• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca dan Laboratorium Nematologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Agustus 2013 sampai April 2014.

Metode Penyiapan tanah

Tanah diambil dari lahan pertanaman sayuran yang sudah terinfestasi nematoda puru akar di Kebun Percobaan IPB Pasir Sarongge, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Penyiapan limbah Brassica dan tanaman indikator

Limbah Brassica diperoleh dari sisa panen pada lahan petani di kebun percobaan Pasir Sarongge Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Limbah Brassica dicacah dengan ukuran ± 1 cm dan siap untuk diaplikasikan ke tanah yang telah terinfestasi nematoda. Tanaman tomat varietas Permata digunakan sebagai tanaman indikator untuk menghitung jumlah nematoda di dalam tanah.

Rancangan percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah split split plot, rancangan acak lengkap (RAL). Petak utama adalah 5 jenis limbah Brassica, yaitu kubis, bunga kol atau kembang kol, brokoli, sawi putih dan pakcoy. Anak petak adalah dosis limbah Brassica per pot ukuran 5 kg/pot dengan dosis 0.5, 1, 1.5 dan 0 kg. Anak-anak petak adalah lama inkubasi limbah Brassica: 1, 2 dan 3 minggu. Penggunaan nematisida sintetik dengan bahan aktif carbofuran (Furadan 3G 60 kg/ha) dan pot tanpa limbah Brassica digunakan sebagai pembanding. Percobaan dibuat dalam 5 ulangan.

Penghitungan populasi awal nematoda puru akar (NPA)

Penghitungan awal jumlah nematoda puru akar dilakukan pada 20 tanaman indikator. Bibit tomat berumur 2 minggu dipindahkan ke pot berisi tanah terinfestasi sebanyak 5 kg/pot dan dipelihara selama 30 hari. Tanaman tomat dicabut selanjutnya jumlah puru dihitung menggunakan hand counter.

Perlakuan biofumigasi

Pengujian efek fumigan dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya peran biofumigan dari limbah Brassica dalam menurunkan jumlah nematoda puru akar. Pengujian dilakukan pada pot dengan volume 5 kg/pot. Lima jenis limbah Brassica yang telah dicacah dicampurkan ke dalam tanah sudah terifestasi nematoda. Pot yang sudah diberi perlakuan diinkubasi selama 1, 2 dan 3 minggu

dengan dosis 0.5, 1 dan 1.5 kg per pot. Masing-masing pot perlakuan limbah ditutup dan diikat rapat. Perlakuan carbofuran (Furadan 3G dan perlakuan yang tanpa limbah Brassica (0 kg) sebagai pembanding. Tanah yang telah diberi perlakuan ditanami bibit tomat varitas Permata berumur 2 minggu untuk menghitung jumlah nematoda puru akar yang masih hidup. Percobaan dibuat dalam 5 ulangan.

Pengamatan efek uji biofumigasi terhadap nematoda puru akan (NPA) Tanah yang telah diinkubasi, dibiarkan terbuka selama 3 hari. Tanaman tomat dipelihara selama 30 hari. Pengamatan efek biofumigan dilakukan dengan cara penghitungan jumlah puru pada akar tomat. Selain pengamatan efek biofumigan dilakukan juga pengamatan pertumbuhan tanaman. Pengamatan pewarnaan jaringan juga dilakukan untuk membuktikan kebenaran bahwa puru yang terbentuk pada akar disebabkan oleh nematoda. Metode yang digunakan pada pewarnaan akar nematoda adalah metode Shurtleff dan Averre (2000). Keefektifan pengendalian puru akar menggunakan Abbot (1925):

Keterangan: P0 : jumlah puru sebelum perlakuan Pt : jumlah puru setelah perlakuan Pengamatan mikroba tanah

Nematoda parasit tumbuhan dan non-parasit diekstraksi dari sampel tanah dengan metode corong Bearmann yang dimodifikasi. Tanah sebelum dan setelah aplikasi limbah Brassica diambil sebanyak 30 g. Selanjutnya tanah dimasukkan ke dalam saringan yang sudah dilapisi tissu. Wadah diisi dengan air sehingga menyentuh bagian bawah saringan, diinkubasi selama 2x24 jam dan disaring menggunakan saringan 500 mesh. Suspensi hasil saringan diamati di bawah mikroskop stereo dan dihitung populasinya.

