• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahap I: Mortalitas Lalat Buah

Penelitian tahap I bertujuan untuk mengetahui tingkat mortalitas lalat buah pada fese telur pada beberapa suhu dan waktu perlakuan panas yang berbeda. Untuk mendapatkan telur yang akan digunakan pada pengujian mortalitas, dilakukan pembiakan lalat buah di laboratorium. Diagram alir proses pembiakan ditampilkan pada Gambar 5 dan foto-foto proses pembiakan lalat buah di laboratorium diperlihatkan pada Gambar 6.

Gambar 5. Diagram alir proses pembiakan lalat buah.

B. dorsalis

Dimasukan ke kurungan kayu

B. dorsalis Terinfestasi ≠ terinfestasi Identifikasi Isolasi (± 30-40 hari) Isolasi (±3 hari) Pepaya masak

Setelah 2 hari inang diganti Inang buatan diletakkan

di dalam kurungan

Diletakkan di wadah Dilubangi Pepaya dipotong dua

Inang yang telah diteluri diisolasi kembali

Pemindahan ke dalam kurungan kayu Lalat buah dewasa

Gambar 6. Proses pembiakan lalat buah.

Pembiakan lalat buah dilakukan pada suhu ruang 27-29oC dan RH 75- 85%. Buah yang digunakan adalah pepaya masak yang diambil dari kebun pepaya Tajur I, Seameo Biotrop, Tajur, Bogor. Pepaya yang telah matang diisolasi dengan menempatkannya pada kurungan mika dan toples plastik, pada dasarnya ditaburi serbuk gergaji yang telah disterilkan untuk mengindari tergenangnya air karena proses pembusukan buah. Serbuk gergaji yang digunakan telah disterilkan pada suhu 120 oC selama sedikitnya 2 jam, atau dibekukan selama 2 malam untuk membunuh hewan lain. Setelah 3 hari buah yang terlihat terinfeksi lalat buah ditandai dengan terjadinya proses pelunakan dan pembusukan yang lebih cepat, dilanjutkan proses isolasinya hingga 30-40 hari.

Lalat buah yang dihasilkan diidentifikasi dan dipisahkan ke dalam kurungan kayu yang berukuran lebih besar. Hal ini bertujuan untuk memisahkannya dari lalat buah lain atau hama lain yang mungkin terbawa. Pemindahan ini dilakukan dengan hati-hari agar lalat tidak stress dan mati. Hal yang perlu diperhatikan adalah kepadatan populasi ditiap kurungan, karena populasi yang terlalu padat dapat menimbulkan stress dan kematian;

menyediakan makanan yang cocok dan menghindari suhu diatas 30 oC. Lalat dewasa dipelihara dan dikembangbiakkan di dalam kurungan kayu. Pakan yang diberikan berupa air gula yang disajikan dengan wadah yang dialasi kertas tisu. Air diganti setiap hari untuk menjaga kebersihan kurungan. Selain itu juga disediakan inang berupa pepaya utuh (whole fruit) yang diletakkan di dalam kurungan. Peletakkan inang ini adalah untuk media bertelur bagi lalat betina. Inang diganti setiap 2 hari sekali, inang yang telah diteluri kembali di isolasi untuk memperbanyak populasi lalat buah.

Mortalitas Lalat Buah

Uji mortalitas bertujuan untuk mengetahui ketahanan panas lalat buah pada fase telur. Respon kematian serangga sewaktu proses pencelupan air panas akan sama dengan respon mortalitasnya dalam jaringan buah. Dari proses ini akan diketahui suhu dan waktu yang dapat menyebabkan mortalitas mencapai 100%.

