• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Kalsium Karbonat (CaCO3) dan Sabun Kalsium (Ca-pufa) di dalam Ransum sebagai Upaya Meredam Toksisitas Timbal (Pb) melalui Pengujian in vitro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan Kalsium Karbonat (CaCO3) dan Sabun Kalsium (Ca-pufa) di dalam Ransum sebagai Upaya Meredam Toksisitas Timbal (Pb) melalui Pengujian in vitro"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN KALSIUM KARBONAT (CaCO

3) DAN SABUN

KALSIUM (Ca-Pufa) DI DALAM RANSUM SEBAGAI UPAYA

MEREDAM TOKSISITAS TIMBAL (Pb) MELALUI

PENGUJIAN

IN VITRO

SKRIPSI

RAHMIYATI SIREGAR

PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

RAHMIYATI SIREGAR. D24101006. 2005. Penggunaan Kalsium Karbonat (CaCO3) dan Sabun Kalsium (Ca-pufa) di dalam Ransum sebagai Upaya Meredam Toksisitas Timbal (Pb) melalui Pengujian in vitro. Skripsi. Program

Studi Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Dwierra Evvyernie Amirroe nas, MSc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Sunaryadi, M Si.

Peningkatan angka pengguna kendaraan bermotor di kota-kota besar serta penebangan pohon secara liar mengakibatkan terjadinya pencemaran serta pengrusakan lingkungan yang dapat membahayakan ternak maupun makhluk hidup lainnya. Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh logam berat timbal (Pb) ini mengakibatkan terjadinya keracunan, gangguan kesehatan dan metabolisme dalam tubuh ternak yang akan berdampak pada produktivitas ternak. Penggunaan kombinasi mineral kalsium organik dan anorganik diharapkan mampu meredam toksisitas logam berat timbal pada ternak.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan suplemen mineral kalsium yang tepat sebagai peredam toksisitas logam berat timbal (Pb) pada ternak. Penelitian dilakukan selama 4 minggu mulai dari bulan April sampai Mei 2005 dan bertempat di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah.

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan tujuh perlakuan dan tiga kelompok. Perlakuan ransum yang digunakan adalah : R1 (Ransum + 275 ppm Pb-asetat), R2 (R1 + 0,5% CaCO3), R3 (R1 + 1,0% CaCO3), R4 (R1 + 1, 5% CaCO3), R5 (R1 + 0,5% Ca-pufa),

R6 (R1 + 1,0% Ca-pufa), R7 (R1 + 1,5% Ca-pufa). Peubah yang diamati meliputi produksi VFA Total, NH3, kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik

ransum. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji kontras ortogonal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi mineral Kalsium meningkatkan secara nyata (P<0,05) produksi VFA Total dan kecernaan bahan kering, sedangkan pada produksi NH3 dan kecernaan bahan organik tidak

berpengaruh (P>0,05). Produksi VFA dan NH3 tertinggi diperoleh pada penggunaan

(3)

PENGGUNAAN KALSIUM KARBONAT (CaCO

3) DAN SABUN

KALSIUM (Ca-Pufa) DI DALAM RANSUM SEBAGAI UPAYA

MEREDAM TOKSISITAS TIMBAL (Pb) MELALUI

PENGUJIAN

IN VITRO

RAHMIYATI SIREGAR D24101006

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(4)

PENGGUNAAN KALSIUM KARBONAT (CaCO

3) DAN SABUN

KALSIUM (Ca-Pufa) DI DALAM RANSUM SEBAGAI UPAYA

MEREDAM TOKSISITAS TIMBAL (Pb) MELALUI

PENGUJIAN

IN VITRO

Oleh

RAHMIYATI SIREGAR D24101006

Skripsi ini telah di sidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 29 Desember 2005

Pembimbing utama Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Dwierra Evvyernie, MSc Dr. Ir. Sunaryadi, MSi

NIP. 131 624 183 NIP. 132 056 449

Mengetahui

Dekan Fakultas Peternakan

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 5 September 1983 di Singkawang, Kalimantan Barat. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Nasruddin Siregar, SAg dan Ibu Syafrida, BA.

Pendidikan Penulis dimulai dari Taman Kanak-kanak Nusa Indah Kalimantan Barat, lulus tahun 1989 dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 144

Muara Bungo dan lulus pada tahun 1995, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1998 di SMPN 03 Muara Bungo dan pendidikan lanjuta n menengah atas diselesaikan pada tahun 2001 di SMUN 02 Muara Bungo.

Penulis diterima sebagai mahasiswi pada Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan

Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2001.

Selama mengikuti pendidikan, Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Nutrisi

Makanan Ternak (HIMASITER 2003) Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor,

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan rahmat – Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Penggunaan Kalsium Karbonat (CaCO3) dan Sabun Kalsium

(Ca-pufa) di dalam Ransum sebagai Upaya Meredam Toksisitas Timbal (Pb) melalui Pengujian in vitro”.

Pencemaran lingkungan yang disebabka n oleh logam berat Timbal (Pb) hasil dari sisa pembakaran kendaraan bermotor telah berdampak negatif terhadap ternak dan makhluk hidup lainnya. Pencemaran logam berat ini mengakibatkan terjadinya gangguan kesehatan dan metabolisme dalam tubuh ternak, dengan adanya gangguan

tersebut dapat berdampak pula terhadap produktivitas ternak dan juga dapat berakibat kematian. Suplementasi mineral kalsium sangat diperlukan untuk dapat meredam dampak negatif yang ditimbulkan oleh pencemaran lingkungan oleh logam

berat timbal pada tubuh ternak. Kombinasi mineral kalsium yang digunakan

diharapkan dapat meredam toksisitas (keracunan) logam berat pada tubuh ternak. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh logam berat Timbal. Ke untungan pemakaian suplementasi mineral kalsium yang meliputi mineral kalsium organik

(Ca-pufa) dan anorganik (CaCO3) diharapkan selain dapat mengatasi masalah

toksisitas logam berat timbal (Pb) juga diharapkan dapat mengatasi terjadinya defisiensi mineral kalsium dalam pakan dan dapat meningkatkan produktivitas ternak.

Proses pembuatan skripsi ini berlangsung mulai dari pembuatan suplemen

mineral kalsium organik (Ca-pufa), percobaan suplementasi secara in vitro dan

terakhir dilakukan analisis terhadap peubah yang diamati. Penulis berharap skripsi ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Bogor, Desember 2005

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan rahmat – Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta yang denga n penuh kasih sayang telah merawat, mengasuh dan mendidik Penulis semenjak kecil hingga sekarang. Penulis tidak akan melupakan atas segala

bimbingan dan pengorbanan yang telah diberikan demi keberhasilan Penulis. Ucapan terima kasih juga Penulis sampaikan kepada Abang dan Adikku tersayang (Anwar Sadat dan Aminul Yahya Siregar).

Terima kasih Penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Dwierra Evvyernie Amir roe nas,

MSc selaku Dosen Pembimbing Utama dan Ir. Sunaryadi, MSi selaku Dosen Pembimbing Anggota, yang dalam kesibukannya tetap dengan tulus dan penuh perhatian membimbing Penulis selama penelitian sampai terselesaikannya skripsi ini.

Tidak lupa Penulis ucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Erika Budiarti Laconi, MS

selaku Dosen Pembimbing Akademik atas bimbingan dan motivasinya.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Aminuddin Parakkasi, MSc dan Dr. Ir. Rarah Ratih A. M, DEA selaku Dosen Penguji atas kritik, saran dan sumbangan pemikiran dalam penulisan skripsi ini.

Terima kasih juga Penulis ucapkan kepada teman-teman sepenelitian (Ai, Pram, Ayi, Uno, Amir) atas bantuan dan kerjasamanya selama ini. Sahabat-sahabatku Ani, Edo, Niken, Nunik, Uyie, terima kasih atas kebersamaan, nasehat, perhatian dan motivasinya. Tidak lupa kepada rekan-rekan INMT’38 atas kebersama an dan persaudaraannya selama ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak dan rekan-rekan

yang turut membantu Penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal kepada semua yang telah berperan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Bogor, Desember 2005

(8)

DAFTAR ISI

Peranan Suplementasi Mineral terhadap Rumina nsia ... 6

Peranan Minyak Jagung ... 7

Tahap Pembuatan Suplemen Sabun Kalsium (Ca-Pufa) ... 12

Tahap Penyusunan Ransum Penelitian ... 12

(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15

Fermentabilitas Mikroba Rumen Secara in vitro ... 15

Produksi VFA (Volatile Fatty Acid) Total ... 15

Produksi NH3 (Amonia)... 17

Kecernaan ... 18

Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik ... 18

KESIMPULAN DAN SARAN ... 22

Kesimpulan... 22

Saran ... 22

UCAPAN TERIMA KASIH ... 23

DAFTAR PUSTAKA ... 24

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Ransum Percobaan ... 10

2. Komposisi Larutan McDougall... 14 3. Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi VFA Total dan NH3 (mM) ... 15

(11)

PEMANFAATAN TEPUNG DAGING TULANG LEHER AYAM

PEDAGING PADA PEMBUATAN MAKANAN RINGAN

(SNACK) UNTUK MENINGKATKAN NILAI GIZI

SKRIPSI

SENDY ARINAHATIEN

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(12)

2

RINGKASAN

SENDY ARINAHATIEN. D14201007. 2005. Pemanfaatan Tepung Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging pada Pembuatan Makanan Ringan (Snack) untuk Meningkatkan Nilai Gizi. Skripsi Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing I : Ir. Suhut Simamora, MS. Pembimbing II : Zakiah Wulandari, S.TP, MSi.

