PENGGUNAAN KALSIUM KARBONAT (CaCO
3) DAN SABUNKALSIUM (Ca-Pufa) DI DALAM RANSUM SEBAGAI UPAYA
MEREDAM TOKSISITAS TIMBAL (Pb) MELALUI
PENGUJIAN
IN VITRO
SKRIPSI
RAHMIYATI SIREGAR
PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
RAHMIYATI SIREGAR. D24101006. 2005. Penggunaan Kalsium Karbonat (CaCO3) dan Sabun Kalsium (Ca-pufa) di dalam Ransum sebagai Upaya Meredam Toksisitas Timbal (Pb) melalui Pengujian in vitro. Skripsi. Program
Studi Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Dwierra Evvyernie Amirroe nas, MSc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Sunaryadi, M Si.
Peningkatan angka pengguna kendaraan bermotor di kota-kota besar serta penebangan pohon secara liar mengakibatkan terjadinya pencemaran serta pengrusakan lingkungan yang dapat membahayakan ternak maupun makhluk hidup lainnya. Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh logam berat timbal (Pb) ini mengakibatkan terjadinya keracunan, gangguan kesehatan dan metabolisme dalam tubuh ternak yang akan berdampak pada produktivitas ternak. Penggunaan kombinasi mineral kalsium organik dan anorganik diharapkan mampu meredam toksisitas logam berat timbal pada ternak.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan suplemen mineral kalsium yang tepat sebagai peredam toksisitas logam berat timbal (Pb) pada ternak. Penelitian dilakukan selama 4 minggu mulai dari bulan April sampai Mei 2005 dan bertempat di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah.
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan tujuh perlakuan dan tiga kelompok. Perlakuan ransum yang digunakan adalah : R1 (Ransum + 275 ppm Pb-asetat), R2 (R1 + 0,5% CaCO3), R3 (R1 + 1,0% CaCO3), R4 (R1 + 1, 5% CaCO3), R5 (R1 + 0,5% Ca-pufa),
R6 (R1 + 1,0% Ca-pufa), R7 (R1 + 1,5% Ca-pufa). Peubah yang diamati meliputi produksi VFA Total, NH3, kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik
ransum. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji kontras ortogonal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi mineral Kalsium meningkatkan secara nyata (P<0,05) produksi VFA Total dan kecernaan bahan kering, sedangkan pada produksi NH3 dan kecernaan bahan organik tidak
berpengaruh (P>0,05). Produksi VFA dan NH3 tertinggi diperoleh pada penggunaan
PENGGUNAAN KALSIUM KARBONAT (CaCO
3) DAN SABUNKALSIUM (Ca-Pufa) DI DALAM RANSUM SEBAGAI UPAYA
MEREDAM TOKSISITAS TIMBAL (Pb) MELALUI
PENGUJIAN
IN VITRO
RAHMIYATI SIREGAR D24101006
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
PENGGUNAAN KALSIUM KARBONAT (CaCO
3) DAN SABUNKALSIUM (Ca-Pufa) DI DALAM RANSUM SEBAGAI UPAYA
MEREDAM TOKSISITAS TIMBAL (Pb) MELALUI
PENGUJIAN
IN VITRO
Oleh
RAHMIYATI SIREGAR D24101006
Skripsi ini telah di sidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 29 Desember 2005
Pembimbing utama Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Dwierra Evvyernie, MSc Dr. Ir. Sunaryadi, MSi
NIP. 131 624 183 NIP. 132 056 449
Mengetahui
Dekan Fakultas Peternakan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 5 September 1983 di Singkawang, Kalimantan Barat. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Nasruddin Siregar, SAg dan Ibu Syafrida, BA.
Pendidikan Penulis dimulai dari Taman Kanak-kanak Nusa Indah Kalimantan Barat, lulus tahun 1989 dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 144
Muara Bungo dan lulus pada tahun 1995, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1998 di SMPN 03 Muara Bungo dan pendidikan lanjuta n menengah atas diselesaikan pada tahun 2001 di SMUN 02 Muara Bungo.
Penulis diterima sebagai mahasiswi pada Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan
Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2001.
Selama mengikuti pendidikan, Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Nutrisi
Makanan Ternak (HIMASITER 2003) Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor,
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan rahmat – Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Penggunaan Kalsium Karbonat (CaCO3) dan Sabun Kalsium
(Ca-pufa) di dalam Ransum sebagai Upaya Meredam Toksisitas Timbal (Pb) melalui Pengujian in vitro”.
Pencemaran lingkungan yang disebabka n oleh logam berat Timbal (Pb) hasil dari sisa pembakaran kendaraan bermotor telah berdampak negatif terhadap ternak dan makhluk hidup lainnya. Pencemaran logam berat ini mengakibatkan terjadinya gangguan kesehatan dan metabolisme dalam tubuh ternak, dengan adanya gangguan
tersebut dapat berdampak pula terhadap produktivitas ternak dan juga dapat berakibat kematian. Suplementasi mineral kalsium sangat diperlukan untuk dapat meredam dampak negatif yang ditimbulkan oleh pencemaran lingkungan oleh logam
berat timbal pada tubuh ternak. Kombinasi mineral kalsium yang digunakan
diharapkan dapat meredam toksisitas (keracunan) logam berat pada tubuh ternak. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh logam berat Timbal. Ke untungan pemakaian suplementasi mineral kalsium yang meliputi mineral kalsium organik
(Ca-pufa) dan anorganik (CaCO3) diharapkan selain dapat mengatasi masalah
toksisitas logam berat timbal (Pb) juga diharapkan dapat mengatasi terjadinya defisiensi mineral kalsium dalam pakan dan dapat meningkatkan produktivitas ternak.
Proses pembuatan skripsi ini berlangsung mulai dari pembuatan suplemen
mineral kalsium organik (Ca-pufa), percobaan suplementasi secara in vitro dan
terakhir dilakukan analisis terhadap peubah yang diamati. Penulis berharap skripsi ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Bogor, Desember 2005
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah, puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan rahmat – Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta yang denga n penuh kasih sayang telah merawat, mengasuh dan mendidik Penulis semenjak kecil hingga sekarang. Penulis tidak akan melupakan atas segala
bimbingan dan pengorbanan yang telah diberikan demi keberhasilan Penulis. Ucapan terima kasih juga Penulis sampaikan kepada Abang dan Adikku tersayang (Anwar Sadat dan Aminul Yahya Siregar).
Terima kasih Penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Dwierra Evvyernie Amir roe nas,
MSc selaku Dosen Pembimbing Utama dan Ir. Sunaryadi, MSi selaku Dosen Pembimbing Anggota, yang dalam kesibukannya tetap dengan tulus dan penuh perhatian membimbing Penulis selama penelitian sampai terselesaikannya skripsi ini.
Tidak lupa Penulis ucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Erika Budiarti Laconi, MS
selaku Dosen Pembimbing Akademik atas bimbingan dan motivasinya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Aminuddin Parakkasi, MSc dan Dr. Ir. Rarah Ratih A. M, DEA selaku Dosen Penguji atas kritik, saran dan sumbangan pemikiran dalam penulisan skripsi ini.
