• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan dari bulan Juli sampai bulan Agustus 2005 bertempat di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Laboratorium Kimia Pangan Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Ilmu Hayati Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Pilot Plant Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium FTDC (Food Technology of Development Center) Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Materi

Bahan baku yang digunakan untuk membuat tepung daging-tulang leher ayam pedaging adalah daging-tulang leher ayam pedaging yang diperoleh dari PT Sierad Produce Tbk. Parung Bogor. Sedangkan bahan lain yang dibutuhkan dalam pembuatan makanan ringan (snack) adalah tepung terigu, garam, CMC (Carboxy Methyl Cellulose), margarin, telur, gula, bawang putih bubuk, lada bubuk yang didapat dari Pasar Anyar Bogor.

Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah aquadest, selenium mix, H2SO4 pekat, asam borat 3%, HCl, NaOH, hexan, buffer phosfat, enzim pepsin, pankreatin, etanol, aseton, NaCl, air abu, air bebas ion, dan bahan-bahan kimia lain untuk analisis proksimat.

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan snack adalah alat pencetak snack

(Concerto), timbangan analitik dengan ketelitian 0,01g (AND HL–100) penggilingan, kompor, penggorengan, termometer dan wadah. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan tepung daging-tulang rawan ayam pedaging giling adalah pisau, alat presto, grinder, fluid bed dryer, wadah, panci dan disk mill. Peralatan yang digunakan dalam analisis fisik dan kimia adalah kalorimeter, Rheoner RE 3305, Chromameter Minolta CR-310, tabung reaksi, gelas piala, gelas ukur,

spektofotometer, pipet, kertas saring, oven, tanur listrik, desikator, labu kjeldahl, labu soxhlet dan lembar kuisioner untuk uji organoleptik.

Rancangan Percobaan

Perlakuan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian ini dikerjakan dengan 5 taraf perlakuan dengan penambahan tepung-daging tulang leher ayam pedaging yaitu 0%; 2,5%; 5%; 7,5% dan 10% dengan 3 kali ulangan.

Model

Model matematika menurut Steel dan Torrie (1995), sebagai berikut : Yij = µ + ái + åij

Keterangan:

Yij = Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i pada ulangan ke-j

µ = Rataan umum dari peubah yang diamati

ái = Taraf ke-i perlakuan penambahan daging-tulang leher ayam pedaging ke i (= 0; 2,5; 5; 7,5 dan 10)

åij = Pengaruh galat pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j ( j = 1, 2,dan 3)

Peubah yang Diukur

Analisis kandungan nutrisi yang dilakukan pada produk adalah analisis proksimat yang meliputi kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, kadar abu, kadar kalsium, dan kadar fosfor. Analisis sifat fisik meliputi uji warna, densitas kamba dan kekerasan. Selain itu dilakukan uji organoleptik menggunakan uji skoring terhadap panelis semi terlatih.

Kandungan Nutrisi

Kadar Air (AOAC, 1999). Kadar air ditentukan secara langsung dengan oven pada suhu 105º C. Sampel seberat 3 gram dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang telah diketahui beratnya, kemudian dikeringkan dalam oven selama 6 jam hingga beratnya konstan. Cawan yang telah berisi contoh tersebut selanjutnya dipindahkan ke desikator, didinginkan dan ditimbang. Pengeringan dilakukan sampai diperoleh berat konstan. Kadar air sampel dihitung dengan rumus sebagai berikut :

14 Bobot sampel awal – Bobot sampel akhir

Kadar Air % = x 100% Bobot sampel awal

Kadar Protein (AOAC, 1999). Sampel seberat 0.2 gram dimasukkan dalam labu kjedahl 30 ml kemudian ditambahkan 1 gram campuran selen dan 5 ml H2SO4 pekat. Dilakukan destruksi selama 30 menit sampai diperoleh cairan hijau jernih. Setelah dingin, ditambahkan ± 10 ml air suling 30 ml NaOH didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi H3BO3 4 % dan ditambahkan pula indikator BCG : MM sebanyak 2:1 sebanyak 20 ml. Sampel didestilasi sampai volume penampang tiga kali volume semula dan warna berubah menjadi hijau. Hasil destilasi yang tertampung kemudian dititrasi dengan HCl 0,01 M sampai berwarna merah muda. Hal yang sama dilakukan untuk blanko. Persentasi nitrogen dan kadar proetein kasar dihitung dengan rumus sebagai berikut :

