• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Disinfestasi Lalat Buah dengan Perlakuan Uap Panas (Vapor Heat Treatment) Pada Mangga Gedong Gincu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Disinfestasi Lalat Buah dengan Perlakuan Uap Panas (Vapor Heat Treatment) Pada Mangga Gedong Gincu"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN DISINFESTASI LALAT BUAH DENGAN PERLAKUAN

UAP PANAS (VAPOR HEAT TREATMENT)

PADA MANGGA GEDONG GINCU

OLEH

ELPODESY MARLISA

F051050041

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PASCAPANEN

SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul ”Kajian

Disinfestasi Lalat Buah Dengan Perlakuan Uap Panas (Vapor Heat

Treatment) Pada Mangga Gedong Gincu” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah dipublikasikan kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Desember 2007

(3)

RINGKASAN

ELPODESY MARLISA. Kajian Disinfestasi Lalat Buah dengan Perlakuan Uap Panas (vapor heat treatment) pada Mangga Gedong Gincu. Dibimbing oleh:

ROKHANI HASBULLAH dan DADANG.

Mangga gedong gincu merupakan salah satu jenis buah andalan ekspor Indonesia. Salah satu kendala ekspor yang dihadapi diantaranya tingginya serangan hama/lalat buah sehingga mengakibatkan banyak buah tidak lolos dalam proses karantina. Beberapa teknologi karantina yang biasa digunakan diantaranya adalah perlakuan dingin (cold treatment), iradiasi, fumigasi dan perlakuan panas. Keefektifan metode perlakuan dingin dalam mengendalikan hama pascapanen tergantung pada rendahnya suhu yang digunakan dan lamanya waktu aplikasi. Metode ini menjadi kurang efektif karena beberapa buah tidak tahan pada suhu yang terlalu rendah dan dalam waktu yang lama. Metode iradiasi hingga saat ini belum dapat diterima konsumen secara luas karena faktor keamanannya masih diragukan. Sementara metode fumigasi (seperti menggunakan etilen bromida) yang telah diterapkan secara luas di seluruh dunia, diketahui menyisakan residu yang tidak aman bagi kesehatan manusia, selain itu juga merusak lapisan ozon. Oleh karena itu metode perlakuan panas menjadi afternatif utama untuk proses disinfestasi. Beberapa perlakuan panas yang biasa digunakan antara lain dengan menggunakan air panas (hot water treatment, HWT), uap panas (vapor heat treatment, VHT) dan udara panas (hot air treatment, HAT) (Lurie, 1998).

Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mempelajari proses disinfestasi lalat buah pada mangga gedong gincu menggunakan metode VHT. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah (1) menentukan tingkat mortalitas fase telur lalat buah pada beberapa suhu dan lama pemanasan yang berbeda dan mengamati daur hidup lalat buah (Bactrocera dorsalis); (2) mengkaji pengaruh perlakuan panas dan pelilinan terhadap mutu buah mangga gedong gincu dan (3) menentukan suhu dan waktu optimum dalam proses perlakuan uap panas pada mangga gedong gincu.

Penelitian dilaksanakan pada bulan April – Agustus 2007 di Laboratorium AP4, TPPHP, dan LBP, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bahan utama yang digunakan adalah mangga gedong gincu dan telur lalat buah (B. dorsalis). Mangga diperoleh dari petani mangga di daerah Cirebon, Jawa Barat dan telur lalat buah diperoleh dari pembiakan di laboratorium. Peralatan yang digunakan adalah VHT chamber, hybrid recorder, chromameter Minolta CR-200, rheometer model CR-300, gas analyzer Shimadzu, refraktometer, kurungan kayu dan lain-lain. Penelitian tahap pertama adalah mengetahui tingkat mortalitas telur lalat buah, dengan merendam telur lalat buah pada air panas bersuhu 40, 43, 46 dan 49 oC selama 30 menit dan pada suhu 46 oC selama 5, 10, 15, 20, 25 dan 30 menit. Penelitian tahap kedua adalah mempelajari pengaruh VHT dan pelilinan terhadap mutu mangga gedong gincu. Tahap ini meliputi penentuan waktu kondisioning, yakni waktu yang dibutuhkan hingga suhu pusat mangga mencapai 46,5 oC. VHT diaplikasikan selama 10, 20 dan 30 menit dan kontrol kemudian dilakukan pelilinan dengan lilin lebah dengan konsentrasi 6%. Pengamatan perubahan mutu setelah VHT dan pelilinan dilakukan setiap 4 hari sekali selama 28 hari masa simpan.

(4)

sedangkan pada suhu 46 oC tercapai pada pemanasan minimal selama 10 menit. Selama masa simpan laju konsumsi O2 mengalami peningkatan pada masa klimakterik (hari ke-6 dan 7). Laju konsumsi O2 terbesar adalah 63,7 ml O2/kg.jam (VHT 30 menit tanpa pelilinan) dan 56,2 ml O2/kg.jam (VHT 10 menit dengan pelilinan). Susut bobot mengalami peningkatan selama masa simpan, pada hari simpan terakhir susut bobot tertinggi 20,1% (kontrol dengan pelilinan) dan 27,8% (VHT 10 menit tanpa pelilinan). Sementara kekerasan mangga gedong selama penyimpanan mengalami penurunan, nilai kekerasan tertinggi pada akhir masa simpan adalah 0,49 kg/mm (kontrol dengan pelilinan) dan 0,46 kg/mm (VHT 20 menit tanpa pelilinan). Warna mangga gedong mengalami perubahan dari hijau ke kuning, ini menandai terjadinya proses pematangan. Kadar air dan nilai total padatan terlarut mengalami perubahan yang fluktuatif selama penyimpanan. Vitamin C mengalami peningkatan selama penyimpanan. Pada hari simpan ke-24, kandungan vitamin C tertinggi adalah adalah 36,03 mg/100g (VHT 10 menit dengan pelilinan) dan 33,40 mg/100g (VHT 10 menit tanpa pelilinan). Proses VHT pada mangga gedong gincu memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada laju respirasi, dan total populasi cendawan dan tidak berpengaruh nyata pada susut bobot, kekerasan, warna, total padatan terlarut, kadar air dan vitamin C serta hasil uji organoleptik. Pemberian lilin memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap laju respirasi, susut bobot dan total populasi cendawan dan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai kekerasan, warna, total padatan terlarut, kadar air dan vitamin C serta hasil uji organoleptik. Interaksi antara perlakuan pelilinan dengan lama VHT memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap laju respirasi, susut bobot, penurunan kekerasan, perubahan nilai total padatan terlarut, kadar air dan total populasi cendawan dan tidak berbeda nyata terhadap warna, vitamin C serta hasil uji organoleptik.

(5)

ABSTRACT

ELPODESY MARLISA. Study on The Fruit Fly Disinfestation using Vapor Heat Treatment on Gedong Gincu Mango. Under supervisors of ROKHANI HASBULLAH and DADANG.

Export of Indonesian fruits is constrained by very tight quarantine regulations. Fruits are attacked by Tephritidae fruit flies such as Bactrocera dorsalis. To be accepted by importing market, fruits must be treated to kill fruit fly eggs inside the fruit. Since the prohibition of chemical method for insect disinfestation processes such as ethylene dibromide in 1984, heat treatment method was developed as quarantine technology. One of the heat treatment methods is vapor heat treatment (VHT). The objectives of this research were to study mortality of fruit fly (Bactrocera dorsalis) and to study the responses of VHT on quality of gedong gincu mango. Fruit fly mortality due to heat has been investigated by immersing fruit fly eggs into heated water at temperatures 40, 43, 46 and 49 oC for 30 minutes and then at temperature 46 oC for 5, 10, 15, 20, 25 and 30 minutes. Gedong gincu mangoes were treated at temperature 46.5oC for 10, 20, 30 minutes and control then followed by waxing treatment. The results showed that mortality has been achieved 100% at temperature more than 43 oC for 30 minutes and at temperature 46 oC for more than 10 minutes. The results show that VHT has significantly influenced the fruit respiration rates and fungi population although without adversely affecting to the fruit quality and there were no significant change in the fruit weight loss, hardness, color, soluble solid content, water content, vitamin C and organoleptic test. VHT at temperature 46.5 o

C for 20 up to 30 minutes were effective to kill fruit flies inside mangoes and VHT combined by waxing treatment were able to maintaining mango quality during storage.

(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Mengutip hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

KAJIAN DISINFESTASI LALAT BUAH DENGAN PERLAKUAN

UAP PANAS (VAPOR HEAT TREATMENT)

PADA MANGGA GEDONG GINCU

Oleh

ELPODESY MARLISA

TESIS

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Pascapanen

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Tesis : Kajian Disinfestasi Lalat Buah dengan Perlakuan Uap Panas (Vapor Heat Treatment) Pada Mangga Gedong Gincu

Nama : Elpodesy Marlisa

NRP : F051050041

Disetujui

Komisi Pembimbing:

Dr. Ir. Rokhani Hasbullah. M.Si Dr. Ir. Dadang, M.Sc Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Pascapanen,

Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(9)

PRAKATA

Alhamdulilah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rezki,

nikmat, kesempatan serta karuniaNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini dengan baik.

Segala hambatan teknis maupun non teknis yang dihadapi pada masa penelitian dan penyusunan tesis ini telah menjadi pengalaman dan merupakan pelajaran yang sangat berharga bagi penulis. Oleh karena itu ucapan terima

kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada:

1. Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M. Si dan Dr. Ir. Dadang, M. Sc sebagai komisi

pembimbing yang telah memberikan arahan, koreksi dan masukan mulai dari penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian serta penyusunan tesis

ini.

