 500 3.0 0.210553

3-4 0.5 0.580 500 3.0 0.210553

2 4

0

1 3

Gambar 4.1 Layout Supply Duct untuk Lab. Otomotif

(69)

53

Gambar 4.2 Layout Supply Return untuk Lab. Otomotif

b. Saluran Distribusi Udara untuk Lab. Otomotif

Tabel 4.3 Metode Equal Friction untuk saluran distribusi udara

Length Airflow Diameter Velocity Friction

Section Loss

(m) (m3/s) (mm) (m/s) (Pa/m)

0-1 2 1.74 500 8.9 1.70

1-2 1 0.58 500 3.0 0.21

1-3 2 1.16 500 5.9 0.79

3-4 1 0.58 500 3.0 0.21

3-5 2 0.58 500 3.0 0.21

(70)

2 4 5 0

1 3

Gambar 4.3 Layout Supply Duct untuk Lab. Pengujian Bahan

Gambar 4.4 Layout Supply Return untuk Lab. Pengujian Bahan

4.4 Pembahasan

Perancangan ini membahas mengenai perencanaan sistem pengkondisian udara dengan menggunakan mesin pendingin absorbsi. Dari hasil perhitungan beban pendingin maka dapat dipilih mesin pendingin absorbsi yang memiliki kapasitas yang mampu mencukupi kebutuhan pada kedua ruang. Pada perencanaan ini mesin pendingin buatan PT. Yazaki yang dipilih adalah tipe Water-Fired Chiller dengan nomer seri SC-5 yang memiliki kapasitas pendinginan sebesar 17.6 kW. Penentuan

(71)

55

spesifikasi dari komponen pelengkap untuk sistem pengkondisian udara telah dilakukan pada sub bab 4.3.

Setelah melalui tahap perhitungan beban pendingin dan penentuan spesifikasi komponen pelengkap dari sistem pengkondisian udara, maka tahap selanjutnya adalah merencanakan sistem distribusi fluida pada sistem yang meliputi sistem perpipaan untuk Cooling Tower, Chilled Water dan Heat Medium. Perencanaan sistem perpipaan tersebut sesuai dengan aturan dari PT Yazaki maka harus mengikuti panduan instalasi sistem perpipaan yang telah ditentukan agar sistem dapat beroperasi dengan optimal.

Selain itu, langkah instalasi untuk mesin pendingin juga harus mengikuti aturan dari PT Yazaki yang diantaranya mengatur tentang pondasi dari dudukan mesin pendingin absorbsi dan juga lokasi atau clearance pada saat pemasangan.

4.4.1 Sistem Perpipaan

Sistem perpipaan pada perancangan pengkondisian udara ini menggunakan acuan dari PT Yazaki. Sistem perpipaan untuk mesin absorbsi secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 4.5

Gambar 4.5 Sistem Perpipaan Keseluruhan

(Sumber:Yazaki Water Fired Chiller, 2013)

(72)

Sistem perpipaan ini dapat dibagi menjadi 3 bagian utama yaitu,

4.4.2 Sistem Perpipaan Cooling Water

Jika memungkinkan, menara pendingin harus dipasang pada level yang sama atau di atas level chiller. Jika tidak memungkinkan, pertimbangan yang cermat harus diberikan untuk pencegahan drainase dan hilangnya air pendingin karena limpahan menara.

Gambar 4.6 Sistem Perpipaan Cooling Water

(Sumber:Yazaki Water Fired Chiller, 2013)

Seperti halnya sambungan air dingin, katup keseimbangan harus dipasang pada saluran air pendingin dan katup stop dipasang pada saluran air pendingin. Kedua katup harus dekat dengan chiller. Setelah secara menyeluruh menguji kebocoran, isolasi sirkuit perpipaan, memastikan penghalang uap yang memadai diperoleh. Pastikan untuk mengizinkan akses ke katup, sumur, dan port yang mungkin ada. Selain itu, pastikan panel pendingin tidak dibatasi oleh isolasi.

(73)

57

Selain itu, harus ada katup flush and drain yang dipasang di antara mesin absorbsi dan katup balance/stop sehingga memungkinkan untuk pembilasan koil absorber- kondensor jika diperlukan.

4.4.3 Sistem Perpipaan Chilled Water

Gambar 4.7 Sistem Perpipaan Chilled Water

(Sumber:Yazaki Water Fired Chiller, 2013)

Katup keseimbangan harus dipasang di outlet air dingin dan katup stop harus dipasang di saluran air dingin. Kedua katup harus ditempatkan di dekat chiller. Setelah menguji kebocoran secara menyeluruh, isolasi sirkuit perpipaan, memastikan penghalang uap yang memadai. Akses untuk ke katup, sumur, dan port harus tersedia dan juga pastikan bahwa panel pendingin tidak dibatasi oleh isolasi pipa.

