Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Molekuler Bagian Genetika dan Pemuliaan Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Pebruari 2012 sampai bulan Agustus 2012
Materi Sampel
Jumlah sampel darah ayam yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 100 sampel. Sampel darah berasal dari ayam lokal dan ayam ras pedaging yang dipelihara di Laboratorium Lapang Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Jumlah sampel darah ayam lokal dan ayam ras pedaging yang digunakan dalam penelitian ini tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1. Sampel Darah Ayam yang Digunakan dalam Penelitian ini
Primer
Primer adalah molekul pendek utas tunggal DNA yang akan menempel pada DNA cetakan pada tempat yang spesifik. Sekuen primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah Insulin-like Growth Factor-I (IGF-I) berdasarkan primer yang digunakan oleh Mu’in (2008) yaitu : IGF-IF’: 5’ -GAC-TAT-ACA-GAA-AGA-ACC-CAC-3’ dan IGF-IR’: 5’-TAT-CAC-TCA-AGT-GGC-TCA-AGT-3’.
No. Jenis Ayam Jumlah Sampel darah ( ekor)
1. Ayam Ras Pedaging 16
2. Ayam Kampung 15 3. Ayam Kedu 16 4. Ayam Sentul 15 5. Ayam Pelung 15 6. Ayam Arab 23 Total 100
12
Ekstraksi DNA
Bahan-bahan yang digunakan dalam ekstraksi DNA adalah DW (Destilation Water), SDS 10% (Sodium Dodecyl Sulfate), Proteinase-K, STE (Sodium Tris-EDTA), Phenol, CIAA (Chloroform iso amil alkohol), NaCl (Natrium chloride), dan Ethanol. Alat yang digunakan tabung ependorf 1,5 ml, Vortex mixer, Rak tabung ependorf, Refrigerated microcentrifuge, autoclave, pipetor atau pitman untuk (20 µl-1000 µl) dan (20 µl-200 µl), inkubator, sarung tangan, dan kotak penyimpan sample.
Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism
Bahan-bahan yang digunakan dalam PCR-RFLP adalah air bebas ion steril, sampel DNA, buffer, MgCl2, pasangan primer, enzim taq dan dNTP dan enzim retriksi PstI. Alat yang digunakan satu set pipet mikro dan tipnya, alat sentrifugasi, tabung PCR, vortex, dan refrigerator.
Elektroforesis
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan gel agarose adalah agarose, 0,5XTBE, EtBr (Ethidium bromide). Alat yang digunakan horizontal agarose gel electhrophoresis (MUPID), sisir pembentuk sumur, power supply 100 volt, pipetor atau pipetman (1 µl-10 µl), tip pipet warna kuning dan putih, alat timbang, dan plastik.
Genotyping
Bahan-bahan yang digunakan yaitu loading dye (bromthymol blue 0,01%, xylene cyanol 0,01%, dan gliserol 50%) dan untuk membuat 1 lembar gel agarose 2% adalah sebagai berikut : agarose 0,6 g; 0,5xTBE 30 ml; 2,5 µl EtBr. Alat-alat yang digunakan adalah microwave, stirrer, magnet stirrer, gelas ukur, tabung erlenmeyer, gel tray, pencetak untuk sumur (comb), power supply 100 volt, gelas ukur, tip, pipet makro dan mikro.
Prosedur Pengambilan Sampel Darah
Sampel darah diambil dari ayam secara langsung dengan menggunakan spuit dari bagian vena pangkal sayap. Sampel darah dimasukkan ke dalam tabung yang berisi EDTA atau Ethanol 70% untuk mencegah terjadinya penggumpalan sekaligus mengawetkan sampel darah tersebut. Sampel disimpan pada suhu ruang sampai akan digunakan lebih lanjut.