2. Dr. Ir. Lilik Pujantoro EN, M. Agr, yang telah bersedia menjadi penguji luar

komisi dan memberikan masukan untuk perbaikan tesis ini.

3. Dr. Ir. I Wayang Budiastra, M. Agr, selaku ketua program studi Teknologi

Pascapanen, seluruh staf pengajar di program studi Teknologi Pascapanen, yang telah mengajar dan mendidik penulis selama masa perkuliahan. Selain

itu rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada para teknisi yang telah membantu penulis selama masa penelitian.

4. Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga penulis sampaikan kepada

Papa dan Mama, atas segala pengorbanan mereka hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan hingga ke jenjang master ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih belum sempurna, oleh karena itu saran dan masukan sangat diharapkan. Namun demikian penulis berharap

semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Bogor, Desember 2007

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 12 Desember 1981 sebagai anak sulung dari pasangan Drs. Mardias Ibrahim dan

Dra. Lismar Mahmud.

Tahun 2000 penulis menamatkan SMAN I Lubuk Basung dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk

IPB. Penulis diterima di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, dan lulus pada tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL... ii

DAFTAR GAMBAR... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA... 4

A. Botani Tanaman Mangga ... 4

B. Karakteristik Buah Mangga Gedong Gincu ... 5

C. Respirasi ... 7

D. Penanganan Pascapanen Mangga... 9

E. Hama dan Penyakit Pascapanen Mangga ... 20

F. Perlakuan Karantina ... 23

G. Vapor Heat Treatment... 29

III. METODE PENELITIAN... 33

A. Waktu dan Tempat ... 33

B. Bahan ... 33

C. Metode ... 33

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

A. Daur Hidup Oriental Fruit Fly ... 45

B. Mortalitas Lalat Buah... 48

C. Pengaruh Perlakuan Panas dan Pelilinan Terhadap Mutu Buah .. 50

D. Uji Verifikasi dan Proses Disinfestasi Lalat Buah yang Optimum . 70 V. SIMPULAN DAN SARAN ... 75

A. Simpulan ... 75

B. Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Karakteristik keunggulan mangga gedong gincu dibandingkan

mangga arumanis ... 6

Tabel 2. Karakteristik fisik dan kimiawi beberapa varietas mangga ... 7

Tabel 3. Komposisi gizi beberapa jenis mangga per 100g... 7

Tabel 4. Umur petik optimal beberapa varietas mangga... 10

Tabel 5. Syarat mutu mangga ... 12

Tabel 6. Syarat mutu mangga gedong gincu untuk ekspor ... 12

Tabel 7. Perbandingan umur simpan beberapa buah-buahan ... 13

Tabel 8. Komposisi gas optimum yang direkomendasikan untuk buah-buahan... 17

Tabel 9. Pematangan buah mangga dengan berbagai bahan pemicu pematangan... 18

Tabel 10. Dosis radiasi minimum untuk berbagai lalat buah ... 25

Tabel 11. Pedoman karantina dengan perlakuan panas pada mangga yang akan diekspor ke Jepang ... 31

Tabel 12. Hasil pengujian mortalitas telur lalat buah oriental fruit fly pada berbagai suhu selama 30 menit... 48

Tabel 13. Hasil pegujian mortalitas telur lalat buah oriental fruit fly pada suhu 46 oC dengan berbagai lama perlakuan... 49

Tabel 14. Total populasi cendawan pada mangga gedong gincu di hari penyimpanan ke-0 ... 66

Tabel 15. Total populasi cendawan pada mangga gedong gincu di hari penyimpanan ke-12 ... 67

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Mangga gedong gincu ... 5

Gambar 2. Diagram alir proses pascapanen mangga untuk ekspor... 9

Gambar 3. Oriental fruit fly (Bactrocera dorsalis)... 20

Gambar 4. Hubungan antara suhu dan lama perlakuan yang layak untuk proses karantina produk hortikultura... 32

Gambar 5. Diagram alir proses pembiakan lalat buah ... 34

Gambar 6. Proses pembiakan lalat buah ... 35

Gambar 7. Diagram alir pengujian mortalitas ... 37

Gambar 8. Proses uji mortalitas ... 37

Gambar 9. Penentuan waktu kondisioning ... 38

Gambar 10. Diagram alir VHT ... 40

Gambar 11. Proses VHT pada mangga ... 41

Gambar 12. Munsell color chart ... 44

Gambar 13. Daur hidup oriental fruit fly... 47

Gambar 14. Perkembangan suhu hasil pengukuran selama proses VHT .... 50

Gambar 15. Sebaran suhu hasil ukur dan hasil duga selama proses VHT ... 51

Gambar 16. Laju konsumsi O2 selama penyimpanan ... 52

Gambar 17. Laju konsumsi O2 mangga gedong pada hari ke-15 ... 53

Gambar 18. Laju produksi CO2 selama penyimpanan ... 54

Gambar 19. Laju konsumsi CO2 mangga gedong pada hari ke-14 ... 55

Gambar 20. Peningkatan susut bobot mangga selama penyimpanan ... 55

Gambar 21. Nilai susut bobot manga gedong pada hari ke-24. ... 56

Gambar 22. Penurunan kekerasan mangga selama penyimpanan ... 57

Gambar 23. Nilai kekerasan mangga gedong pada hari ke-24 ... 58

Gambar 24. Perubahan warna (nilai a) selama penyimpanan ... 59

Gambar 25. Perubahan warna (nilai b) selama penyimpanan ... 60

Gambar 26. Warna mangga hari simpan ke-0 pada Munsell chart ... 60

Gambar 27. Warna mangga hari simpan ke-12 pada Munsell chart ... 60

Gambar 28. Perubahan total padatan terlarut selama penyimpanan ... 62

Gambar 29. Total padatan terlarut pada hari ke-20 ... 62

Gambar 30. Perubahan kadar air selama penyimpanan ... 64

Gambar 31. Kadar air mangga gedong hari ke-20 ... 64

(14)

Gambar 33. Penyakit antraknosa (A) dan stem end rot (B) ... 68

Gambar 34. Identifikasi cendawan pada hari simpan ke-12 ... 69

Gambar 35. Skor uji organoleptik pada hari ke-12 ... 70

Gambar 36. Hasil uji verifikasi ... 71

Gambar 37. Kondisi mangga pada hari penyimpanan ke-16 ... 74

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kondisi mangga gedong gincu pada hari penyimpanan ke-8... 86 Lampiran 2. Kondisi mangga gedong gincu pada hari peyimpanan ke-12 .. 86 Lampiran 3. Penetrasi panas selama proses VHT pada mangga

gedong gincu ... 87 Lampiran 4. Hasil uji mortalitas telur oriental fruit fly pada berbagai

suhu selama 30 menit... 90 Lampiran 5. Hasil uji mortalitas telur oriental fruit fly pada suhu 46 oC

dengan beberapa lama perlakuan ... 91 Lampiran 6. Hasil running SAS untuk model matematika logistik ... 92 Lampiran 7. Sidik ragam laju konsumsi O2 mangga gedong gincu

selama penyimpanan... 93 Lampiran 8. Sidik ragam laju produksi CO2 mangga gedong gincu

selama penyimpanan... 96 Lampiran 9. Sidik ragam peningkatan susut bobot mangga gedong

gincu selama penyimpanan ... 99 Lampiran 10. Sidik ragam penurunan kekerasan mangga gedong gincu

selama penyimpanan... 100 Lampiran 11. Sidik ragam perubahan warna (a) mangga gedong gincu

selama penyimpanan... 102 Lampiran 12. Sidik ragam perubahan warna (b) mangga gedong gincu

selama penyimpanan ... 104 Lampiran 13. Sidik ragam perubahan total padatan terlarut mangga

gedong gincu selama penyimpanan ... 106 Lampiran 14. Sidik ragam perubahan kadar air mangga gedong gincu

selama penyimpanan... 108 Lampiran 15. Sidik ragam perubahan vitamin C mangga gedong

gincu selama penyimpanan ... 110 Lampiran 16. Hasil uji statistik Orgenoleptik pada hari ke-12 ... 111 Lampiran 17. Uji lanjut Duncan peningkatan susut bobot mangga

gedong gincu selama penyimpanan ... 121 Lampiran 18. Uji lanjut Duncan penurunan kekerasan mangga

gedong gincu selama penyimpanan. ... 112 Lampiran 19. Uji lanjut Duncan perubahan warna (nilai b) mangga

gedong gincu selama penyimpanan ... 113 Lampiran 20. Uji lanjut Duncan perubahan warna (nilai a) mangga

gedong gincu selama penyimpanan ... 114 Lampiran 21. Uji lanjut Duncan perubahan total padatan terlarut

(16)

Lampiran 22. Uji lanjut Duncan perubahan kadar air mangga gedong gincu selama penyimpanan ... 117 Lampiran 23. Uji lanjut Duncan perubahan vitamin C mangga

(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komoditas hortikultura Indonesia sangat potensial untuk diekspor,

mengingat banyaknya jumlah dan ragam jenis hortikultura yang dapat tumbuh di

Indonesia seperti mangga, pisang, jeruk, pepaya dan nenas. Mangga (Mangifera

indica) merupakan salah satu produk hortikultura penting yang berperan sebagai

sumber vitamin dan mineral, sumber pendapatan dan lapangan kerja serta salah

satu penghasil devisa negara. Mangga gedong gincu adalah salah satu buah

yang menjadi andalan ekspor, karena dapat diterima dengan baik di pasar

dengan harga jual cukup tinggi. Pangsa ekspor mangga dari Indonesia terutama

adalah negara-negara Timur Tengah dan Asia Timur. Pada tahun 2004 jumlah

impor tertinggi dilakukan oleh negara Hongkong sebanyak 32,196 ton, kemudian

Singapura mengimpor 24,966 ton dan Malaysia mengimpor sebanyak 11,389

ton. Pengimporan mangga pada tahun 2005 mengalami peningkatan, dengan

pengimporan terbesar dilakukan oleh negara Saudi Arabia sebanyak 205,772

ton, lalu Uni Emirat Arab sebanyak 186,753 ton dan Singapura sebesar 141,482

ton (Deptan, 2007a).