Makanan ringan (snack) merupakan salah satu jenis makanan yang dikenal masyarakat luas dan cukup popular di Indonesia, karena sifatnya yang praktis dan tahan lama membuat makanan ringan (snack) banyak dikonsumsi. Makanan ringan (snack) mempunyai daya tarik dari segi variasi bentuk dan jenisnya, sehingga sangat memungkinkan untuk diproduksi dalam skala industri. Daging-tulang leher ayam pedaging merupakan salah satu hasil ikutan ternak yang cukup potensial untuk dimanfaatkan kembali. Daging-tulang leher ayam pedaging mempunyai kandungan protein dan mineral yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dalam produk–produk pangan yang rendah protein dan mineral sehingga dapat meningkatkan nilai gizi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan nutrisi, sifat fisik dan tingkat penerimaan konsumen terhadap makanan ringan (snack) dengan ditambahkan tepung daging-tulang leher ayam pedaging sehingga dapat meningkatkan nilai gizinya. Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memanfaatkan hasil ikutan rumah pemotongan ayam (RPA) sehingga mampu memberikan nilai tambah daging-tulang leher ayam pedaging sebagai bahan pangan. Proses pembuatan makanan ringan (snack) dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam pedaging. Tahap kedua pembuatan makanan ringan (snack) dengan perlakuan berbagai konsentrasi tepung daging-tulang leher ayam pedaging, analisis kandungan nutrisi, sifat fisik dan uji organoleptik.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola searah dengan tiga kali ulangan. Penambahan tepung daging-tulang leher ayam pedaging adalah sebanyak 0%; 2,5%; 5%; 7,5% dan 10%. Bila sidik ragam menunjukkan perbedaan yang nyata dari peubah yang diukur, maka dilanjutkan dengan uji Duncan. Data organoleptik dianalisa secara statistik non parametrik dengan uji Kruskal wallis dan jika hasilnya berbeda nyata dilanjutkan dengan uji beda rataan rangking yang dikembangkan oleh Gibbons.

Hasil analisis kandungan nutrisi snack menghasilkan kadar air berkisar 4,53– 4,11%; kadar protein 9,87–16,15%; kadar lemak 21,87–24,85%; kadar karbohidrat 61,09–47,78%; kadar abu 2,62–7,09%; kadar kalsium 0,029–0,588% dan kadar fosfor 0,063–0,095%. Kadar protein, kadar karbohidrat, kadar abu, kadar kalsium dan kadar fosfor menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (p<0,01) sedangkan untuk kadar lemak menunjukkan pengaruh yang nyata (p<0,05), sedangkan kadar air tidak menunjukkan pengaruh yang nyata.

(13)

dari kekerasan adalah 1611,08±43,80 gram force dan densitas kamba sebesar 1,083±0,005 g/ml. Analisis warna secara obyektif menunjukkan perbedaan yang nyata pada warna L dan b, namun tidak berbeda nyata pada warna a dengan pemanfaatan tepung daging-tulang leher ayam pedaging. Warna snack yang dihasilkan berwarna kuning dan cenderung gelap dengan semakin tingginya penambahan tepung daging-tulang leher ayam pedaging.

Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa pemanfaatan penambahan tepung daging-tulang leher ayam pedaging pada warna, rasa dan kerenyahan menunjukkan hasil yang berbeda nyata, sedangkan untuk tekstur dan penerimaan umum tidak menghasilkan perbedaan yang nyata. Penerimaan umum terhadap snack yang dihasilkan rata-rata panelis masih dapat menerima snack dengan penambahan tepung daging-tulang leher ayam pedaging.

(14)

4

ABSTRACT

Usage of Broiler’s Neck Meat and Bone Meal in Snack for Increasing Nutrition Value

Arinahatien, S., S. Simamora., Z. Wulandari

Snack quite popular in Indonesia, it was practical and long storage characteristics made them highly consumed. Broiler’s neck meat and bone meal is one of animal by-product from animal by-product industries. It can change into meal and as an alternative source of proteins and minerals. Snack products commonly doesn’t have a balanced nutritional composition, so this research conducted to study the making of snack which increasing with broiler’s neck meat and bone meal and to evaluate the physical characteristic, nutritional composition and consumer’s acceptability of products. The nutritional content observed from the product consisted of water, protein, fat, carbohydrate, ash, calcium and phosphor. The physical analysis observed consist of hardness, kamba’s density and objective color analysis. An organoleptic test was also done. Experimental design used in this reseach was Completely Randomized Design with broiler’s neck meat and bone meal concentration as the response which five concentration stages 0%; 2,5%; 5%; 7,5% and 10%. Each stage consist three replications. The data was analyzed with Analysis of Variance and if the result was significantly different, it was followed with Duncan’s test. The panelist acceptability data was analyzed with Kruskal Wallis and if the result was significantly different, it was followed with mean rank different test that built by Gibbons. The results of nutritional content analysis seen that the water content ranged from 4,53-4,11%; protein content of 9,87-16,15%; fat 21,87-24,85%; carbohydrate 61,09-47,78%; ash 2,62-7,09% calcium 0,029-0,588% and phosphor 0,063-0,095%. The nutritional content analysis result showed that increasing that broiler’s neck meat and bone meal make significantly differences. The physical characteristic result showed that increasing of broiler’s neck meat and bone meal didn’t make significantly differences to fragility and kamba’s density. The average of fragility was 1611,08±43,80 gram force and 1,083±0,005 g/ml for kamba’s density. Objective color analysis showed that increasing of broiler’s neck meat and bone meal incline lower yellowness and got dark to the snack product. The result of organoleptic test to the colour, chicken taste and crispiness gave very obvious influence. The texture and general appearance of the snack didn’t give obvious influence.

(15)

PEMANFAATAN TEPUNG DAGING TULANG LEHER AYAM

PEDAGING PADA PEMBUATAN MAKANAN RINGAN

(SNACK) UNTUK MENINGKATKAN NILAI GIZI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Sendy Arinahatien D14201007

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(16)

6

Judul :

PEMANFAATAN TEPUNG DAGING TULANG LEHER AYAM

PEDAGING PADA PEMBUATAN MAKANAN RINGAN (SNACK) UNTUK MENINGKATKAN NILAI GIZI

Nama : Sendy Arinahatien NRP : D.14201007

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

(Ir. Suhut Simamora, MS) (Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si) NIP 130 422 708 NIP 132 206 246

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, MRur.Sc) NIP 131 624 188

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Trenggalek, Jawa Timur pada tanggal 14 Januari 1983

dari pasangan ayah bernama Soenarto dan ibu bernama Sumiarsih. Penulis

merupakan anak kedua dari ketiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di Tk Pertiwi Unit

Setwilda dan selesai pada tahun 1989, kemudian melanjutkan ke pendidikan dasar di

SD Negeri Surodakan 3 Trenggalek dan selesai pada tahun 1995. Pendidikan

menengah pertama diselesaikan pada tahun 1998 di SMP Negeri 1 Trenggalek,

setelah itu melanjutkan pendidikan menengah atas diselesaikan pada tahun 2001 di

SMU Negeri 2 Trenggalek.

Penulis masuk Institut Pertanian Bogor melalui Jalur Undangan Seleksi

Masuk IPB (USMI) pada tahun 2001. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa program

studi Teknologi Hasil Ternak, Jurusan Ilmu Produksi Ternak yang sekarang menjadi

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian Bogor. Selama mengikuti pendidikan, penulis pernah menjadi pengurus

Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTER) Fakultas Peternakan IPB

periode 2002 – 2003. Selain itu penulis juga aktif mengikuti kepanitiaan di beberapa

(18)

8

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT Sang Pemberi petunjuk

atas segala pertolongan, nikmat, rahmat dan keridhoan-Nya sehingga penelitian dan

skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam selalu tercurah bagi junjungan kita

Rasulullah Muhammad SAW.

Skripsi ini berjudul Pemanfaatan Tepung Daging-Tulang Leher Ayam

Pedaging pada Pembuatan Makanan Ringan (Snack) untuk Meningkatkan Nilai Gizi

ditulis berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis pada bulan Juli

hingga Agustus 2005. Tempat Penelitian meliputi Pilot Plant yang ada di Pusat

Antar Universitas (PAU) Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor untuk pembuatan

tepung daging-tulang leher ayam pedaging, Laboratorium Bagian Teknologi Hasil

Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Institut Pertanian Bogor untuk proses pembuatan snack dan uji organoleptik serta

Laboratorium Ilmu Hayati Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor dan

Laboratorium Kimia Pangan Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor untuk

pengukuran peubah yang diamati.

Adapun penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat

dalam memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Produksi dan

Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis

berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik untuk kalangan akademis maupun

umum. Penulis juga menyampaikan terima kasih atas saran, kritik dan masukan guna

kesempurnaan skripsi ini.

