BAHAN DAN METODE
3.2 Materi Penelitian .1 Hewan Coba
3.2.4 Metode Kerja
3.2.4.1 Persiapan pakan dan adaptasi mencit dalam kandang
Sebelum percobaan dilakukan, semua mencit diadaptasi selama satu minggu. Mencit dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kontrol (P0) tidak diperlakukan, perlakuan satu (P1) dipaparkan asap rokok dengan rasa strawberry, dan perlakuan dua (P2) dipaparkan dengan asap rokok rasa Gudang Garam. Pakan dibuat dengan komposisi jagung halus dan pelet dengan perbandingan 1:3 dan diberikan secara ad libitum selama masa percobaan. Tempat minum menggunakan botol minuman suplemen (yang pada tutup botolnya dilubangi). Tempat minum diletakkan di bagian atas kandang dalam posisi terbalik (terdapat pengait dari kawat untuk menahan botol agar tidak jatuh). Pemberian minum dari air mineral komersil dan diberikan secara ad libitum.
3.2.4.2 Pajanan asap rokok elektrik pada mencit
Pajanan asap rokok elektrik pada mencit dilakukan setiap hari. Satu batang rokok elektrik sejak awal harus dicharge hingga penuh agar pada saat pemaparan
14 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
dilakukan dengan dosis minimal 20 kali hisapan hingga mencit yang berada di dalam smoking box menjadi lemas dan tidak aktif bergerak.
Tahapan pemajanan asap rokok dilakukan dengan terlebih dahulu mempersiapkan peralatan yang digunakan dalam pemajanan ini. Smoking box
memiliki dua lubang penghubung di bagian depan, yang dihubungkan dengan selang dan three way. Lubang three way yang pertama untuk menghubungkan selang dengan batang rokok, lubang three way kedua untuk menghubungkan selang ke spuit untuk memompa hingga asap masuk ke dalam tabung spuit, dan lubang three way yang ketiga untuk menghubungkan dan mengalirkan asap ke
smoking box. Pada saat pemaparan asap, smoking box, ditutup rapat dengan plastik putih transparan dan diberi lubang di bagian atas plastik sebagai ventilasi (memungkinkan pertukaran udara).
Mencit dimasukkan bersamaan dalam smoking box, kemudian ditutup kembali. Satu batang rokok elektrik dipasang pada ujung selang sebelah kiri, kemudian three way diputar sehingga yang terbuka hanya jalur selang pada rokok dan selang pada spuit, rokok lalu dipompa hingga asap yang keluar masuk ke dalam tabung spuit, kemudian three way diputar kembali sehingga yang terbuka hanya jalur selang pada spuit dan jalur selang untuk masuknya asap ke smoking box. Selanjutnya asap pada tabung spuit dikeluarkan, sehingga asap rokok masuk ke dalam smoking box. Penghisapan dilakukan sampai mencit di dalam smoking box menjadi lemas.
3.2.4.3 Penimbangan bobot badan
Berat badan mencit jantan (Mus musculus L.) ditimbang pada awal mulai perlakuan dan kemudian ditimbang kembali pada akhir perlakuan.
3.2.4.4 Pengambilan organ
Mencit dibunuh dengan cara dislokasi leher, kemudian dibedah bagian bawah abdomen hingga ke bagian toraks. Diambil organ hepar secara hati-hati dan dimasukkan ke dalam larutan garam fisiologis guna untuk membersihkan organ.
Setelah itu, organ ditimbang lalu diletakkan di atas kertas milimeter untuk diamati.
3.2.4.5 Pembuatan preparat histologi
Organ hepar ditimbang dan dicuci dengan larutan NaCl 0,9% kemudian difiksasi selama seminggu dengan larutan Bouin. Setelah itu, hepar dicuci dengan alkohol 70% dengan cara dishaker sampai benar-benar jernih dan direndam dengan alkohol 70 % selama 1 malam. Setelah direndam semalaman didehidrasi dengan merendam organ hati sambil dishaker dengan menggunakan alkohol bertingkat, yaitu dari alkohol 70%, 80%, 96% dan 100% (absolut) selama 1 jam pada setiap konsentrasi. Organ hepar direndam di dalam xylol selama 1 malam. Organ hepar yang telah direndam 1 malam di dalam xylol kemudian diambil dan direndam dalam xylol lagi selama 1 jam pada suhu kamar, lalu dipindahkan lagi ke dalam xylol yang baru selama 1 jam. Setelah itu organ hepar direndam ke dalam parafin murni I, parafin murni II, dan parafin murni III masing-masing selama 1 jam pada suhu 60°C.
Setelah melewati tahap-tahap tersebut barulah memasuki tahap embedding
atau penanaman organ ke dalam parafin. Parafin baru yang telah cair dituang ke dalam kotak yang telah disediakan, kemudian hepar ditanam dalam kotak yang telah berisi parafin dan diatur posisinya lalu diberi label dan didiamkan hingga dingin dan membentuk blok parafin. Blok-blok tersebut selanjutnya dirapikan pada holder yang terbuat dari kayu berukuran 3x2x3 cm yang berbentuk balok. Setelah itu dilakukan pemotongan atau cutting dengan memotong blok-blok parafin yang telah diholder pada mikrotum sehingga membentuk pita-pita parafin dengan ukuran ketebalan 6 µm. Pita parafin yang diperoleh ditempelkan pada
object glass, yaitu dengan mengambil beberapa pita parafin, kemudian diletakkan pada object glass, dan dicelupkan pada air dingin dan kemudian pada air hangat. Lalu object glass diletakkan di atas hotplate beberapa detik untuk melekatkan pita parafin pada object glass. Setelah tahap ini selesai barulah memasuki tahap pewarnaan. Object glass dicelupkan pada xylol sampai parafin habis kira-kira
16 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
menurun, yaitu dari alkohol absolut, 96%, 80%, 70%, 60%, 50%, 40%, 30% kemudian ke dalam akuades, pada setiap konsentrasi dicelupkan ± 3-5 detik.