Produktivitas mangga di Indonesia dari tahun ke tahun berfluktuasi,

produksi pada tahun 2004 adalah sebesar 1 437 665 ton, pada tahun 2005

menurun menjadi 1 412 884 ton, dan tahun 2006 sebesar 1 621 997 ton (Deptan,

2007b). Beberapa kendala ekspor yang dihadapi diantaranya adalah tingginya

serangan lalat buah yang menyebabkan buah tidak lolos dalam proses karantina.

Sekitar 78 spesies Dacus spp. ditemukan di Indonesia dan menyerang sekitar

75% buah-buahan seperti mangga, belimbing, nenas, semangka, mentimun,

jeruk, dan durian (Sutrisno, 1991). Kerugian yang ditimbulkan oleh lalat buah ini

mencapai 10-30% bahkan pada populasi tinggi kerusakan yang ditimbulkannya

mencapai 100% (Deptan, 2003). Dalam pasar domestik, buah yang terinfestasi

lalat buah selain mendatangkan kerugian karena menurunnya mutu, juga

memberi andil yang cukup besar dalam penyebaran hama dan penyakit

buah-buahan di tanah air sehingga sulit untuk dikendalikan. Oleh karena itu buah-buah

yang akan diekspor harus dikarantina terlebih dahulu di negara asalnya untuk

menjamin tidak terjadinya penyebaran hama penyakit di negara tujuan ekspor.

Penguasaan teknologi karantina terutama dalam proses disinfestasi hama dan

(18)

tropika seperti Indonesia. Teknologi karantina belum banyak dikembangkan di

Indonesia meskipun buah-buahan dan sayuran Indonesia berpotensi untuk

dipasarkan di pasar internasional.

Beberapa teknologi karantina yang biasa digunakan diantaranya adalah

perlakuan dingin (cold treatment), iradiasi, fumigasi dan perlakuan panas.

Keefektifan perlakuan dingin dalam mengendalikan lalat buah tergantung pada

rendahnya suhu yang digunakan dan lamanya waktu aplikasi. Hal ini menjadi

kurang efektif karena beberapa buah terutama buah-buahan tropis tidak tahan

pada suhu udara yang terlalu rendah dan dalam waktu yang lama, sehingga

mengalami kerusakan dingin (chiling injury). Sedangkan metode iradiasi hingga

saat ini belum dapat diterima konsumen secara luas karena faktor keamanannya

yang masih diragukan. Sementara metode fumigasi yang telah diterapkan secara

luas di seluruh dunia, diketahui menyisakan residu yang tidak aman bagi

kesehatan manusia, selain itu juga beberapa bahan fumigasi dapat merusak

lapisan ozon.

Penggunaan metode perlakuan panas pada buah-buahan dan sayuran

sangat berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir ini. Beberapa metode

yang biasanya digunakan adalah hot water treatment (HWT), hot air treatment

(HAT), dan vapor heat treatment (VHT). Kelebihan metode VHT dibandingkan

metode perlakuan panas yang lainnya adalah dapat memperkecil resiko

kerusakan akibat panas, sehingga mencegah terjadinya penurunan mutu.

B. Tujuan

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari proses

disinfestasi lalat buah pada mangga gedong gincu menggunakan metode VHT.

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

(1) Mengamati daur hidup lalat buah dan menentukan tingkat mortalitas

fase telur lalat buah pada beberapa suhu dan lama pemanasan.

(2) Mengkaji pengaruh perlakuan panas dan pelilinan terhadap mutu

buah mangga gedong gincu

(3) Menentukan suhu dan waktu optimum dalam proses perlakuan uap

(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Botani Tanaman Mangga

Mangga merupakan tanaman pendatang yang berasal dari India,

kemudian menyebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Tinggi pohon mangga

dapat mencapai 15-20 m, dengan diameter tajuk 7-15 m. Faktor suhu,

kelembaban, air dan ketinggian tempat sangat mempengaruhi produktivitasnya.

Broto (2003) menyatakan bahwa tanaman mangga dapat hidup baik di dataran

rendah sampai ketinggian 500 dpl. Kemiringan tanah tidak boleh lebih dari 15º.

Tipe iklimnya kering, curah hujan 1000-2000 mm/tahun dan tingkat penyinaran

50-80%. Kondisi bulan kering yang diperlukan mangga adalah 4-8 bulan/tahun.

Tanah yang cocok untuk budidaya mangga adalah tanah lempung berpasir dan

tanaman ini tahan terhadap kekeringan. Derajat keasaman tanah (pH tanah)

ideal untuk tanaman mangga adalah 5,5-6,0 dan suhu udara optimum 25-27 oC.

Suhu udara yang rendah dapat merangsang pembungaan namun tidak baik

untuk perkembangan buahnya (Sunarjono, 1998). Menurut Surachmat (1985),

mangga gedong gincu temasuk:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub-divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Sapindales

Famili : Anacardiaceae

Genus : Mangifera

Spesies : Mangifera indica L.

Tanaman mangga berbuah bersamaan dengan musim kemarau.

Tanaman mangga akan berbunga 1-1,5 bulan sesudah kemarau dimulai dan

buah matang 3-4 bulan kemudian. Bila musim kemaraunya kering hasil produksi

akan lebih baik, sehingga daerah dengan musim kering yang panjang baik

digunakan untuk berkebun mangga. Untung (1999) mengemukakan bahwa

mangga arumanis dan manalagi merupakan kultivar mangga yang cocok tumbuh

pada kondisi kering. Sementara kultivar mangga yang tahan terhadap kondisi

(20)

Buah mangga berukuran relatif besar, bentuknya bulat sampai lonjong,

bijinya gepeng dibungkus oleh daging yang tebal dan lunak serta enak dimakan.

Mangga tersusun atas 11-18% kulit, 14-22% daging dan 60-75% biji (Verheij dan

Coronel, 1997). Produksi mangga antara 25-1000 buah per pohon tergantung

varietas, umur, tempat tumbuh, dan kondisi iklim. Umumnya tanaman mangga

dapat dipanen pada bulan September sampai Desember. Satuhu (1999)

menyatakan bahwa musim mangga di Indonesia pada bulan Agustus sampai

Desember untuk mangga arumanis, golek dan manalagi, sedangkan Juni dan

Juli untuk mangga gedong gincu.

B. Karakteristik Buah Mangga Gedong Gincu

Jenis mangga gedong ada dua macam yaitu mangga gedong biasa dan

mangga gedong gincu (Gambar 1). Mangga gedong biasa berbentuk bulat, letak

tangkai di tengah, pangkal buah miring, sedikit berlekuk, pucuk buah bulat dan

sedikit pecah. Berat rata-rata 300 g dan berukuran 9,4 cm x 7,4 cm x 6,1 cm.

Kulit buah tebal, halus, berlilin, bintik-bintik agak jarang dan berwarna putih

kehijauan. Warna daging buah masak kuning jingga. Daging buah tebal, kenyal,

berserat halus sekali, kandungan air banyak, beraroma harum dan khas, serta

rasanya manis segar.

(21)

Bijinya besar berukuran 7,9 cm x 4,5 cm x 2,3 cm dan sebagian biji berserat

pendek (Satuhu, 1999). Buah mangga gedong gincu memiliki warna daging

merah kekuningan. Bentuk buah hampir bulat dengan panjang 10 cm dan

lebarnya 8 cm. Bobot buah rata-rata 200-250 g dan kulit tipis serta halus. Daging

buah tebal, berwarna kuning kemerahan, berserat, beraroma harum dan rasanya

manis (Satuhu, 1999).

Mangga gedong gincu mempunyai keunggulan dibandingkan mangga

gedong biasa ataupun mangga lainnya, karena mangga ini memiliki aroma lebih

tajam, kulit buah berwarna merah menyala (disukai konsumen luar negeri). Pada

Tabel 1 ditampilkan beberapa keunggulan mangga gedong gincu dibandingkan

mangga arumanis.

Tabel 1. Karakteristik keunggulan mangga gedong gincu dibandingkan mangga arumanis

Karakteristik buah Mangga gedong gincu Mangga arumanis

Bentuk buah Bulat Jorong berparuh sedikit

dan pucuk runcing

Aroma buah Harum menyengat kuat Harum

Rasa buah Manis Manis

Bobot buah 200-250 g 450 g

(Sumber: Dirjen Bina Produksi Hortikultura, 2004).

Keunggulan yang dimiliki gedong gincu menyebabkan mangga ini diminati

oleh kelompok masyarakat ekonomi menengah ke atas dan konsumen luar

negeri. Rachmiyanti (2006) melaporkan harga jual mangga gedong gincu

berfluktuasi, dimana supply buah berlebih maka harga akan rendah, begitu pula

sebaliknya dimana supply buah sedikit maka harga jual tinggi. Harga jual

mangga gedong gincu di petani saat musim panen yaitu sekitar Rp 6.000/kg,

yang terjadi pada pertengahan bulan Desember, sedangkan harga jual petani

tertinggi pada bulan September – Oktober berkisar antara Rp 18.000-21.000/kg.

Pada kondisi supply stabil harga mangga berkisar antara Rp 9.500-13.000/kg

ditingkat petani.

Buah mangga mengandung nutrisi yang cukup tinggi sehingga baik untuk

dikonsumsi dengan komposisi nutrisi yang berbeda-beda tergantung varietasnya.