Bogor, Oktober 2005

(19)

DAFTAR ISI

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

Penelitian Tahap Pertama... 23

Penelitian Tahap Kedua ... 23

(20)

10

Kadar Air... 24

Kadar Protein... 25

Kadar Lemak... 26

Kadar Karbohidrat ... 27

Kadar Abu ... 28

Kadar Kalsium... 29

Kadar Fosfor... 30

Rasio Kalsium : Fosfor ... 31

Sifat Fisik... 32

Densitas Kamba... 32

Kekerasan... 32

Warna... 33

Sifat Organoleptik ... 34

Warna... 34

Rasa Khas Ayam ... 35

Kerenyahan ... 36

Tekstur ... 37

Penerimaan Umum ... 37

KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

Kesimpulan ... 39

Saran ... 39

UCAPAN TERIMA KASIH... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

(21)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Gizi Daging Tulang Leher Ayam Pedaging ... 4

2. Angka Kecukupan Rata-rata Kalsium Berbagai Golongan Usia... 6

3. Kandungan Nutrisi Tepung Terigu Jenis Cakra Kembar per100 g ... 8

4. Syarat Mutu Makanan Ringan ... 9

5. Formulasi Bahan Pembuatan Snack dengan Memanfaatkan Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging ... 21

6. Kandungan Nutrisi Tepung Daging-Tulang Leher Ayam pedaging... 23

7. Hasil Nilai Rataan Kandungan Nutrisi Snack dengan Pemanfaatan Tepung Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging... 24

8. Rata-rata Nilai Uji Obyektif Terhadap Warna Snack dengan Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging... 33

9. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Warna Snack... 35

10. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Rasa Khas ayam pada Snack... 36

11. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Kerenyahan Snack... 37

12. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Tekstur pada Snack... 37

13. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Penerimaan Umum pada Snack... 38

(22)

12

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Bagan Pembuatan Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging ... 20

2. Modifikasi Bagan Alir Pembuatan Snack ... 22

3. Gambar Tepung Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging ... 23

4. Rata-rata Hasil Pengujian Kadar Protein dengan Tepung Daging

Tulang Leher Ayam Pedaging ... 26

5. Rata-rata Hasil Pengujian Kadar Lemak dengan Tepung Daging

Tulang Leher Ayam Pedaging ... 27

6. Rata-rata Hasil Pengujian Kadar Karbohidrat dengan Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging ... 28

7. Rata-rata Hasil Pengujian Kadar Abu dengan Tepung Daging

Tulang Leher Ayam Pedaging ... 29

8. Rata-rata Hasil Pengujian Kadar Kalsium dengan Tepung Daging

Tulang Leher Ayam Pedaging ... 30

9. Rata-rata Hasil Pengujian Kadar Phospor dengan Tepung Daging

Tulang Leher Ayam Pedaging ... 31

10. Rata-rata Hasil Pengujian Warna L (Kecerahan) ... 34

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

12. Hasil Sidik Ragam Uji Kadar Kalsium Snack dengan Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging ... 49

13. Hasil Rataan dan Uji Duncan Kadar Kalsium ... 49

14. Hasil Sidik Ragam Uji Kadar Fosfor Snack dengan Penambahan

Tepung Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging... 50

15. Hasil Rataan dan Uji Duncan Kadar Fosfor ... 50

16. Hasil Sidik Ragam Uji Densitas Kamba Snack dengan Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging ... 50

17. Hasil Rataan dan Uji Duncan Densitas Kamba ... 50

18. Hasil Sidik Ragam Uji Kekerasan Snack dengan Tepung Daging

(24)

14 23. Uji Banding Rataan Rangking Gibbons (Z0,01) Warna Snack... 52

24. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Rasa Khas Ayam pada Snack... 53

25. Uji Banding Rataan Rangking Gibbons (Z0,01) Rasa Khas Ayam

Pada Snack... 53

26. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Kerenyahan pada Snack... 53

27. Uji Banding Rataan Rangking Gibbons (Z0,01) Kerenyahan Snack... 54

28. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Tekstur pada Snack... 54

29. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Penerimaan Umum pada Snack... 54

30. Gambar Snack dengan Pemanfaatan Tepung Daging-Tulang Leher

Ayam Pedaging Sebanyak 0%... 55

31. Gambar Snack dengan Pemanfaatan Tepung Daging-Tulang Leher

Ayam Pedaging Sebanyak 2,5%... 55

32. Gambar Snack dengan Pemanfaatan Tepung Daging-Tulang Leher

Ayam Pedaging Sebanyak 5%... 55

33. Gambar Snack dengan Pemanfaatan Tepung Daging-Tulang Leher

Ayam Pedaging Sebanyak 7,5%... 56

34. Gambar Snack dengan Pemanfaatan Tepung Daging-Tulang Leher

Ayam Pedaging Sebanyak 10%... 56

(25)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hasil ikutan ternak (animal by-products) merupakan salah satu potensi dari

subsektor peternakan yang sampai saat ini masih belum banyak dimanfaatkan

khususnya untuk industri pangan. Daging tulang leher ayam pedaging merupakan

hasil ikutan ternak yang cukup besar peluangnya untuk dimanfaatkan kembali

menjadi produk baru yang mempunyai nilai ekonomis lebih tinggi. Pengolahan

daging-tulang leher ayam pedaging menjadi tepung dapat mempertahankan

kandungan gizi dan meningkatkan nilai ekonomisnya.

Daging tulang leher ayam pedaging mempunyai kandungan protein dan

mineral yang cukup tinggi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan

dalam produk-produk pangan yang rendah protein dan mineralnya. Mineral yang

paling banyak terkandung dalam daging-tulang leher ayam pedaging adalah kalsium

yang diharapkan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia selain

dari bahan makanan yang lain. Kalsium merupakan komponen gizi yang sangat

dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang dan gigi.

Makanan ringan (snack) merupakan salah satu jenis produk makanan yang

dikenal masyarakat luas. Snack cukup popular di Indonesia sebagai makanan yang

tidak dapat ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari terutama pada kalangan anak

dan remaja. Snack memiliki daya tarik dari segi variasi bentuk dan jenisnya sehingga

sangat memungkinkan untuk diproduksi dalam skala industri. Snack yang beredar di

pasaran saat ini memiliki sedikit zat gizi serta tidak berkontribusi langsung terhadap

kesehatan secara umum dalam tubuh, sehingga masyarakat pada umumnya menyebut

makanan ini sebagai junk food. Umumnya produk snack yang kini hadir di pasaran

adalah produk snack dengan kandungan karbohidrat lebih dominan dibandingkan

dengan proporsi zat gizi lainnya. Oleh sebab itu, perlu dilakukan usaha peningkatan

kandungan gizi dari makanan ringan (snack) terutama kandungan protein dan

mineral.

Salah satu alternatif untuk menambah kandungan gizi yang terdapat di dalam

makanan ringan (snack) yaitu dengan jalan memodifikasi bahan baku dalam

pembuatannya. Penggunaan bahan dengan kandungan karbohidrat yang dominan

(26)

16 penambahan tepung daging-tulang leher ayam pedaging merupakan salah satu cara

pemecahan permasalahan kekurangan kelengkapan kandungan gizi dalam produk

makanan ringan (snack) terutama pada kandungan protein dan mineral.

Perumusan Masalah

Daging tulang leher ayam pedaging merupakan hasil ikutan dari produk

peternakan yang masih dapat dimanfaatkan penggunaanya. Mengingat kandungan

protein (sekitar 15,6%) dan mineral (kalsium sekitar 1,24%) yang cukup tinggi, maka

daging tulang leher ayam pedaging dapat digunakan sebagai bahan tambahan pangan

yang berguna untuk meningkatkan kadar protein dan mineral dari suatu bahan

pangan sehingga nilai gizinya dapat meningkat.

Pemanfaatan tepung daging tulang leher ayam pedaging dapat

dikombinasikan dengan bahan-bahan baku snack yang mempunyai potensi sebagai

makanan sumber energi yang cukup potensial. Penambahan protein dan mineral dari

tepung daging tulang leher ayam pedaging diharapkan mampu meningkatkan nilai

gizi khususnya kadar protein dan kadar kalsium dalam snack, sehingga terbentuk

produk yang selain sebagai sumber energi tetapi juga dapat menjadi sumber protein

dan kalsium.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk membuat diversifikasi makanan melalui

pemanfaatan tepung daging tulang leher ayam pedaging yang ditambahkan dalam

suatu produk makanan ringan (snack) sehingga dapat meningkatkan nilai gizinya.

Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisa karakteristik kandungan

nutrisi, sifat fisik dan tingkat penerimaan konsumen terhadap produk akhir yang

(27)

TINJAUAN PUSTAKA

Hasil Ikutan Ternak

Hasil ikutan ternak adalah hasil sampingan dari hasil utama ternak yang

dianggap kurang berharga, bahkan menjadi limbah dan merupakan masalah bagi

industri dan lingkungan. Jenis hasil ikutan ternak yang dapat diolah dan

dimanfaatkan antara lain tulang, tulang rawan, darah, bulu, rambut, kulit, leher,

kepala, kuku, kaki, lemak dan isi perut (Arqiya, 2002).