Setelah itu, sediaan dimasukkan ke dalam larutan pewarna hematoksilin selama beberapa detik, lalu dicuci dengan air mengalir, kemudian dimasukkan ke dalam alkohol 30%, 40 %, 50%, 60 %, dan 70%, lalu dimasukkan ke dalam larutan pewarna eosin selama beberapa detik, dilanjutkan ke dalam alkohol 80%,, 90%, dan alkohol absolute. Setelah itu, dilap dengan kertas tisu dan dimasukkan ke xylol selama ± 2 menit. Preparat dikeringkan dan dibersihkan dengan kertas tisu. Kemudian preparat diberi canada balsam agar awet dan melekat pada cover glass, diusahakan agar tidak terdapat gelembung udara saat menutup preparat dengan cover glass. Preparat yang telah diwarnai kemudian diberi label dan diamati kerusakannya khususnya pada tubulus proksimal di bawah mikroskop (Suntoro, 1983).
3.2.4.6Parameter Pengamatan
Pada penelitian ini, parameter yang diamati yaitu struktur makroskopis dan histopatologi (Sawant et al., 2004) hepar mencit yang dianalisis secara deskriptif kualitatif dan dibuat skor nekrosis sentrolobular seperti tercantum dalam Tabel 1. A. Gambaran makroskopis hepar mencit yaitu pengukuran terhadap berat organ
hepar awal mencit antara kontrol dengan mencit yang mendapat perlakuan termasuk diantaranya perbandingan perubahan warna hepar dari coklat kemerahan menjadi pucat atau coklat tua, konsistensi hepar kenyal dan padat menjadi lembek sampai rapuh dan struktur permukaan yang licin menjadi bernodul atau ada lesi. Pengamatan makroskopis hepar meliputi berat, warna, konsistensi, dan permukaan hepar yang normal berwarna merah kecoklatan, dan konsistensinya kenyal serta permukaan yang licin (Dewi, 2010).
Kriteria abnormal bila ditemukan: a. Perubahan berat organ hepar b. Perubahan warna
c. Perubahan konsistensi d. Perubahan permukaan
B. Derajat histopatologi hepar adalah gambaran kerusakan hepar secara mikroskopis yang dinilai dengan mengukur derajat kerusakan dari kongesti dan nekrosis dari sel-sel hepar. Nekrosis adalah kematian akibat terpapar stimulus eksogen seperti zat-zat kimia sehingga terjadi perubahan morfologi sel yang mati berupa penyusutan inti sel dengan batas yang tidak teratur dan berwarna gelap (piknosis), hancurnya inti dengan pecahan-pecahan kromatin (karyoreksi), dan hancurnya inti (Karyolisis) (Prince & Wilson, 2006). Pengamatan dilakukan dengan mikroskop cahaya merk Olympus dengan perbesaran dimulai dari 40x, 100x, dan 400x, luas nekrosis pada hepar mencit dinilai scara semikuantitatif menggunakan mikroskop cahaya pada tiga zona dalam 10 lobulus.
Preparat histologis hepar diamati di bawah mikrpskop cahaya dalam 5 lapang pandang yang berbeda, dengan perbesaran 40X10 kali. Setiap lapang pandang dihitung 20 sel secara acak sehingga dalam 1 preparat tersebut ditemukan 100 sel hepar. Kemudian dihitung rerata bobot skor perubahan histopatologi hepar pada 5 lapang pandang dari masing-masing mencit dengan model Skoring Histopathology Manja Roenigk (Desprinita, 2010). Jenis kerusakan hepar yang diamati meliputi nekrosis, degenerasi parenkimatosa, dan degenerasi hidropik. Kemudian dicatat dan dihitung jumlah persentase kerusakan yang terjadi (Pawitra & Mutiara, 2010; Maretnowati et al., 2005 dalam Amalina, 2009; Jawi, 2007).
Tabel 3.2.4.6 Skor Penilaian Tingkat Kerusakan Hepatosit Kriteria Manja Roenigk Yang Telah Dimodifikasi Hapsari (2010)
Tingkat Kerusakan Skor
Normal 1
Degenerasi parenkimatosa 2
Degenerasi hidropik 3
Nekrosis 4
3.2.4.7 Analisis statistik
Data yang didapat dari setiap parameter (variabel) pengamatan disusun ke dalam bentuk tabel. Data kuantitatif (variabel dependen) yang didapatkan yaitu rerata dan standart deviasi dari berat hepar dan jumlah kerusakan hepatosit diuji
18 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
diawali dengan uji normalitas dan uji homogenitas. Apabila data yang diperoleh homogen dan normal (p>0,05) maka dilanjutkan dengan uji sidik ragam (ANOVA), jika berbeda nyata (p<0,05) maka dilanjutkan dengan uji Post Hoc-Bonferroni. Tetapi apabila hasil uji homogenitas dan normalitas menunjukkan tidak homogen atau tidak normal, maka data tersebut ditransformasi sebanyak 3 kali. Apabila tetap tidak homogen atau tidak normal (p<0,05) maka dilanjutkan dengan uji non parametrik (Kruskal-Wallis). Setelah itu untuk melihat perbedaan antara 2 perlakuan (kontrol dan ekstrak andaliman) dilakukan uji Mann-Whitney (Prakoso, 2008).
BAB 4