(HCl – blanko) x N HCl x 14,007

Kadar Nitrogen (%) = x 100% mg sampel (kering)

Kadar protein (%) = 6,25 x Kadar Nitrogen

Kadar Lemak (AOAC, 1999). Sampel seberat 2 gram dimasukkan kedalam selongsong pengekstrak kemudian dimasukkan kedalam labu soxhlet dan diekstraksi dengan hexan didalam penangas dengan suhu 70º C selama ± 6 jam atau dipanaskan sampai cairan dalam labu soxhlet berwarna jernih. Selanjutnya dilakukan destilasi menggunakan rotavapor sampai yang tersisa lemaknya saja. Labu tersebut kemudian dipanaskan dalan oven 105º C selama 1 jam dieksikator dan ditimbang. Persentase kadar lemak dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

100% Sampel Bobot Lemak Bobot Lemak Kadar = ×

Kadar Abu (AOAC, 1999). Sampel seberat 5 gram dimasukkan kedalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya dan dibakar di atas kasa pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian dimasukkan kedalam tanur listrik dengan temperatur 600º C selama 24 jam. Setelah selesai cawan dikeluarkan dan dimasukkan ke desikator untuk didinginkan dan ditimbang. Persentasi kadar abu dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

( )

( )

( )

g 100% Sampel Bobot g Abu Bobot % Abu Kadar = ×

Kadar Karbohidrat (By-Difference). Kadar karbohidrat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar Karbohidrat = 100 – (% air + % abu + % protein + % lemak)

Kadar Kalsium (Apriyantono et al. 1989). Bahan organik pada sampel dihilangkan dengan pengabuan kering dalam tanur, lalu dimasukkan 20-100 ml larutan abu kedalam gelas piala dan jika perlu ditambahkan 25-50 ml aquades. Ditambahkan 10 ml larutan alumunium oxalat jenuh dengan dua tetes indikator merah metil. Ditambahkan amoniak encer agar larutan sedikit basa, kemudian ditambahkan asam asetat sampai larutan berwarna merah muda (pH 5,0). larutan dipanaskan sampai mendidih lalu didiamkan 2-24 jam. Larutan disaring dengan kertas saring Whatman

no. 42 dan dibilas dengan aquades sampai filtrat bebas dengan oksalat. Ujung kertas saring dilubangi, dibilas dan endapan dengan H2SO4 encer panas dipindahkan dalam gelas piala, kemudian dibilas sekali lagi dengan air panas. Titrasi dilakukan dengan larutan KMNO4 0,01 N sampai larutan berwarna merah muda permanen pertama. Kertas saring dimasukkan dan dilanjutkan dengan titrasi sampai warna merah jambu permanen kedua. Kadar kalsium dapat dihitung dengan rumus berikut :

Hasil titrasi x 0,2 x vol. total larutan abu x 100 Mg Ca / 100g sampel =

Vol.larutan abu dipakai x Bobot sampel diabukan Bobot kalsium diperoleh

Kadar kalsium (%) = x 100% 100g sampel (kering)

Kadar Fosfor (Apriyantono et al., 1989). Dibuat larutan abu 5ml dari sampel yang diabukan, kemudian ditambahkan 5 ml larutan molibdat dan dicampur hingga merata. Asam aminonaftolsulfonat dicampur hingga merata. Asam aminonaftolsulfonat sebanyak 2 ml ditambahkan, lalu dicampur hingga merata dan diencerkan sampai volume 50 ml. Larutan blanko dibuat dengan cara yang sama dengan aquades sebagai pengganti larutan abu, didiamkan 10 menit, lalu ukur kadar P menggunakan spektofotometer pada panjang gelombang 650 nm (blanko = 100% transmisi). Kurva standar dibuat dengan cara mengencerkan 10 ml larutan K3PO4