Tiga kategori umum sifat hasil ikutan ternak yaitu edibel, inedibel dan

farmasi. Lebih lanjut dikatakan bahwa terdapat dua macam bentuk hasil ikutan yang

edible yaitu bentuk segar dan dalam bentuk pengolahan lebih lanjut. Hasil ikutan

ternak dalam bentuk segar seringkali diproses menjadi produk akhir yang biasa

dikonsumsi oleh manusia, sedangkan bentuk produk olahan lebih lanjut umumnya

diolah dengan menggunakan metode pengolahan seperti dengan panas, mekanik,

kimia atau kombinasinya (Hardianto, 2002).

Tulang masih mengandung zat gizi dan dapat diolah menjadi tepung tulang

yang biasa digunakan sebagai sumber mineral. Hasil ikutan pengolahan daging masih

memiliki nutrisi yaitu protein, lemak dan mineral, maka diharapkan dapat

dimanfaatkan untuk kebutuhan konsumsi manusia. Nilai ketersediaan mineral dari

tulang ayam dapat ditambahkan ke dalam bahan pangan lain seperti kerupuk, biskuit,

cookies, snack dan mie kering (Rahmawan, 2005).

Daging Tulang Leher Ayam

Proses pemotongan ayam selain menghasilkan karkas juga diperoleh hasil

ikutan yang terdiri dari bahan yang dapat dimakan. Hasil ikutan yang dapat dimakan

adalah hati, ampela, jantung, usus, paru-paru, kepala, leher, ceker serta lemak

sedangkan bulu ayam dan darah merupakan hasil ikutan yang tidak dapat dimakan

(Arqiya, 2002).

Leher ayam terdiri dari daging, tulang, kulit, saluran pencernaan, saluran

pernafasan serta lemak. Daging adalah semua jaringan hewan dan semua produk

hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak

menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Selanjutnya Soeparno

(28)

4 daging juga tersusun dari jaringan ikat epitel, jaringan-jaringan syaraf, pembuluh

darah dan lemak.

Protein adalah komponen bahan kering yang terbesar dari daging. Nilai

nutrisi daging yang tinggi disebabkan daging mengandung asam-asam amino

essensial yang lengkap dan seimbang (Soeparno, 1992). Komposisi gizi

daging-tulang leher ayam pedaging dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Gizi Daging Tulang Leher Ayam Pedaging

Komposisi Kimia ---% BB---

Menurut Ward dan Courts (1977), tulang merupakan salah satu tenunan

pengikat. Tulang terdiri atas sel, serat-serat dan bahan pengisi. Bahan pengisi pada

tulang adalah protein dan garam-garam mineral seperti kalsium fosfat sebanyak

58,3%, kalsium karbonat 1,0%, magnesium fosfat 2,1%, kalsium florida 1,9% dan

protein sebanyak 30,6%.

Tepung tulang merupakan tepung yang diperoleh dengan cara memproses

tulang. Tepung tulang mengandung beberapa zat nutrisi, seperti kalsium sebanyak

30,14%, fosfor 14,53%, protein 7,5% dan lemak 1,2%. Komposisi nutrisi dalam

tepung tulang tersebut dapat bervariasi tergantung bahan mentah yang digunakan dan

proses pengolahannya. Menurut Dewan Standarisasi Nasional (1992) tepung tulang

dimasukkan kriteria mutu I jika memiliki kehalusan minimum 90% lolos mesh 25,

kadar air maksimal 8%, kadar lemak maksimal 3 %, kadar kalsium minimum 20%

dan kadar fosfor minimum 8%. Kalsium dari tepung tulang memiliki tingkat

penyerapan tertinggi pada perbandingan tingkat penyerapan (true absorbtion) 68%

(29)

menunjukkan tingkat penyerapan tertinggi berasal dari tepung tulang

(Parakkasi,1999).

Kalsium

Kalsium dalam tubuh memiliki peranan penting yaitu untuk pembentukan dan

perkembangan tulang dan gigi, proses pembekuan darah serta menjaga fungsi normal

otot dan syaraf (Gaman dan Sherington, 1992). Kalsium terdapat 1,5-2% dari

keseluruhan berat tubuh. Lebih dari 99% kalsium terdapat dalam tulang, ini

perbandingan antara kalsium dan fosfor hampir selalu tetap dan sedikit lebih besar

dari 2:1. Tepung tulang ayam merupakan salah satu sumber kalsium yang murah.

Kalsium dalam tepung tulang ayam (30g/100g) dengan rasio Ca:P adalah 2:1 tetapi

penyerapannya belun diketahui (Sittikulwitit et al., 2004).

Nilai ketersediaan biologis kalsium dari tulang ayam presto dan tulang ayam

mentah tidak berbeda jauh, namun tulang ayam presto memiliki keunggulan jika

dibandingkan dengan tulang ayam mentah yaitu dapat dikonsumsi langsung secara

bersamaan, sedangkan untuk tulang mentah harus ditepungkan terlebih dahulu

(Rahmawan, 2005). Penyebab utama osteoporosis yang sering terjadi adalah karena

kekurangan estrogen dan kalsium (Katsuhiko et al., 1985). Kemampuan penyerapan

kalsium akan meningkat pada masa pertumbuhan dan menurun pada proses penuaan.

Kemampuan penyerapan pada laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan pada semua

golongan usia. Penyerapan kalsium terutama dilakukan secara aktif dengan

menggunakan alat pengangkut protein pengikat kalsium. Penyerapan pasif terjadi

pada permukaan saluran cerna (Almatsier, 2002).

Penyerapan kalsium sangat bervariasi tergantung umur dan kondisi badan.

Usia anak-anak atau dewasa sekitar 50-70% kalsium yang dicerna diserap tetapi pada

waktu dewasa hanya sekitar 10-40% yang diserap, selain itu garam kalsium lebih

larut dalam asam, maka penyerapan kalsium terjadi pada bagian atas usus kecil tepat

setelah lambung (Winarno, 1997). Kalsium yang dapat diserap dalam makanan

hanya sekitar 20-30% dan sisanya melalui saluran pencernaan yang dikeluarkan dari

tubuh melalui feses (Gaman dan Sherrington, 1992). Angka kecukupan kalsium bagi

(30)

6 Tabel 2. Angka Kecukupan Rata-Rata Kalsium Berbagai Golongan Usia

Golongan ---mg/hr---

Sumber : Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI (1998)

Kalsium erat kaitannya dengan kesehatan tulang karena mineral membentuk

tulang. Selain itu asupan kalsium tinggi (di atas 850 mg) bisa mengurangi resiko

gejala batu ginjal. Hal ini karena kalsium memiliki efek protektif dengan mengikat

oksalat di usus dan mencegah penyerapan oksalat yang bisa membentuk batu. Yang

lebih penting, kalsium berpengaruh terhadap masa depan kesehatan bayi. Hasil

penelitian pada wanita yang diberi suplemen kalsium selama masa kehamilan

menghasilkan anak-anak yang cukup terlindungi dari resiko hipertensi. (Surono,

1999). Pada masa pertumbuhan kalsium diambil dari tulang sebanyak 300 mg untuk

laki-laki dan 200 mg untuk perempuan tiap harinya (Garn, 1970). Kalsium

diekskresikan dari tubuh melalui feses merupakan kalsium yang tidak diserap dan

sejumlah kecil kalsium yang berasal dari sekresi cairan yang masuk ke dalam saluran

pencernaan (100-150 mg/hari) (Brody, 1994).

Manfaat kalsium untuk kesehatan tulang tidak dapat dipungkiri lagi dan

sudah sangat jelas. Bila tubuh cukup kalsium, maka pertumbuhan dan pengerasan

tulang dapat berlangsung dengan baik. Sebaliknya, kekurangan kalsium dapat

menyebabkan pertumbuhan tulang tidak sempurna, antara lain kerdil, tulang rapuh

dan bentuknya tidak normal. Salah satu faktor penting dalam penyerapan kalsium

adalah ketersediaan yang cukup dari vitamin D. Jika kekurangan vitamin D, maka

fungsinya dalam metabolisme kalsium dalam tubuh khususnya yang berkaitan

dengan proses pengerasan tulang, tidak dapat berlangsung normal (Tim Penulis

Nirmala, 2003)

Tepung Terigu

Tepung terigu mengandung protein 7-22%, dan tersusun oleh minimal lima

(31)

dalam garam, gliadin yang larut dalam alkohol 70% (prolamin) dan glutenin yang

larut dalam asam atau alkali (glutelin). Glutenin dan gliadin bila dicampur dengan air

akan membentuk gluten (Winarno, 1997). Rasio amilosa dan amilopektin

berbeda-beda untuk setiap jenis pati, dan salah satu contohnya adalah tepung terigu dimana

rasio antara amilosa dan amilopektinnya berubah-ubah (Hoseney, 1998). Pati pada

umumnya mengandung 15-30% amilosa, 70-85% amilopektin. Struktur dan jenis

material antara tiap sumber pati berbeda tergantung sifat-sifat botani sumber pati

tersebut (Muchtadi et al., 1988).