(22)

perubahan fisiko-kimia seperti yang tertera pada Tabel 2 sementara pada Tabel

3 ditampilkan komposisi gizi beberapa varietas mangga.

Tabel 2. Karakteristik fisik dan kimiawi beberapa varietas mangga matang

Jenis mangga Kandungan

Gedong Arumanis Cengkir

Total padatan terlarut (obrix) 16,0-7,8 14,8-16,6 13,0-15,0

Total asam (%) 0,12-0,49 0,22-0,56 0,26-0,88

Total gula (g/100g) 14,80 11,40 11,50

Zat pati (g/100g) 8,80 7,40 7,60

Vit. C (g/100g) 36,2-96,2 22,0-46,9 37,8-58,2

Kadar air (%) ±82,9 ±81,1 ±84,3

(Sumber: Sabari, 1989).

Tabel 3. Komposisi gizi beberapa jenis mangga per 100g

Jenis mangga Kandungan

Gedong Indramayu Arumanis

Energi (kal) 44 72 46

Mangga masih melakukan proses respirasi dan transpirasi setelah dipetik

(Soesarsono, 1998). Proses respirasi dan transpirasi sepenuhnya tergantung

pada kandungan bahan dan kelembaban komoditas tersebut (Wills et al., 1981).

Menurut Pantastico (1986), laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk

mengetahui daya simpan sayur dan buah setelah panen. Semangkin tinggi laju

respirasi, semakin pendek umur simpan.

Respirasi memerlukan oksigen untuk pembakaran senyawa

(23)

H2O serta sejumlah energi (Winarno dan Aman, 1981). Selama proses respirasi

terjadi perubahan fisik, kimia, dan biologi misalnya proses pematangan,

pembentukan aroma dan kemanisan, pengurangan keasaman, pelunakan daging

buah dan pengurangan bobot. Bila proses respirasi berlanjut terus, buah dan

sayuran akan mengalami kelayuan dan akhirnya terjadi pembusukan yang

ditandai dengan hilangnya zat gizi dan faktor mutu buah tersebut. Respirasi

yang merupakan pembongkaran oksidatif bahan-bahan komplek, yang terdapat

di dalam sel menjadi molekul yang sederhana, disamping terbentuknya energi

dan juga dihasilkan molekul lain yang dapat digunakan sel untuk reaksi sintesa

(Wills et al., 1981). Umumnya respirasi aerob pada buah tropis digambarkan

dengan reaksi berikut:

C6H12O6 + 6O2 Æ 6CO2 + 6H2O + 678kal

Ryall dan Pentzer (1982) menyatakan bahwa tiap buah yang berbeda

mempunyai kecepatan dan pola respirasi yang berbeda pula sesuai dengan jenis

dan tingkat kedewasaan buah (maturation). Berdasarkan pola respirasinya, buah

dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu buah klimakterik dan non klimakterik.

Buah-buahan klimakterik menurut Pantastico (1986) adalah buah yang

mengalami kenaikan produksi CO2 secara mendadak, kemudian mengalami

penurunan yang cepat. Demikian juga menurut Haard (1976), buah-buahan yang

mengalami kenaikan dalam respirasi digolongkan ke dalam buah-buahan

klimakterik. Klimakterik sedikit banyak berhubungan dengan perubahan flavour,

tekstur, warna yang erat hubungannya dengan kematangan buah. Biale dan

Young (1981) menambahkan bahwa peningkatan laju respirasi pada buah

klimakterik terjadi pada akhir fase kemasakan, sedang pada buah non klimakterik

tidak terjadi peningkatan laju respirasi pada akhir fase pemasakan.

Buah mangga termasuk buah-buahan klimakterik sehingga walaupun

dipanen masih muda, akan matang dalam masa pemeraman. Untuk

menghasilkan buah dengan mutu yang baik, buah harus dipanen dengan tingkat

ketuaan yang cukup, buah yang dipetik sebelum umur petik optimal, setelah

matang akan mempunyai rasa buah yang hambar dan kurang enak serta warna

buah yang tidak menarik, tampak kusam dan tidak cerah. Menurut Krishnamurthy

(1973), respirasi buah mangga mencapai puncaknya 2-5 hari setelah pemanenan

pada saat buah masih keras dan berwarna hijau atau saat permulaan terjadinya

(24)

menurun. Laju respirasi buah mangga dapat dibagi menjadi 4 periode yaitu,

praklimakterik, klimakterik, puncak klimakterik dan periode kelayuan atau

senescene. Menurut Phan et al. (1986) laju respirasi buah dan sayuran

dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam yang mempengaruhi

respirasi adalah tinggkat perkembangan, ukuran produk, jenis jaringan dan

lapisan alamiah seperti lilin, ketebalan kulit dan sebagainya. Sementara faktor

luar yang mempengaruhi adalah suhu, konsentrasi gas CO2 dan O2 yang

tersedia, zat-zat pengatur tumbuh, dan kerusakan yang ada pada buah.

D. Penanganan Pascapanen Mangga

Penanganan pascapanen yang tepat diperlukan untuk mengurangi susut

dan mempertahankan mutu buah-buahan setelah dipanen. Penanganan

pascapanen perlu dilakukan segera semenjak buah itu dipanen, diimbangi

dengan penerapan teknologi dengan memperhatikan nilai ekonomi komoditas

(Budiastra dan Purwadaria, 1993). Setyadjid dan Sjaifullah (1992) menyatakan

kerusakan pascapanen buah mangga diperkirakan mencapai 30%. Kerusakan

pascapanen disebabkan karena perlakuan pascapanen yang tidak tepat

misalnya: teknik pemanenan yang kurang tepat, sortasi yang tidak baik,

pengemasan dan pengepakan, pengangkutan dan penyimpanan yang kurang

diperhatikan serta adanya serangan hama dan penyakit.

Gambar 2. Diagram alir proses pascapanen mangga untuk ekspor.

Panen

Sortasi dan pencucian

Pemutuan/grading

Pelilinan

Labeling & Pengemasan

Penyimpanan

Pematangan buatan

Tidak layak jual

Mutu I

(25)

1. Panen

Pemanenan merupakan kegiatan pascapanen untuk mengumpulkan buah

secepat mungkin dari lahan pertanaman pada tingkat ketuaan yang tepat (Broto,

1993). Untuk menghasilkan mangga dengan mutu yang baik, pemanenan buah

mangga harus dilakukan pada saat yang tepat dan dengan cara yang baik dan

tepat. Tingkat ketuaan buah dapat didasarkan kepada umur buah, bentuk buah,

tangkai buah, lapisan lilin dan lentisel pada permukaan kulit buah. Umur buah

(Tabel 4) ditentukan dan dihitung mulai bunga mekar.

Tabel 4. Umur petik optimal beberapa varietas mangga

Varietas Umur petik (hari)

Gedong gincu 90-107

Arumanis 90-107 Golek 78-85 Manalagi 80-85

(Sumber: Satuhu, 1999).

Permasalahan yang sering dihadapi dalam pengusahaan buah mangga

adalah sulitnya menentukan tingkat ketuaan buah mangga yang tepat untuk

dipetik (Haryati, 1991). Padahal pemanenan yang dilakukan akan mempengaruhi

mutu buah yang dihasilkan, sehingga tingkat ketuaan sewaktu panen merupakan

faktor terpenting yang mempengaruhi mutu buah mangga. Pemanenan biasanya

dilakukan secara manual dengan memanjat pohon mangga, atau menggunakan

galah yang diberi jaring diujungnya agar buah mangga tidak terhempas ke tanah.

Bila pemanenan buah menggunakan gunting, setidaknya 10 cm dari tangkai

harus dipertahankan. Dengan demikian getah yang sangat lekat dan mudah

mengalir pada buah mangga yang baru dipetik, tidak akan mengotori buah. Buah

mangga, khususnya varietas berwarna hijau di Indonesia, banyak sekali

mengalirkan lateks atau getah dari tangkai yang baru dipotong.

2. Sortasi dan Pencucian

Sortasi dan pemutuan merupakan salah satu rangkaian dari kegiatan

setelah panen yang umumnya dikerjakan di bangsal pengemasan. Tujuan

sortasi dalam pascapanen mangga adalah untuk memisahkan buah yang layak

dan tidak layak untuk dipasarkan. Disamping itu sortasi juga dilakukan untuk

(26)

Dengan demikian sortasi merupakan kegiatan yang menentukan keberhasilan

buah agar tetap bermutu baik hingga sampai ke tangan konsumen (Broto, 1993).

Setelah sortasi dilakukan buah mangga dicuci terlebih dahulu untuk

membersihkan kotoran dan sisa getah yang masih menempel pada permukaan

kulit buah. Pencucian biasanya dilakukan dengan meletakkan mangga pada

konveyor yang melewati semprotan air selama lebih kurang 20 menit. Pencucian

dilakukan dengan hati-hati agar getah terbuang dan tidak mengalir pada kulit

buah, bahkan pada mangga kensington pekerja harus menggunakan sarung

tangan agar getah tidak merusak kulit. Penambahan detergen atau cairan

pembersih seperti klorin biasanya sering dilakukan pada berbagai packing house.