Ekstraksi DNA
Ektraksi DNA dilakukan secara konvensional mengikuti metode Sambrook et al. (1989). Pengambilan sampel darah sebanyak 100 µl dimasukkan ke dalam ependorf baru. Penambahan DW sebanyak 1.000 µl ke dalam sampel lalu dikocok menggunakan vortex sampai tersuspensi dengan sempurna dan disentrifugasi dengan kecepatan 8.000 rpm selama 5 menit. Bagian supernatan dibuang kemudian ditambahkan DW sebanyak 1.000 µl ke dalam sampel lalu disentrifugasi dengan kecepatan dan waktu yang sama seperti sebelumnya dan supernatan yang tersisa dibuang.
Pelisisan Sel. Sampel dilisis dengan menambahkan 40 µ l 10% SDS (sodium dodesil sulfat) , 10 µl proteinase-K dan 1 x STE (sodium tris-EDTA) sampai 400 µl. Campuran diinkubasi pada suhu 55 oC selama 2 jam sambil dikocok pelan menggunakan alat pemutar (tilting).
Pemisahan DNA. Molekul DNA dimurnikan dengan metode phenol-chloroform yaitu dengan menambahkan 40 µl 5 M NaCl dan 400 µl larutan phenol dan CIAA (chloroform-isoamil-alkohol), kemudian dikocok pelan (tilting) pada suhu ruang selama 2 jam.
Pemurnian DNA. Molekul DNA yang larut dalam fase air dipisahkan dari fase phenol dengan disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 5 menit. Molekul DNA dipindahkan ke dalam tabung baru sebanyak 400 µl dan ditambahkan 800 µl etanol absolut dan 40 µl 5 M NaCl. Molekul DNA kemudian disimpan dalam freezer semalam (24 jam) pada suhu -20 oC. Molekul DNA disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 5 menit, kemudian supernatan yang diperoleh dibuang. Endapan yang dihasilkan dilakukan pencucian dengan menambahkan 800
14 µl ETOH 70% kemudian disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 5 menit. Sisa etanol setelah dibuang kemudian diuapkan dalam ruang terbuka. Endapan DNA kemudian disuspensikan dalam 100 µl 80% buffer TE (tris EDTA).
Amplifikasi DNA
Perbanyakan gen IGF-I yang diapit oleh primer forward dan reverse secara in vitro dilakukan menggunakan mesin Applied Biosystem PCR Thermacycler. Pereaksi untuk amplifikasi DNA secara umum dilakukan menggunakan campuran yang terdiri dari 1 µl sampel DNA yang telah diekstraksi dari darah sebelumnya dengan metode ekstraksi Sambrook et al. (1987), 0,3 µl primer (forward dan reverse), 0,05 µl taq polimerase, 1,5 µl buffer, 0,5 µl MgCl2 dan 0,3 µl dNTP. Proses amplifikasi yang terjadi pada mesin Applied Biosystem PCR Thermal Cycler ini berlangsung dalam empat tahap. Tahap pertama adalah denaturasi awal 95 oC selama lima menit. Tahap kedua merupakan 35 siklus amplifikasi yang terdiri dari denaturasi pada suhu 95 oC selama 30 detik. Penempelan (annealing) primer pada suhu 55 oC selama 45 detik dan pemanjangan (elongasi) molekul DNA pada suhu 72 oC selama satu menit. Tahap ketiga adalah pemanjangan (elongasi) akhir molekul DNA pada suhu 72 oC selama lima menit.
Elektroresis Produk PCR
Elektroforesis produk PCR dilakukan menggunakan 2 µl produk PCR pada gel agarose 1,5% dengan tegangan 150 volt selama 60 menit. Gel dibuat dengan cara mencampurkan agarose 0,45 g, 0,5 TBE 30 ml dan 2,5 µl EtBr. Sebanyak 2 µl produk PCR dicampur dengan loading dye (bromthymol blue 0,01%, Xylene cyanol 0,01% dan gliserol 50%) . Setelah elektroforesis selesai gel agarose diambil untuk dilihat panjang pita DNA dengan menggunakan UV-Transilluminator.
