Penelitian ini telah dilakukan selama dua bulan, dimulai sejak tanggal 16 Pebruari sampai 26 April 2006, bertempat di Bagian Non Ruminansia dan Satwa Harapan (NRSH), Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Materi Jangkrik
Jangkrik yang digunakan sebanyak 360 ekor jenis Gryllus bimaculatus (jangkrik kalung) dewasa berumur 51 hari, terdiri dari 60 ekor jantan dan 300 ekor betina. Jangkrik diperoleh dari salah satu peternakan jangkrik di daerah Depok.
Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan terdiri dari 12 kandang indukan dan 120 kandang penetasan. Kandang indukan berukuran 45x30x30 cm terbuat dari kayu reng sebagai rangkanya serta triplek kayu sebagai dinding kandang (Gambar 6). Bagian dinding luar kandang diolesi kapur insektisida untuk mencegah serangan hama semut dan bagian dalam tepi atas dinding dilapisi dengan lakban coklat selebar 10 cm.
Permukaan lakban yang licin dapat mencegah jangkrik merayap keluar kandang.
(a) (b) Gambar 6. Kandang Indukan (a) dan Kandang Penetasan Jangkrik (b)
Tutup kandang terbuat dari kayu reng dan kawat nyamuk serta bagian kaki kandang diberi gelas plastik berisi air untuk mencegah predator masuk ke dalam kandang. Setiap kandang dilengkapi egg tray (tempat telur) yang terbuat dari kertas sebagai tempat persembunyian jangkrik. Kandang penetasan terbuat dari kotak karton berukuran 30x30x12 cm yang telah dilapisi selotip selebar lima sentimeter di
bagian dalam tepi atas dan dilengkapi dengan media penetasan yang dialasi kapas basah untuk minum anak jangkrik dan menjaga kelembaban kandang.
Peralatan lain yang digunakan yaitu alat tulis, tempat pakan hijauan dan konsentrat, sendok dan gelas plastik, timbangan digital JKH-500, termohigrometer, penyemprot, saringan, baskom plastik, kuas, alat penghitung telur (counter), lakban, gunting, dan pisau.
Media Bertelur dan Penetasan
Bahan yang digunakan untuk media bertelur yaitu pasir hitam yang sudah disangrai dan disaring dua kali agar lebih halus dan berukuran seragam. Kondisi pasir selalu diusahakan dalam keadaan lembab dengan disemprot air dan disimpan dalam kotak plastik berukuran 14,5x7,5x2,5 cm (Gambar 7).
(a) (b) Gambar 7. Media Bertelur (a) dan Media Penetasan Telur Jangkrik (b)
Bahan untuk media penetasan menggunakan kain katun berukuran 20x20 cm yang dilipat pada setiap sisinya dan dialasi kapas lembab (Gambar 7). Media penetasan diletakkan dalam kandang penetasan.
Pakan
Pakan konsentrat yang digunakan adalah campuran pakan ayam broiler komersial yang mengandung protein 20%-22% (kode CP 511) dengan pencampuran tepung kunyit secara substitusi sebesar 0% (P0); 0,2% (P0,2); 0,4% (P0,4); dan 0,8%
(P0,8). Pakan hijauan yang digunakan berupa daun singkong yang telah dilayukan terlebih dahulu selama satu hari dan dicacah berukuran sekitar dua sentimeter untuk menghilangkan kandungan asam sianida (HCN) (Ravindran et al., 1985). Kandungan nutrisi pakan yang digunakan terdapat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kandungan Nutrisi Pakan Konsentrat, Tepung Kunyit, dan Daun Singkong
Persentase Tepung Kunyit c)
Komposisi Daun
Singkong a) Tepung
Kunyit a) Konsentratb)
0,2% 0,4% 0,8%
Keterangan: a) Hasil analisis proksimat di Bagian Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan (Maret 2006)
b) Mansy (2002)
c) Hasil perhitungan dari campuran konsentrat dan tepung kunyit td : tidak dianalisis
Tabel 5 menunjukkan bahwa komposisi ransum perlakuan (konsentrat dengan substitusi tepung kunyit) tidak berbeda jauh dengan komposisi ransum konsentrat itu sendiri. Konsentrat dihaluskan dan disaring dahulu sebelum dicampurkan dengan tepung kunyit agar ukurannya seragam dan lebih homogen Tepung kunyit yang digunakan diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika (Balittro) Bogor, sedangkan daun singkong diperoleh dari kebun singkong bagian UPT GOR IPB. Mutu serbuk kunyit disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Mutu Tepung Kunyit (Curcuma domestica Val.)
Komposisi Persentase (%)
Kadar Air
Rancangan
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat taraf perlakuan dan ulangan yang tidak sama.
Perlakuan yang diberikan adalah pakan campuran konsentrat dengan 0%; 0,2%;
0,4%; dan 0,8% tepung kunyit. Jumlah jangkrik setiap ulangan adalah 30 ekor dengan perbandingan jantan dan betina 1:5.