Gluten merupakan jenis protein dengan massa kohesif, viskoelastik dan dapat

meregang secara elastis (Skrabanja et al., 2001). Saat terigu dibasahi dengan air,

maka terjadi interaksi antara prolamin dan glutelin sehingga terbentuk kompleks

gluten. Menurut Winarno (1997), glutelin lebih mempengaruhi sifat elastisitas

adonan, sedangkan prolamin mempengaruhi sifat keliatan adonan. Sifat elastis

adonan menyebabkan bahan adonan tidak mudah putus saat pencetakan.

Jenis tepung terigu yang sering digunakan sebagai bahan baku mie adalah

terigu yang terbuat dari gandum keras. PT. Bogasari Flour Mills Jakarta pada

awalnya memproduksi tiga jenis terigu, antara lain Kunci Biru, Segitiga Biru dan

Cakra Kembar (Bogasari, 2003). Permintaan masyarakat pada berbagai jenis terigu,

ditanggapi oleh PT. Bogasari Flour Mills dengan menciptakan berbagai ragam terigu

merk Cakra Kembar Emas, Piramida berasal dari gandum lunak (kandungan protein

8-9%), Tepung Segitiga Biru terbuat dari campuran gandum lunak dan gandum keras

(kandungan protein 10,5 - 11,5%) dan Tepung Cakra Kembar terbuat dari gandum

keras (kandungan protein min. 13%).

Tepung terigu Cakra Kembar Emas sama dengan tepung terigu Cakra

Kembar yang terbuat dari gandum keras (kandungan protein min. 14%), tepung

terigu Piramida berasal dari gandum lunak (kandungan protein min. 10%) dan tepung

terigu Lencana Merah terbuat dari gandum lunak (kandungan protein min. 9%)

(Agustin, 2003). Tepung terigu yang mengandung protein yang tinggi (min 13 %)

(32)

8 Tabel 3. Kandungan Nutrisi Tepung Terigu Jenis Cakra Kembar per100 g

Komposisi Jumlah

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1986).

Kandungan nutrisi tepung terigu jenis cakar kembar memiliki kandungan

karbohidrat yang lebih dominan. Pembuatan makanan ringan (snack) memerlukan

tepung terigu yang memiliki kandungan protein yang cukup tinggi agar produk yang

dihasilkan menjadi elastis dan tahan terhadap tarikan sewaktu proses pengolahannya

(Purwanti, 2005).

Makanan Ringan (Snack)

Makanan ringan atau dikenal dengan sebutan snack food adalah makanan

yang dikonsumsi selain atau antara waktu makan utama dalam sehari (Lusas dan

Rooney, 2001). Makanan ini biasa disebut snack yang berarti sesuatu yang dapat

mengobati kelaparan dan memberikan suplai energi yang cukup untuk tubuh. Jenis

makanan ini sering terdiri dari bahan makanan tambahan seperti pemanis, pengawet,

dan bahan tambahan (Purwanti, 2005).

Makanan ringan sudah merupakan bagian yang tidak dapat ditinggalkan

dalam kehidupan sehari-hari, terutama pada kalangan anak-anak dan remaja. Harper

(1981) menyatakan bahwa makanan ringan dibedakan menjadi dua macam

berdasarkan bahan dasarnya. Kelompok makanan ringan yang menggunakan bahan

baku utama seperti produk ekstrusi dari jagung kemudian ditambah garam dan

bumbu penyedap. Kelompok makanan ringan yang kedua yaitu makanan ringan yang

memakai campuran dari beberapa sumber pati seperti gandum, campuran jagung dan

beras, bahkan dicampur pula dengan kacang-kacangan seperti kedelai, kacang hijau

(33)

meningkatkan kandungan gizi, biasanya yang sering ditambahkan adalah trikalsium

fosfat (Matz, 1984).

Makanan ringan berminyak merupakan jenis makanan ringan yang

mengandung minyak nabati, baik berasal dari bahan baku maupun dari minyak yang

digunakan untuk menggoreng. Pembuatan atau pengolahan makanan ringan dapat

dilakukan dengan menggunakan sistem penggorengan merendam (deep fat frying)

dan sistem penggorengan biasa (pan frying) (Purwanti, 2005). Minyak yang

terkandung dalam snack dapat menyebabkan oksidasi sehingga dapat menurunkan

flavor (Lusas dan Rooney, 2001).

Bentuk makanan ringan bervariasi tergantung dari cetakannya (Purwanti,

2005). Menurut Badan Standarisasi Nasional Indonesia 01-6630-2002 makanan

ringan yaitu produk siap santap yang terbuat dari bahan baku utama pangan

karbohidrat berbumbu dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan lain. Bahan baku

utama yang digunakan bisa berasal dari terigu, beras, dan bahan pangan karbohidrat

lainnya. Badan Standarisasi Nasional Indonesia 01-6630-2002 menyebabkan bahwa

bahan lain yang dapat ditambahkan adalah garam, gula dan turunannya, bahan

penyedap rasa dan aroma yang diizinkan, rempah-rempah dan produk olahannya,

daging ternak, unggas, produk perairan dan produk olahannya, susu dan produk

olahannya, sayur dan produk olahannya, vitamin dan mineral, coklat dan turunannya,

minyak dan lemak serta turunannya. Syarat mutu makanan ringan menurut Badan

Standarisasi Nasional Indonesia 01-6630-2002 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 . Syarat Mutu Makanan Ringan

No Kriteria Satuan Persyaratan

1 Keadaan

(34)

10 Syarat mutu makanan ringan menurut Badan Standarisasi Nasional Indonesia

01-6630-2002 adalah normal dan dapat diterima untuk tekstur, aroma, rasa dan

warna. Kadar air untuk makanan ringan menurut Badan Standarisasi Nasional

Indonesia 01-6630-2002 maksimal 7% sedangkan untuk kadar protein minimum 5%.

Pembuatan Snack

Bahan-bahan tambahan yang digunakan dalam proses pembuatan snack

terdiri dari garam, CMC (Carboxy Methil Cellulosa), air, bawang putih bubuk, lada

bubuk, gula dan kuning telur. Garam berfungsi untuk memberi rasa, memperkuat

tekstur, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas snack (Purwanti, 2005). CMC

(Carboxy Methyl Cellulose) merupakan bahan tambahan yang dapat mempercepat

pengembangan adonan, mencegah penyerapan minyak terlalu banyak selama

penggorengan, memperbaiki ketahanan terhadap air dan mempengaruhi daya ikat

adonan. Air berfungsi sebagai media reaksi antara karbohidrat dengan gluten, pelarut

garam dan pembentuk sifat kenyal gluten. Gula berfungsi untuk meningkatkan rasa

manis dan bersama-sama dengan garam dapat membentuk rasa gurih sedangkan lada

dan bawang putih bubuk dicampurkan dimaksudkan untuk memberi cita rasa dasar

terhadap snack (Purwanti, 2005). Kuning telur berfungsi untuk mengembangkan

adonan dan mempercepat hidrasi air karena adanya lesitin (Agustin, 2003).

Proses pembuatan snack terdiri dari pencampuran adonan dengan

bumbu-bumbu sampai adonan kalis, pencetakan dan penggorengan. Proses pencampuran

bertujuan agar hidrasi air dengan tepung berlangsung merata untuk menarik

serat-serat gluten sehingga terbentuk adonan yang elastis dan halus. Faktor yang harus

diperhatikan dalam proses ini adalah jumlah air yang ditambahkan dan waktu

pengadukan (Purwanti, 2005).

Penggorengan

Proses penggorengan terdiri dari dua cara, yaitu menggoreng dengan cara

merendam bahan pangan dalam minyak (deep fat frying) dan menggoreng dengan

sistem gangsa (pan frying). Adapun ciri khas dari proses gangsa adalah bahan pangan

yang digoreng tidak sampai terendam seluruhnya dalam minyak atau lemak. Sistem

perendaman (deep fat frying) membutuhkan minyak yang cukup banyak sehingga

(35)

Pada deep fat frying makanan seluruhnya terendam dalam minyak goreng

sehingga lebih efisien dari pada pemanasan dengan menggunakan oven. Deep fat

frying merupakan proses penggorengan yang dicirikan oleh volume minyak goreng

yang lebih besar dari pada volume bahan yang digoreng pada setiap kali pemasakan

(Block, 1964). Minyak goreng adalah sebagai medium penghantar panas selain itu

juga mempengaruhi produk akhir (Matz, 1997).

Ketaren (1986) menyatakan bahwa pada proses penggorengan dengan sistem

deep fat frying, bahan pangan yang digoreng terendam dalam minyak dan suhu

minyak dapat mencapai 200ºC-205ºC. Kecukupan suhu dan waktu penggorengan

berbeda untuk setiap bahan, kondisi dan perlakuan. Suhu penggorengan keripik

kentang memerlukan kisaran suhu antara 135ºC–204 ºC dengan waktu 5-25 detik.