Terima kasih juga Penulis ucapkan kepada teman-teman sepenelitian (Ai, Pram, Ayi, Uno, Amir) atas bantuan dan kerjasamanya selama ini. Sahabat-sahabatku Ani, Edo, Niken, Nunik, Uyie, terima kasih atas kebersamaan, nasehat, perhatian dan motivasinya. Tidak lupa kepada rekan-rekan INMT’38 atas kebersama an dan persaudaraannya selama ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak dan rekan-rekan
yang turut membantu Penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal kepada semua yang telah berperan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Bogor, Desember 2005
DAFTAR ISI
Peranan Suplementasi Mineral terhadap Rumina nsia ... 6
Peranan Minyak Jagung ... 7
Tahap Pembuatan Suplemen Sabun Kalsium (Ca-Pufa) ... 12
Tahap Penyusunan Ransum Penelitian ... 12
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15
Fermentabilitas Mikroba Rumen Secara in vitro ... 15
Produksi VFA (Volatile Fatty Acid) Total ... 15
Produksi NH3 (Amonia)... 17
Kecernaan ... 18
Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik ... 18
KESIMPULAN DAN SARAN ... 22
Kesimpulan... 22
Saran ... 22
UCAPAN TERIMA KASIH ... 23
DAFTAR PUSTAKA ... 24
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Komposisi Ransum Percobaan ... 10
2. Komposisi Larutan McDougall... 14 3. Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi VFA Total dan NH3 (mM) ... 15
PEMANFAATAN TEPUNG DAGING TULANG LEHER AYAM
PEDAGING PADA PEMBUATAN MAKANAN RINGAN
(SNACK) UNTUK MENINGKATKAN NILAI GIZI
SKRIPSI
SENDY ARINAHATIEN
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
2
RINGKASAN
SENDY ARINAHATIEN. D14201007. 2005. Pemanfaatan Tepung Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging pada Pembuatan Makanan Ringan (Snack) untuk Meningkatkan Nilai Gizi. Skripsi Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing I : Ir. Suhut Simamora, MS. Pembimbing II : Zakiah Wulandari, S.TP, MSi.
Makanan ringan (snack) merupakan salah satu jenis makanan yang dikenal masyarakat luas dan cukup popular di Indonesia, karena sifatnya yang praktis dan tahan lama membuat makanan ringan (snack) banyak dikonsumsi. Makanan ringan (snack) mempunyai daya tarik dari segi variasi bentuk dan jenisnya, sehingga sangat memungkinkan untuk diproduksi dalam skala industri. Daging-tulang leher ayam pedaging merupakan salah satu hasil ikutan ternak yang cukup potensial untuk dimanfaatkan kembali. Daging-tulang leher ayam pedaging mempunyai kandungan protein dan mineral yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dalam produk–produk pangan yang rendah protein dan mineral sehingga dapat meningkatkan nilai gizi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan nutrisi, sifat fisik dan tingkat penerimaan konsumen terhadap makanan ringan (snack) dengan ditambahkan tepung daging-tulang leher ayam pedaging sehingga dapat meningkatkan nilai gizinya. Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memanfaatkan hasil ikutan rumah pemotongan ayam (RPA) sehingga mampu memberikan nilai tambah daging-tulang leher ayam pedaging sebagai bahan pangan. Proses pembuatan makanan ringan (snack) dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam pedaging. Tahap kedua pembuatan makanan ringan (snack) dengan perlakuan berbagai konsentrasi tepung daging-tulang leher ayam pedaging, analisis kandungan nutrisi, sifat fisik dan uji organoleptik.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola searah dengan tiga kali ulangan. Penambahan tepung daging-tulang leher ayam pedaging adalah sebanyak 0%; 2,5%; 5%; 7,5% dan 10%. Bila sidik ragam menunjukkan perbedaan yang nyata dari peubah yang diukur, maka dilanjutkan dengan uji Duncan. Data organoleptik dianalisa secara statistik non parametrik dengan uji Kruskal wallis dan jika hasilnya berbeda nyata dilanjutkan dengan uji beda rataan rangking yang dikembangkan oleh Gibbons.
Hasil analisis kandungan nutrisi snack menghasilkan kadar air berkisar 4,53– 4,11%; kadar protein 9,87–16,15%; kadar lemak 21,87–24,85%; kadar karbohidrat 61,09–47,78%; kadar abu 2,62–7,09%; kadar kalsium 0,029–0,588% dan kadar fosfor 0,063–0,095%. Kadar protein, kadar karbohidrat, kadar abu, kadar kalsium dan kadar fosfor menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (p<0,01) sedangkan untuk kadar lemak menunjukkan pengaruh yang nyata (p<0,05), sedangkan kadar air tidak menunjukkan pengaruh yang nyata.
dari kekerasan adalah 1611,08±43,80 gram force dan densitas kamba sebesar 1,083±0,005 g/ml. Analisis warna secara obyektif menunjukkan perbedaan yang nyata pada warna L dan b, namun tidak berbeda nyata pada warna a dengan pemanfaatan tepung daging-tulang leher ayam pedaging. Warna snack yang dihasilkan berwarna kuning dan cenderung gelap dengan semakin tingginya penambahan tepung daging-tulang leher ayam pedaging.
Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa pemanfaatan penambahan tepung daging-tulang leher ayam pedaging pada warna, rasa dan kerenyahan menunjukkan hasil yang berbeda nyata, sedangkan untuk tekstur dan penerimaan umum tidak menghasilkan perbedaan yang nyata. Penerimaan umum terhadap snack yang dihasilkan rata-rata panelis masih dapat menerima snack dengan penambahan tepung daging-tulang leher ayam pedaging.
4
ABSTRACT
Usage of Broiler’s Neck Meat and Bone Meal in Snack for Increasing Nutrition Value
Arinahatien, S., S. Simamora., Z. Wulandari
Snack quite popular in Indonesia, it was practical and long storage characteristics made them highly consumed. Broiler’s neck meat and bone meal is one of animal by-product from animal by-product industries. It can change into meal and as an alternative source of proteins and minerals. Snack products commonly doesn’t have a balanced nutritional composition, so this research conducted to study the making of snack which increasing with broiler’s neck meat and bone meal and to evaluate the physical characteristic, nutritional composition and consumer’s acceptability of products. The nutritional content observed from the product consisted of water, protein, fat, carbohydrate, ash, calcium and phosphor. The physical analysis observed consist of hardness, kamba’s density and objective color analysis. An organoleptic test was also done. Experimental design used in this reseach was Completely Randomized Design with broiler’s neck meat and bone meal concentration as the response which five concentration stages 0%; 2,5%; 5%; 7,5% and 10%. Each stage consist three replications. The data was analyzed with Analysis of Variance and if the result was significantly different, it was followed with Duncan’s test. The panelist acceptability data was analyzed with Kruskal Wallis and if the result was significantly different, it was followed with mean rank different test that built by Gibbons. The results of nutritional content analysis seen that the water content ranged from 4,53-4,11%; protein content of 9,87-16,15%; fat 21,87-24,85%; carbohydrate 61,09-47,78%; ash 2,62-7,09% calcium 0,029-0,588% and phosphor 0,063-0,095%. The nutritional content analysis result showed that increasing that broiler’s neck meat and bone meal make significantly differences. The physical characteristic result showed that increasing of broiler’s neck meat and bone meal didn’t make significantly differences to fragility and kamba’s density. The average of fragility was 1611,08±43,80 gram force and 1,083±0,005 g/ml for kamba’s density. Objective color analysis showed that increasing of broiler’s neck meat and bone meal incline lower yellowness and got dark to the snack product. The result of organoleptic test to the colour, chicken taste and crispiness gave very obvious influence. The texture and general appearance of the snack didn’t give obvious influence.
PEMANFAATAN TEPUNG DAGING TULANG LEHER AYAM
PEDAGING PADA PEMBUATAN MAKANAN RINGAN
(SNACK) UNTUK MENINGKATKAN NILAI GIZI
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
Sendy Arinahatien D14201007
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
6
Judul :
PEMANFAATAN TEPUNG DAGING TULANG LEHER AYAMPEDAGING PADA PEMBUATAN MAKANAN RINGAN (SNACK) UNTUK MENINGKATKAN NILAI GIZI
Nama : Sendy Arinahatien NRP : D.14201007
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
(Ir. Suhut Simamora, MS) (Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si) NIP 130 422 708 NIP 132 206 246
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
(Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, MRur.Sc) NIP 131 624 188
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Trenggalek, Jawa Timur pada tanggal 14 Januari 1983
dari pasangan ayah bernama Soenarto dan ibu bernama Sumiarsih. Penulis
merupakan anak kedua dari ketiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di Tk Pertiwi Unit
Setwilda dan selesai pada tahun 1989, kemudian melanjutkan ke pendidikan dasar di
SD Negeri Surodakan 3 Trenggalek dan selesai pada tahun 1995. Pendidikan
menengah pertama diselesaikan pada tahun 1998 di SMP Negeri 1 Trenggalek,
setelah itu melanjutkan pendidikan menengah atas diselesaikan pada tahun 2001 di
SMU Negeri 2 Trenggalek.