Genotiping
Produk PCR yang telah dielektroforesis sebanyak 2 µl didistribusikan ke dalam tabung 0,5 ml yang ditambahkan 1 µl DW; 0,3 µl enzim restriksi PstI; 0,7 µl buffer RE. Campuran tersebut diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37 oC selama 16 jam. Sampel DNA yang telah dipotong dengan enzim restriksi dielektroforesis pada gel agarose 2% dengan tegangan 100 volt selama 30 menit. Setelah proses elektroforesis selesai, dilakukan proses visualisasi dengan UV-Transilluminator.
Pita DNA yang muncul dibandingkan dengan marker untuk mengetahui panjang pitanya. Setiap pita DNA dari setiap sampel dibandingkan untuk menentukan genotipe pita DNA. Satu posisi migrasi yang sama dianggap sebagai satu tipe atau satu alel DNA.
Pita-pita DNA yang muncul dibandingkan dengan marker untuk diketahui panjang fragmen dan jumlah pita DNA dari setiap sampel dibandingkan untuk ditentukan genotipe penentuan pita DNA. Penentuan alel A dan C ditunjukkan dengan jumlah dan ukuran fragmen yang terpotong berdasarkan sekuen gen IGF-1. Alel A tidak memiliki titik potong dan menunjukkan satu fragmen dengan panjang 621 bp atau 600 bp sedangkan alel B memiliki satu titik potong dan menunjukkan dua fragmen 364 bp dan 257 bp. Pada peneltian ini diharapkan diperoleh tiga genotipe yaitu AA (621 bp atau 600 bp), AB (621 bp atau 600 bp, 364 bp dan 257 bp) dan BB (364 bp dan 257 bp).
Analisis Data Frekuensi Genotipe
Keragaman genotipe tiap-tiap individu dapat ditentukan dari migrasi pita-pita DNA hasil pemotongan enzim restriksi. Masing-masing sampel dibandingkan berdasarkan ukuran (marker) yang sama dan dihitung frekuensi genotipenya. Frekuensi genotipe dengan dihitung merujuk pada rumus Nei dan Kumar (2000) :
Xii = nii n Keterangan : Xii nii n = = = Frekuensi genotipe
Jumlah individu yang bergenotip ii Jumlah individu sampel
Frekuensi Alel
Frekuensi alel merupakan rasio suatu alel terhadap keseluruhan alel pada suatu lokus dalam populasi. Alel masing-masing alel setiap lokus dihitung berdasarkan rumus Nei (1987).
16 Keterangan: Xi nij nii n = = = = Frekuensi alel
Jumlah individu yang bergenotipe ij Jumlah individu yang bergenotipe ii Jumlah individu sample
Uji Keseimbangan Hardy-Weinberg
Uji Keseimbangan Hardy-Weinberg bertujuan untuk mengetahui apakah suatu populasi berada dalam keseimbangan. Keseimbangan Hardy-Weinberg dilakukan dengan pengujian Chi-Kuadrat berdasarkan (Nei dan Kumar, 2000).
Keterangan:
x2 = Uji Chi-kuadrat(obs – exp)2
obs = Jumlah pengamatan Genotip ke-ii exp = Jumlah harapan genotip ke-ii
Derajat Bebas (Db)
Derajat bebas (db) dihitung untuk mendapatkan nilai x2 tabel. Nilai derajat bebas dihitung berdasarkan Allendrof dan Luikart (2007) dengan menggunakan rumus :
Db = (Genotipe-1) – (Alel-1)
Heterozigositas
Heterozigositas digunakan untuk menentukan keragaman alel pada sampel DNA jenis ayam ras dan ayam bukan ras. Nilai hetrozigositas dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Nei, 1973):
Keterangan: H Xi Q = = = Nilai heterozigositas
Frekuensi alel ke-i
Jumlah alel
Jarak Genetik dan Pohon Filogenetik
Jarak Genetik dan pohon kekerabatan dibuat dengan metode UPGMA menurut Nei (1972).