3. Pemutuan

Pemutuan dilakukan untuk memisahkan produk berdasarkan mutu yaitu,

warna, bentuk, berat, tekstur, dan kebebasan buah dari kotoran atau bahan asing

(Budiastra dan Purwadaria, 1993). Mangga Gedong gincu dapat diklasifikasikan

berdasarkan beratnya. Mangga dikatakan besar jika beratnya > 250g, sedang

jika beratnya 200-250 g, kecil jika beratnya 150-199 g, dan sangat kecil jika

beratnya 100-149 g. Keseragaman kualitas dapat diperoleh dengan menerapkan

standar mutu produk. Menurut Dirjen Bina Produksi Hortikultura (2004) standar

mutu yang berlaku sacara nasional adalah menurut Standar Nasional Indonesia,

SNI 01-3164-1992 (Tabel 5), dimana syarat mutu minimal dan tingkat toleransi

kriteria mutu mangga yang masih diperbolehkan untuk dipasarkan yaitu: (1) buah

mangga yang utuh, tidak terbelah atau terkelupas, (2) kekerasan buah cukup, (3)

penampakan segar, (4) keadaan baik, tidak busuk, layak dikonsumsi, (5) bersih

dan bebas dari benda asing, (6) bebas dari bercak atau noda hitam pada

permukaan kulit, (7) bebas dari tanda-tanda memar, (8) bebas dari kerusakan

yang disebabkan oleh hama penyakit, (9) bebas dari bau dan rasa asing, (10)

tingkat perkembangan buah cukup dan menjamin tercapainya proses

(27)

Tabel 5. Syarat mutu mangga

Karakteristik Mutu I Mutu II

Keseragaman varietas Seragam Seragam

Tingkat ketuaan Tua tapi tidak matang Tua agak matang

Kekerasan Keras Cukup keras

Keseragaman ukuran Seragam Kurang seragam

Mangga cacat, % maks 0 0

Kadar kotoran Bebas Bebas

Mangga busuk, % maks 0 0

Panjang tangkai, maks 1 cm 1 cm

(Sumber: SNI 01-3164-1992).

Beberapa syarat mutu yang harus dipenuhi oleh mangga untuk tujuan

ekspor (Tabel 6) adalah: permukaan kulit mulus (tidak berbintik, tidak berlubang,

tidak ada warna hitam pada pangkal buah, tidak ada noda ”scab”), bebas dari

luka (luka mekanis atau mikrobiologis), bebas dari penyakit pascapanen dan

bentuk normal. Beberapa syarat mutu tambahan untuk mangga yang akan

diekspor yaitu matang fisiologis, kolorisasi kuning 30-50%, tingkat kematangan

merata, berat dan ukuran seragam berdasarkan varietasnya.

Tabel 6. Syarat mutu mangga gedong untuk ekspor

Karakteristik Mutu I Mutu II Mutu III Mutu IV Mutu V Mutu VI

Bebas Bebas Bebas Bebas Bebas Bebas

Bentuk Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Berat buah (g) > 350 g 300-349 275-299 250-274 225-249 200-224

(Sumber: Satuhu, 1999).

4. Pelilinan

Pelapisan lilin terhadap buah-buahan dan sayur-sayuran befungsi

sebagai pelindung terhadap hilangnya air dari komoditi dan mengatur kebutuhan

oksigen untuk respiras untuk menekan respirasi dan transpirasi sehingga

komoditi tersebut memiliki umur simpan yang lebih lama dan nilai jualnya dapat

dipertahankan. Roosmani (1975) menyatakan bahwa konsentrasi emulsi lilin

(28)

Pemberian lapisan lilin cukup penting, khususnya bila terdapat luka-luka

atau goresan kecil pada permukaan buah. Kerusakan-kerusakan tersebut dapat

ditutupi oleh lapisan lilin. Dalam pelilinan diupayakan agar pori-pori kulit buah

tidak tertutupi sama sekali untuk mencegah kondisi anaerob di dalam buah, yang

dapat mengakibatkan terjadinya fermentasi sehingga mempercepat kebusukan

(Akamine et al., 1986).

Lapisan lilin yang digunakan umumnya menggunakan lilin lebah yang

dibuat dalam bentuk emulsi lilin dengan konsentrasi 4-12%, dengan syarat lilin

tersebut tidak mempengaruhi bau dan flavor dari komoditas yang akan dilapisi,

mudah kering, tidak lengket, mudah diperoleh, tidak bersifat racun dan murah

harganya. Lilin alami yang komersial diantaranya adalah lilin lebah (hasil sekresi

dari lebah madu), karnauba (dari pohon palem) dan spermaceti (dari kepala ikan

paus). Akamine et al. (1986) menyatakan dalam pembuatan emulsi lilin tidak

boleh menggunakan air sadah karena garam-garam yang terkandung dalam air

tersebut dapat merusak emulsi lilin. Pemberian lilin dapat dilakukan dengan

teknik pembusaan, penyemprotan, pencelupan, dan pengolesan. Pelapisan lilin

sebaiknya dilakukan menggunakan mesin untuk menghasilkan pelapisan yang

merata.

Pelilinan terhadap buah jeruk segar pertamakali dikenal sejak abad 12-13

oleh bangsa Cina. Pelapisan lilin pada saat itu tanpa memperhatikan adanya

efek-efek respirasi dan tranpirasi sehingga lapisan lilin yang terbentuk terlalu

tebal, mengakibatkan respirasi anaerob dan menghasilkan jeruk yang masam

dan busuk. Roosmani (1975) melakukan percobaan menggunakan mangga

indramayu, apel malang, jeruk siam dan tomat varietas money maker

menggunakan emulsi lilin yang mengandung 6, 8 dan 9 % solid untuk

mengetahui pengaruh pelilinan terhadap hortikultura di Indonesia (Tabel 7).

Tabel 7. Perbandingan umur simpan beberapa buah-buahan

Daya simpan (hari)

Jenis buah

Tanpa pelilinan Dengan pelilinan

Apel malang 12 30

Jeruk siam 10 21

Mangga indramayu 6 12

Tomat 20 50-60

(29)

Pada buah mangga pelilinan juga biasa diterapkan, berdasarkan SPO

mangga arumanis dijelaskan bahwa untuk membuat emulsi lilin standar 12 %

terlebih dahulu diperlukan lilin lebah 120 g, asam oleat 20 g, triethanol amin 40 g

dan air panas 820 cc. Lilin dipanaskan dalam panci sampai mencair, kemudian

dimasukkan dalam blender. Selanjutnya dituang sedikit demi sedikit asam oleat,

triethanolamin dan air panas, larutan diblender kurang lebih dari 2-5 menit agar

tercampur dengan sempurna kemudian emulsi lilin didinginkan. Emulsi lilin dapat

digunakan setelah proses pendinginan selesai dilaksanakan. Berdasarkan

pengetahuan ini dan sesuai dengan kemajuan teknologi maka pelilinan terhadap

berbagai komoditas hortikultura terus berkembang. Menurut Roosmani (1975)

emulsi lilin optimum untuk buah mangga adalah pada konsentrasi 6%.

5. Pengemasan

Pengemasan hortikultura adalah salah satu usaha untuk menempatkan

komoditas segar ke dalam suatu wadah yang memenuhi syarat sehingga

menjaga supaya mutunya tetap atau hanya mengalami penurunan mutu yang

masih dapat diterima oleh konsumen sampai akhir dengan nilai pasar yang tetap

tinggi. Tujuan pengemasan buah adalah: melindungi buah dari luka,

memudahkan dalam pengelolaan suhu, mencegah kehilangan air,

mempermudah dalam perlakuan khusus dan memberikan estetika yang menarik

bagi konsumen (Broto, 1993).

Pengemasan mempunyai peran yang cukup strategis dalam pemasaran

produk, baik dari segi menjaga kualitas produk, penanganan selama transportasi

maupun sebagai sebagai daya tarik bagi konsumen. Disamping itu pengemasan

berfungsi untuk menempatkan suatu hasil pengolahan atau produk agar

mempunyai bentuk-bentuk yang memudahkan dalam penyimpanan,

pengangkutan dan distribusi. Dari segi promosi, wadah atau pembungkus

berfungsi sebagai perangsang atau daya tarik pembeli. Karena itu, bentuk warna

dan dekorasi dari kemasan perlu diperhatikan dalam perencanaannya.

Berdasarkan bahan yang digunakan, kemasan transportasi untuk mangga

umumnya terbuat dari keranjang bambu, keranjang plastik, peti kayu atau kotak

karton. Kemasan konsumen umumnya dilakukan di tingkat pedagang eceran.

Seperti halnya pada apel dan pear, buah mangga dilakukan pengemasan

(30)

6. Penyimpanan

Tujuan penyimpanan adalah untuk mempertahankan mutu produk

sehingga masa simpannya dapat diperpanjang. Selain untuk memperpanjang

daya guna mangga dan dalam keadaan tertentu dapat mempertahankan

mutunya, menghindari banjirnya produk mangga dipasaran, menjaga ketersedian

mangga sepanjang tahun sehingga dapat membantu pemasaran yang teratur

sehingga meningkatkan keuntungan produsen.

Penyimpanan dingin dapat mengurangi aktivitas respirasi dan

metabolisme, proses penuaan karena adanya proses pematangan, pelunakan

dan perubahan warna serta tekstur, kehilangan air dan pelayuan, kerusakan

karena aktivitas mikroba (bakteri, kapang/cendawan dan khamir). Mangga yang

akan disimpan hendaknya bebas dari lecet kulit, memar, busuk dan kerusakan

lainnya. Memar dan kerusakan mekanis bukan hanya menyebabkan bentuk dan

rupa produk menjadi kurang menarik, tetapi juga memberikan kesempatan bagi

organisme pembusuk untuk masuk dan merusak bahan. Sehingga produk

tersebut akan mengalami lebih banyak dan lebih cepat busuk, serta

menyebabkan kehilangan air. Buah yang memar akan mengalami penyusutan

empat kali lebih besar dari pada buah yang utuh.