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan Minitab 14 karena hasil analisis statistik menghasilkan nilai koefisien determinasi (R2) yang rendah. Nilai R2 yang rendah mengartikan banyak faktor lain yang mempengaruhi respon peubah yang diamati.
Peubah yang Diamati
1. Konsumsi pakan (mg/ekor/hari) dihitung berdasarkan bahan kering (BK).
Konsumsi pakan hijauan (KH) dihitung berdasarkan selisih antara pakan yang diberikan dengan pakan yang tersisa lalu dibagi jumlah populasi dan dibagi tiga hari. Konsumsi hijauan ini kemudian dikalikan dengan persentase pakan yang dikonsumsi yang diperoleh dari faktor koreksi penguapan (FKP). Konsumsi pakan campuran konsentrat dan tepung kunyit (KK) dihitung berdasarkan selisih dari pakan yang diberikan dengan pakan yang tersisa lalu dibagi jumlah populasi dan dibagi enam hari. Konsumsi pakan total diperoleh dari penjumlahan konsumsi hijauan dengan konsentrat.
KH = ⎟⎟⎠ (100-FKP)% = persentase pakan yang dikonsumsi jangkrik KH setelah dikoreksi faktor penguapan = KH x (100-FKP)%
KK = ⎟⎟⎠
2. Pertambahan bobot badan (mg/ekor/hari) induk diperoleh dari selisih antara bobot badan saat penimbangan dengan bobot badan pada enam hari sebelumnya, kemudian dibagi enam hari. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Pertambahan Bobot Badan =
hari
3. Produksi telur harian (butir/ekor/hari) diperoleh dari jumlah telur hasil pemanenan per hari pada setiap kandang dibagi dengan jumlah induk betina yang hidup. Total produksi telur (butir/ekor) diperoleh dari perhitungan kumulatif produksi telur harian selama masa bertelur sampai jangkrik mati.
Total produksi telur = ⎟⎟⎠
4. Konversi pakan berdasarkan produksi telur (mg/butir telur) dihitung berdasarkan rataan konsumsi pakan total dibagi dengan rataan jumlah telur yang diproduksi per hari.
Konversi pakan terhadap jumlah telur =
hari)
5. Waktu tetas (hari) adalah waktu yang dibutuhkan sejak telur diletakkan pada media tetas (mulai diinkubasi) sampai anak jangkrik yang pertama menetas.
6. Mortalitas induk jangkrik (%) merupakan persentase jumlah induk yang mati dari total populasi induk selama penelitian. Perhitungan mortalitas dilakukan setiap enam hari dengan rumus:
Mortalitas =
Prosedur
Penelitian pada fase reproduksi (masa bertelur) ini merupakan rangkaian penelitian dari fase pertumbuhan dengan perlakuan yang sama. Penelitian dimulai dengan pemindahan jangkrik yang sudah dewasa tubuh (berumur 51 hari) dari kandang pembesaran ke kandang indukan (kandang penelitian). Jangkrik yang dijadikan sample penelitian adalah betina yang sudah memiliki ovipositor pada ujung abdomen, sedangkan jantan yang dipilih adalah jangkrik yang sayapnya bergelombang atau tidak rata (Fitriyani, 2005). Jangkrik yang dipilih dalam keadaan sehat dan lengkap (tidak ada bagian tubuh yang hilang seperti kaki, antena, dan lain-lain).
Tahap akhir penelitian fase pertumbuhan hanya menghasilkan jumlah jangkrik yang terbatas. Keterbatasan ini dikarenakan banyaknya jangkrik yang mati dengan dugaan suhu dan kelembaban yang kurang sesuai untuk pertumbuhan jangkrik, mengingat waktu penelitian dilakukan pada saat musim hujan dengan kelembaban yang tinggi (lebih dari 80%). Menurut Sukarno (1999), jangkrik dapat hidup dengan baik pada suhu 20-32 °C dan kelembaban sekitar 65%-80%. Jangkrik yang tersisa dan memenuhi syarat untuk penelitian pada fase reproduksi hanya sebanyak 360 ekor dengan rincian yaitu untuk taraf perlakuan 0%; 0,2%; 0,4%; dan 0,8% tepung kunyit sebanyak 120, 60, 90, dan 90 ekor jangkrik.
Jumlah jangkrik yang terbatas pada fase pertumbuhan menyebabkan ulangan yang dapat dilakukan dalam penelitian ini tidak sama untuk setiap taraf perlakuan.