Penulis masuk Institut Pertanian Bogor melalui Jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI) pada tahun 2001. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa program
studi Teknologi Hasil Ternak, Jurusan Ilmu Produksi Ternak yang sekarang menjadi
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor. Selama mengikuti pendidikan, penulis pernah menjadi pengurus
Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTER) Fakultas Peternakan IPB
periode 2002 – 2003. Selain itu penulis juga aktif mengikuti kepanitiaan di beberapa
8
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT Sang Pemberi petunjuk
atas segala pertolongan, nikmat, rahmat dan keridhoan-Nya sehingga penelitian dan
skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam selalu tercurah bagi junjungan kita
Rasulullah Muhammad SAW.
Skripsi ini berjudul Pemanfaatan Tepung Daging-Tulang Leher Ayam
Pedaging pada Pembuatan Makanan Ringan (Snack) untuk Meningkatkan Nilai Gizi
ditulis berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis pada bulan Juli
hingga Agustus 2005. Tempat Penelitian meliputi Pilot Plant yang ada di Pusat
Antar Universitas (PAU) Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor untuk pembuatan
tepung daging-tulang leher ayam pedaging, Laboratorium Bagian Teknologi Hasil
Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor untuk proses pembuatan snack dan uji organoleptik serta
Laboratorium Ilmu Hayati Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor dan
Laboratorium Kimia Pangan Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor untuk
pengukuran peubah yang diamati.
Adapun penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat
dalam memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik untuk kalangan akademis maupun
umum. Penulis juga menyampaikan terima kasih atas saran, kritik dan masukan guna
kesempurnaan skripsi ini.
Bogor, Oktober 2005
DAFTAR ISI
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23
Penelitian Tahap Pertama... 23
Penelitian Tahap Kedua ... 23
10
Kadar Air... 24
Kadar Protein... 25
Kadar Lemak... 26
Kadar Karbohidrat ... 27
Kadar Abu ... 28
Kadar Kalsium... 29
Kadar Fosfor... 30
Rasio Kalsium : Fosfor ... 31
Sifat Fisik... 32
Densitas Kamba... 32
Kekerasan... 32
Warna... 33
Sifat Organoleptik ... 34
Warna... 34
Rasa Khas Ayam ... 35
Kerenyahan ... 36
Tekstur ... 37
Penerimaan Umum ... 37
KESIMPULAN DAN SARAN ... 39
Kesimpulan ... 39
Saran ... 39
UCAPAN TERIMA KASIH... 40
DAFTAR PUSTAKA ... 41
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Komposisi Gizi Daging Tulang Leher Ayam Pedaging ... 4
2. Angka Kecukupan Rata-rata Kalsium Berbagai Golongan Usia... 6
3. Kandungan Nutrisi Tepung Terigu Jenis Cakra Kembar per100 g ... 8
4. Syarat Mutu Makanan Ringan ... 9
5. Formulasi Bahan Pembuatan Snack dengan Memanfaatkan Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging ... 21
6. Kandungan Nutrisi Tepung Daging-Tulang Leher Ayam pedaging... 23
7. Hasil Nilai Rataan Kandungan Nutrisi Snack dengan Pemanfaatan Tepung Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging... 24
8. Rata-rata Nilai Uji Obyektif Terhadap Warna Snack dengan Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging... 33
9. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Warna Snack... 35
10. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Rasa Khas ayam pada Snack... 36
11. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Kerenyahan Snack... 37
12. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Tekstur pada Snack... 37
13. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Penerimaan Umum pada Snack... 38
12
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Bagan Pembuatan Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging ... 20
2. Modifikasi Bagan Alir Pembuatan Snack ... 22
3. Gambar Tepung Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging ... 23
4. Rata-rata Hasil Pengujian Kadar Protein dengan Tepung Daging
Tulang Leher Ayam Pedaging ... 26
5. Rata-rata Hasil Pengujian Kadar Lemak dengan Tepung Daging
Tulang Leher Ayam Pedaging ... 27
6. Rata-rata Hasil Pengujian Kadar Karbohidrat dengan Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging ... 28
7. Rata-rata Hasil Pengujian Kadar Abu dengan Tepung Daging
Tulang Leher Ayam Pedaging ... 29
8. Rata-rata Hasil Pengujian Kadar Kalsium dengan Tepung Daging
Tulang Leher Ayam Pedaging ... 30
9. Rata-rata Hasil Pengujian Kadar Phospor dengan Tepung Daging
Tulang Leher Ayam Pedaging ... 31
10. Rata-rata Hasil Pengujian Warna L (Kecerahan) ... 34
DAFTAR LAMPIRAN
12. Hasil Sidik Ragam Uji Kadar Kalsium Snack dengan Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging ... 49
13. Hasil Rataan dan Uji Duncan Kadar Kalsium ... 49
14. Hasil Sidik Ragam Uji Kadar Fosfor Snack dengan Penambahan
Tepung Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging... 50
15. Hasil Rataan dan Uji Duncan Kadar Fosfor ... 50
16. Hasil Sidik Ragam Uji Densitas Kamba Snack dengan Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging ... 50
17. Hasil Rataan dan Uji Duncan Densitas Kamba ... 50
18. Hasil Sidik Ragam Uji Kekerasan Snack dengan Tepung Daging
14 23. Uji Banding Rataan Rangking Gibbons (Z0,01) Warna Snack... 52
24. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Rasa Khas Ayam pada Snack... 53
25. Uji Banding Rataan Rangking Gibbons (Z0,01) Rasa Khas Ayam
Pada Snack... 53
26. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Kerenyahan pada Snack... 53
27. Uji Banding Rataan Rangking Gibbons (Z0,01) Kerenyahan Snack... 54
28. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Tekstur pada Snack... 54
29. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Penerimaan Umum pada Snack... 54
30. Gambar Snack dengan Pemanfaatan Tepung Daging-Tulang Leher
Ayam Pedaging Sebanyak 0%... 55
31. Gambar Snack dengan Pemanfaatan Tepung Daging-Tulang Leher
Ayam Pedaging Sebanyak 2,5%... 55
32. Gambar Snack dengan Pemanfaatan Tepung Daging-Tulang Leher
Ayam Pedaging Sebanyak 5%... 55
33. Gambar Snack dengan Pemanfaatan Tepung Daging-Tulang Leher
Ayam Pedaging Sebanyak 7,5%... 56
34. Gambar Snack dengan Pemanfaatan Tepung Daging-Tulang Leher
Ayam Pedaging Sebanyak 10%... 56
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hasil ikutan ternak (animal by-products) merupakan salah satu potensi dari
subsektor peternakan yang sampai saat ini masih belum banyak dimanfaatkan
khususnya untuk industri pangan. Daging tulang leher ayam pedaging merupakan
hasil ikutan ternak yang cukup besar peluangnya untuk dimanfaatkan kembali
menjadi produk baru yang mempunyai nilai ekonomis lebih tinggi. Pengolahan
daging-tulang leher ayam pedaging menjadi tepung dapat mempertahankan
kandungan gizi dan meningkatkan nilai ekonomisnya.
Daging tulang leher ayam pedaging mempunyai kandungan protein dan
mineral yang cukup tinggi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan
dalam produk-produk pangan yang rendah protein dan mineralnya. Mineral yang
paling banyak terkandung dalam daging-tulang leher ayam pedaging adalah kalsium
yang diharapkan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia selain
dari bahan makanan yang lain. Kalsium merupakan komponen gizi yang sangat
dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang dan gigi.