Tanah sebelum dan setelah aplikasi limbah Brassica diambil sebagai sampel dan dilakukan isolasi dan pembiakan mikroba. Mikroba pada tanah sebelum dan setelah aplikasi dalam penelitian ini ditumbuhkan dengan metode pencawanan dalam media biakan PDA untuk cendawan dan NA untuk bakteri. Suspensi tanah dibuat pengenceran berseri 10-4 dan 10-5 untuk isolasi bakteri dan 10-3 dan 10-5 untuk isolasi cendawan. Selanjutnya masing-masing suspensi dituang pada media sebanyak 0.01 mL. Protokol isolasi bakteri dan cendawan dengan seri pengenceran mengikuti metode yang disusun Schaad et al. (2001). Masing-masing sampel diulang sebanyak 3 ulangan. Tujuan pengenceran ini adalah untuk memperoleh mikroorganisme utama dengan menyisihkan mikroorganisme lain. Identifikasi spesies NPA dengan pola perinial (Perineal Pattern)

Identifikasi dilakukan untuk mengetahui spesies-spesies Meloidogyne sp. yang terdapat pada tanah perlakuan. Metode identifikasi dilakukan dengan pengamatan pola sidik pantat (perineal pattern) nematoda betina. Protokol pembuatan pola perinial mengikuti metode yang disusun Eisenback et al.(2003).

Analisis data

Data hasil pengamatan dianalisis secara statistika dengan menggunakan prosedur General Linear Model (GLM) dilanjutkan dengan uji Duncan’s pada

program SAS 9.1.3 for Window dengan p-value 0.05.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Lima jenis limbah Brassica pada dosis dan waktu inkubasi yang diuji sangat efektif menurunkan populasi nematoda puru akar. Jumlah puru akar pada pot perlakuan lebih rendah dibandingkan pot yang tidak diberi limbah Brassica dan pot perlakuan carbofuran (Furadan 3G 60 kg/ha). Percobaan tanpa limbah Brassica rata-rata persentase keefektifannya 48.21% sedangkan perlakuan limbah Brassica persentase keefektifannya dari 93-100%.

Tabel 2 Rata-rata jumlah puru dan keefektifan pengendalian Meloidogyne sp. pada tanaman tomat di rumah kaca pada perlakuan limbah Brassica

Perlakuan Jumlah puru Keefektifan pengendalian(%) Jenis limbah Brassica

Kubis 10.95c* 93.77b

Bunga kol 2.66d 98.48a

Brokoli 3.20d 98.18a

Sawi putih 2.48d 100.00a

Pakcoy 2.33d 100.00a Dosis (kg/5 kg tanah) 0 kg 56.90a 67.88b 0.5 kg 6.76b 96.91a 1 kg 5.6b 97.41a 1.5 kg 0.54c 99.93a

Waktu inkubasi (minggu)

1 minggu 5.64a 97.60b

2 minggu 6.66b 96.97b

3 minggu 0.68c 99.69a

Carbofuran (Furadan 3G)

22.60b 87.16c P0 (tanpa limbah Brassica) 91.20a 48.21d

*) Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada p-value 0.05 (uji selang berganda Duncan)

Interaksi antar perlakuan jenis limbah, dosis dan waktu inkubasi memperlihatkan hasil yang lebih efektif dalam menurunkan jumlah puru NPA dibanding carbofuran (Furadan 3G) dan tanpa perlakuan limbah Brassica. Jenis limbah brokoli, bunga kol, sawi putih dan pakcoy pada dosis 0.5 kg/5 kg tanah efektif menurunkan jumlah puru NPA 96-100%. Jenis limbah brokoli, bunga kol, sawi putih dan pakcoy, dosis 0.5 kg/5 kg tanah dengan waktu inkubasi 1 minggu efektif menurunkan jumlah puru NPA. Limbah kubis jika dilakukan penambahan

dosis dan waktu inkubasi dapat meningkatkan persentase keefektifannya dari 85.00-100% (Tabel 3).