Dn = DXY - ( DX (m) + DY (m) )/2 D = - log I
Keterangan :
Dn = Jumlah frekuensi alel
DXY = Jumlah frekuensi alel Individu x dan y
DX = Frekuensi alel x
DY = Frekuensi alel y
D = Jarak genetik
Ampifikasi Gen Insulin-like Growth Factor-1 (IGF-1)
Hasil amplifikasi gen Insulin-like Growth Factor-1 (IGF-1) sepanjang 621 bp pada gel agarose 1.5% disajikan pada Gambar 1.
M 1 2 3 4 5 6
Gambar 1. Visualisasi Hasil Amplifikasi Gen Insulin-like Growth Factor-1 (IGF-1) Sepanjang 621 bp pada Gel Agarose 1,5%. M (Marker) dan 1 - 5 (Sampel Ayam Lokal), 6 (Sampel Ayam Broiler). Keberhasilan amplifikasi sebanyak 100 sampel dari 120 sampel atau sebesar 83,33%. Ketidakberhasilan ampilifikasi pada penelitian ini disebabkan DNA yang terambil dari sampel tidak mencukupi keberhasilan amplifikasi, sampel yang sudah didistribusi terlalu lama disimpan dalam refrigerator, saat mencampur tidak sesuai dengan prosedur, konsentrasi enzim yang berlebihan, dan melakukan elektroforesis hasil PCR yang sudah lama disimpan. Menurut Muladno (2002), denaturasi yang tidak lengkap mengakibatkan DNA mengalami renaturasi (membentuk DNA untai ganda kembali) secara cepat, dan ini mengakibatkan gagal pada proses amplifiikasi, selain itu konsentrasi enzim yang berlebihan dapat menyebabkan amplifikasi DNA pada sekuens yang bukan target. Suhu annealing (penempelan primer) pada penelitian ini adalah 55 oC. Menurut Muladno (2002), suhu penempelan primer
621 bp 500 bp
300bp
100 bp 200 bp
(annealing) berkisar antara 36 oC sampai dengan 72 oC, namun suhu yang biasa digunakan 50-60 oC. Kondisi ini berbeda dengan suhu penempelan primer yang dilakukan oleh Muin (2009) yaitu 60 oC, ini disebabkan perbedaan sampel DNA ayam lokal yang digunakan berbeda letak geografisnya. Suhu annealing merupakan suhu optimum terjadinya penempelan primer yang digunakan pada titik pemotongan DNA selama proses amplifikasi berlaku. Konsentrasi pereaksi pada penelitian ini dilakukan dengan tepat sesuai prosedur yang sudah dilakukan di laboratorium genetika molekuler. Ini sesuai dengan pernyataan Viljoen et al. (2005), bahwa keberhasilan amplifikasi gen sangat tergantung pada interaksi komponen pereaksi PCR dalam konsentrasi yang tepat.
Pemotongan fragmen tersebut dilakukan dengan menggunakan enzim restriksi Pst-I dan enzim ini memotong situs ctg|cag. Fragmen DNA spesifik yang mengandung SNP (single nucleotide polymorphism) pada ayam-ayam penelitian telah berhasil diamplifikasi. Mutasi yang terjadi pada fragmen gen IGF-1|Pst-1 adalah mutasi substitusi tipe tranversi yaitu terjadi perubahan basa pirimidin (T-C) berubah menjadi basa purin (A-G). Menurut Lie et al. (2008), bahwa mutasi titik yang terdapat di dalam fragmen DNA spesifik dari gen IGF-I tersebut disebabkan adanya substitusi (transversi) sebuah nukleotida cytosine (C) dengan thymine (G), dan dapat dideteksi menggunakan Pst-I. Mutasi titik yang terdapat di dalam fragmen DNA spesifik dari gen IGF-I tersebut disebabkan adanya substitusi (transversi) sebuah nukleotida cytosine (C) dengan thymine (G), dan dapat dideteksi menggunakan Pst-I. Mutasi ini bersifat non-synonimus atau mutasi yang menyebabkan hasil pemotongan fragmen gen Insulin-like Growth Factor-1 (IGF-1) oleh Pst-I pada gel agarose 2% disajikan seperti pada Gambar 2.