Semakin tebal bahan pangan maka kadar air yang terkandung dalam bahan pangan

tersebut semakin tinggi sehingga proses penggorengan akan membutuhkan waktu

yang lebih lama. Minyak goreng dalam proses penggorengan berfungsi sebagai

medium penghantar panas, penambah cita rasa dan menambah nilai gizi kalori bahan

(36)

12

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan dari bulan Juli sampai bulan

Agustus 2005 bertempat di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Departemen Ilmu

Produksi dan Teknologi Peternakan, Laboratorium Kimia Pangan Pusat Antar

Universitas Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Ilmu Hayati Pusat Antar

Universitas Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Pilot Plant Pusat Antar

Universitas Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium FTDC (Food Technology of

Development Center) Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Materi

Bahan baku yang digunakan untuk membuat tepung daging-tulang leher

ayam pedaging adalah daging-tulang leher ayam pedaging yang diperoleh dari PT

Sierad Produce Tbk. Parung Bogor. Sedangkan bahan lain yang dibutuhkan dalam

pembuatan makanan ringan (snack) adalah tepung terigu, garam, CMC (Carboxy

Methyl Cellulose), margarin, telur, gula, bawang putih bubuk, lada bubuk yang

didapat dari Pasar Anyar Bogor.

Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah aquadest, selenium mix, H2SO4

pekat, asam borat 3%, HCl, NaOH, hexan, buffer phosfat, enzim pepsin, pankreatin,

etanol, aseton, NaCl, air abu, air bebas ion, dan bahan-bahan kimia lain untuk

analisis proksimat.

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan snack adalah alat pencetak snack

(Concerto), timbangan analitik dengan ketelitian 0,01g (AND HL–100)

penggilingan, kompor, penggorengan, termometer dan wadah. Peralatan yang

digunakan dalam pembuatan tepung daging-tulang rawan ayam pedaging giling

adalah pisau, alat presto, grinder, fluid bed dryer, wadah, panci dan disk mill.

Peralatan yang digunakan dalam analisis fisik dan kimia adalah kalorimeter, Rheoner

RE 3305, Chromameter Minolta CR-310, tabung reaksi, gelas piala, gelas ukur,

spektofotometer, pipet, kertas saring, oven, tanur listrik, desikator, labu kjeldahl, labu

(37)

Rancangan Percobaan

Perlakuan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan

acak lengkap pola searah. Penelitian ini dikerjakan dengan 5 taraf perlakuan dengan

penambahan tepung-daging tulang leher ayam pedaging yaitu 0%; 2,5%; 5%; 7,5%

dan 10% dengan 3 kali ulangan.

Model

Model matematika menurut Steel dan Torrie (1995), sebagai berikut :

Yij = µ + ái + åij Keterangan:

Yij = Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i pada ulangan ke-j

µ = Rataan umum dari peubah yang diamati

ái = Taraf ke-i perlakuan penambahan daging-tulang leher ayam pedaging ke i (= 0; 2,5; 5; 7,5 dan 10)

åij = Pengaruh galat pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j ( j = 1, 2,dan 3)

Peubah yang Diukur

Analisis kandungan nutrisi yang dilakukan pada produk adalah analisis

proksimat yang meliputi kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat,

kadar abu, kadar kalsium, dan kadar fosfor. Analisis sifat fisik meliputi uji warna,

densitas kamba dan kekerasan. Selain itu dilakukan uji organoleptik menggunakan

uji skoring terhadap panelis semi terlatih.

Kandungan Nutrisi

Kadar Air (AOAC, 1999). Kadar air ditentukan secara langsung dengan oven pada

suhu 105º C. Sampel seberat 3 gram dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang

telah diketahui beratnya, kemudian dikeringkan dalam oven selama 6 jam hingga

beratnya konstan. Cawan yang telah berisi contoh tersebut selanjutnya dipindahkan

ke desikator, didinginkan dan ditimbang. Pengeringan dilakukan sampai diperoleh

(38)

14 Bobot sampel awal – Bobot sampel akhir

Kadar Air % = x 100%

Bobot sampel awal

Kadar Protein (AOAC, 1999). Sampel seberat 0.2 gram dimasukkan dalam labu

kjedahl 30 ml kemudian ditambahkan 1 gram campuran selen dan 5 ml H2SO4 pekat.

Dilakukan destruksi selama 30 menit sampai diperoleh cairan hijau jernih. Setelah

dingin, ditambahkan ± 10 ml air suling 30 ml NaOH didestilasi. Hasil destilasi

ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi H3BO3 4 % dan ditambahkan pula

indikator BCG : MM sebanyak 2:1 sebanyak 20 ml. Sampel didestilasi sampai

volume penampang tiga kali volume semula dan warna berubah menjadi hijau. Hasil

destilasi yang tertampung kemudian dititrasi dengan HCl 0,01 M sampai berwarna

merah muda. Hal yang sama dilakukan untuk blanko. Persentasi nitrogen dan kadar

proetein kasar dihitung dengan rumus sebagai berikut :

(HCl – blanko) x N HCl x 14,007

Kadar Nitrogen (%) = x 100% mg sampel (kering)

Kadar protein (%) = 6,25 x Kadar Nitrogen

Kadar Lemak (AOAC, 1999). Sampel seberat 2 gram dimasukkan kedalam

selongsong pengekstrak kemudian dimasukkan kedalam labu soxhlet dan diekstraksi

dengan hexan didalam penangas dengan suhu 70º C selama ± 6 jam atau dipanaskan

sampai cairan dalam labu soxhlet berwarna jernih. Selanjutnya dilakukan destilasi

menggunakan rotavapor sampai yang tersisa lemaknya saja. Labu tersebut kemudian

dipanaskan dalan oven 105º C selama 1 jam dieksikator dan ditimbang. Persentase

kadar lemak dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

100%

Kadar Abu (AOAC, 1999). Sampel seberat 5 gram dimasukkan kedalam cawan

porselin yang telah diketahui beratnya dan dibakar di atas kasa pembakar bunsen

sampai tidak berasap lagi, kemudian dimasukkan kedalam tanur listrik dengan

temperatur 600º C selama 24 jam. Setelah selesai cawan dikeluarkan dan dimasukkan

ke desikator untuk didinginkan dan ditimbang. Persentasi kadar abu dapat dihitung

(39)

Kadar Karbohidrat (By-Difference). Kadar karbohidrat dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar Karbohidrat = 100 – (% air + % abu + % protein + % lemak)

Kadar Kalsium (Apriyantono et al. 1989). Bahan organik pada sampel dihilangkan

dengan pengabuan kering dalam tanur, lalu dimasukkan 20-100 ml larutan abu

kedalam gelas piala dan jika perlu ditambahkan 25-50 ml aquades. Ditambahkan 10

ml larutan alumunium oxalat jenuh dengan dua tetes indikator merah metil.

Ditambahkan amoniak encer agar larutan sedikit basa, kemudian ditambahkan asam

asetat sampai larutan berwarna merah muda (pH 5,0). larutan dipanaskan sampai

mendidih lalu didiamkan 2-24 jam. Larutan disaring dengan kertas saring Whatman

no. 42 dan dibilas dengan aquades sampai filtrat bebas dengan oksalat. Ujung kertas

saring dilubangi, dibilas dan endapan dengan H2SO4 encer panas dipindahkan dalam

gelas piala, kemudian dibilas sekali lagi dengan air panas. Titrasi dilakukan dengan

larutan KMNO4 0,01 N sampai larutan berwarna merah muda permanen pertama.

Kertas saring dimasukkan dan dilanjutkan dengan titrasi sampai warna merah jambu

permanen kedua. Kadar kalsium dapat dihitung dengan rumus berikut :

Hasil titrasi x 0,2 x vol. total larutan abu x 100

Kadar Fosfor (Apriyantono et al., 1989). Dibuat larutan abu 5ml dari sampel yang

diabukan, kemudian ditambahkan 5 ml larutan molibdat dan dicampur hingga

merata. Asam aminonaftolsulfonat dicampur hingga merata. Asam

aminonaftolsulfonat sebanyak 2 ml ditambahkan, lalu dicampur hingga merata dan

diencerkan sampai volume 50 ml. Larutan blanko dibuat dengan cara yang sama

dengan aquades sebagai pengganti larutan abu, didiamkan 10 menit, lalu ukur kadar

P menggunakan spektofotometer pada panjang gelombang 650 nm (blanko = 100%

(40)

16 menjadi 50 ml dengan aquades. Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur sebanyak 5,

10, 20, 30 dan 40 ml, kemudian tambahkan 5 ml molibdat dan 2 ml asam

aminonaftosulfonat, dan diencerkan sampai volume 50 ml. Absorban masing-masing

larutan diukur dan dibuat kurva hubungan konsentrasi dengan absorban. Kadar fosfor

dihitung dengan rumus berikut :

mg P dari kurva standar x vol. total larutan abu x 100

Densitas Kamba (Anwar, 1990). Pengukuran dilakukan dengan cara menimbang

contoh yang telah dimasukkan ke dalam gelas yang volume telah diketahui secara

pasti. Sampel dimasukkan ke dalam gelas ukur kemudian diketuk-ketuk sampai tidak

terdapat rongga lalu ditimbang.

Berat contoh (g) Densitas Kamba =

Volume contoh (ml)

Kerapuhan. Alat yang digunakan untuk mengukur sampel snack disebut Rheoner

RE 3305. Probe yang digunakan merupakan probe yang dapat menekan snack sampai

pecah. Beban yang digunakan 0,2 volt, test speednya 1 mm/s, chart speed 40

mm/menit, dengan jarak peak tertinggi 2 cm. Contoh yang telah direhidrasi

diletakkan pada probe sedemikian rupa. Outputnya berupa kurva yang menunjukkan

hubungan antara kekuatan (g) dan waktu (s). Nilai kekuatan tarikan snack

ditunjukkan pada puncak kurva dengan satuan gram force (gf).