Tabel 3 Rata-rata keefektifan pengendalian perlakuan jenis, dosis dan waktu inkubasi limbah Brassica terhadap penurunan jumlah puru Meloidogyne sp. pada tanaman tomat

Jenis limbah Brassica Dosis (kg/5kg tanah)*

0.5 1 1.5

Waktu inkubasi 1 minggu

Kubis 89.89a 85.00b 99.09a

Bunga kol 94.66a 99.31a 100.00a

Brokoli 97.27a 98.86a 100.00a

Sawi putih 100.00a 100.00a 100.00a

Pakcoy 100.00a 100.00a 100.00a

Waktu inkubasi 2 minggu

Kubis 85.21b 86.48b 100.00a

Bunga kol 94.66a 100.00a 100.00a

Brokoli 94.88a 94.32a 100.00a

Sawi putih 100.00a 100.00a 100.00a

Pakcoy 100.00a 100.00a 100.00a

Waktu inkubasi 3 minggu

Kubis 86.48b 99.54a 100.00a

Bunga kol 100.0a 97.72a 100.00a

Brokoli 98.29a 100.00a 100.00a

Sawi putih 100.00a 100.00a 100.00a

Pakcoy 100.00a 100.00a 100.00a

*) Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada p-value 0.05 (uji selang berganda Duncan)

Limbah kubis dengan dosis 0.5 kg/5 kg tanah keefektifannya 91.29% ketika dosis ditingkatkan menjadi 1.5 kg/5 kg keefektifan meningkat menjadi 99.69% (Tabel 4). Waktu inkubasi 1 minggu pada semua jenis limbah yang diuji efektif menurunkan jumlah puru NPA 90-100%. Jika waktu inkubasi diperpanjang sampai 3 minggu keefektifan limbah kubis meningkat 99.77% (Tabel 5). Pada semua tingkatan dosis dan waktu inkubasi, aplikasi limbah Brassica lebih efektif dalam menurunkan jumlah puru NPA yang disebabkan Meloidogyne sp. (Tabel 6).

Tabel 4 Rata-rata keefektifan pengendalian perlakuan jenis dan dosis limbah Brassica terhadap penurunan jumlah puru Meloidogyne sp. pada tanaman tomat

Jenis limbah Dosis (kg/5kg tanah)*

0.5 1 1.5

Kubis 91.29b 90.34b 99.69a

Bunga kol 96.41a 99.01a 100.00a

Brokoli 96.82a 97.72a 100.00a

Sawi putih 100.00a 100.00a 100.00a

*) Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada p-value 0.05 (uji selang berganda Duncan)

Tabel 5 Rata-rata keefektifan pengendalian perlakuan jenis dan waktu inkubasi limbah Brassica terhadap penurunan jumlah puru Meloidogyne sp. pada tanaman tomat

Jenis limbah

Brassica Waktu Inkubasi *

1 minggu 2 minggu 3 minggu

Kubis 91.33b 90.23b 99.77a

Bunga kol 97.99a 98.22a 99.24a

Brokoli 98.71a 96.40a 99.43a

Sawi putih 100.00a 100.00a 100.00a

Pakcoy 100.00a 100.00a 100.00a

*) Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada p-value 0.05 (uji selang berganda Duncan)

Tabel 6 Rata-rata keefektifan pengendalian perlakuan dosis dan waktu inkubasi limbah Brassica terhadap penurunan jumlah puru Meloidogyne sp. pada tanaman tomat