Makanan ringan (snack) merupakan salah satu jenis produk makanan yang
dikenal masyarakat luas. Snack cukup popular di Indonesia sebagai makanan yang
tidak dapat ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari terutama pada kalangan anak
dan remaja. Snack memiliki daya tarik dari segi variasi bentuk dan jenisnya sehingga
sangat memungkinkan untuk diproduksi dalam skala industri. Snack yang beredar di
pasaran saat ini memiliki sedikit zat gizi serta tidak berkontribusi langsung terhadap
kesehatan secara umum dalam tubuh, sehingga masyarakat pada umumnya menyebut
makanan ini sebagai junk food. Umumnya produk snack yang kini hadir di pasaran
adalah produk snack dengan kandungan karbohidrat lebih dominan dibandingkan
dengan proporsi zat gizi lainnya. Oleh sebab itu, perlu dilakukan usaha peningkatan
kandungan gizi dari makanan ringan (snack) terutama kandungan protein dan
mineral.
Salah satu alternatif untuk menambah kandungan gizi yang terdapat di dalam
makanan ringan (snack) yaitu dengan jalan memodifikasi bahan baku dalam
pembuatannya. Penggunaan bahan dengan kandungan karbohidrat yang dominan
16 penambahan tepung daging-tulang leher ayam pedaging merupakan salah satu cara
pemecahan permasalahan kekurangan kelengkapan kandungan gizi dalam produk
makanan ringan (snack) terutama pada kandungan protein dan mineral.
Perumusan Masalah
Daging tulang leher ayam pedaging merupakan hasil ikutan dari produk
peternakan yang masih dapat dimanfaatkan penggunaanya. Mengingat kandungan
protein (sekitar 15,6%) dan mineral (kalsium sekitar 1,24%) yang cukup tinggi, maka
daging tulang leher ayam pedaging dapat digunakan sebagai bahan tambahan pangan
yang berguna untuk meningkatkan kadar protein dan mineral dari suatu bahan
pangan sehingga nilai gizinya dapat meningkat.
Pemanfaatan tepung daging tulang leher ayam pedaging dapat
dikombinasikan dengan bahan-bahan baku snack yang mempunyai potensi sebagai
makanan sumber energi yang cukup potensial. Penambahan protein dan mineral dari
tepung daging tulang leher ayam pedaging diharapkan mampu meningkatkan nilai
gizi khususnya kadar protein dan kadar kalsium dalam snack, sehingga terbentuk
produk yang selain sebagai sumber energi tetapi juga dapat menjadi sumber protein
dan kalsium.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk membuat diversifikasi makanan melalui
pemanfaatan tepung daging tulang leher ayam pedaging yang ditambahkan dalam
suatu produk makanan ringan (snack) sehingga dapat meningkatkan nilai gizinya.
Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisa karakteristik kandungan
nutrisi, sifat fisik dan tingkat penerimaan konsumen terhadap produk akhir yang
TINJAUAN PUSTAKA
Hasil Ikutan Ternak
Hasil ikutan ternak adalah hasil sampingan dari hasil utama ternak yang
dianggap kurang berharga, bahkan menjadi limbah dan merupakan masalah bagi
industri dan lingkungan. Jenis hasil ikutan ternak yang dapat diolah dan
dimanfaatkan antara lain tulang, tulang rawan, darah, bulu, rambut, kulit, leher,
kepala, kuku, kaki, lemak dan isi perut (Arqiya, 2002).
Tiga kategori umum sifat hasil ikutan ternak yaitu edibel, inedibel dan
farmasi. Lebih lanjut dikatakan bahwa terdapat dua macam bentuk hasil ikutan yang
edible yaitu bentuk segar dan dalam bentuk pengolahan lebih lanjut. Hasil ikutan
ternak dalam bentuk segar seringkali diproses menjadi produk akhir yang biasa
dikonsumsi oleh manusia, sedangkan bentuk produk olahan lebih lanjut umumnya
diolah dengan menggunakan metode pengolahan seperti dengan panas, mekanik,
kimia atau kombinasinya (Hardianto, 2002).
Tulang masih mengandung zat gizi dan dapat diolah menjadi tepung tulang
yang biasa digunakan sebagai sumber mineral. Hasil ikutan pengolahan daging masih
memiliki nutrisi yaitu protein, lemak dan mineral, maka diharapkan dapat
dimanfaatkan untuk kebutuhan konsumsi manusia. Nilai ketersediaan mineral dari
tulang ayam dapat ditambahkan ke dalam bahan pangan lain seperti kerupuk, biskuit,
cookies, snack dan mie kering (Rahmawan, 2005).
Daging Tulang Leher Ayam
Proses pemotongan ayam selain menghasilkan karkas juga diperoleh hasil
ikutan yang terdiri dari bahan yang dapat dimakan. Hasil ikutan yang dapat dimakan
adalah hati, ampela, jantung, usus, paru-paru, kepala, leher, ceker serta lemak
sedangkan bulu ayam dan darah merupakan hasil ikutan yang tidak dapat dimakan
(Arqiya, 2002).
Leher ayam terdiri dari daging, tulang, kulit, saluran pencernaan, saluran
pernafasan serta lemak. Daging adalah semua jaringan hewan dan semua produk
hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak
menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Selanjutnya Soeparno
4 daging juga tersusun dari jaringan ikat epitel, jaringan-jaringan syaraf, pembuluh
darah dan lemak.
Protein adalah komponen bahan kering yang terbesar dari daging. Nilai
nutrisi daging yang tinggi disebabkan daging mengandung asam-asam amino
essensial yang lengkap dan seimbang (Soeparno, 1992). Komposisi gizi
daging-tulang leher ayam pedaging dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Gizi Daging Tulang Leher Ayam Pedaging
Komposisi Kimia ---% BB---
Menurut Ward dan Courts (1977), tulang merupakan salah satu tenunan
pengikat. Tulang terdiri atas sel, serat-serat dan bahan pengisi. Bahan pengisi pada
tulang adalah protein dan garam-garam mineral seperti kalsium fosfat sebanyak
58,3%, kalsium karbonat 1,0%, magnesium fosfat 2,1%, kalsium florida 1,9% dan
protein sebanyak 30,6%.
Tepung tulang merupakan tepung yang diperoleh dengan cara memproses
tulang. Tepung tulang mengandung beberapa zat nutrisi, seperti kalsium sebanyak
30,14%, fosfor 14,53%, protein 7,5% dan lemak 1,2%. Komposisi nutrisi dalam
tepung tulang tersebut dapat bervariasi tergantung bahan mentah yang digunakan dan
proses pengolahannya. Menurut Dewan Standarisasi Nasional (1992) tepung tulang
dimasukkan kriteria mutu I jika memiliki kehalusan minimum 90% lolos mesh 25,
kadar air maksimal 8%, kadar lemak maksimal 3 %, kadar kalsium minimum 20%
dan kadar fosfor minimum 8%. Kalsium dari tepung tulang memiliki tingkat
penyerapan tertinggi pada perbandingan tingkat penyerapan (true absorbtion) 68%
menunjukkan tingkat penyerapan tertinggi berasal dari tepung tulang
(Parakkasi,1999).
Kalsium
Kalsium dalam tubuh memiliki peranan penting yaitu untuk pembentukan dan
perkembangan tulang dan gigi, proses pembekuan darah serta menjaga fungsi normal
otot dan syaraf (Gaman dan Sherington, 1992). Kalsium terdapat 1,5-2% dari
keseluruhan berat tubuh. Lebih dari 99% kalsium terdapat dalam tulang, ini
perbandingan antara kalsium dan fosfor hampir selalu tetap dan sedikit lebih besar
dari 2:1. Tepung tulang ayam merupakan salah satu sumber kalsium yang murah.