16 menjadi 50 ml dengan aquades. Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur sebanyak 5, 10, 20, 30 dan 40 ml, kemudian tambahkan 5 ml molibdat dan 2 ml asam aminonaftosulfonat, dan diencerkan sampai volume 50 ml. Absorban masing-masing larutan diukur dan dibuat kurva hubungan konsentrasi dengan absorban. Kadar fosfor dihitung dengan rumus berikut :

mg P dari kurva standar x vol. total larutan abu x 100 Mg P / 100g sampel =

Vol.Alikuot dipakai x Bobot sampel (kering) Bobot fosfor diperoleh

Kadar fosfor (%) = x 100% 100g sampel (kering)

Sifat Fisik

Densitas Kamba (Anwar, 1990). Pengukuran dilakukan dengan cara menimbang contoh yang telah dimasukkan ke dalam gelas yang volume telah diketahui secara pasti. Sampel dimasukkan ke dalam gelas ukur kemudian diketuk-ketuk sampai tidak terdapat rongga lalu ditimbang.

Berat contoh (g) Densitas Kamba =

Volume contoh (ml)

Kerapuhan. Alat yang digunakan untuk mengukur sampel snack disebut Rheoner RE 3305. Probe yang digunakan merupakan probe yang dapat menekan snack sampai pecah. Beban yang digunakan 0,2 volt, test speednya 1 mm/s, chart speed 40 mm/menit, dengan jarak peak tertinggi 2 cm. Contoh yang telah direhidrasi diletakkan pada probe sedemikian rupa. Outputnya berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara kekuatan (g) dan waktu (s). Nilai kekuatan tarikan snack

ditunjukkan pada puncak kurva dengan satuan gram force (gf).

Uji Warna (Pomeranz dan Meloan, 1978). Metode Hunter, pengujian warna dengan metode ini dengan menggunakan Chromameter Minolta CR-310. Dua puluh gram ekstrak ditambahkan 20 ml air (pH 7,0) kemudian diukur yang kemudian akan menghasilkan bilangan L (sebagai nilai kecerahan).

Uji Organoleptik (Rahayu, 1998). Uji organoleptik adalah cara mengukur, menilai atau menguji mutu suatu produk dengan menggunakan kepekaan alat indera manusia,

yaitu penglihatan dengan mata, penciuman dengan hidung, pencicipan dengan rongga mulut, perabaan dengan ujung jari tangan dan pendengaran dengan telinga. Sifat organoleptik dari produk makanan ringan (snack) dianalisis menggunakan uji skoring. Panelis menilai sifat spesifik makanan ringan (snack) yang meliputi warna, rasa, tekstur, aroma dan penerimaan umum. Nilai skoring berkisar dari satu sampai lima untuk masing-masing jenis penilaian. Penilaian diberikan dengan cara tidak membandingkan antara masing-masing sampel yang disajikan. Panelis yang digunakan dalam uji skoring menurut Rahayu (1998) adalah sebanyak 15-25 orang panelis agak terlatih. Formulir penilaiannya dapat dilihat pada Lampiran 1.

Analisis Data

Data yang diperoleh dari analisis fisik dan kimia akan diolah dengan analisis ragam. Apabila analisis ragam menunjukkan perbedaan yang nyata maka dilanjutkan uji Duncan (Steel dan Torrie, 1995).

Data kuantitatif hasil uji organoleptik dianalisa secara statistika non parametrik dengan uji Kruskal-Wallis (Stell dan Torrie, 1995). Persamaan statistik non parametrik uji Kruskal-Wallis adalah sebagai berikut:

H = 12/ N(N+1) x • Ri2/Ni – 3 (N + 1) Keterangan :

Ri = Jumlah ranking dalam perlakuan ke-i Ni = Jumlah pengamatan dalam perlakuan ke-i N = Jumlah total pengamatan.

