• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.3. Minyak Atsir

2.3.6. Metode Isolasi Minyak Atsir

Menurut Gunawan (2010) minyak atsiri umumnya diisolasi dengan empat metode yang lazim digunakan sebagai berikut :

1. Metode Destilasi

Diantara metode-metode isolasi yang paling lazim dilakukan adalah metode destilasi. Metode destilasi terhadap bagian tanaman yang mengandung minyak. Dasar dari metode ini adalah memanfaatkan perbedaan titik didih. Beberapa metode destilasi yang populer dilakukan diberbagai perusahaan industri penyulingan minyak atsiri antara lain

a) Metode destilasi kering (langsung dari bahan tanpa menggunakan air). Metode ini paling sesuai untuk bahan tanaman kering dan untuk minyak-minyak yang tahan pemanasan.

b) Destilasi air, meliputi destilasi air dan uap air serta destilasi uap langsung. Metode ini dapat digunakan untuk bahan kering maupun bahan segar dan terutama digunakan untuk minyak-minyak yang kebanyakan dapat rusak akibat panas kering. Seluruh bahan dihaluskan kemudian dimasukkan kedalam bejana yang bentuknya mirip dandang. Dalam metode ini ada beberapa versi perlakuan yaitu:

- Bahan tanaman langsung direbus dalam air

- Bahan tanaman langsung masuk air tetapi tidak direbus. Dari bawah dialirkan uap air panas

- Bahan tanaman ditaruh di bejana bagian atas, sementara uap air dihasilkan air mendidih dari bawah dandang

- Bahan tanaman ditaruh dalam bejana tanpa air dan disembukan uap air dari luar bejana

2. Metode Penyarian

Dengan menggunakan pelarut penyari yang cocok. Dasar metode ini adalah adanya perbedaan kelarutan. Minyak atsiri sangat mudah larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Metode ini digunakan untuk minyak- minyak atsiri yang tidak tahan pemanasan, seperti cendana. Kebanyakan dipilih metode ini karena kadar minyaknya didalam tanaman sangat kecil. Bila

dipisahkan dengan metode lain minyaknya akan hilang selama proses pemisahan. Pengambilan minyak atsiri menggunakan cara ini diyakini sangat efektif karena sifat minyak atsiri yang larut sempurna didalam bahan pelarut organik nonpolar.

3. Metode Pengepresan atau Pemerasan

Metode ini hanya bisa dilakukan terhadap simplisia yang mengandung minyak atsiri dalam kadar yang cukup besar. Bila tidak, nantinya hanya akan habis dalam proses. Metode ini dilakukan untuk minyak-minyak atsiri yang tidak stabil dan tidak tahan pemanasan seperti minyak jeruk. Juga terhadap minyak- minyak atsiri yang bau dan warnanya berubah akibat pengaruh pelarut penyari. Metode ini juga hanya cocok untuk minyak atsiri yang rendemenya relatif besar.

4. Metode Enfleurage

Metode ini sering disebut metode pelekatan bau dengan menggunakan media lilin. Cara ini memanfaatkan aktivitas enzim yang diyakini masih terus aktif elama sekitar 15 hari sejak bahan minyak atsiri dipanen. Metode ini digunakan karena diketahui ada beberapa jenis bunga yang setelah dipetik, enzimnya masih menunjukkan kegiatan dalam menghasilkan minyak atsiri sampai beberapa hari/ minggu, misalnya bunga melati, Jasminum sambat sehingga perlu perlakuan yang tidak merusak aktivitas enzim tersebut secara langsung. Caranya adalah dengan menaburkan bunga dihamparan lapisan lilin dalam sebuah baki besar (1m x 2m) dan ditumpuk-tumpuk menjadi beberapa tumpukan baki yang saling menutup rapat. Baki-baki berlapis lilin tersebut dieramkan, dibiarkan menyerap bau bunga sampai beberapa hari/minggu.

Setiap kali bunga yang sudah habis masa kerja enzimnya diganti dengan bunga segar. Demikian seterusnya hingga dihasilkan lilin yang berbau harus (dalam perdagangan dikenal sebagai pomade). Selanjutnya, pomade dikerok dan diekstraksi menggunakan etanol seperti lazimnya proses ekstraksi biasa. Pada proses ini absorbsi minyak atsiri oleh lemak dilakukan pada suhu rendah ataupun keadaan dingin sehingga minyak terhindar dari kerusakan yang disebabkan oleh panas. Metode ini masih diterapkan didaerah Grasse di Prancis Selatan dengan peralatan yang masih sederhana, praktis dan berkapasitas kecil (Ketaren , 1985).

Adapun metode-metode penyulingan minyak atsiri dibagi atas : 1) Penyulingan dengan air

Pada metode ini, bahan tanaman yang akan disuling mengalami kontak langsung dengan air mendidih. Bahan dapat mengapung diatas air atau terendam secara sempurna, tergantung pada berat jenis dan jumlah bahan yang disuling. Ciri khas model ini adalah adanya kontak langsung antara bahan dan air mendidih. Oleh karena itu sering disebut penyulingan langsung. Penyulingan dengan cara langsung ini dapat menyebabkan banyaknya rendemen minyak yang hilang (tidak tersuling) dan terjadi pula penurunan mutu minyak yang diperoleh.

2) Penyulingan dengan uap

Model ini disebut juga penyulingan uap atau penyulingan tak langsung. Pada prinsipnya, model ini sama dengan penyulingan secara langsung. Hanya saja air penghasil uap tidak diisikan bersama-sama dalam ketel penyulingan. Uap yang digunakan berupa uap jenuh ataupun uap lewat panas dengan tekanan lebih dari satu atmosfer.

3) Penyulingan dengan uap dan air

Bahan tanaman yang akan disuling diletakkan diatas rak-rak ataupun saringan berlubang. Kemudian ketel penyulingan diisi dengan air disampai permukaannya tidak jauh dari bagian bawah saringan. Ciri khas model ini yaitu uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas. Bahan tanaman yang akan disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas (Lutony, 1994).

Penyulingan ini cocok digunakan untuk mengekstraksi biji-bijian, akar dan kayu yang umumnya mengandung minyak yang bertitik didih tinggi dan tidak baik dilakukan pada jenis minyak atsiri yang mudah rusak oleh proses pemanasan dan air (Ketaren, 1985).

2.4. Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas (Kumalaningsih, 2006).

Zat antioksidan mampu memperlambat atau menghambat yang mudah teroksidasi meskipun dalam konsentrasi rendah (Kochhar dan Rossell, 1990) .

Fungsi utama dari antioksidan yaitu : 1. Pemberi atom hidrogen.

Antioksidan (AH) mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya ke bentuk lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan (A*) tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal lipida.

2. Merupakan fungsi sekunder antioksidan

Memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme diluar mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk lebih stabil (Buck,1991).

Dokumen terkait