Kalsium dalam tepung tulang ayam (30g/100g) dengan rasio Ca:P adalah 2:1 tetapi
penyerapannya belun diketahui (Sittikulwitit et al., 2004).
Nilai ketersediaan biologis kalsium dari tulang ayam presto dan tulang ayam
mentah tidak berbeda jauh, namun tulang ayam presto memiliki keunggulan jika
dibandingkan dengan tulang ayam mentah yaitu dapat dikonsumsi langsung secara
bersamaan, sedangkan untuk tulang mentah harus ditepungkan terlebih dahulu
(Rahmawan, 2005). Penyebab utama osteoporosis yang sering terjadi adalah karena
kekurangan estrogen dan kalsium (Katsuhiko et al., 1985). Kemampuan penyerapan
kalsium akan meningkat pada masa pertumbuhan dan menurun pada proses penuaan.
Kemampuan penyerapan pada laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan pada semua
golongan usia. Penyerapan kalsium terutama dilakukan secara aktif dengan
menggunakan alat pengangkut protein pengikat kalsium. Penyerapan pasif terjadi
pada permukaan saluran cerna (Almatsier, 2002).
Penyerapan kalsium sangat bervariasi tergantung umur dan kondisi badan.
Usia anak-anak atau dewasa sekitar 50-70% kalsium yang dicerna diserap tetapi pada
waktu dewasa hanya sekitar 10-40% yang diserap, selain itu garam kalsium lebih
larut dalam asam, maka penyerapan kalsium terjadi pada bagian atas usus kecil tepat
setelah lambung (Winarno, 1997). Kalsium yang dapat diserap dalam makanan
hanya sekitar 20-30% dan sisanya melalui saluran pencernaan yang dikeluarkan dari
tubuh melalui feses (Gaman dan Sherrington, 1992). Angka kecukupan kalsium bagi
6 Tabel 2. Angka Kecukupan Rata-Rata Kalsium Berbagai Golongan Usia
Golongan ---mg/hr---
Sumber : Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI (1998)
Kalsium erat kaitannya dengan kesehatan tulang karena mineral membentuk
tulang. Selain itu asupan kalsium tinggi (di atas 850 mg) bisa mengurangi resiko
gejala batu ginjal. Hal ini karena kalsium memiliki efek protektif dengan mengikat
oksalat di usus dan mencegah penyerapan oksalat yang bisa membentuk batu. Yang
lebih penting, kalsium berpengaruh terhadap masa depan kesehatan bayi. Hasil
penelitian pada wanita yang diberi suplemen kalsium selama masa kehamilan
menghasilkan anak-anak yang cukup terlindungi dari resiko hipertensi. (Surono,
1999). Pada masa pertumbuhan kalsium diambil dari tulang sebanyak 300 mg untuk
laki-laki dan 200 mg untuk perempuan tiap harinya (Garn, 1970). Kalsium
diekskresikan dari tubuh melalui feses merupakan kalsium yang tidak diserap dan
sejumlah kecil kalsium yang berasal dari sekresi cairan yang masuk ke dalam saluran
pencernaan (100-150 mg/hari) (Brody, 1994).
Manfaat kalsium untuk kesehatan tulang tidak dapat dipungkiri lagi dan
sudah sangat jelas. Bila tubuh cukup kalsium, maka pertumbuhan dan pengerasan
tulang dapat berlangsung dengan baik. Sebaliknya, kekurangan kalsium dapat
menyebabkan pertumbuhan tulang tidak sempurna, antara lain kerdil, tulang rapuh
dan bentuknya tidak normal. Salah satu faktor penting dalam penyerapan kalsium
adalah ketersediaan yang cukup dari vitamin D. Jika kekurangan vitamin D, maka
fungsinya dalam metabolisme kalsium dalam tubuh khususnya yang berkaitan
dengan proses pengerasan tulang, tidak dapat berlangsung normal (Tim Penulis
Nirmala, 2003)
Tepung Terigu
Tepung terigu mengandung protein 7-22%, dan tersusun oleh minimal lima
dalam garam, gliadin yang larut dalam alkohol 70% (prolamin) dan glutenin yang
larut dalam asam atau alkali (glutelin). Glutenin dan gliadin bila dicampur dengan air
akan membentuk gluten (Winarno, 1997). Rasio amilosa dan amilopektin
berbeda-beda untuk setiap jenis pati, dan salah satu contohnya adalah tepung terigu dimana
rasio antara amilosa dan amilopektinnya berubah-ubah (Hoseney, 1998). Pati pada
umumnya mengandung 15-30% amilosa, 70-85% amilopektin. Struktur dan jenis
material antara tiap sumber pati berbeda tergantung sifat-sifat botani sumber pati
tersebut (Muchtadi et al., 1988).
Gluten merupakan jenis protein dengan massa kohesif, viskoelastik dan dapat
meregang secara elastis (Skrabanja et al., 2001). Saat terigu dibasahi dengan air,
maka terjadi interaksi antara prolamin dan glutelin sehingga terbentuk kompleks
gluten. Menurut Winarno (1997), glutelin lebih mempengaruhi sifat elastisitas
adonan, sedangkan prolamin mempengaruhi sifat keliatan adonan. Sifat elastis
adonan menyebabkan bahan adonan tidak mudah putus saat pencetakan.
Jenis tepung terigu yang sering digunakan sebagai bahan baku mie adalah
terigu yang terbuat dari gandum keras. PT. Bogasari Flour Mills Jakarta pada
awalnya memproduksi tiga jenis terigu, antara lain Kunci Biru, Segitiga Biru dan
Cakra Kembar (Bogasari, 2003). Permintaan masyarakat pada berbagai jenis terigu,
ditanggapi oleh PT. Bogasari Flour Mills dengan menciptakan berbagai ragam terigu
merk Cakra Kembar Emas, Piramida berasal dari gandum lunak (kandungan protein
8-9%), Tepung Segitiga Biru terbuat dari campuran gandum lunak dan gandum keras
(kandungan protein 10,5 - 11,5%) dan Tepung Cakra Kembar terbuat dari gandum
keras (kandungan protein min. 13%).
Tepung terigu Cakra Kembar Emas sama dengan tepung terigu Cakra
Kembar yang terbuat dari gandum keras (kandungan protein min. 14%), tepung
terigu Piramida berasal dari gandum lunak (kandungan protein min. 10%) dan tepung
terigu Lencana Merah terbuat dari gandum lunak (kandungan protein min. 9%)
(Agustin, 2003). Tepung terigu yang mengandung protein yang tinggi (min 13 %)
8 Tabel 3. Kandungan Nutrisi Tepung Terigu Jenis Cakra Kembar per100 g
Komposisi Jumlah
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1986).
Kandungan nutrisi tepung terigu jenis cakar kembar memiliki kandungan
karbohidrat yang lebih dominan. Pembuatan makanan ringan (snack) memerlukan
tepung terigu yang memiliki kandungan protein yang cukup tinggi agar produk yang
dihasilkan menjadi elastis dan tahan terhadap tarikan sewaktu proses pengolahannya
(Purwanti, 2005).
Makanan Ringan (Snack)
Makanan ringan atau dikenal dengan sebutan snack food adalah makanan
yang dikonsumsi selain atau antara waktu makan utama dalam sehari (Lusas dan
Rooney, 2001). Makanan ini biasa disebut snack yang berarti sesuatu yang dapat
mengobati kelaparan dan memberikan suplai energi yang cukup untuk tubuh. Jenis
makanan ini sering terdiri dari bahan makanan tambahan seperti pemanis, pengawet,
dan bahan tambahan (Purwanti, 2005).