Penelitian ini menghasilkan tiga macam genotip yaitu AA, AB, dan BB. Pada ayam lokal (ayam kampung, sentul, kedu, dan pelung) dapat diidentifikasi sebagai genotipe AA pada lokus IGF-1|Pst-I apabila terdapat satu fragmen (pita) DNA dengan panjang 621 bp atau 600 bp dan genotipe BB ditunjukkan dengan terdapatnya satu fragmen DNA dengan panjang basa sebesar 257 bp, sedangkan pada ayam arab dapat diidentifikasi genotipe AB dengan adanya dua fragmen (pita) DNA yang memiliki panjang basa sebesar 621 bp atau 600 bp dan 364 bp. Ayam broiler diidentifikasi bergenotipe AA, BB, dan AB. Genotipe AB ditunjukkan
19 dengan terdapatnya dua fragmen (pita) yaitu 621 bp atau 600 bp dan 364 bp. Individu yang bergenotipe AA dan BB dikenal sebagai individu yang heterozigot.
Ayam lokal dan ayam broiler yang bergenotipe AA dan BB berarti bahwa kedua tetua masing-masing menyumbangkan gen (alel) yang sama. Ayam lokal dan ayam broiler dengan genotipe heterozigot (AB) bahwa ternak tersebut memiliki kombinasi gen yang berbeda dari kedua tetuanya.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
M AB AB AB AB BB AB AB AB AA AA AA AB AA AB
Gambar 2. Visualisasi Hasil PCR-RFLP pada Gen Insulin-like Growth Factor-1 (IGF-1) pada Gel Agarose 2% dengan Genotipe AA (621 bp atau 600 bp), AB (621 bp atau 600 bp, 364 bp, 257 bp), BB (364 bp, 257 bp). M (Marker), 1 dan 9 (Sampel Ayam Kedu), 2 dan 10 (Sampel Ayam Sentul). 3,7,8 dan 11 (Sampel Ayam Broiler), 12-14 (Sampel Ayam Kampung).
400 bp 300 bp 200 bp 100 bp 500 bp 621 bp 600 bp 364 bp 257 bp
Genotiping
Hasil identifikasi Genotipe gen Insulin-like Growth Factor-1 (IGF-1) pada ayam lokal dan ayam broiler disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Identifikasi Genotip Gen IGF-1 pada Ayam No. Jenis Sampel Jumlah Ge Genotipe (n)
Sampel AA BB AB ………..Ekor... 1. Ayam Kampung 15 10 0 5 2. Ayam Kedu 16 11 0 5 3. Ayam Sentul 15 10 0 5 4. Ayam Pelung 15 9 0 6 5. Ayam Broiler 16 4 1 11 6. Ayam Arab 23 12 3 8 Jumlah 100 56 4 40
Keterangan: n= jumlah genotipe yang muncul
Berdasarkah hasil identifikasi genotipe gen Insulin-like Growth Factor-1 (IGF-1) pada ayam lokal (ayam kampung, kedu, sentul dan pelung) ditemukan dua macam genotipe yaitu AA dan AB, sedangkan pada ayam arab dan ayam broiler ditemukan tiga macam genotipe yaitu AA, AB, dan BB. Ini sesuai dengan hasil penelitian Muin (2009) bahwa amplifikasi PCR-RFLP gen IGF-I| Pst-1 pada ayam lokal menghasilkan tiga genotipe AA, AB, dan BB. Hasil identifikasi pada penelitian ini bahwa genotipe AA pada ayam lokal memiliki persentase sebesar 61,90%, hal ini menunjukkan bahwa genotipe AA persentasenya lebih besar dibanding genotip AB dan BB, sedangkan pada ayam broiler genotip AB memiliki persentase lebih besar dibanding genotipe AA dan BB sebesar 68,75%.