Untuk mendapatkan hasil yang baik, maka penting dijaga agar suhu

ruang penyimpanan relatif tetap. Jika kelembaban rendah maka akan terjadi

pelayuan atau pengkeriputan dan jika terlalu tinggi akan merangsang proses

pembusukan, terutama apabila ada variasi suhu dalam ruangan. Kelembaban

nisbi antara 85-90% diperlukan untuk menghindari pelayuan dan pelunakan pada

beberapa jenis sayuran. Beberapa produk bahkan memerlukan kelembaban

sekitar 90-95%. Kelembaban udara dalam ruangan pendinginan dapat

dipertinggi antara lain dengan cara menyemprot lantai dengan air. Kelembaban

yang tepat akan menjamin tingkat keamanan bahan yang disimpan terhadap

pertumbuhan mikroba. Selain itu dibutukan sirkulasi udara yang cepat terutama

pada waktu bahan baru dimasukkan, untuk menghilangkan panas lapang.

Setelah panas lapangan dihilangkan dari bahan, maka kecepatan sirkulasi udara

tidak perlu terlalu besar. Sirkulasi udara diperlukan secukupnya untuk membuang

panas yang berasal dari hasil respirasi atau panas yang masuk dari luar.

Selama penyimpanan diperlukan suhu yang tepat karena ada

(31)

Buah-buahan tropika pada umumnya sensitif pada suhu dingin (Kays, 1991).

Chiling injury adalah kerusakan karena penyimpanan di bawah suhu optimum

yang dicirikan oleh bintik-bintik hitam atau coklat pada kulit buah, pembentukan

warna kulit yang tidak sempurna dan pematangan yang tidak normal. Kays

(1991) menerangkan bahwa suhu chiling injury pada mangga adalah 10-13oC.

Apandi (1984) menerangkan bahwa suhu 7-13 oC adalah suhu chiling injury

untuk penyimpanan mangga, sedangkan Broto (2003) menerangkan bahwa suhu

chiling injury untuk penyimpanan mangga adalah 5-20 oC dan untuk mencegah

terjadinya chiling injury pada penyimpanan mangga gedong yang disimpan pada

suhu 10 oC, diperlukan adaptasi selama sehari pada suhu 15 oC.

USDA (1968) mempublikasikan kisaran suhu untuk penyimpanan mangga

adalah pada 13 oC selama 2-3 minggu. Satuhu (2000) menjelaskan bahwa

mangga yang disimpan pada suhu 15-20 oC dapat bertahan selama 22 hari.

Menurut Pantastico (1986), lama penyimpanan pada suhu rendah untuk mangga

tergantung varietasnya, yaitu 2,5 hingga 6 minggu. Mangga arumanis dapat

simpan pada suhu kamar selama 14 hari (Yuniarti, 1980) dan selama 15 hari

pada suhu 15 oC (Sahirman et al., 1994); mangga indramayu dapat disimpan

selama 36 hari pada suhu 10 oC (Hadi, 1987) dan mangga cengkir dapat

disimpan selama 15 hari pada suhu 10 oC (Pratikno dan Sosrodihardjo, 1989).

Ratule (1999) menyimpulkan bahwa suhu 10 oC adalah suhu optimum

penyimpanan mangga arumanis yang terolah minimal berlapis edibel dengan

penyimpanan atmosfer terkontrol. Broto (2003) menerangkan bahwa mangga

gedong dapat disimpan selama 4 minggu pada suhu 10 oC setelah sebelumnya

dilakukan adaptasi penyimpanan pada suhu 15 oC selama sehari. Saat

dikeluarkan dari ruang penyimpanan mangga tersebut masih dapat matang

normal serta bermutu baik dalam waktu 2-3 hari pada suhu ruang (28-30oC).

Sakai et al. (1988) mengemukakan bahwa penyimpanan mangga dapat

dilakukan pada 4 variasi suhu yang berbeda yaitu: penyimpanan pada suhu

9-10oC, pematangan pada suhu 21-24 oC; penyimpanan pada suhu 7 oC,

pematangan pada suhu kamar; penyimpanan pada suhu 15-17,8 oC,

pematangan pada suhu 21-24oC dan penyimpanan dan pematangan pada suhu

dibawah 26,1 oC. Umumnya penyimpanan pada suhu 12oC dengan RH 85-95%

merupakan kondisi yang optimum untuk mangga (Kader , 1992).

Penerapan teknologi lain seperti pelilinan, pengemasan dengan plastik

(32)

memuaskan bila tanpa pendinginan. Penyimpanan dengan pengaturan

lingkungan atmosfir dimaksudkan untuk memberikan kondisi atmosfir disekitar

produk yang berbeda dengan kondisi atmosfir udara normal, biasanya dengan

meningkatkan kandungan karbondioksida dan atau menurunkan kandungan

oksigen. Kondisi atmosfir ini dapat menekan laju respirasi sehingga masa simpan

dapat diperpanjang.

Penyimpanan dengan teknik Modified Atmosphere Package (MAP)

adalah penyimpanan dengan cara pengemasan menggunakan plastik film yang

memiliki tingkat permeabilitas terhadap O2 dan CO2 tertentu sehingga

menghasilkan konsentrasi gas di dalam kemasan (O2 dan CO2) sesuai yang

direkomendasikan untuk produk yang dikemas (Tabel 8). Faktor-faktor yang

mempengaruhi kandungan O2 dan CO2 dalam kemasan antara lain adalah faktor

produk yang dikemas (varietas, berat, respirasi), faktor bahan pengemas (jenis

film plastik, ketebalan, luas permukaan, nilai permeabilitas) dan faktor lingkungan

(suhu dan kelembaban ruang penyimpan).

Pada Controlled Atmosphere Storage (CAS), komposisi gas di dalam

ruangan penyimpanan diatur secara terus-menerus dengan menambahkan atau

mengurangi gas-gas tertentu sehingga diperoleh komposisi sesuai yang

direkomendasikan untuk produk yang disimpan. Sedangkan pada “hypobaric

atmosphere”, penyimpanan produk dilakukan pada tekanan rendah sehingga

kandungan oksigen menjadi sangat terbatas.

Tabel 8. Komposisi gas optimum yang direkomendasikan untuk buah-buahan

Komposisi gas (%)

Pisang 12-15 2-5 2-5 Dikomersialkan

Jeruk 5-10 5-10 0-5 Tak komersial

Mangga 10-15 3-5 5-10 Terbatas

Pepaya 8-13 2-5 5-10 Tak komersial

(Sumber: Kader , 1992).

7. Pematangan buatan

Pematangan buatan dilakukan secara komersial untuk dapat memenuhi

(33)

terjadwal, baik dalam mempercepat atau memperlambat proses pematangan

buah tersebut. Beberapa keuntungan dari proses pematangan buatan ini adalah,

warna yang seragam dan maksimal, memperkecil terjadinya pengeriputan karena

jangka waktu buah menjadi matang dan siap dipasarkan lebih singkat, sehingga

presentase kehilangan airnya lebih kecil, modal kembali lebih cepat karena pada

saat yang ditentukan petani atau pedagang bisa menjual buah matang dari pada

buah dibiarkan matang secara alami, memberikan keleluasaan pedagang besar

atau pengencer dalam menjual buah matang yang dinginkan pembeli,

mendapatkan keuntungan dari harga yang lebih tinggi pada awal, akhir atau luar

musim mangga (Broto, 2003). Secara teoritik, pengontrolan pematangan buatan

dilakukan dengan perlakuan suhu ruang penyimpanan pada suatu tingkat

tertentu tanpa menimbulkan kerusakan pada buah-buahan tersebut. Suhu

ruangan pematangan yang tinggi dapat mengakibatkan kelainan fisiologis pada

buah. Buah yang diperam pada suhu tinggi akan berwarna kusam dan daging

buah rusak. Sedang pada suhu rendah, pematangan akan berlangsung lama.

Broto (2003) menyarankan suhu terbaik untuk proses pematangan adalah 21-25 o

C.

Metode lain untuk mengontrol pematangan adalah dengan memberikan

bahan kimia tertentu yang berefek fisiologis terhadap buah-buahan (Tabel 9).

Sugiyono (1999) menerangkan bahan-bahan kimia yang mempercepat

pematangan misalnya karbit, gas etilen, gas asetilen dan daun-daun yang

banyak memproduksi etilen, misalnya daun gamal. Etilen adalah suatu senyawa

hidrokarbon tak jenuh yang pada suhu kamar berbentuk gas, tak berwarna

dengan sedikit berbau manis, diproduksi secara alami sebagai hormon

pematangan pada beberapa buah seperti mangga, pisang, pepaya dan

sebagainya.

Tabel 9. Pematangan buah mangga dengan berbagai bahan pemicu pematangan

Varietas Bahan pemicu Takaran dan cara Hasil

Arumanis Karbit 0,6 g/kg buah Matang 3 hari lebih awal

Cengkir Asetilen 500 ppm, 24 jam Matang 3 hari lebih awal

Asetaldehida 5%, direndam 10 detik Matang 3 hari lebih awal

Asetilen 500 ppm, degreening Matang 2 hari lebih awal

Etanol 10, direndam 10 detik Matang 3 hari lebih awal

Gedong

Etilen 50 ppm, degreening Matang 4 hari lebih awal

(34)

Dengan kelembaban tinggi, konsentrasi optimal untuk pematangan

mangga gedong menggunakan etilen, dan asetilen secara terus menerus pada

suhu kamar masing-masing sebesar 50 ppm dan 500 ppm. Sementara mangga

cengkir juga memerlukan 500 ppm asetilen. Seymor dan Tucker (1993)

menerangkan bahwa konsentrasi dan waktu pemberian etilen adalah khas untuk

setiap jenis buah. Penggunaan 100 ppm etilen selama 24-48 jam pada suhu 20 o

C untuk menyeragamkan masaknya mangga. Penggunaan gas asetilen dari

kalsium karbida juga dapat diaplikasikan pada ruangan tertutup selama 24 jam

dan suhu 20-25 oC dengan RH 90-95% serta konsentrasi gas 10-100 ppm

(0,001-0,01%) etilen dan 1000 ppm asetilen (Kader, 1992)

Buah mangga yang telah tua dapat masak pada suhu 21 - 240C dan

kelembaban 85 - 90%. Pada proses masaknya buah khlorofil (warna hijau)

berkurang dan terjadi pembentukan antosianin dan karotenoida dalam kulit dan

daging. Etilen dapat digunakan untuk mempercepat dan lebih menyeragamkan

masaknya buah (100 ppm etilen selama 24 - 48 jam pada suhu 20 oC).