Makanan ringan sudah merupakan bagian yang tidak dapat ditinggalkan
dalam kehidupan sehari-hari, terutama pada kalangan anak-anak dan remaja. Harper
(1981) menyatakan bahwa makanan ringan dibedakan menjadi dua macam
berdasarkan bahan dasarnya. Kelompok makanan ringan yang menggunakan bahan
baku utama seperti produk ekstrusi dari jagung kemudian ditambah garam dan
bumbu penyedap. Kelompok makanan ringan yang kedua yaitu makanan ringan yang
memakai campuran dari beberapa sumber pati seperti gandum, campuran jagung dan
beras, bahkan dicampur pula dengan kacang-kacangan seperti kedelai, kacang hijau
meningkatkan kandungan gizi, biasanya yang sering ditambahkan adalah trikalsium
fosfat (Matz, 1984).
Makanan ringan berminyak merupakan jenis makanan ringan yang
mengandung minyak nabati, baik berasal dari bahan baku maupun dari minyak yang
digunakan untuk menggoreng. Pembuatan atau pengolahan makanan ringan dapat
dilakukan dengan menggunakan sistem penggorengan merendam (deep fat frying)
dan sistem penggorengan biasa (pan frying) (Purwanti, 2005). Minyak yang
terkandung dalam snack dapat menyebabkan oksidasi sehingga dapat menurunkan
flavor (Lusas dan Rooney, 2001).
Bentuk makanan ringan bervariasi tergantung dari cetakannya (Purwanti,
2005). Menurut Badan Standarisasi Nasional Indonesia 01-6630-2002 makanan
ringan yaitu produk siap santap yang terbuat dari bahan baku utama pangan
karbohidrat berbumbu dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan lain. Bahan baku
utama yang digunakan bisa berasal dari terigu, beras, dan bahan pangan karbohidrat
lainnya. Badan Standarisasi Nasional Indonesia 01-6630-2002 menyebabkan bahwa
bahan lain yang dapat ditambahkan adalah garam, gula dan turunannya, bahan
penyedap rasa dan aroma yang diizinkan, rempah-rempah dan produk olahannya,
daging ternak, unggas, produk perairan dan produk olahannya, susu dan produk
olahannya, sayur dan produk olahannya, vitamin dan mineral, coklat dan turunannya,
minyak dan lemak serta turunannya. Syarat mutu makanan ringan menurut Badan
Standarisasi Nasional Indonesia 01-6630-2002 dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 . Syarat Mutu Makanan Ringan
No Kriteria Satuan Persyaratan
1 Keadaan
10 Syarat mutu makanan ringan menurut Badan Standarisasi Nasional Indonesia
01-6630-2002 adalah normal dan dapat diterima untuk tekstur, aroma, rasa dan
warna. Kadar air untuk makanan ringan menurut Badan Standarisasi Nasional
Indonesia 01-6630-2002 maksimal 7% sedangkan untuk kadar protein minimum 5%.
Pembuatan Snack
Bahan-bahan tambahan yang digunakan dalam proses pembuatan snack
terdiri dari garam, CMC (Carboxy Methil Cellulosa), air, bawang putih bubuk, lada
bubuk, gula dan kuning telur. Garam berfungsi untuk memberi rasa, memperkuat
tekstur, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas snack (Purwanti, 2005). CMC
(Carboxy Methyl Cellulose) merupakan bahan tambahan yang dapat mempercepat
pengembangan adonan, mencegah penyerapan minyak terlalu banyak selama
penggorengan, memperbaiki ketahanan terhadap air dan mempengaruhi daya ikat
adonan. Air berfungsi sebagai media reaksi antara karbohidrat dengan gluten, pelarut
garam dan pembentuk sifat kenyal gluten. Gula berfungsi untuk meningkatkan rasa
manis dan bersama-sama dengan garam dapat membentuk rasa gurih sedangkan lada
dan bawang putih bubuk dicampurkan dimaksudkan untuk memberi cita rasa dasar
terhadap snack (Purwanti, 2005). Kuning telur berfungsi untuk mengembangkan
adonan dan mempercepat hidrasi air karena adanya lesitin (Agustin, 2003).
Proses pembuatan snack terdiri dari pencampuran adonan dengan
bumbu-bumbu sampai adonan kalis, pencetakan dan penggorengan. Proses pencampuran
bertujuan agar hidrasi air dengan tepung berlangsung merata untuk menarik
serat-serat gluten sehingga terbentuk adonan yang elastis dan halus. Faktor yang harus
diperhatikan dalam proses ini adalah jumlah air yang ditambahkan dan waktu
pengadukan (Purwanti, 2005).
Penggorengan
Proses penggorengan terdiri dari dua cara, yaitu menggoreng dengan cara
merendam bahan pangan dalam minyak (deep fat frying) dan menggoreng dengan
sistem gangsa (pan frying). Adapun ciri khas dari proses gangsa adalah bahan pangan
yang digoreng tidak sampai terendam seluruhnya dalam minyak atau lemak. Sistem
perendaman (deep fat frying) membutuhkan minyak yang cukup banyak sehingga
Pada deep fat frying makanan seluruhnya terendam dalam minyak goreng
sehingga lebih efisien dari pada pemanasan dengan menggunakan oven. Deep fat
frying merupakan proses penggorengan yang dicirikan oleh volume minyak goreng
yang lebih besar dari pada volume bahan yang digoreng pada setiap kali pemasakan
(Block, 1964). Minyak goreng adalah sebagai medium penghantar panas selain itu
juga mempengaruhi produk akhir (Matz, 1997).
Ketaren (1986) menyatakan bahwa pada proses penggorengan dengan sistem
deep fat frying, bahan pangan yang digoreng terendam dalam minyak dan suhu
minyak dapat mencapai 200ºC-205ºC. Kecukupan suhu dan waktu penggorengan
berbeda untuk setiap bahan, kondisi dan perlakuan. Suhu penggorengan keripik
kentang memerlukan kisaran suhu antara 135ºC–204 ºC dengan waktu 5-25 detik.
Semakin tebal bahan pangan maka kadar air yang terkandung dalam bahan pangan
tersebut semakin tinggi sehingga proses penggorengan akan membutuhkan waktu
yang lebih lama. Minyak goreng dalam proses penggorengan berfungsi sebagai
medium penghantar panas, penambah cita rasa dan menambah nilai gizi kalori bahan
12
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan dari bulan Juli sampai bulan
Agustus 2005 bertempat di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Departemen Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan, Laboratorium Kimia Pangan Pusat Antar
Universitas Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Ilmu Hayati Pusat Antar
Universitas Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Pilot Plant Pusat Antar
Universitas Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium FTDC (Food Technology of
Development Center) Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Materi
Bahan baku yang digunakan untuk membuat tepung daging-tulang leher
ayam pedaging adalah daging-tulang leher ayam pedaging yang diperoleh dari PT
Sierad Produce Tbk. Parung Bogor. Sedangkan bahan lain yang dibutuhkan dalam
pembuatan makanan ringan (snack) adalah tepung terigu, garam, CMC (Carboxy
Methyl Cellulose), margarin, telur, gula, bawang putih bubuk, lada bubuk yang
didapat dari Pasar Anyar Bogor.
Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah aquadest, selenium mix, H2SO4
pekat, asam borat 3%, HCl, NaOH, hexan, buffer phosfat, enzim pepsin, pankreatin,
etanol, aseton, NaCl, air abu, air bebas ion, dan bahan-bahan kimia lain untuk
analisis proksimat.
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan snack adalah alat pencetak snack
(Concerto), timbangan analitik dengan ketelitian 0,01g (AND HL–100)
penggilingan, kompor, penggorengan, termometer dan wadah. Peralatan yang
digunakan dalam pembuatan tepung daging-tulang rawan ayam pedaging giling
adalah pisau, alat presto, grinder, fluid bed dryer, wadah, panci dan disk mill.