Keempat taraf perlakuan terdiri dari empat ulangan untuk 0% tepung kunyit (P0), dua ulangan untuk 0,2 % tepung kunyit (P0,2), dan masing-masing tiga ulangan untuk perlakuan 0,4 % dan 0,8% tepung kunyit (P0,4 dan P0,8) sehingga diperoleh 12 kandang pengamatan. Jumlah ulangan pada penelitian ini tidak sama karena tergantung dari jumlah ternak dari penelitian sebelumnya (fase pertumbuhan) untuk mendapatkan efek kumulatif. Setiap kandang indukan berisi 30 ekor jangkrik dengan perbandingan jantan dan betina 1:5 (Widiyaningrum, 2001) sehingga diperoleh lima ekor jantan dan 25 ekor betina dalam setiap kandang. Kandang penetasan yang berjumlah 120 buah hanya digunakan sebagai tempat penetasan. Skema bagan penelitian dapat dilihat pada Gambar 8.
0%
Jangkrik kalung berumur 21-51 hari (4800 ekor)
120 ekor 60 ekor 90 ekor 90 ekor Jangkrik Kalung berumur 51 hari (360 ekor)
Fase
Gambar 8. Skema Bagan Penelitian
Penempatan media bertelur dalam kandang dilakukan bersamaan pada saat jangkrik berumur 51 hari dan dimasukkan ke kandang indukan. Media bertelur yang digunakan yaitu pasir yang telah disangrai dan disaring dua kali kemudian dicampur air agar lembab dengan perbandingan satu bagian air dicampur dengan tiga bagian pasir. Pasir tersebut kemudian ditempatkan dalam kotak plastik dengan ketebalan pasir sekitar dua sentrimeter.
Telur yang dihasilkan induk dipanen setiap hari dan diletakkan di media tetas.
Pemanenan telur dilakukan dengan cara menyaring pasir sebagai media bertelur
dengan air agar telur yang dihasilkan bersih dari pasir, kemudian dilakukan perhitungan dan dicatat untuk mengetahui jumlah produksi telur harian. Pemanenan telur dilakukan sampai induk mati seluruhnya untuk mengetahui total produksi telur.
Kandang penetasan dan media tetas telur hari pertama terpisah dengan hari kedua dan hari-hari selanjutnya.
Telur yang telah disaring dari pasir kemudian diletakkan di atas kertas sampai agak kering agar tidak menempel satu sama lain dan memudahkan perhitungan.
Telur disimpan dalam media tetas setelah dihitung, kemudian diinkubasi sampai anak jangkrik menetas. Telur ditetaskan dengan ditempatkan secara merata pada bagian tengah kain katun. Kain dilipat pada setiap sisinya ke bagian tengah secara bergantian mulai dari sisi kanan, kiri, atas, dan bawah (Gambar 9). Lipatan kain dibiarkan longgar agar memudahkan anak jangkrik keluar setelah menetas.
Gambar 9. Urutan Pelipatan Media Tetas dari Kain (Paimin, 1999)
Media tetas diletakkan di atas kapas basah untuk menjaga kelembaban dan disemprot setiap hari sampai anak jangkrik menetas. Media tetas ditempatkan di atas alas plastik dalam kandang penetasan.
Perhitungan daya tetas telur pada penelitian ini tidak dapat dilakukan karena timbul jamur pada telur yang disebabkan oleh kelembaban yang tinggi dan suhu yang cukup rendah, mengingat waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada musim hujan.
Telur yang berjamur tidak dapat menetas karena telur membusuk dan kemudian mati.
Pakan diberikan ad libitum. Penggantian pakan hijauan (daun singkong) dilakukan tiga hari sekali sedangkan untuk campuran konsentrat dan tepung kunyit dilakukan setiap enam hari dengan selalu menimbang sisa pakan untuk mengetahui konsumsi harian. Konsentrat dengan tepung kunyit dicampur dengan perbandingan 99,8 g konsentrat dan 0,2 g tepung kunyit (P0,2); 99,6 g konsentrat dan 0,4 g tepung kunyit (P0,4); serta 99,2 g konsentrat dan 0,8 tepung kunyit (P0,8). Pencampuran dilakukan dengan memasukkan konsentrat dan tepung kunyit yang telah ditimbang
sesuai takaran ke dalam toples bertutup dengan volume 200 g kemudian dikocok-kocok sampai semua bahan tercampur homogen.
Bersamaan dengan pemberian hijauan, sebagian daun singkong diletakkan dalam wadah piring plastik dan disimpan dalam kandang kosong selama tiga hari (sebagai kontrol penguapan). Selisih berat hijauan pada wadah piring di awal dan akhir penyimpanan pada tiap penggantian pakan merupakan faktor koreksi terhadap penguapan air yang digunakan dalam perhitungan konsumsi hijauan. Konsumsi pakan konsentrat dan hijauan dihitung berdasarkan bahan kering.
Penimbangan dan pencatatan bobot badan jangkrik, mortalitas, dan pembersihan kandang dilakukan bersamaan dengan penggantian pakan konsentrat (enam hari sekali). Pencatatan suhu dan kelembaban masing-masing kandang penelitian dilakukan setiap hari. Pencatatan dilaksanakan pada pagi hari (pukul 07.00 WIB), siang hari (pukul 12.00 WIB), dan sore hari (pukul 17.00 WIB).
HASIL DAN PEMBAHASAN