Uji Warna (Pomeranz dan Meloan, 1978). Metode Hunter, pengujian warna

dengan metode ini dengan menggunakan Chromameter Minolta CR-310. Dua puluh

gram ekstrak ditambahkan 20 ml air (pH 7,0) kemudian diukur yang kemudian akan

menghasilkan bilangan L (sebagai nilai kecerahan).

Uji Organoleptik (Rahayu, 1998). Uji organoleptik adalah cara mengukur, menilai

(41)

yaitu penglihatan dengan mata, penciuman dengan hidung, pencicipan dengan

rongga mulut, perabaan dengan ujung jari tangan dan pendengaran dengan telinga.

Sifat organoleptik dari produk makanan ringan (snack) dianalisis menggunakan uji

skoring. Panelis menilai sifat spesifik makanan ringan (snack) yang meliputi warna,

rasa, tekstur, aroma dan penerimaan umum. Nilai skoring berkisar dari satu sampai

lima untuk masing-masing jenis penilaian. Penilaian diberikan dengan cara tidak

membandingkan antara masing-masing sampel yang disajikan. Panelis yang

digunakan dalam uji skoring menurut Rahayu (1998) adalah sebanyak 15-25 orang

panelis agak terlatih. Formulir penilaiannya dapat dilihat pada Lampiran 1.

Analisis Data

Data yang diperoleh dari analisis fisik dan kimia akan diolah dengan analisis

ragam. Apabila analisis ragam menunjukkan perbedaan yang nyata maka dilanjutkan

uji Duncan (Steel dan Torrie, 1995).

Data kuantitatif hasil uji organoleptik dianalisa secara statistika non

parametrik dengan uji Kruskal-Wallis (Stell dan Torrie, 1995). Persamaan statistik

non parametrik uji Kruskal-Wallis adalah sebagai berikut:

H = 12/ N(N+1) x • Ri2/Ni – 3 (N + 1) Keterangan :

Ri = Jumlah ranking dalam perlakuan ke-i

Ni = Jumlah pengamatan dalam perlakuan ke-i

N = Jumlah total pengamatan.

Bila hasil dari uji Kruskal-Wallis berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji

banding rataan rangking (mean comparisson rank test) yang dikembangkan oleh

Gibbons (1975). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

• Ri – Rj • • Z á ( K (N + 1) / 6) 0,5 Keterangan :

Ri = Rataan rangking pada perlakuan ke-i

Rj = Rataan rangking pada perlakuan ke-j

Z á = Nilai Z untuk pembanding lebih dari dua rata-rata (á = 0,05 dan 0,01)

N = Jumlah total pengamatan (Jumlah panelis x Jumlah sampel)

(42)

18 Jika nilai •Ri – Rj •• Z á ( K (N + 1) / 6) 0,5, maka perlakuan Ri dan Rj dikatakan berbeda nyata pada taraf á.

Prosedur

Penelitian ini dilakukan melalui dua tahap yaitu penelitian tahap pertama

yaitu pembuatan tepung-daging tulang leher ayam pedaging yang meliputi

pengumpulan daging tulang leher ayam pedaging, pembersihan dan pemisahan (kulit,

saluran pernafasan, saluran pencernaan dan lemak) dari daging tulang leher ayam

pedaging, pelunakan, penggilingan basah, pengeringan dan penggilingan kering

sampai diperoleh tepung daging tulang leher ayam pedaging yang kemudian

dianalisis kandungan nutrisinya. Sedangkan untuk penelitian tahap kedua yaitu

proses pembuatan makanan ringan (snack) dengan penambahan tepung

daging-tulang leher ayam pedaging pada konsentrasi 0%; 2,5%; 5%; 7,5% dan 10% yang

kemudian produk hasil akhirnya dianalisis kandungan nutrisi, sifat fisik dan

penerimaan konsumen.

Penelitian Tahap Pertama.

Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging tulang leher ayam

pedaging. Pembuatan tepung daging tulang leher ayam pedaging dibagi menjadi

beberapa tahap, yaitu pengumpulan daging tulang leher ayam pedaging, pembersihan

daging tulang leher, pelunakan, penggilingan basah, pengeringan dan penggilingan

kering. Pengumpulan daging tulang leher ayam pedaging pada penelitian ini

diperoleh dari PT Sierad Produce, Parung Bogor. Daging tulang leher ayam pedaging

ini merupakan salah satu hasil ikutan yang dijual dengan harga Rp. 3500,00/kg.

Pemilihan penggunaan daging tulang leher ayam pedaging ini didasari oleh faktor

ekonomi, karena lebih murah harganya dan mudah didapatkan.

Pembersihan daging tulang leher ayam pedaging dilakukan dengan

menggunakan peralatan dapur seperti pisau. Daging tulang leher ayam pedaging

dipisahkan dari kulit, saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan lemak. Hal

inidilakukan karena dapat mempengaruhi sifat fisik maupun kandungan nutrisi

tepung daging tulang leher ayam yang dihasilkan. Pelunakan daging tulang leher

ayam dilakukan dengan menggunakan presto (alat bertekanan uap) pada suhu 121°C

dengan tekanan 1 atm selama ½ jam. Prinsip kerja alat ini adalah dengan

(43)

menggunakan uap air yang keluar dari daging tulang leher tersebut. Pelunakan

daging tulang leher ayam dilakukan untuk mempermudah proses penggilingan

selanjutnya.

Penggilingan basah menggunakan alat pelunak daging, yang disebut dengan

grinder. Penggilingan basah ini bertujuan untuk memperoleh bubur daging tulang

leher ayam yang halus dan homogen. Penghalusan bahan juga dimaksudkan untuk

mempercepat proses pengeringan. Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan atau

mengurangi kandungan air. Pengeringan daging tulang leher ayam pada penelitian ini

menggunakan alat pengering yang disebut fluid bed dryer dengan prinsip kerjanya

adalah aliran udara panas yang bergerak dengan tipe vertikal. Udara panas

digerakkan dengan kecepatan tinggi sehingga akan menggerakkan partikel bahan

yang dikeringkan. Proses tersebut mengakibatkan seluruh permukaan bahan

bersentuhan dengan udara pemanas. Pengeringan dilakukan pada suhu ± 80º C selama

30 menit.

Penggilingan kering tepung daging tulang leher ayam pada penelitian ini

dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut dengan disk mill. Penggilingan ini

bertujuan untuk memperkecil dan menyeragamkan ukuran tepung daging-tulang

leher ayam pedaging. Proses penggilingan dan penyaringan langsung terjadi di dalam

disk mill tersebut. Bahan tepung yang tinggi kandungan protein dan lemak, akan

memberikan hasil tepung yang kurang halus atau kasar. Penggilingan kering

menimbulkan panas akibat gesekan bahan dan pisau pemantul, sehingga

menyebabkan butiran tepung daging tulang leher ayam pedaging lengket dan

tersangkut di dalam penyaring. Tepung daging tulang leher ayam pedaging yang

tersangkut tersebut dikeluarkan dengan menggunakan kuas dan ditampung di dalam

wadah. Setelah proses pembuatan tepung daging tulang leher ayam pedaging selesai

kemudian dikemas di dalam pengemas polipropilen untuk mempertahankan kualitas

tepung daging tulang leher ayam pedaging. Bagan pembuatan tepung daging-tulang

(44)

20 Gambar 1.Bagan Pembuatan Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging

Penelitian Tahap Kedua.

Penelitian tahap kedua adalah cara pembuatan snack yang mengacu pada

penelitian Purwanti (2005), dengan formulasi bahan campuran adonan snack adalah

35% air, 2% garam, CMC (Carboxy Methyl Cellulose) 1%, margarin 1,8% dan telur

3,5% sedangkan sebagai rasa dasar snack adalah bawang putih bubuk 1%, lada

bubuk 0,5% dan gula 1%. Formulasi bahan pembuatan snack dengan memanfaatkan

tepung daging-tulang leher ayam pedaging sebanyak 0%; 2,5%; 5%; 7,5% dan 10%

dapat dilihat pada Tabel. 5 di bawah ini.

Daging tulang leher ayam pedaging

Dibersihkan dari saluran pencernaan, saluran pernafasan, kulit dan lemak

Direbus pada suhu 121º C selama setengah jam dengan tekanan 1 atm

Pengeringan dengan fluid bed dryer Digiling dengan grinder

Penggilingan dengan disk mill

(45)

Tabel 5. Formulasi Bahan Pembuatan Snack dengan Memanfaatkan Tepung Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging

Tepung Daging Tulang Leher Ayam

--- ( %)--- Bahan

0 2,5 5 7,5 10

Tepung terigu (%) 59,2 59,2 59,2 59,2 59,2

Tepung daging tulang leher ayam (%) 0 2,5 5 7,5 10

Garam (%) 2 2 2 2 2

Gula (%) 1 1 1 1 1

Lada (%) 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5

Bawang Putih (%) 1 1 1 1 1

Margarin (%) 1,8 1,8 1,8 1,8 1,8

CMC (%) 1 1 1 1 1

Air (%) 30 30 30 30 30

Telur (%) 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5

Adonan diaduk sampai rata dan kalis lalu diistirahatkan sekitar 10 menit.