Setelah populasi lalat buah cukup banyak (±150 pasang) pengumpulan telur dilakukan dengan meletakkan inang buatan yang daging buahnya telah dikikis dan ditinggalkan setipis mungkin. Lalu pada permukaan buah dibuat lubang-lubang kecil menggunakan jarum (diameter 1 mm), untuk memudahkan lalat buah betina meletakkan telurnya. Lubang dibuat sebanyak mungkin (tergantung jumlah lalat betina dewasa). Inang diletakkan di dalam cawan Petri yang dialasi kertas tisu pada bagian bawahnya, kemudian dimasukkan ke dalam kurungan kayu. Keesokan harinya inang diambil dan diganti dengan yang baru. Inang yang telah diteluri dibelah dua agar telur-telur yang menempel pada bagian dalamnya terlihat dengan jelas. Selanjutnya telur dihitung dan diambil menggunakan spatula, telur ditampung pada saringan yang pada bagian bawahnya diberi kain tipis berwarna hitam untuk mempermudah perhitungan. Selama proses tersebut saringan dibiarkan terendam air setinggi ± 0,5 cm, agar telur-telur tidak kering. Setelah itu dilakukan uji mortalitas (Gambar 7) dan foto proses pengujian mortalitas diperlihatkan pada Gambar 8.

Pengujian ini dilakukan dengan mencelupkan 20 butir telur/perlakuan ke dalam air panas. Kondisi yang dicobakan adalah:

a. Pencelupan pada suhu 46 oC dengan variasi waktu (5, 10, 15, 20 dan 30 menit).

Gambar 7. Diagram alir proses pengujian mortalitas lalat buah.

Gambar 8. Proses pengujian mortalitas lalat buah.

Setelah itu telur dibiarkan menetas dengan mengiolasinya pada media makanan buatan (artificial diet). Media buatan berupa pepaya masak yang telah diblender yang terlebih dahulu disimpan pada suhu 4 oC selama 24 jam agar terjadi pembentukan gel. Makanan seberat 100-200 g ditempatkan pada wadah

Telur Pembiakan Menetas Pemanasan • 30 menit (40, 43, 46 dan 49 oC) • Suhu 46 oC (5, 10, 15, 20, 25, 30 menit) Tak menetas Hidup Mati

plastik kecil dengan ketebalan 1-2 cm. Setelah telur dimasukkan wadah plastik ditutup bagian atasnya agar kelembabannya tidak hilang dan menghindarkannya dari cahaya yang dapat memicu pertumbuhan cendawan serta mencegah hinggapnya lalat lain. Setelah 6-7 hari telur yang berhasil menetas menjadi larva terlihat berloncatan di dalam wadah dan dihitung sebagai telur yang dapat bertahan hidup.

Tahap II: Pengaruh Perlakuan Panas dan Pelilinan terhadap Mutu Buah

Penentuan waktu kondisioning

Sebelum dilakukan kajian pengaruh panas terhadap mutu mangga, terlebih dahulu ditentukan waktu kondisioning. Waktu kondisioning adalah waktu yang dibutuhkan hingga suhu pusat mangga mencapai suhu yang diinginkan. Mangga yang diuji dipasangi termokopel yang terhubung dengan hybrid recorder untuk memantau penetrasi suhu selama proses VHT. Proses penentuan waktu kondisioning diperlihatkan pada Gambar 9.

Gambar 9. Penentuan waktu kondisioning.

Untuk menggambarkan penetrasi panas yang terjadi pada mangga gedong selama proses VHT digunakan beberapa model matematika non-linier yakni model logistik, rumus umumnya adalah:

(

)

(

θ

)

θ k B A T − + = exp 1

Pada metode VHT pemanasan buah terjadi secara konduktif dimana panas pada permukaan buah akan berpenetrasi hingga ke pusat buah. Hansen (1992) mengembangkan beberapa model matematika untuk menduga penetrasi panas pada buah dan sayur selama proses karantina, dan dilaporkan bahwa model terbaik adalah model logistik. Demikian pula menurut Rokhani (2002), model terbaik dalam menduga suhu pusat mangga Irwin yang di VHT adalah model logistik.