Dosis (kg/5kg) Waktu inkubasi*

1 2 3

0.5 96.36a 94.75a 99.61a

1 96.63a 96.16a 99.45a

1.5 99.81a 100.00a 100.00a

*) Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada p-value 0.05 (uji selang berganda Duncan)

Pada gambar 2 terlihat adanya perbedaan jumlah puru pada akar tanaman tomat yang diberi perlakuan dan tanpa perlakuan. Terbentuknya puru akar menandakan terjadinya infeksi oleh NPA (Meloidogyne sp.). Puru terlihat jelas pada P0 (perlakuan tanpa limbah Brassica) ditandai dengan panah merah pada gambar, sedangkan perlakuan menggunakan limbah dan carbofuran (Furadan 3G) tidak terlihat adanya puru atau jumlahnya sedikit.

Gambar 2 Puru yang terbentuk dengan perlakuan tanpa limbah Brassica (P0), carbofuran dan perlakuan masing-masing limbah Brassica (J1, J2, J3, J4 dan J5) pada tanaman tomat.

Keterangan: J1= kubis; J2= Bunga kol; J3= Brokoli; J4= sawi putih; J5= pakcoy; carbofuran (Furadan 3G)= nematisida sintetik; P0= perlakuan tanpa limbah Brassica. Peningkatan pertumbuhan tanaman tomat dapat dilihat pada gambar 3. Tanaman tomat yang diberi perlakuan limbah sawi putih memperlihatkan pertumbuhan yang sangat baik. Perlakuan tanpa limbah Brassica yang ditutup saja pertumbuhannya lebih lambat dibanding yang diberi perlakuan limbah Brassica.

Gambar 3 Pengamatan pertumbuhan tanaman tomat minggu pertama sampai minggu keempat di rumah kaca

Keterangan: J= jenis limbah Brassica (J1= kubis; J2= Bunga kol; J3= Brokoli; J4= sawi putih; J5= pakcoy); D= dosis (1= 0.5kg; 2= 1kg; 3= 1.5 kg); M= waktu (1= satu minggu; 2= dua minggu; 3= tiga minggu);J= jenis limbah Brassica; D= dosis; M= waktu; carbofuran (Furadan 3G)= nematisida sintetik; P0= perlakuan tanpa limbah Brassica dan ditutup.

Tabel 7 Rata-rata tinggi dan jumlah daun tanaman tomat yang diberi perlakuan limbah Brassica di rumah kaca

kuan Tinggi* Jumlah daun*

Jenis limbah Brassica

Kubis 31.81a 37.17a

Bunga kol 28.78b 33.22b

Brokoli 29.18b 34.30b

Sawi putih 31.66a 36.84a

Pakcoy 32.40a 37.74a

Dosis (kg/5 kg tanah) 0 kg 27.72b 30.62b 0.5 kg 32.94a 37.40a 1 kg 31.14a 37.38a 0 10 20 30 40 50 60 1 2 3 4 T in ggi tanam an (c m ) Minggu ke- J1D123M123 J2D123M123 J3D123M123 J4D123M123 J5D123M123 carbofuran (Furadan 3G) P0 (tanpa limbah Brassica)

1.5 kg 31.22a 36.78a Waktu inkubasi (minggu)

1 minggu 28.90b 34.71b

2 minggu 31.55a 36.42a

3 minggu 31.23a 35.85a

Carbofuran (Furadan 3G) 28.85b 28.85c

P0 (tanpa Brassica) 26.60c 26.60c

*) Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada p-value 0.05 (uji selang berganda Duncan)

Pertumbuhan tanaman tomat setelah perlakuan dengan mengukur tinggi tanaman dan jumlah daun dapat dilihat pada Tabel 7. Pertumbuhan tanaman yang paling baik adalah yang diberi perlakuan limbah pakcoy, sawi putih dan kubis. Dosis limbah tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman, sedangkan waktu inkubasi 2 dan 3 minggu memperlihatkan pertumbuhan tanaman tomat lebih baik.