Pengistirahatan ini dilakukan untuk menyeragamkan penyebaran air dan untuk

mengembangkan gluten sehingga membentuk suatu ikatan yang kuat. Adonan

dipipihkan dan dicetak menggunakan alat pencetak berupa rol logam sehingga

menghasilkan bentuk snack yang diinginkan. Snack lalu digoreng 160–180 º C selama

60 detik.

Produk makanan ringan (snack) yang sudah jadi kemudian dikemas dengan

menggunakan wadah tertutup rapat yang tidak mempengaruhi isi dan aman selama

penyimpanan. Pengemas yang digunakan adalah polipropilen dengan tujuan untuk

melindungi snack dari kemungkinan tercemar, rusak, sebagai barier terhadap

masuknya uap air sehingga snack tidak mengalami penurunan kualitas. Bagan alir

(46)

22 Gambar 2. Modifikasi Bagan Alir Pembuatan Snack (Purwanti, 2005)

1% bawang putih 0,5% lada bubuk 1% gula

30% air, telur 3,5% 2% garam

1% CMC margarin 1,8%

Pencampuran rata sampai adonan kalis Pencampuran tepung daging tulang leher ayam pedaging ( 0%; 2,5%;5%; 7,5%;10 %)

Pengistirahatan, 10 menit

Pemasukan adonan ke dalam alat

Pencetakan dan pemotongan

Penggorengan 160-1800C selama 60 detik

(47)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Tahap Pertama

Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging tulang leher ayam

pedaging. Tepung daging tulang leher ayam pedaging yang sudah jadi, kemudian

dianalisa kandungan nutrisinya. Kandungan nutrisi dari tepung daging tulang leher

ayam pedaging dapat dilihat pada Tabel 6 dibawah ini.

Tabel 6. Kandungan Nutrisi Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging.

Kandungan Nutrisi --- %BK ---

Kadar Air 5,12

Kadar Protein 61,16

Kadar Lemak 14,87

Kadar Abu 17,54

Kadar Ca 0,53

Kadar P 0,16

Berdasarkan Tabel 6. dapat disimpulkan bahwa kandungan nutrisi yang

paling dominan dari tepung daging tulang leher ayam pedaging yang telah dianalisa

adalah kadar protein yaitu sebesar 61,16%, sedangkan untuk mineral adalah 0,53%

untuk kadar kalsium dan 0,16% untuk kadar fosfor. Gambar tepung daging tulang

leher ayam pedaging dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini.

Gambar 3. Tepung Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging

Penelitian Tahap Kedua.

Tahap kedua pada penelitian ini adalah pembuatan makanan ringan (snack)

(48)

24 5%; 7,5% dan 10%. Kemudian dianalisis kandungan nutrisi, sifat fisik dan sifat

organoleptik.

Kandungan Nutrisi

Pengujian kandungan nutrisi ini meliputi analisa kadar air, kadar protein,

kadar lemak, kadar karbohidrat by-difference, kadar abu, kadar kalsium dan kadar

fosfor. Penghitungan kandungan nutrisi dilakukan untuk mengetahui peningkatan

nilai gizi dari makanan ringan (snack) dengan penambahan tepung daging tulang

leher ayam pedaging. Nilai rataan kandungan nutrisi snack dengan memanfaatkan

tepung daging tulang leher ayam pedaging dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini.

Tabel 7. Hasil Nilai Rataan Kandungan Nutrisi Snack dengan Pemanfaatan Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging.

Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging

0 2,5 5 7,5 10

Nutrisi

---%BK--- K Air 4,53±1,20 4,21±0,99 4,20±0,20 4,13±0,46 4,11±0,34 K. Prt 9,87±0,77A 11,09± 0,45A 13,67±0,59B 14,72±0,72C 16,15 ±0,80D Keterangan : Superskrip huruf besar yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil berbeda

sangat nyata (P<0,01).

Superskrip huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0,05)

K Prt = Kadar Protein K L = Kadar Lemak K KH = Kadar Karbohidrat K Abu = Kadar Abu K Ca = Kadar Kalsium K P = Kadar Phospor

Kadar Air. Kadar air bahan pangan menunjukkan banyaknya kandungan air per-

satuan bobot bahan tersebut. Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan

yang dapat mempengaruhi kualitas bahan. Penurunan jumlah air dapat

mempengaruhi laju kerusakan bahan pangan akibat kerusakan oleh proses

mikrobiologis, kimiawi dan enzimatis. Rendahnya kadar air suatu bahan pangan

merupakan salah satu faktor yang dapat membuat bahan pangan menjadi awet.

Hasil sidik ragam kadar air snack menunjukkan bahwa pemanfaatan tepung

daging tulang leher ayam pedaging tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap

(49)

kadar air snack dengan atau tanpa tepung daging tulang leher ayam pedaging

berkisar antara 4,13–4,53% (Tabel 7). Menurut Badan Standarisasi Nasional

Indonesia (2002) kadar air makanan ringan (snack) maksimal adalah 7%. Hal ini

menunjukkan bahwa kadar air snack memenuhi syarat mutu tersebut. Rendahnya

kadar air yang terkandung dalam snack diduga karena metode pengeringan yang

digunakan adalah penggorengan sehingga air yang ada pada produk snack digantikan

oleh minyak.

Kadar Protein. Protein merupakan suatu zat makanan yang penting dalam tubuh

bagi setiap sel hidup. Selain berfungsi sebagai enzim, protein juga berfungsi sebagai

zat pembangun dan pengatur (Winarno,1997). Protein yang terkandung dalam tepung

daging tulang leher ayam pedaging sebagian besar adalah jenis protein kolagen,

karena kolagen merupakan komponen utama tendo, ligamen, tulang dan tulang

rawan (Soeparno, 1992).

Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemanfaatan tepung

daging tulang leher ayam pedaging memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata

(p<0,01) terhadap kadar protein snack. Hal tersebut diduga karena hasil analisa

kandungan kadar protein tepung daging tulang leher ayam pedaging relatif tinggi

sekitar 61,16% (Tabel 6) sehingga dengan pemanfaatan tepung daging tulang leher

ayam pedaging sebesar 0%; 2,5%; 5%; 7,5% dan 10% pada snack memberikan

pengaruh yang tinggi terhadap penambahan kadar protein snack seperti terlihat pada

Gambar 4.

Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pemanfaatan tepung daging tulang

leher ayam pedaging sebesar 0% dan 2,5% tidak memberikan pengaruh yang nyata,

namun pemanfaatan sebesar 5%; 7,5% dan 10% memberikan pengaruh yang sangat

nyata. Hal ini diduga karena pemanfaatan tepung daging tulang leher ayam pedaging

yang semakin tinggi dapat memperkaya kandungan protein pada produk snack yang

dihasilkan. Kadar protein rata-rata dari masing-masing tingkat tepung daging-tulang

leher ayam pedaging dapat dilihat pada Tabel 7, dimana dari seluruh tingkat

pemanfaatan tepung daging-tulang leher ayam pedaging menghasilkan snack yang

mengandung protein lebih tinggi dan sesuai dengan ketentuan Badan Standarisasi

Gambar

Tabel 1. Komposisi Gizi Daging Tulang Leher Ayam Pedaging
Tabel 2. Angka Kecukupan Rata-Rata Kalsium Berbagai Golongan Usia
Tabel 3. Kandungan Nutrisi Tepung Terigu Jenis Cakra Kembar per100 g
Tabel 4 . Syarat Mutu Makanan Ringan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian penulis melakukan penelitian dengan judul “Perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis dan self efficacy siswa antara pembelajaran berbasis masalah berbantuan

Hal ini berarti bahwa H1 yang diajukan peneliti, yaitu ada hubungan kecerdasan emosi dengan kecemasan ibu hamil pertama dalam menghadapi persalinan di Samarinda

Kepala Sekolah berasal dari dua kata, yaitu”kepala” dan “sekolah”. Kata “kepala” dapat diartikan ketua atau pemimpin organisai atau lembaga. Sedangkan “sekolah”

Dengan demikian, pelatihan yang dikemas untuk mengembangkan profesionalitas guru adalah jalan terbaik agar kurikulum 2013 akan bisa mengantarkan anak Indonesia ke Depan lebih

Sebelum kegiatan Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) dilaksanakan, mahasiswa terlebih dahulu menempuh kegiatan yaitu pra PPL melalui pembelajaran mikro dan kegiatan

Ditinjau dari penggunaannya maka secara keseluruhan ( general perspectives) wilayah perencanaan telah menunjukkan adanya vitalitas kawasan, percampuran kegiatan yang saling

Nikah wajib, yaitu bagi orang yang telah mampu untuk melaksanakann perniakahan, hawa nafsunya untuk dapat melampiaskan kebutuhan biologis sudah bergejolak dan dikhawatirkan tidak

Kesimpulan dari penelitian ini, antara lain: umur responden rata-rata adalah 53,55 dengan umur terendah 18 tahun dan umur tertinggi 74 tahun, mayoritas jenis kelaminnya