Proses VHT

Mangga dibawa dari kebun menggunakan peti kayu yang dialasi kertas koran untuk mencegah terjadinya kerusakan mekanis dan diangkut menggunakan mobil berpendingin. Setiba di laboratorium dilakukan sortasi untuk mendapatkan ukuran yang sesuai. Lalu mangga dicuci untuk menghilangkan getah dan kotoran yang menempel pada permukaan kulit buah. VHT diberikan pada buah mangga dengan suhu chamber 46,5 oC dengan lama perlakuan 0, 10, 20, dan 30 menit setelah suhu pusat mangga gedong mencapai suhu 46 oC. Setelah proses perlakuan panas mangga segera didinginkan dengan air yang mengalir hingga suhu kembali menjadi normal. Kemudian mangga dikeringkan dengan cara mengangin-anginkannya. Setelah kering dilakukan proses pelilinan dan tanpa pelilinan. Mangga yang dililin kembali dikeringanginkan, setelah permukaan buah benar-benar kering, kemudian dilakukan pengemasan. Diagram alir proses VHT dan pelilinan diperlihatkan pada Gambar 10 dan foto selama proses VHT ditampilkan pada Gambar 11.

Gambar 10. Diagram alir proses VHT pada mangga.

VHT pada suhu 46,5 oC Perlakuan: 10, 20, dan 30 menit dan kontrol

Pemutuan Sortasi Panen

Pendinginan dengan air yang mengalir

Tanpa pelilinan

Pengemasan dengan dus

Penyimpanan pada suhu 13 oC

Pengukuran respirasi dan pengamatan mutu

(susut bobot, kadar air, warna, kekerasan, total padatan terlarut, uji vitamin C, jumlah populasi cendawan dan uji organoleptik)

Gambar 11. Proses VHT pada mangga.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Faktorial RAL dengan dua faktor. Faktor pertama adalah lama VHT dengan 4 taraf percobaan (10, 20, 30 menit dan kontrol) dan faktor kedua adalah pelilinan dengan dua taraf (pelilinan dan tanpa pelilinan). Penelitian ini dilakukan dengan 3 kali ulangan. Untuk melihat pengaruh perlakuan dilakukan analisis sidik ragam (anova) dengan program SAS R. 6.12. Jika terdapat perbedaan dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Model Linearnya adalah:

( )

ij ijk j i ij

Y

=μ+α

+

αβ

dimana, i = 1,2,3, dan p j = 1, 2, 3, dan n

Yijk = Respon setiap parameter yang diamati

µ = Rataan umum

αi = Pengaruh utama lama VHT βj = Pengaruh utama pelilinan

(αβ)ij = Komponen interaksi dari lama VHT dan pelilinan εijk = Pengaruh galat percobaan

Pengamatan mutu

Mangga gedong yang telah diberi perlakuan panas disimpan dalam ruang pendingin bersuhu 13-15 oC dengan RH >70%, menggunakan karton yang diberi partisi pada bagian dalamnya. Perubahan mutu diamati setiap 4 hari sekali hingga 28 hari penyimpanan. Parameter mutu yang diamati adalah: laju respirasi, susut bobot, kadar air, warna, kekerasan, total padatan terlarut, uji vitamin C, jumlah populasi cendawan dan uji organoleptik.

a. Laju respirasi

Laju respirasi mangga diukur menggunakan gas analyzer. Untuk mengukur respirasi sebanyak 3 buah mangga (seberat ± 800-900g) ditempatkan pada toples kaca tertutup dan disimpan di dalam lemari pendingin bersuhu 13-15oC dengan RH >70%.

Dua buah selang yang dihubungkan dengan alat pengukur gas Analyzer Shimadzhu disambungkan dengan dua buah selang yang terpasang ditutup toples untuk melewatkan gas CO2 dan O2. Pengukuran respirasi dilakukan 2 jam sekali hingga laju respirasi menurun. Setiap pengamatan dilakukan 2 kali ulangan.Data yang diperoleh kemudian digunakan untuk menghitung laju respirasi dengan rumus:

dt dx W V

R= ×

Dimana: R = Laju respirasi (ml. CO2/kg.jam dan ml.O2/kg.jam) V = Volume bebas wadah (cm3)

W = Berat sampel (kg)

dt

dx = Laju perubahan konsentrasi O

2 dan CO2 (%/jam)

b. Kekerasan

Pengukuran kerasan dilakukan menggunakan alat Sun Rheometer tipe CR-300 DX yang diset dengan mode 20, beban maksimum 10 kg, kedalaman penekanan 10 mm, kecepatan penurunan beban 60 mm/mnt dan diameter probe 5 mm. Pengukuran dilakukan pada bagian ujung, tengah dan pangkal buah. Nilai yang ditunjukan alat merupakan nilai kekerasan buah dengan satuan kg/mm.