Hasil ekstraksi nematoda pada tanah sebelum perlakuan dan setelah diberi perlakuan mendapatkan nematoda parasit tanaman juga didapatkan nematoda non parasit (Lampiran 1). Hasil pewarnaan nematoda dalam jaringan akar memperlihatkan adanya nematoda Meloidogyne pada akar tanaman tomat yang mengakibatkan gejala puru. Hasil identifikasi NPA pada akar tanaman tomat ditemukan M. incognita. Ciri khasnya terdapat garis lengkungan dorsal yang tinggi ditandai dengan tanda panah dan menyempit berbentuk persegi, bagian paling luarnya sedikit melebar dan datar, tidak memiliki garis lateral terlihat jelas (Gambar 4).

Gambar 4 Pola perinial nematoda betina Meloidogyne incognita Perlakuan lima jenis limbah Brassica lebih efektif menurunkan populasi bakteri dibanding tanpa limbah Brassica dan aplikasi carbofuran (Furadan 3G) (Lampiran 3). Tiga tingkatan dosis yaitu 0.5, 1 dan 1.5 kg tidak berpengaruh nyata terhadap populasi bakteri. Waktu inkubasi 3 minggu yang dapat menurunkan populasi bakteri. Populasi koloni bakteri yang ditumbuhkan pada media dapat dilihat pada Lampiran 4.

Keragaman cendawan pada tanah sebelum diaplikasi limbah Brassica (X0) lebih tinggi dibandingkan setelah aplikasi limbah Brassica. Aplikasi lima jenis limbah dengan semua tingkatan dosis yang diuji efektif menurunkan beberapa populasi cendawan. Perlakuan tanpa limbah Brassica yang (ditutup saja) dan

aplikasi carbofuran (Furadan 3G) menyebabkan penurunan populasi yang beragam. Populasi cendawan yang diberi kode C6 diduga Trichoderma. Hal ini didasari pada bentuk koloni, warna koloni dan miroskopik cendawan tersebut. Trichoderma yang dikenal sebagai agen antagonis berhasil ditemukan dan populasinya meningkat pada perlakuan menggunakan limbah Brassica. Hal ini dapat diartikan bahwa perlakuan limbah tidak menurunkan agen antagonis dan selektif terhadap patogen tular tanah (Lampiran 5). Koloni cendawan secara makroskopis dan mikroskopis dapat dilihat pada Lampiran 6. Tingkatan dosis berpengaruh terhadap penurunan jumlah populasi cendawan. Aplikasi limbah dengan dosis 0.5, 1 dan 1.5 efektif menurunkan jumlah populasi cendawan dibanding aplikasi carbofuran (Furadan 3G) dan tanpa perlakuan limbah Brassica (0 kg).

Masa inkubasi 3 minggu sangat efektif dalam menurunkan jumlah puru NPA. Hal ini menunjukkan ada korelasi antara waktu inkubasi dan peningkatan suhu. Keefektifan biofumigasi pada waktu inkubasi 3 minggu memperlihatkan adanya peningkatan suhu pada pot mencapai rata-rata 36.92 oC. Pada Lampiran 7 terlihat adanya peningkatan suhu pada tanah yang diberi perlakuan limbah Brassica dapat meningkatkan suhu 4-6 oC jika dibandingkan sebelum perlakuan, yang ditutup saja dan nematisida sintetik. Secara keseluruhan terjadinya peningkatan suhu pada limbah yang diuji berpengaruh terhadap efek biofumigasi dalam menurunkan jumah puru NPA dan aktifitas mikroba pada tanah.

Pembahasan

Nematoda puru akar (Meloidogyne sp.) di dalam puru yang terbentuk/berkembang pada tanaman tomat berhasil dideteksi dengan metode pewarnaan. Puru akar berfungsi sebagai sumber makanan bagi nematoda. Menurut Perry et al. (2009), nematoda yang terdapat pada puru akar merupakan nematoda betina dewasa yang hidup menetap, sedangkan nematoda jantan dewasa hidup di luar tanaman. Puru akar terbentuk akibat adanya pengalihan fungsi jaringan pengangkut tanaman yang disebabkan terbentuknya sinsitium oleh nematoda untuk tempat hidup.