Peralatan yang digunakan dalam analisis fisik dan kimia adalah kalorimeter, Rheoner
RE 3305, Chromameter Minolta CR-310, tabung reaksi, gelas piala, gelas ukur,
spektofotometer, pipet, kertas saring, oven, tanur listrik, desikator, labu kjeldahl, labu
Rancangan Percobaan
Perlakuan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan
acak lengkap pola searah. Penelitian ini dikerjakan dengan 5 taraf perlakuan dengan
penambahan tepung-daging tulang leher ayam pedaging yaitu 0%; 2,5%; 5%; 7,5%
dan 10% dengan 3 kali ulangan.
Model
Model matematika menurut Steel dan Torrie (1995), sebagai berikut :
Yij = µ + ái + åij Keterangan:
Yij = Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i pada ulangan ke-j
µ = Rataan umum dari peubah yang diamati
ái = Taraf ke-i perlakuan penambahan daging-tulang leher ayam pedaging ke i (= 0; 2,5; 5; 7,5 dan 10)
åij = Pengaruh galat pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j ( j = 1, 2,dan 3)
Peubah yang Diukur
Analisis kandungan nutrisi yang dilakukan pada produk adalah analisis
proksimat yang meliputi kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat,
kadar abu, kadar kalsium, dan kadar fosfor. Analisis sifat fisik meliputi uji warna,
densitas kamba dan kekerasan. Selain itu dilakukan uji organoleptik menggunakan
uji skoring terhadap panelis semi terlatih.
Kandungan Nutrisi
Kadar Air (AOAC, 1999). Kadar air ditentukan secara langsung dengan oven pada
suhu 105º C. Sampel seberat 3 gram dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang
telah diketahui beratnya, kemudian dikeringkan dalam oven selama 6 jam hingga
beratnya konstan. Cawan yang telah berisi contoh tersebut selanjutnya dipindahkan
ke desikator, didinginkan dan ditimbang. Pengeringan dilakukan sampai diperoleh
14 Bobot sampel awal – Bobot sampel akhir
Kadar Air % = x 100%
Bobot sampel awal
Kadar Protein (AOAC, 1999). Sampel seberat 0.2 gram dimasukkan dalam labu
kjedahl 30 ml kemudian ditambahkan 1 gram campuran selen dan 5 ml H2SO4 pekat.
Dilakukan destruksi selama 30 menit sampai diperoleh cairan hijau jernih. Setelah
dingin, ditambahkan ± 10 ml air suling 30 ml NaOH didestilasi. Hasil destilasi
ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi H3BO3 4 % dan ditambahkan pula
indikator BCG : MM sebanyak 2:1 sebanyak 20 ml. Sampel didestilasi sampai
volume penampang tiga kali volume semula dan warna berubah menjadi hijau. Hasil
destilasi yang tertampung kemudian dititrasi dengan HCl 0,01 M sampai berwarna
merah muda. Hal yang sama dilakukan untuk blanko. Persentasi nitrogen dan kadar
proetein kasar dihitung dengan rumus sebagai berikut :
(HCl – blanko) x N HCl x 14,007
Kadar Nitrogen (%) = x 100% mg sampel (kering)
Kadar protein (%) = 6,25 x Kadar Nitrogen
Kadar Lemak (AOAC, 1999). Sampel seberat 2 gram dimasukkan kedalam
selongsong pengekstrak kemudian dimasukkan kedalam labu soxhlet dan diekstraksi
dengan hexan didalam penangas dengan suhu 70º C selama ± 6 jam atau dipanaskan
sampai cairan dalam labu soxhlet berwarna jernih. Selanjutnya dilakukan destilasi
menggunakan rotavapor sampai yang tersisa lemaknya saja. Labu tersebut kemudian
dipanaskan dalan oven 105º C selama 1 jam dieksikator dan ditimbang. Persentase
kadar lemak dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
100%
Kadar Abu (AOAC, 1999). Sampel seberat 5 gram dimasukkan kedalam cawan
porselin yang telah diketahui beratnya dan dibakar di atas kasa pembakar bunsen
sampai tidak berasap lagi, kemudian dimasukkan kedalam tanur listrik dengan
temperatur 600º C selama 24 jam. Setelah selesai cawan dikeluarkan dan dimasukkan
ke desikator untuk didinginkan dan ditimbang. Persentasi kadar abu dapat dihitung
Kadar Karbohidrat (By-Difference). Kadar karbohidrat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Kadar Karbohidrat = 100 – (% air + % abu + % protein + % lemak)
Kadar Kalsium (Apriyantono et al. 1989). Bahan organik pada sampel dihilangkan
dengan pengabuan kering dalam tanur, lalu dimasukkan 20-100 ml larutan abu
kedalam gelas piala dan jika perlu ditambahkan 25-50 ml aquades. Ditambahkan 10
ml larutan alumunium oxalat jenuh dengan dua tetes indikator merah metil.
Ditambahkan amoniak encer agar larutan sedikit basa, kemudian ditambahkan asam
asetat sampai larutan berwarna merah muda (pH 5,0). larutan dipanaskan sampai
mendidih lalu didiamkan 2-24 jam. Larutan disaring dengan kertas saring Whatman
no. 42 dan dibilas dengan aquades sampai filtrat bebas dengan oksalat. Ujung kertas
saring dilubangi, dibilas dan endapan dengan H2SO4 encer panas dipindahkan dalam
gelas piala, kemudian dibilas sekali lagi dengan air panas. Titrasi dilakukan dengan
larutan KMNO4 0,01 N sampai larutan berwarna merah muda permanen pertama.
Kertas saring dimasukkan dan dilanjutkan dengan titrasi sampai warna merah jambu
permanen kedua. Kadar kalsium dapat dihitung dengan rumus berikut :
Hasil titrasi x 0,2 x vol. total larutan abu x 100
Kadar Fosfor (Apriyantono et al., 1989). Dibuat larutan abu 5ml dari sampel yang
diabukan, kemudian ditambahkan 5 ml larutan molibdat dan dicampur hingga
merata. Asam aminonaftolsulfonat dicampur hingga merata. Asam
aminonaftolsulfonat sebanyak 2 ml ditambahkan, lalu dicampur hingga merata dan
diencerkan sampai volume 50 ml. Larutan blanko dibuat dengan cara yang sama
dengan aquades sebagai pengganti larutan abu, didiamkan 10 menit, lalu ukur kadar
P menggunakan spektofotometer pada panjang gelombang 650 nm (blanko = 100%
16 menjadi 50 ml dengan aquades. Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur sebanyak 5,
10, 20, 30 dan 40 ml, kemudian tambahkan 5 ml molibdat dan 2 ml asam
aminonaftosulfonat, dan diencerkan sampai volume 50 ml. Absorban masing-masing
larutan diukur dan dibuat kurva hubungan konsentrasi dengan absorban. Kadar fosfor
dihitung dengan rumus berikut :
mg P dari kurva standar x vol. total larutan abu x 100
Densitas Kamba (Anwar, 1990). Pengukuran dilakukan dengan cara menimbang
contoh yang telah dimasukkan ke dalam gelas yang volume telah diketahui secara
pasti. Sampel dimasukkan ke dalam gelas ukur kemudian diketuk-ketuk sampai tidak
terdapat rongga lalu ditimbang.
Berat contoh (g) Densitas Kamba =
Volume contoh (ml)
Kerapuhan. Alat yang digunakan untuk mengukur sampel snack disebut Rheoner
RE 3305. Probe yang digunakan merupakan probe yang dapat menekan snack sampai
pecah. Beban yang digunakan 0,2 volt, test speednya 1 mm/s, chart speed 40
mm/menit, dengan jarak peak tertinggi 2 cm. Contoh yang telah direhidrasi
diletakkan pada probe sedemikian rupa. Outputnya berupa kurva yang menunjukkan
hubungan antara kekuatan (g) dan waktu (s). Nilai kekuatan tarikan snack
ditunjukkan pada puncak kurva dengan satuan gram force (gf).