c. Warna

Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan Chromameter (Minolta tipe CR-200) dengan metode Hunter dan Munsell Color. Pengukuran dilakukan dengan cara menempelkan alat sensornya pada permukaan kulit dan daging mangga. Pengukuran dilakukan pada bagian pangkal, tengah dan bawah buah; pengukuran dilakukan sebanyak 3 ulangan pada setiap pengamatan. Nilai Y, y dan x yang diperoleh kemudian konversi dengan rumus ke dalam nilai L, a dan b serta chroma. Nilai Hunter L menunjukkan kecerahan (lightness) yang bergerak dari 0-100. Nilai Hunter a menunjukkan warna kromatik campuran merah hijau yang nilainya bergerak dari positif (0-100) untuk warna merah sampai negatif (0-80) untuk warna hijau. Nilai Hunter b menunjukkan warna kromatik campuran biru kuning yang nilainya bergerak dari positif (0-70) untuk warna kuning sampai negatif (0-70) untuk warna biru. Nilai hunter a dan b merupakan indikasi perubahan warna hijau ke merah/kuning. Nilai a negatif menunjukkan warna hijau nilai a positif menunjukkan warna merah-kuning sementara nilai b positif menunjukkan warna kuning sedangkan nilai b negatif menunjukkan warna biru. Konversi nilai Y, x, z ke dalam L, a, b dengan menggunakan rumus sbb: Y=y X= Y(x/y) Z= Y((1-x-y)/y) Dimana:

(

)

[

]

(

)

[

Y Z

]

Y b Y Y X a Y L / 847 . 0 0 . 7 / 02 . 1 5 . 17 10 − = − = = Chroma=

(

a2+b2

)

Menurut Mohsenin (1984), metode Munsell merupakan metode berdasarkan tiga notasi Munsell yaitu Hueo (hijau, merah, biru, kuning), value (nilai L atau kecerahan yang bergerak dari dark atau gelap sampai light/bright atau cerah), dan chroma (saturasi atau tingkat kandungan warna yang bergerak dari weak atau muda sampai vivid/strong atau tua). Nilai dari notasi tersebut kemudian diplotkan pada Munsell color chart (Gambar 12).

Gambar 12. Munsell color chart.

d. Susut bobot

Penghitungan susut bobot dilakukan berdasarkan persentase penurunan bobot bahan sejak awal penyimpanan sampai dengan akhir penyimpanan. Untuk mengukur susut bobot digunakan rumus sebagai berikut:

% 100 x W W W SusutBobot o t o − =

Dimana: Wo = bobot bahan awal penyimpanan Wt = bobot bahan akhir penyimpanan

e. Kadar air

Pengukuran terhadap kadar air dilakukan dengan metode oven (AOAC, 1984). Bahan ditimbang sebanyak 10 g di dalam cawan alumunium yang telah dikeringkan dalam oven selama 15 mnt pada suhu 100-102oC. Lalu dimasukan

ke dalam oven dengan suhu 100-102 oC sampai beratnya konstan,

perhitungannya: % 100 x BK BA BA KA + =

Dimana: BA= berat air dalam bahan, BK= berat kering mutlak

f. Uji vitamin C

Penentuan kadar vitamin C dilakukan dengan menggunakan metode titrasi (Ranganna, 1977). Sampel sebanyak 10 g ditimbang, ditambahkan dengan HPO3 6% sebanyak 50 ml, diaduk/diblender kemudian diencerkan hingga 100 ml dan disaring. Bila hasil saringannya masih keruh dilakukan sentrifuge, diambil ±5

ml dan ditambahkan larutan dye (Dichlorofenol indofenol) ± 5-10ml (sampai warna merah). Setengah menit dari penambahan larutan dye tersebut dimasukan ke spektrofotometer dan nilainya dapat dibaca. Panjang gelombang absorban yang digunakan 518 nm. Selanjutnya kandungan vitamin C dapat dihitung dengan rumus:

g Vit. C/100g sampel = (a x b)/(cxd)

a = Konsentrasi asam askorbat dari kurva standar x volume larutan b = Volume larutan yang dibuat x 100

c = ml larutanx1000 yg diukur d = Berat/vol sampel

g. Total padatan terlarut

Total padatan terlarut diukur dengan refraktometer. Buah mangga dihancurkan kemudian dan diteteskan pada prisma refraktometer. Indeks refraksi sebagai total padatan terlarut ditentukan dengan melihat angka yang tertera pada alat dengan satuan oBrix.