Penurunan jumlah puru akar menunjukkan adanya efek biofumigasi pada perlakuan limbah Brassica. Menurut Buena et al. (2007) tanaman Brassica menghasilkan metabolit skunder berupa senyawa glukosinolat. Hidrolisis senyawa glukosinolat oleh enzim mirosinase menghasilkan senyawa isotiosianat yang berperan sebagai biofumigan. Hidrolisis glukosinolat terjadi ketika senyawa tersebut kontak dengan enzim mirosinase akibat rusaknya dinding sel tanaman selama maserasi. Isotiosianat memiliki efek toksik pada patogen tular tanah. Menurut Matthiessen (2002), salah satu faktor yang mempengaruhi proses hidrolisis glukosinolat agar berlangsung optimum adalah ketersediaan air. Ketersediaan air dapat menjaga senyawa isotiosianat tidak cepat menguap sehingga bertahan lama di tanah. Oleh karna itu, perlakuan penyiraman sangat penting pada proses uji biofumigasi menggunakan limbah Brassica. Berdasarkan uji biofumigasi, senyawa isotiosianat dapat mematikan nematoda dalam tanah. Hal ini yang menyebabkan terjadinya penurunan jumlah puru akar pada perlakuan limbah Brassica.

Nematoda bersifat aerobik aquatik dan hidup di lapisan air dalam pori-pori tanah. Nematoda membutuhkan oksigen dalam aktivitasnya (Levelle dan Spain 2001). Senyawa isotiosianat mempengaruhi aerasi di dalam tanah melalui

pori-pori tanah. Senyawa isotiosianat dapat sampai ke lapisan air dan mengganggu sistem pernafasan nematoda. Nematoda bernafas secara difusi, pada proses ini senyawa isotiosianat masuk ke dalam tubuh nematoda sehingga mematikan nematoda tersebut. Menurut Gimsing dan Kirkegaard (2006) bahwa senyawa isotiosianat menghasilkan senyawa alelokimia bersifat toksik. Senyawa isotiosianat dapat mematikan nematoda dengan menghambat pernafasan. Pada proses difusi, senyawa isotiosianat yang bersifat racun masuk ke dalam tubuh nematoda dan menyebabkan kematian sehingga, populasi nematoda menurun. Penurunan populasi juvenil Meloidogyne sp. di tanah setelah aplikasi limbah Brassica menyebabkan jumlah puru NPA menurun. Penelitian Monfort et al. (2007) membuktikan tanaman dari famili Brassicaeceae menunjukkan aktivitas nematisidal pada juvenil M. incognita dan M. javanica.

Pemberian dosis dan waktu inkubasi yang berbeda pada perlakuan limbah Brassica berpengaruh terhadap efek biofumigan yang dihasilkan. Yulianti (2009) menyatakan bahwa untuk mencapai tahap nematisidal, bakterisidal dan fungisidal, dosis limbah mempengaruhi konsentrasi isotiosianat. Pada penelitian ini aplikasi limbah dengan tingkat dosis yang berbeda akan mempengaruhi konsentrasi isotiosianat dalam menurunkan jumlah puru Meloidogyne sp. Menurut Kirkegaard

et al. (2001) waktu inkubasi limbah Brassicaceae berpengaruh terhadap kecepatan rusaknya jaringan tanaman. Dosis yang digunakan harus disesuaikan dengan waktu inkubasi yang tepat, sehingga menghasilkan konsentrasi isotiosianat yang tinggi.