Frekuensi Alel
Hasil analisis pada Tabel 3 menunjukkan bahwa frekuensi genotipe AA memiliki nilai yang paling besar diantara frekuensi genotipe yang lain pada kelima jenis ayam kecuali pada ayam broiler bahwa frekuensi genotipe AA memiliki nilai terendah diantara genotipe yang lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nagaraja et al. (2000) bahwa genotip AA ditemukan memiliki frekuensi sangat rendah (3,5%)
21 pada bangsa ayam eksotik broiler. Frekuensi genotipe AA pada ayam kampung genotipe AA terbanyak dengan frekuensi gen sebesar 0,67; begitu juga dengan ayam kedu, ayam sentul, ayam pelung dan ayam arab memiliki genotipe AA terbanyak dengan frekuensi masing-masing 0,69; 0,67; 0,60; 0,52. Hal yang sama pada hasil penelitian Sco et al. (2001) bahwa frekuensi genotip AA ini ditemukan memiliki frekuensi yang tinggi pada ayam Korea yaitu Korean Native Ogol chicken (Sco et al., 2001). Penemuan ini memberikan petunjuk bahwa alel A memiliki frekuensi lebih tinggi pada bangsa ayam lokal dibandingkan ayam eksotik. Frekuensi alel IGF-1 pada setiap jenis ayam dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Frekuensi Genotip dan Frekuensi Alel Gen IGF-1 Pada Ayam No. Jenis Sampel Jumlah Frekuensi Genotipe Frekuensi Alel
Sampel AA BB AB A B 1. Ayam Kampung 15 0,67 0,00 0,33 0,83 0,17 2. Ayam Kedu 16 0,69 0,00 0,31 0,84 0,16 3. Ayam Sentul 15 0,67 0,00 0,33 0,83 0,17 4. Ayam Pelung 15 0,60 0,00 0,40 0,80 0,20 5. Ayam Broiler 16 0,25 0,062 0,69 0,59 0,41 6. Ayam Arab 23 0,52 0,13 0,35 0,59 0,41 Jumlah 100 0,56 0,04 0,40 0,68 0,44 Hasil identifikasi genotipe pada ayam kampung, kedu, sentul, pelung, broiler dan arab terdiri dari tiga genotipe yaitu AA, AB serta BB, sehingga terdapat dua tipe alel yang ditemukan yaitu tipe alel A maupun B. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nagara et al. (2000) dan Sco et al. (2001) bahwa dengan menggunakan teknik PCR RFLP/PstI, dapat dideteksi adanya polimorfisme nukleotida tunggal dalam 5’ region gen IGF-I pada ayam dan telah ditemukan tiga genotipe IGF-I pada jenis ternak ini yaitu AA, AB, dan BB. Hasil analisis frekuensi alel menunjukkan seluruh jenis ayam memiliki alel A lebih banyak dibandingkan dengan alel B. Ayam kampung memiliki alel A lebih banyak dibandingkan alel B dengan nilai frekuensi sebesar 0,83 begitupun dengan ayam kedu, sentul, pelung, broiler, dan Arab dengan nilai frekuensi masing-masing 0,84; 0,83; 0,80; 0,59 dan 0, 696. Hal ini seperti menunjukkan pada Li et al. (2000) bahwa keragaman antar genetik antar
subpopulasi dapat diketahui dengan melihat persamaan dan perbedaan frekuensi alel diantara subpopulasi.