h. Uji organoleptik

Dilakukan uji kesukaan meliputi warna, rasa, tekstur dan penampakan atau kesegaran dengan menggunakan 15 orang panelis. Bahan yang telah diberi kode disajikan secara acak. Panelis diminta untuk memberikan penilaian berdasarkan skala mutu hedonik/kesukaan yang berkisar antara 1-5. Dimana (1): sangat tidak suka; (2): tidak suka; (3): biasa; (4): suka; (5): sangat suka.

i. Populasi cendawan

Populasi cendawan dihitung dengan metode Standar Plate Count (SPC) dengan media PDA (Potato Dextrose Agar). Sampel dihancurkan dan diambil sebanyak 25 g lalu dilakukan seri pengenceran bertingkat, 1:10, 1:10-2, 1:10-3, 1:10-4, 1:10-5. Kemudian sampel ditanam pada media PDA dengan metode cawan tuang, yakni dengan mengambil 1 ml suspensi dari tiap pengenceran dan dimasukan ke dalam cawan petri steril (9 cm), kemudian dituangi media PDA dengan suhu 47oC-50oC sebanyak 10-15 ml dan ditutup. Setelah itu diinkubasi pada suhu ruang selama ±7 hari dan dihitung koloni cendawannya.

Tahap III: Proses disinfestasi lalat buah yang optimum

Proses ini bertujuan untuk melihat keefektifan metode VHT dalam mendisinfestasi lalat buah. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada tahap sebelumnnya, diperoleh suhu dan waktu perlakuan yang tepat, yang menimbulkan mortalitas 100% terhadap lalat buah tetapi tidak menyebabkan kerusakan panas serta penurunan mutu lainnya terhadap mangga.

Mangga diinfestasi secara alami dengan meletakkannya ke dalam kurungan lalat. Populasi lalat pada setiap kurungan sekitar 150 pasang. Sehari setelah itu mangga diambil dan diberi VHT. Kemudian mangga diisolasi selama 7 hari pada suhu ruang, untuk melihat dan menghitung telur yang berhasil menetas menjadi larva. Telur yang menetas menjadi larva dikategorikan hidup.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Daur Hidup Oriental Fruit Fly

Untuk mendapatkan telur yang dibutuhkan dalam melakukan pengujian tingkat mortalitas terhadap panas, lalat buah diisolasi dari buah yang sudah terinfestasi dari lapangan. Pemeliharaan dilakukan untuk meningkatkan dan menstabilkan populasinya hingga dapat menyediakan jumlah telur yang cukup. Lalat buah mempunyai empat fase metamorfosis (Gambar 13), yaitu telur, larva, pupa dan imago.

Gambar 13. Daur hidup oriental fruit fly.

Telur berbentuk lonjong dan berwarna putih. Telur diletakkan secara berkelompok 2-15 butir. Dalam 1-2 hari telur-telur tersebut menetas menjadi larva. Larva berwarna putih kekuningan dan berbentuk bulat panjang dan salah satu ujungnya meruncing serta memiliki titik hitam, panjangnya berkisar 7-10 mm. Larva terdiri dari tiga instar dan lama fase larva adalah 6-9 hari. Setelah itu larva akan berubah menjadi pupa. Pupa berwarna coklat dan berbentuk oval. Panjangnya kira-kira 5 mm dengan lama fase pupa 4-12 hari. Kemudian pupa menetas menjadi imago. Panjang imago 7-10 mm, berwarna belang kuning dan hitam dan pada bagian abdomen memiliki garis vertikal membentuk huruf T. Sayapnya transparan dan bergaris hitam. Lalat betina memiliki ujung abdomen

Telur Larva

Pupa Imago

runcing yang berfungsi sebagai alat untuk meletakkan telur, sementara abdomen lalat jantan membulat.

Dokumen terkait