Perlakuan limbah Brassica pada dosis 1.5 kg/5 kg tanah memperlihatkan gejala fitotoksik pada tanaman tomat. Perlakuan limbah dengan dosis 1.5 kg/5 kg tanah setelah dibiarkan terbuka selama 1 minggu dan disulam dengan bibit baru dapat menurunkan jumlah puru NPA. Rata-rata persentase keefektifan penurunan jumlah puru sebesar 99.93%. Dosis 1.5 kg/5 kg tanah membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyelesaikan proses hidrolisis, sehingga tidak terjadi fitotoksis. Peningkatan dosis pada perlakuan harus diikuti dengan penambahan waktu inkubasi sehingga, proses hidrolisis berlangsung dengan baik. Memperpanjang waktu dibiaran pot terbuka akan menurunkan suhu tanah akibatnya tanaman tidak mengalami fitotoksik. Perpanjangan waktu dibiarkan terbuka ini tidak mempengaruhi senyawa biofumigan yang dihasilkan limbah Brassica. Roubtsova et al. (2007) menyatakan bahwa penambahan Brassica dan dibiarkan selama 10 hari sebelum tanam lebih efektif dalam menurunkan populasi M. incognita. Pot yang dibiarkan terbuka selama batas waktu tertentu tidak menghilangkan efek biofumigan. Litbang Departemen Pertanian (2009) menyatakan bahwa pelepasan senyawa glukosinolat yang kemudian diikuti dengan hidrolisis dapat berada di dalam tanah 5-10 hari. Hal ini sesuai dengan penelitian Gimsing dan Kirkegaard (2006) menyatakan isotiosianat masih bisa dideteksi 8-12 hari setelah perlakuan dengan efisiensi pelepasan 26-56%.

Salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya isotiosianat sebagai biofumigan adalah suhu. Perlakuan limbah Brassica dapat menaikkan suhu pada pot 4-6 oC. Peningkatan suhu setelah perlakuan limbah Brassica mengahasilkan senyawa isotiosianat lebih stabil di dalam tanah. Menurut Rask et al. (2000) peningkatan suhu ketika dilakukan penutupan tanah berpengaruh terhadap stabilitas senyawa isotiosianat. Kelompok alifatik dan aromatik yang menghasilkan isotiosianat, bergantung pada suhu, pH dan kadar air tanah. Menurut Perez et al. (2005) bahwa suhu tanah dan waktu pada saat pengendalian

dibutuhkan untuk mencapai pengendalian yang optimum. Peningkatan suhu setelah perlakuan juga akan mempengaruhi aktivitas mikroba tanah salah satunya nematoda. Menurut Roberts and Mullens (2002) suhu optimum Meloidogyne sp. antara 25-30 oC, sangat sedikit aktivitas nematoda di atas 38 oC. Peningkatan suhu setelah perlakuan, selain menstabilkan senyawa isotiosianat juga dapat menganggu aktivitas nematoda di dalam tanah. Nematoda yang berada di dalam tanah akan cepat dikendalikan, karena pengaruh isotiosinat yang stabil dan suhu yang tinggi.

Perbedaan keefektifan limbah kubis dengan empat limbah lainnya dipengaruhi oleh kandungan GSL yang berbeda-beda pada Brassica. Das et al. (2000) menyatakan bahwa konsentrasi glukosinolat dalam tanaman tergantung pada berbagai faktor seperti variasi, kondisi lahan, iklim, dan praktek agronomis. Konsentrasinya pada tanaman tertentu juga bervariasi antara berbagai bagian. Perbedaan keefektifan lima limbah Brassica yang digunakan juga dipengaruhi

oleh gugus kimia isotiosianat. Isotiosianat mengandung gugus ‘R yang bebas dan dapat berikatan dengan molekul atom lainnya. Menurut Wang et al. (2011), Isotiosianat mempunyai molekul dengan struktur R-N=C=S, terdapat sebagai glukosida kompleks pada beberapa jenis Brassica. Gugus isotiosianat dapat berikatan dengan gugus karbon alkil lainnya sehingga, menghasilkan isotiosianat dengan konsentrasi tinggi. Hasil penelitian Harvey et al. (2002), Brassica spp. mengahasilkan isotiosianat jenis penil etil, dan Brassica campestris menghasilkan 3-butenil, 4-pentenil. Hasil penelitian lain Ishimoto et al. (2004), menyatakan bahwa famili Brassicaceae dapat mengasilkan isotiosianat jenis benzil yang sangat toksik terhadap patogen tular tanah. Jenis isotiosianat yang dihasilkan limbah Brassica pada uji biofumigasi berbeda sehingga, kekefektifan dalam menurunkan jumlah puru NPA juga berbeda.