Keragaman gen IGF-I pada keenam jenis ayam bersifat polimorfik karena nilai frekuensi alelnya berada dibawah 0,99. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nei (1987) bahwa suatu alel termasuk polimorfik atau beragam jika memiliki frekuensi alel sama dengan atau kurang dari 0,99, jika sebaliknya maka bersifat monomorfik atau seragam. Hasil ini menunjukkan bahwa baik ayam lokal maupun ayam broiler lebih tahan hidup dalam jangka waktu yang lama sehingga kelestariannya dapat dijaga dan untuk mempertahankannya perlu adanya perlakuan seleksi dan persilangan. Semakin beragam sumber daya genetik, akan semakin tahan populasi tersebut untuk hidup dalam jangka waktu yang lama, serta semakin tahan populasi tersebut untuk hidup dalam jangka waktu yang lama, serta semakin tinggi daya adaptasi populasi terhadap perubahan lingkungan (Frankham et al., 2002)
Keseimbangan Hardy-Weinberg
Keseimbangan variasi genotipe pada penelitian ini dianalisis menggunakan Uji Chi-Kuadrat (X2). Hasil Analisis Keseimbangan Hardy-Weinberg dengan Chi-Kuadrat pada setiap jenis ayam dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Analisis Keseimbangan Hardy-Weinberg dengan Uji Chi-Kuadrat (X2) pada Ayam di Setiap Jenis Ayam
No Jenis Sampel N X² Hitung X² Tabel
1 Ayam Kampung 15 0,598tn 2 Ayam Kedu 16 0,616tn 3 Ayam Sentul 15 0,598tn 3,84 4 Ayam Pelung 15 0,337tn 5 Ayam Broiler 16 2,734tn 6 Ayam Arab 23 10,42*
Keterangan : * = nyata, tn = tidak nyata, (P<0,05) n = jumlah data
Hasil analisis Chi-Kuadrat pada Tabel 3 menunjukkan bahwa pada ayam kampung, kedu, sentul, pelung, dan ayam broiler berada dalam keseimbangan Hardy-Weinberg karena X2 hitung lebih kecil dari X2 tabel (tidak significant). Suatu populasi dinyatakan dalam keadaan keseimbangan Hardy-Weinberg, jika frekuensi
23 alel tetap dari generasi ke generasi karena akibat penggabungan gamet yang terjadi secara acak ke dalam populasi yang besar (Vasconcellos et al., 2003). Selain itu kelompok dalam kelompok kesetimbangan Hardy-Weinberg menunjukkan tidak ada seleksi, migrasi, mutasi ataupun genetic drift pada kelima jenis ayam tersebut seperti dikemukakan Noor (2010).
Analisis Chi-Kuadrat (X2) pada ayam arab berbeda nyata karena nilai X2 hitung lebih besar dari nilai X2 tabel (P<0,05). Hal ini berarti tidak memenuhi keseimbangan hukum Hardy-Weinberg. Diduga perkawinan yang diterapkan adalah sistem perkawinan buatan (tidak acak) sehingga tidak lagi memenuhi kaidah keseimbangan Hardy-Weinberg yang mengacu kepada perkawinan secara acak (random). Selain itu diduga adanya seleksi, dan migrasi, sehingga terjadi perubahan pada frekuensi gen dominan dan resesif pada suatu populasi dari satu generasi ke generasi berikutnya dengan demikian populasi menjadi tidak seimbang (tidak memenuhi kesetimbangan Hardy –Weinberg)
Heterozigositas
Nilai heterozigositas harapan Gen IGF-1 pada stiap jenis ayam dapat dilihat pada Tabel 5. Heterozigositas mengindikasikan rataan keragaman genetik.
Tabel 5. Nilai Heterozigositas Harapan (h) Alel IGF-1 pada Ayam di Setiap Populasi
No Jenis Ayam N (ekor) Heterozigositas ( h ± SE)
1 Ayam Kampung 15 0,2832 ± 0,2515 2 Ayam Kedu 16 0,2701 ± 0,0958 3 Ayam Sentul 15 0,2832 ± 0,2515 4 Ayam Pelung 15 0,3200 ± 0,0954 5 Ayam Broiler 16 0,4583± 0,2794 6 Ayam Arab 23 0,4256 ± 0,1561
Nilai heterozigositas tertinggi pada penelitian ini yaitu 0,4583± 0,2794 pada ayam broiler hal ini menunjukkan bahwa keragaman pada ayam broiler lebih tinggi dibandingkan jenis ayam yang lain. Semakin tinggi nilai heterozigositas suatu sifat berarti karakteristik genetik untuk sifat tersebut dalam suatu populasi semakin tinggi, dengan demikian keragaman sifat tersebut dalam suatu populasi juga semakin
tinggi. Nilai heterozigositas ayam broiler pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Aryanti (2011) bahwa nilai heterozigositas pada ayam arab sebesar 0,0664 diduga disebabkan berbeda jenis ayam dan pengamatan suatu sifatnya.