Menjadikan buah masak dapat dilakukan di tempat pengangkutan bila waktu

transit kurang dari 5 hari atau di tempat penerimaan bila waktu transit lebih dari 5

hari.

Selain itu pematangan juga dapat ditunda untuk memperpanjang masa

simpan buah, dilakukan dengan melakukan penyerapan etilen menggunakan

’ethylene absorber’. Pantastico (1986) menyatakan bahwa pengeluaran C2H4

secara paksa dengan menggunakan kemasan hampa udara menyebabkan

terhambatnya pematangan yang cukup lama. Hal ini membuktikan bahwa

penghisapan sebagian besar C2H4 dari dalam buah dapat mengurangi kadar

etilen tersebut sampai tingkat fisiologi tidak aktif. Scott et al. (1968)

mengembangkan bahan yang lebih praktis, yaitu kalium permanganat (KMnO4)

pada vermikulit untuk menyerap etilen. Menurut Abeles (1973), etilen dapat

dioksidasi dengan KMnO4 dan merubahnya menjadi bentuk etilen glikol dan

Mangan dioksida. KMnO4 bersifat tidak mudah menguap sehingga dapat

disimpan bersama buah tanpa menimbulkan kerusakan.

E. Hama dan Penyakit Pascapanen Mangga

Lalat buah yang menyerang buah mangga di Indonesia termasuk ke

(35)

Lalat buah termasuk ke dalam filum Arthropoda, kelas Insekta, ordo Diptera, sub

Ordo Cyclorrhapha dan famili Tephritidae (Trypetidae) (Borror, 1981). Di

Indonesia telah diketahui sekitar lima genus lalat buah dari sekitar 12 genus yang

ada, kelimanya adalah Anastrepha, Bactrocera, Ceratitis, Rhagolestis dan Dacus

(Nugroho, 1997). Pada beberapa jenis buah-buahan lalat buah dianggap sebagai

hama utama (White dan Elson, 1992). Mediteranian fruit fly (Ceratitis capitata),

Oriental fruit fly (Bactrocera dorsalis), Queensland fruit fly (Bactocera tryoni),

melon fly (Bactrocera curcubitae), codling moth (Cydia pomonella) adalah hama

yang sangat merugikan dan negara yang diketahui memiliki jenis-jenis hama ini

tidak diijinkan melakukan impor buah-buah yang menjadi inang hama ini ke

Jepang (Plant Protection Division, 1997).

Gambar 3. Oriental fruit fly (Bactrocera dorsalis).

Oriental fruit fly adalah salah satu lalat buah yang paling merugikan di

Asia Timur dan pasifik dan menyerang bermacam-macam buah-buahan (Allwood

et al., 1999 di dalam Hou et al., 2006). Lalat ini juga dalam pengawasan yang

ketat oleh pemerintah sehubungan dengan besarnya kehilangan ekonomi yang

disebabkan oleh spesies ini di banyak negara, hal ini juga menjadi pembatas

utama dalam perdagangan dan perkembangan ekonomi (Aluja dan Liedo, 1993

di dalam Hou et al., 2006).

Lalat buah mempunyai empat fase metamorfosis, yaitu telur, larva, pupa

dan imago. Telur diletakkan di dalam atau di bawah kulit buah oleh lalat buah

betina, tempat peletakannya ditandai oleh cekungan/titik kecil berwarna gelap

pada komoditas yang terserang. Imago lalat buah meletakan telur antara 2-15

butir setiap periode. Setiap lalat betina mampu meletakan sekitar 800 butir telur

(36)

selama masa peletakan telur, telur tersebut akan menetas kira-kira dua hari

setelah diletakkan oleh induknya (Nugroho, 1997). Bahkan menurut Pena dan

Mohyuddin (1997) lalat betina Anastrepha fraterculus dapat meletakkan

sebanyak 200-400 telur dan B. Dorsalis sebanyak 1200-1500 telur. Telur

berwarna putih bening sampai kuning krem dan berubah menjadi lebih tua

mendekati saat menetas. Bentuk dan ukuran telur bervariasi, tergantung

spesiesnya. Pada umumnya telur berbentuk bulat panjang seperti pisang dengan

ujung meruncing. Panjang telur lalat buah sekitar 1,2 mm dengan lebar 0,2 mm

tergantung spesiesnya (White dan Elson-Haris, 1992).

Fase larva merupakan fase yang merusak karena aktivitasnya dalam

jaringan buah. Larva keluar dari telur yang diletakkan di dalam inang, daging

inang dikoyak oleh larva dengan menggunakan alat pada mulutnya yang berupa

kait tajam sambil mengeluarkan enzim perusak. Enzim tersebut berfungsi

melunakan daging inang sehingga mudah dihisap dan dicerna mengakibatkan

buah bewarna coklat dan tidak menarik serta terasa pahit atau bahkan rusak dan

hancur. Enzim tersebut juga mempercepat pembusukan dan pada tahap

selanjutnya mengeluarkan aroma kuat yang diduga berasal dari senyawa

alkohol. Setelah melewati masa instar tiga lalat buah meninggalkan inangnya,

dan dalam waktu yang tidak terlalu lama masuk ke dalam pori-pori tanah untuk

menjadi pupa. Lalat buah melewati tiga instar dalam waktu 7-10 hari hingga

membentuk pupa. Pupa (kepompong) lalat buah berada di dalam puparium yang

berbentuk tong dan berwarna coklat tua. Perkembangan pupa membutuhkan

waktu sekitar 18 hari dan lamanya dipengaruhi kondisi lingkungan. Setelah

proses metamorposis selesai lalat buah dewasa keluar dari permukaan tanah,

mereka mengeraskan sayapnya terlebih dahulu sebelum terbang (Smith, 1989 di

dalam Hou et al., 2006).

Hou et al. (2006) melaporkan bahwa pupa tidak ditemukan pada

permukaan tanah dengan kelembaban 0-70%, dan lebih dari 50% pupa

ditemukan pada permukaan tanah dengan kelembaban 80, 90, dan 100%.

Kebanyakan larva menjadi pupa di kedalaman 4 cm dari permukaan tanah, larva

bergerak ke kedalaman lebih dari 4 cm pada tanah yang menerima terlalu

banyak atau terlalu sedikit air. Lalat buah dewasa muncul paling cepat pada

tingkat kelembaban tanah 30% dan muncul paling lama pada tanah dengan

(37)

Penyakit pascapanen pada mangga dapat dibedakan berdasarkan

waktu terjadinya infeksi patogen, yaitu penyakit yang disebabkan patogen yang

menginfeksi buah saat buah telah dipanen dan yang menginfeksi sejak buah

masih di pohon yang gejalanya kemudian berkembang saat buah dalam

penyimpanan (Yulianingsih, 1995). Cendawan merupakan salah satu mikroba

penyebab penyakit pascapanen pada buah-buahan sehingga mempercepat

terjadinya penurunan mutu. Hal yang sama juga dijelaskan oleh Wills et al.

(1981), cendawan dan bakteri dapat menyebabkan penyakit pascapanen buah

dan sayur. Dodd et al. (1997) menyatakan bahwa antraknosa merupakan

penyakit pascapanen utama pada mangga di seluruh dunia, yang disebabkan

oleh cendawan Colletotrichum gloeosporioides, dimana perkembangannya

berkaitan erat dengan curah hujan sewaktu di lapangan. Penyakit ini dapat

menyerang daun, bunga dan buah. Pada buah terlihat gejala khas yaitu

bercak-bercak hitam pada bagian kulit yang sedikit demi sedikit melekuk dan bersatu

dan daging buah membusuk. Selain itu salah satu penyakit yang sering ditemui

adalah busuk pangkal buah (stem end rot). Penyakit ini dapat disebabkan oleh

beberapa cendawan seperti Lasiodiplodia theobromae, Dothiorella dominicana,

Pestalotiopsis mangiferae. Buah yang terinfeksi, terdapat bercak yang pada

awalnya terjadi di sekitar ujung tangkai buah. Bercak berwarna gelap kemudian

berubah menjadi bercak coklat kehitaman, berbatas tidak teratur. Pada kondisi

lembab pembusukan buah terjadi sangat cepat, dalam waktu 2-3 hari seluruh

kulit buah menjadi busuk, daging buah berwarna coklat tua, lunak dan

mengandung cairan berwarna gelap.

F. Perlakuan Karantina

Untuk memenuhi aturan perdagangan dengan negara pengimpor dan

untuk menghambat penyebarluasan hama dan penyakit, maka prosedur

karantina dalam kegiatan ekspor-impor mutlak diperlukan. Perlakuan karantina

bertujuan untuk mematikan semua fase serangga, mulai dari telur sampai

serangga dewasa yang mungkin ada. Berdasarkan media yang digunakan untuk

mengendalikan infestasi serangga, perlakuan karantina dapat dikelompokan

menjadi 3 macam, yakni perlakuan kimia menggunakan fumigan seperti

fungisida, insektisida dan lain-lain; perlakuan fisik seperti penggunaan

temperatur (tinggi atau rendah), penggunaan efek gelombang frekwensi tinggi,

(38)

Metode-metode tersebut digunakan untuk mengendalikan berbagai jenis spesies hama

tanaman dan tumbuhan berdasarkan standar dan aturan dari setiap negara yang

menggunakannya. Secara umum semua metode-metode tersebut cukup

memuaskan jika diaplikasikan sesuai aturan.