Perlakuan limbah Brassica pada penelitian ini berpengaruh terhadap aktifitas mikroba tanah. Fahey (2005) menyatakan bahwa famili Brassicaceae mengahasilkan senyawa seperti isotiosianat dan benzil isotiosianat yang merupakan senyawa antimikroba. Pada pengamatan mikroba tanah, populasi bakteri menurun setelah diberi perlakuan limbah Brassica. Hal ini menunjukkan adanya senyawa isotiosianat yang dapat mempengaruhi bakteri di dalam tanah. Lin et al. (2000), menyatakan bahwa ketika isotiosianat kontak dengan bakteri mengakibatkan membran sel bakteri rusak. Terjadinya kerusakan membran sel bakteri akan mengganggu aktivitas bakteri sehingga, menyebabkan kematian. Perlakuan tingkatan dosis yang berbeda pada semua limbah uji berpengaruh terhadap menurunkan populasi bakteri dibandingkan aplikasi nematisida dan perlakuan ditutup. Peningkatan dosis dapat meningkatkan keefektifan biofumigan yang dihasilkan limbah Brassica. Yulianti (2009) mengungkapkan bahwa diperlukan konsentrasi isotiosianat yang tinggi untuk menghasilkan biofumigan yang bersifat bakterisidal ataupun fungisidal.

Populasi cendawan pada tanah sebelum perlakuan limbah Brassica beragam, sedangkan setelah diberi perlakuan limbah Brassica keragaman menurun dan populasinya juga beragam. Penurunan dan peningkatan populasi cendawan setelah perlakuan limbah Brassica menunjukkan bahwa biofumigan yang dihasilkan bersifat selektif. Penelitian Smolinska (2000) melaporkan bahwa populasi cendawan dalam tanah meningkat setelah diberi sisa tanaman kubis dan mampu menurunkan jumlah inokulum beberapa cendawan pada tanah. Perlakuan

limbah Brassica dapat meningkatkan populasi Trichoderma spp. cendawan ini berperan sebagai agen antagonis. Menurut Brown dan Morra (2005) Trichoderma paling toleran terhadap senyawa isotiosianat dibandingkan Phytophthora, Sclerotium, Pythium, R. solani, Aphanomyces, Geumanomyces, dan Thielaviopsis. Perlakuan limbah Brassica meningkatkan populasi cendawan antagonis yang dapat menekan populasi cendawan patogen tular tanah.

Keefektifan limbah kubis lebih rendah dibanding empat limbah Brassica lainnya, tetapi limbah kubis mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman tomat lebih baik. Aktivitas biofumigasi oleh senyawa glukosinolat yang dihasilkan Brassica selain mengendalikan nematoda puru akar juga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan penelitian Anita (2012) biofumigasi dengan sulfur yang mengandung limbah sayuran 1 kg/5 kg tanah dapat mengurangi Meloidogyne hapla yang menginfeksi seledri secara signifikan sebesar 60.6% dan meningkatkan pertumbuhan tanaman serta meningkatkan hasil produksi sebanyak 41.9% jika dibandingkan tanpa perlakuan. Selain aktivitas biofumigasi pemberian limbah Brassica juga terjadi proses dekomposisi bahan organik. Penambahan bahan organik ke dalam tanah dapat memperbaiki struktur fisik dan kimia tanah. Selain itu kondisi tanah yang baik akan menstimulasi mikroba tanah dan mikoorganisme antagonis. Keberadaan mikroorganisme antagonis mempengaruhi pertumbuhan tanaman tomat dan pengendalian penyakit.

Dokumen terkait