Nilai heterozigositas terendah adalah ayam kedu sebesar 0,2701 ± 0,0900. Nilai hetrozigositas pada ayam kampung sama dengan ayam sentul yaitu sebesar 0,2832 ± 0,2515, sedangkan nilai heterozigositas pada ayam pelung sebesar 0,3200 ± 0,0954 serta pada ayam arab nilai heterozigositas sebesar 0,4583± 0,2794. Keenam jenis ayam tersebut memiliki keragaman gen yang rendah sehingga kurang beragam karena memiliki nilai heterozigositas dibawah 0,5. Hal ini sesuai dengan Javanmard et al. (2005) yang menyatakan bahwa suatu populasi dikatakan memiliki keragaman gen yang rendah apabila memiliki nilai heterozigositas kurang dari 0.5.
Jarak Genetik dan Pohon Filogenetik
Hasil analisis jarak genetikpada ayam lokal dan ayam broiler disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Jarak Genetik pada Ayam Lokal dan Ayam Ras
No. Jenis Ayam Kampung Kedu Sentul Pelung Broiler Arab 1 Kampung - 2 Kedu 0,533 - 3 Sentul 0,615 0,395 - 4 Pelung 0,897 0,533 0,615 - 5. Broiler 0,979 0,573 0,620 0,979 - 6. Arab 0,737 0,547 0,513 0,737 0,6146 -
25 HASIL DAN PEMBAHASAN
Ampifikasi Gen Insulin-like Growth Factor-1 (IGF-1)
Amplifikasi gen Insulin-like Growth Factor-1 (IGF-1) pada ayam lokal dan ayam ras berhasil dilakukan dengan metode PCR menggunakan primer berdasarkan penelitian yang dilakukan Muin, M. A (2009). Hasil amplifikasi gen Insulin-like Growth Factor-1 (IGF-1) sepanjang 621 bp pada gel agarose 1.5 % disajikan pada gambar 1.
M 1 2 3 4 5 6
Gambar 1. Visualisasi Hasil Amplifikasi Gen Insulin-like Growth
Factor-1 (IGF-1) Sepanjang 621 bp pada Gel Agarose
1,5%. M (Marker) dan 1 - 5 (Sampel Ayam Lokal), 6 (Sampel Ayam Ras).
Keberhasilan amplifikasi sebesar 83.33 % karena dari total 120 sampel yang berhasil diamplifikasi sebanyak 100 sampel. Ketidakberhasilan ampilifikasi dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti suhu annealing
(penempelan primer), jumlah komponen pereaksi yang digunakan, kualitas dan kuantitas DNA hasil ekstraksi (Muladno, 2002). Suhu annealing sangat menentukan keberhasilan amplifikasi karena proses`perpanjangan DNA dimulai dari primer. Suhu annealing (penempelan primer) pada penelitian ini
621 bp 500 bp
300bp
100 bp 200 bp
Tabel 6 memperlihatkan hasil analisis jarak genetik pada ayam lokal dan ayam broiler berdasarkan frekuensi alel yang diperoleh dari masing-masing jenis ayam lokal dan ayam ras. Hal ini menunjukkan hubungan kekerabatan dari masing-masing jenis ayam berbeda berdasarkan frekuensi alelnya. Hubungan kekerabatan yang paling dekat terdapat antara populasi ayam kedu dan ayam sentul sebesar 0,395. Hubungan kekerabatan terjauh terdapat antara populasi ayam kampung dan ayam broiler yaitu sebesar 0,979 (Tabel 6). Semakin dekat hubungan kekerabatan