1. Perlakuan Dingin (Cold treatment)

Metode ini pada dasarnya diaplikasikan pada saat penyimpanan dengan

temperatur yang rendah untuk mengendalikan serangga. Metode ini sudah mulai

diterapkan sejak tahun 1900, dan telah lama diterapkan untuk mengontrol lalat

buah. Keuntungan dari penggunaan teknologi ini adalah bisa diselaraskan

sebagai penyimpanan dan kerusakan atau penurunan mutu produk cenderung

lebih kecil dibandingkan penggunaan heat treatment dan prosedurnya lebih

mudah dilakukan dan dikontrol. Penyimpanan dingin biasanya dilakukan pada

suhu 10 oC hingga -2 oC. Penyimpanan pada temperatur dibawah suhu -18 oC

disebut dengan penyimpanan beku. Sementara jika disimpan pada suhu diatas

10 oC disebut penyimpanan biasa. Sebagai metode disinfestasi pada buah dan

sayuran, temperatur harus disesuaikan untuk menghindari kebekuan produk

selama proses perlakuan. Titik beku untuk buah adalah -1- -2 oC dan untuk

sayuran adalah pada suhu -0,5- -1 oC. Untuk menghemat waktu pengaplikasian

temperatur 0 oC sering digunakan untuk membunuh serangga. Namun demikian

keefektifan metode ini dalam mengontrol serangga sangat tergantung pada

lamanya perlakuan, dan biaya operasinya cenderung mahal. Perlakuan dingin

(cold treatment) tidak dapat diaplikasikan pada mangga karena mangga tidak

toleran terhadap temperatur rendah yang dibutuhkan untuk disinfestasi.

2. Fumigasi

Teknologi fumigasi sudah dikenal sejak lama dan telah diaplikasikan

secara luas diberbagai negara di seluruh dunia. Fumigan yang digunakan

diantaranya metil bromida, aluminum pospin, hidrogen sianida, karbondioksida

dll. Fumigasi dilakukan pada ruang tertutup dengan dosis dan aturan tertentu

dimana komoditas ditempatkan. Salah satu keunggulan fumigasi adalah dapat

diaplikasikan pada komoditas dalam jumlah besar secara bersamaan sehingga

dapat menghemat waktu.

Metil bromida adalah salah satu fumigan yang sudah umum

dipergunakan, karena dapat mengontrol berbagai spesies serangga secara

(39)

diaplikasikan pada suhu rendah. Namun demikian metil bromida terbukti dapat

merusak lapisan ozon. Selain itu residu yang ditinggalkannya pada komoditas

yang difumigasi disinyalir berbahaya bagi kesehatan. Alumunium pospin

umumnya digunakan untuk memfumigasi serangga di gudang-gudang

penyimpanan biji-bijian. Bentuknya dapat berupa tablet atau tepung. Hidrogen

sianida adalah gas fumigan yang biasa digunakan pada komoditas perishable

seperti, buah-buahan, sayur-sayuran dan bunga potong. Sementara itu

karbondioksida tidak meninggalkan residu pada produk yang difumigasi. Selain

itu cukup efektif untuk mengontrol beberapa hama pada gudang-gudang

penyimpanan biji-bijian dengan waktu apikasi yang tidak terlalu lama. Namun

fumigan ini tidak dapat mengontrol pupa serangga beras secara efektif.

3. Iradiasi

Penggunaan radiasi dosis rendah dapat memperlambat pematangan

buah-buahan, mengontrol cendawan serta dapat memperpanjang umur simpan.

Pematangan pisang, pepaya dan mangga dapat ditunda dengan mengiradiasi

dengan 0,25-1 kGy. Stroberi yang biasanya selalu diserang oleh cendawan

Botritis dapat diperpanjang umur simpannya selama 14 hari dengan

meradiasinya dengan 2-3 kGy dan kemudian disimpan pada suhu 10 oC. Iradiasi

0,15-0,3 kGy pada jeruk, mangga dan pepaya dapat mengontrol serangan lalat

buah. Stroberi lebih tahan terhadap iradiasi dibandingkan buah-buahan lainnya,

beberapa varietas dapat toleran hingga dosis 4 kGy.

Pada tahun 1986, Food and Drug Administration (FDA) mengijinkan

penerapan radiasi hingga 1 kGy (100 krad) pada buah dan sayuran. Dimana

tujuanya adalah untuk memperpanjang masa simpan dan memperlambat proses

pembusukan. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa dosis 0,75 kGy dapat

mensterilkan serangga dan dosis yang lebih besar dari 1 kGy dapat mengontrol

pembusukan. Tahun 1996 United States Departement of Agriculture (USDA) dan

Animal and Plan Health Inspection Service (APHIS) menyatakan iradiasi legal

segai salah satu perlakuan karantina untuk mengontrol lalat buah. Kemudian ada

tahun 1997 peraturannya dikeluarkan uleh USDA dan APHIS untuk mengiradiasi

(40)

Tabel 10. Dosis radiasi minimum untuk berbagai lalat buah

Jenis Nama latin Dosis radiasi

minimum (Gy)

Oriental fruit fly Bactrocera dorsalis 250

Mediterranean fruit fly Ceratitis capitata 225

Melon fly Bactrocera cucurbitae 210

Caribbean fruit fly Anastrepha suspensa 150

Mexican fruit fly Anastrepha ludens 150

West Indian fruit fly Anastrepha obliqua 150

Sapote fruit fly Anastrepha serpentina 150

Queensland fruit fly Bacterocera tryoni 150

- Bactrocera jarvisi 150

Malaysian FF Bactrocera latifrons 150

Mango seed weevil Sternochetus mangiferae 300

(Sumber: USDA, 1996).

Walaupun pada beberapa artikel disebutkan dibutuhkan dosis 1-2 kGy

untuk membunuh telur, larva dan pupa Melon, Oriental dan Mediteranean fruit fly

dengan cepat. Pada Queensland fruit fly dibutuhkan dosis 0,80 kGy dimana

banyak buah-buahan yang mengalami perubahan kualitas pada dosis tersebut.

Selain itu dikhawatirkan proses radiasi akan menyebabkan mutagen pada produk

yang diradiasi sehingga membahayakan kesehatan ketika dikonsumsi. Oleh

karena itu iradiasi hanya diijinkan di beberapa negara tertentu.

Selain itu, iradiasi juga menyebabkan beberapa penurunan kualitas pada

beberapa jenis buah-buahan tertentu. Ionisasi menyebabkan perubahan kimia

pada komponen dinding sel seperti selulosa, hemi selulosa dan pektin sehingga

dinding sel menjadi lunak karena kehilangan kalsium. Hal ini umumnya terjadi

pada dosis radiasi 6 kGy atau lebih, bahkan pada level yang lebih tinggi

kehilangan kalsium mencapai 80% atau lebih. Akibatnya buah menjadi sangat

bermasalah ketika dalam proses transportasi karena daging buah menjadi cepat

sekali melunak. Pada transportasi normal sebagaimana buah yang tidak

diradiasi, terjadi kerusakan yang tidak dapat diterima pada buah yang diiradiasi

setibanya ditempat tujuan. Kehilangan kalsium memegang peranan penting

dalam terjadinya pelunakan pada buah dan sayuran. Selain itu buah-buahan

diradiasi menjadi lebih sensitif terhadap suhu dingin, sehingga memudahkan

terjadinya chiling injury, seperti yang dijumpai pada pisang, lemon, jeruk dan

Gambar

Tabel 8.  Komposisi gas optimum yang direkomendasikan untuk buah-buahan
Tabel 10. Dosis radiasi minimum untuk berbagai lalat buah
Tabel 11.  Pedoman karantina dengan perlakuan panas pada mangga yang akan diekspor ke Jepang
Gambar 5. Diagram alir proses pembiakan lalat buah.
+7

Referensi

Dokumen terkait

(Nata, 2001) Keberhasilan dalam pengajaran tidak hanya dilihat dari hasil belajar yang dicapai oleh siswa, tapi juga dari segi proses. Karena hasil belajar pada

Hal ini sesuai dengan yang disimpulkan oleh Gibson (1996), bahwa kinerja dapat dianalisis dengan melihat sejumlah variabel yang dapat mempengaruhi perilaku dan

Komisi yudisial yang lahir melalui amandemen ketiga UUD 1945 Pasal 24B, merupakan lembaga negara yang mandiri serta mempunyai kewenangan untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung

MAN KENDAL merupakan sekolah favorit dan sekolah idaman di kota Kendal. MAN KENDAL merupakan salah satu sekolah yang didalamnya menyediakan berbagai macam keterampilan dan

Rineka Cipta. Teori-teori belajar dan aplikasi pembelajaran motorik deskripsi dan tinjauan kritis. Bandung: Nusa Media. Analisa faktor-faktor penyebab peserta didik

Menurut beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kelembagaan adalah aturan main (rule of the game) yang berlaku dalam sebuah masyarakat/komunitas/organisasi

Dari gambar 4 nilai pH cenderung stabil, pada penelitian ini karena ion pada air mulai jenuh mengikat ozon dan karena terdapat zona kritis ion pada air dapat

Dapat dimulai dengan menjalankan usaha kecil‐kecilan dengan jadi pemasok / agen resmi dari Surga Bisnis Group ﴾Surga Pewangi Laundry﴿. BERIKUT INI JENIS