Bila hasil dari uji Kruskal-Wallis berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji banding rataan rangking (mean comparisson rank test) yang dikembangkan oleh Gibbons (1975). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

• Ri – Rj • • Z á ( K (N + 1) / 6) 0,5 Keterangan :

Ri = Rataan rangking pada perlakuan ke-i Rj = Rataan rangking pada perlakuan ke-j

Z á = Nilai Z untuk pembanding lebih dari dua rata-rata (á = 0,05 dan 0,01)

N = Jumlah total pengamatan (Jumlah panelis x Jumlah sampel) K = Jumlah taraf dalam perlakuan (1, 2, 3,4 dan 5)

18 Jika nilai •Ri – Rj •• Z á ( K (N + 1) / 6) 0,5, maka perlakuan Ri dan Rj dikatakan berbeda nyata pada taraf á.

Prosedur

Penelitian ini dilakukan melalui dua tahap yaitu penelitian tahap pertama yaitu pembuatan tepung-daging tulang leher ayam pedaging yang meliputi pengumpulan daging tulang leher ayam pedaging, pembersihan dan pemisahan (kulit, saluran pernafasan, saluran pencernaan dan lemak) dari daging tulang leher ayam pedaging, pelunakan, penggilingan basah, pengeringan dan penggilingan kering sampai diperoleh tepung daging tulang leher ayam pedaging yang kemudian dianalisis kandungan nutrisinya. Sedangkan untuk penelitian tahap kedua yaitu proses pembuatan makanan ringan (snack) dengan penambahan tepung daging- tulang leher ayam pedaging pada konsentrasi 0%; 2,5%; 5%; 7,5% dan 10% yang kemudian produk hasil akhirnya dianalisis kandungan nutrisi, sifat fisik dan penerimaan konsumen.

Penelitian Tahap Pertama.

Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging tulang leher ayam pedaging. Pembuatan tepung daging tulang leher ayam pedaging dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu pengumpulan daging tulang leher ayam pedaging, pembersihan daging tulang leher, pelunakan, penggilingan basah, pengeringan dan penggilingan kering. Pengumpulan daging tulang leher ayam pedaging pada penelitian ini diperoleh dari PT Sierad Produce, Parung Bogor. Daging tulang leher ayam pedaging ini merupakan salah satu hasil ikutan yang dijual dengan harga Rp. 3500,00/kg. Pemilihan penggunaan daging tulang leher ayam pedaging ini didasari oleh faktor ekonomi, karena lebih murah harganya dan mudah didapatkan.

Pembersihan daging tulang leher ayam pedaging dilakukan dengan menggunakan peralatan dapur seperti pisau. Daging tulang leher ayam pedaging dipisahkan dari kulit, saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan lemak. Hal inidilakukan karena dapat mempengaruhi sifat fisik maupun kandungan nutrisi tepung daging tulang leher ayam yang dihasilkan. Pelunakan daging tulang leher ayam dilakukan dengan menggunakan presto (alat bertekanan uap) pada suhu 121°C dengan tekanan 1 atm selama ½ jam. Prinsip kerja alat ini adalah dengan memberikan tekanan pada daging tulang leher ayam secara hampa (vakum) dengan

menggunakan uap air yang keluar dari daging tulang leher tersebut. Pelunakan daging tulang leher ayam dilakukan untuk mempermudah proses penggilingan selanjutnya.

Penggilingan basah menggunakan alat pelunak daging, yang disebut dengan

grinder. Penggilingan basah ini bertujuan untuk memperoleh bubur daging tulang leher ayam yang halus dan homogen. Penghalusan bahan juga dimaksudkan untuk mempercepat proses pengeringan. Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan air. Pengeringan daging tulang leher ayam pada penelitian ini menggunakan alat pengering yang disebut fluid bed dryer dengan prinsip kerjanya adalah aliran udara panas yang bergerak dengan tipe vertikal. Udara panas digerakkan dengan kecepatan tinggi sehingga akan menggerakkan partikel bahan yang dikeringkan. Proses tersebut mengakibatkan seluruh permukaan bahan bersentuhan dengan udara pemanas. Pengeringan dilakukan pada suhu ± 80º C selama 30 menit.