Aturan perpipaan dan konvensi yang digunakan dengan chiller Yazaki persis sama dengan yang digunakan dengan chiller tipe lain seperti Thermo-well, pengukur

(74)

tekanan, dll. dapat dipasang di inlet dan / atau outlet dari setiap koneksi rangkaian fluida untuk memfasilitasi startup, perawatan di masa depan, dan pemeliharaan rutin.

Saringan di setiap sirkuit, terutama sirkuit air pendingin, juga direkomendasikan.

Saringan ini harus ditempatkan sebelum koneksi saluran masuk chiller.

4.4.4 Sistem Perpipaan Heat Medium

Perpipaan medium panas mengandung air panas untuk menggerakkan sistem absorbsi. Selama air ini tetap pada 158-203°F (70-95°C), uap refrigeran dapat dibebaskan dalam jumlah yang dapat digunakan. Jika katup mixing akan digunakan untuk mengontrol temperatur ini, maka tidak boleh dikombinasikan dengan katup bypass medium kalor. katup mixing dan katup bypass harus menjadi kontrol yang terpisah dan berbeda.

Gambar 4.8 Sistem Perpipaan Heat Medium

(Sumber:Yazaki Water Fired Chiller, 2013)

(75)

59

Perangkat utama yang diperlukan untuk pengoperasian unit yang benar adalah katup bypass medium panas. Ketika unit membutuhkan media panas akan mengirim sinyal ke katup ini untuk terbuka. Ketika unit tidak memerlukan media panas, karena alasan apapun, katup ini akan diperintahkan untuk pindah ke posisi bypass.

Katup balancing harus dipasang berdekatan dengan outlet media panas untuk memfasilitasi penyesuaian laju aliran. Stop valve harus dipasang berdekatan dengan inlet medium panas dan harus tetap terbuka penuh setiap saat ketika unit dimaksudkan untuk beroperasi. Isolasi pipa setelah pengujian kebocoran untuk membantu mencegah kehilangan panas dan memastikan bahwa semua katup stop, katup penyeimbang, dan sumur termal dapat diakses.

Perhitungan kalor masukan pada kinerja mesin pendingin absorbsi menjadi dasar dalam pemilihan Solar Collector yang akan digunakan. Dari hasil perhitungan, dibutuhkan heat medium dengan temperatur masuk generator sebesar 88 C dan selisih antara media kalor sebesar 5.03 C. Sesuai dengan spesifikasi mesin

pendingin absorbsi dari Yazaki dengan nomer seri WFC-SC5, maka Solar Collector yang dibutuhkan harus memenuhi spesifikasi sebagai berikut,

 Tin =88C

 Tout =83C

 = 5.03 C

 Debit Air = 1.2 L/s

 Volume Air pada Tanki =10L

Gambar

Gambar 2.1 Mesin Pendingin Absorbsi yang digunakan  Boonrit Prasartkaew
Gambar 2.2 Skema Diagram mesin Pendinginan Absorbsi  hasil analisa  Jhalak Raj Adhikari dkk
Gambar 2.4 Perpindahan panas secara konveksi
Gambar 2.5 Skema Sistem Pendingin Kompresi Uap
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam perancangan ini es balok yang dibuat sebanyak 15 buah, beban pendinginan yang dialami mesin = 1,5703908 kW, daya kompresor 0,331 kW, kondensor berpendingin udara, katup

Perencanaan kebutuhan sistem pendingin dilakukan dengan menghitung beban pendinginan untuk koil pendingin serta menentukan estimasi kapasitas pendingan yang dapat dihasilkan dengan

Grafik Temperatur Kotak Pendingin dan Tekanan pada Variasi 1300 cc Amonia 30% Bukaan Keran Terbuka Penuh saat Proses Pendinginan. Generator

Tujuan dari rancang bangun adalah mengetahui kelebihan styrofoam sebagai material utama mesin pendingin ruangan, menentukan dimensi mesin pendingin, mengetahui efek

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis beban pendinginan beberapa produk makanan yaitu terong, ketimun, tomat, dan bir dengan menggunakan cold box mesin pendingin

Pengkondisian udara pada ruangan mengatur mengenai kelembaban, pemanasan dan pendinginan ruangan, atau prinsip mesin refrigeran adalah proses pengambilan panas dari

Dilakukan perencanaan beban pendingin di ruangan perkuliahan gedung A dan B ITK, perhitungan konsumsi energi listrik untuk pemakaian AC dan menghitung nilai COP untuk mengetahui

v ABSTRAK Zikri Makruf 19074053 / 2019 : Perawatan dan Perbaikan Sistem Pendingin Mesin Mitsubishi COLT-T120 Fungsi dari pendinginan pada mesin adalah untuk mengurangi dan