Penggilingan kering tepung daging tulang leher ayam pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut dengan disk mill. Penggilingan ini bertujuan untuk memperkecil dan menyeragamkan ukuran tepung daging-tulang leher ayam pedaging. Proses penggilingan dan penyaringan langsung terjadi di dalam

disk mill tersebut. Bahan tepung yang tinggi kandungan protein dan lemak, akan memberikan hasil tepung yang kurang halus atau kasar. Penggilingan kering menimbulkan panas akibat gesekan bahan dan pisau pemantul, sehingga menyebabkan butiran tepung daging tulang leher ayam pedaging lengket dan tersangkut di dalam penyaring. Tepung daging tulang leher ayam pedaging yang tersangkut tersebut dikeluarkan dengan menggunakan kuas dan ditampung di dalam wadah. Setelah proses pembuatan tepung daging tulang leher ayam pedaging selesai kemudian dikemas di dalam pengemas polipropilen untuk mempertahankan kualitas tepung daging tulang leher ayam pedaging. Bagan pembuatan tepung daging-tulang leher ayam pedaging dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.

20 Gambar 1.Bagan Pembuatan Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging

Penelitian Tahap Kedua.

Penelitian tahap kedua adalah cara pembuatan snack yang mengacu pada penelitian Purwanti (2005), dengan formulasi bahan campuran adonan snack adalah 35% air, 2% garam, CMC (Carboxy Methyl Cellulose) 1%, margarin 1,8% dan telur 3,5% sedangkan sebagai rasa dasar snack adalah bawang putih bubuk 1%, lada bubuk 0,5% dan gula 1%. Formulasi bahan pembuatan snack dengan memanfaatkan tepung daging-tulang leher ayam pedaging sebanyak 0%; 2,5%; 5%; 7,5% dan 10% dapat dilihat pada Tabel. 5 di bawah ini.

Daging tulang leher ayam pedaging

Dibersihkan dari saluran pencernaan, saluran pernafasan, kulit dan lemak

Direbus pada suhu 121º C selama setengah jam dengan tekanan 1 atm

Pengeringan dengan fluid bed dryer Digiling dengan grinder

Penggilingan dengan disk mill

Tabel 5. Formulasi Bahan Pembuatan Snack dengan Memanfaatkan Tepung Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging

Tepung Daging Tulang Leher Ayam --- ( %)--- Bahan

0 2,5 5 7,5 10

Tepung terigu (%) 59,2 59,2 59,2 59,2 59,2

Tepung daging tulang leher ayam (%) 0 2,5 5 7,5 10

Garam (%) 2 2 2 2 2 Gula (%) 1 1 1 1 1 Lada (%) 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 Bawang Putih (%) 1 1 1 1 1 Margarin (%) 1,8 1,8 1,8 1,8 1,8 CMC (%) 1 1 1 1 1 Air (%) 30 30 30 30 30 Telur (%) 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5

Adonan diaduk sampai rata dan kalis lalu diistirahatkan sekitar 10 menit. Pengistirahatan ini dilakukan untuk menyeragamkan penyebaran air dan untuk mengembangkan gluten sehingga membentuk suatu ikatan yang kuat. Adonan dipipihkan dan dicetak menggunakan alat pencetak berupa rol logam sehingga menghasilkan bentuk snack yang diinginkan. Snack lalu digoreng 160–180 º C selama 60 detik.

Produk makanan ringan (snack) yang sudah jadi kemudian dikemas dengan menggunakan wadah tertutup rapat yang tidak mempengaruhi isi dan aman selama penyimpanan. Pengemas yang digunakan adalah polipropilen dengan tujuan untuk melindungi snack dari kemungkinan tercemar, rusak, sebagai barier terhadap masuknya uap air sehingga snack tidak mengalami penurunan kualitas. Bagan alir pembuatan snack dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.

22 Gambar 2. Modifikasi Bagan Alir Pembuatan Snack (Purwanti, 2005)

1% bawang putih 0,5% lada bubuk 1% gula 30% air, telur 3,5% 2% garam 1% CMC margarin 1,8%

Pencampuran rata sampai adonan kalis Pencampuran tepung daging tulang leher ayam pedaging ( 0%; 2,5%;5%; 7,5%;10 %)

Pengistirahatan, 10 menit

Pemasukan adonan ke dalam alat

Pencetakan dan pemotongan

Penggorengan 160-1800C selama 60 detik

pengemasan pendinginan Tepung Terigu

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dokumen terkait