Uji Warna (Pomeranz dan Meloan, 1978). Metode Hunter, pengujian warna
dengan metode ini dengan menggunakan Chromameter Minolta CR-310. Dua puluh
gram ekstrak ditambahkan 20 ml air (pH 7,0) kemudian diukur yang kemudian akan
menghasilkan bilangan L (sebagai nilai kecerahan).
Uji Organoleptik (Rahayu, 1998). Uji organoleptik adalah cara mengukur, menilai
yaitu penglihatan dengan mata, penciuman dengan hidung, pencicipan dengan
rongga mulut, perabaan dengan ujung jari tangan dan pendengaran dengan telinga.
Sifat organoleptik dari produk makanan ringan (snack) dianalisis menggunakan uji
skoring. Panelis menilai sifat spesifik makanan ringan (snack) yang meliputi warna,
rasa, tekstur, aroma dan penerimaan umum. Nilai skoring berkisar dari satu sampai
lima untuk masing-masing jenis penilaian. Penilaian diberikan dengan cara tidak
membandingkan antara masing-masing sampel yang disajikan. Panelis yang
digunakan dalam uji skoring menurut Rahayu (1998) adalah sebanyak 15-25 orang
panelis agak terlatih. Formulir penilaiannya dapat dilihat pada Lampiran 1.
Analisis Data
Data yang diperoleh dari analisis fisik dan kimia akan diolah dengan analisis
ragam. Apabila analisis ragam menunjukkan perbedaan yang nyata maka dilanjutkan
uji Duncan (Steel dan Torrie, 1995).
Data kuantitatif hasil uji organoleptik dianalisa secara statistika non
parametrik dengan uji Kruskal-Wallis (Stell dan Torrie, 1995). Persamaan statistik
non parametrik uji Kruskal-Wallis adalah sebagai berikut:
H = 12/ N(N+1) x • Ri2/Ni – 3 (N + 1) Keterangan :
Ri = Jumlah ranking dalam perlakuan ke-i
Ni = Jumlah pengamatan dalam perlakuan ke-i
N = Jumlah total pengamatan.
Bila hasil dari uji Kruskal-Wallis berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji
banding rataan rangking (mean comparisson rank test) yang dikembangkan oleh
Gibbons (1975). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
• Ri – Rj • • Z á ( K (N + 1) / 6) 0,5 Keterangan :
Ri = Rataan rangking pada perlakuan ke-i
Rj = Rataan rangking pada perlakuan ke-j
Z á = Nilai Z untuk pembanding lebih dari dua rata-rata (á = 0,05 dan 0,01)
N = Jumlah total pengamatan (Jumlah panelis x Jumlah sampel)
18 Jika nilai •Ri – Rj •• Z á ( K (N + 1) / 6) 0,5, maka perlakuan Ri dan Rj dikatakan berbeda nyata pada taraf á.
Prosedur
Penelitian ini dilakukan melalui dua tahap yaitu penelitian tahap pertama
yaitu pembuatan tepung-daging tulang leher ayam pedaging yang meliputi
pengumpulan daging tulang leher ayam pedaging, pembersihan dan pemisahan (kulit,
saluran pernafasan, saluran pencernaan dan lemak) dari daging tulang leher ayam
pedaging, pelunakan, penggilingan basah, pengeringan dan penggilingan kering
sampai diperoleh tepung daging tulang leher ayam pedaging yang kemudian
dianalisis kandungan nutrisinya. Sedangkan untuk penelitian tahap kedua yaitu
proses pembuatan makanan ringan (snack) dengan penambahan tepung
daging-tulang leher ayam pedaging pada konsentrasi 0%; 2,5%; 5%; 7,5% dan 10% yang
kemudian produk hasil akhirnya dianalisis kandungan nutrisi, sifat fisik dan
penerimaan konsumen.
Penelitian Tahap Pertama.
Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging tulang leher ayam
pedaging. Pembuatan tepung daging tulang leher ayam pedaging dibagi menjadi
beberapa tahap, yaitu pengumpulan daging tulang leher ayam pedaging, pembersihan
daging tulang leher, pelunakan, penggilingan basah, pengeringan dan penggilingan
kering. Pengumpulan daging tulang leher ayam pedaging pada penelitian ini
diperoleh dari PT Sierad Produce, Parung Bogor. Daging tulang leher ayam pedaging
ini merupakan salah satu hasil ikutan yang dijual dengan harga Rp. 3500,00/kg.
Pemilihan penggunaan daging tulang leher ayam pedaging ini didasari oleh faktor
ekonomi, karena lebih murah harganya dan mudah didapatkan.
Pembersihan daging tulang leher ayam pedaging dilakukan dengan
menggunakan peralatan dapur seperti pisau. Daging tulang leher ayam pedaging
dipisahkan dari kulit, saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan lemak. Hal
inidilakukan karena dapat mempengaruhi sifat fisik maupun kandungan nutrisi
tepung daging tulang leher ayam yang dihasilkan. Pelunakan daging tulang leher
ayam dilakukan dengan menggunakan presto (alat bertekanan uap) pada suhu 121°C
dengan tekanan 1 atm selama ½ jam. Prinsip kerja alat ini adalah dengan
menggunakan uap air yang keluar dari daging tulang leher tersebut. Pelunakan
daging tulang leher ayam dilakukan untuk mempermudah proses penggilingan
selanjutnya.
Penggilingan basah menggunakan alat pelunak daging, yang disebut dengan
grinder. Penggilingan basah ini bertujuan untuk memperoleh bubur daging tulang
leher ayam yang halus dan homogen. Penghalusan bahan juga dimaksudkan untuk
mempercepat proses pengeringan. Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan atau
mengurangi kandungan air. Pengeringan daging tulang leher ayam pada penelitian ini
menggunakan alat pengering yang disebut fluid bed dryer dengan prinsip kerjanya
adalah aliran udara panas yang bergerak dengan tipe vertikal. Udara panas
digerakkan dengan kecepatan tinggi sehingga akan menggerakkan partikel bahan
yang dikeringkan. Proses tersebut mengakibatkan seluruh permukaan bahan
bersentuhan dengan udara pemanas. Pengeringan dilakukan pada suhu ± 80º C selama
30 menit.
Penggilingan kering tepung daging tulang leher ayam pada penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut dengan disk mill. Penggilingan ini
bertujuan untuk memperkecil dan menyeragamkan ukuran tepung daging-tulang
leher ayam pedaging. Proses penggilingan dan penyaringan langsung terjadi di dalam
disk mill tersebut. Bahan tepung yang tinggi kandungan protein dan lemak, akan
memberikan hasil tepung yang kurang halus atau kasar. Penggilingan kering
menimbulkan panas akibat gesekan bahan dan pisau pemantul, sehingga
menyebabkan butiran tepung daging tulang leher ayam pedaging lengket dan
tersangkut di dalam penyaring. Tepung daging tulang leher ayam pedaging yang
tersangkut tersebut dikeluarkan dengan menggunakan kuas dan ditampung di dalam
wadah. Setelah proses pembuatan tepung daging tulang leher ayam pedaging selesai
kemudian dikemas di dalam pengemas polipropilen untuk mempertahankan kualitas
tepung daging tulang leher ayam pedaging. Bagan pembuatan tepung daging-tulang
20 Gambar 1.Bagan Pembuatan Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging
Penelitian Tahap Kedua.
Penelitian tahap kedua adalah cara pembuatan snack yang mengacu pada
penelitian Purwanti (2005), dengan formulasi bahan campuran adonan snack adalah
35% air, 2% garam, CMC (Carboxy Methyl Cellulose) 1%, margarin 1,8% dan telur
3,5% sedangkan sebagai rasa dasar snack adalah bawang putih bubuk 1%, lada
bubuk 0,5% dan gula 1%. Formulasi bahan pembuatan snack dengan memanfaatkan
tepung daging-tulang leher ayam pedaging sebanyak 0%; 2,5%; 5%; 7,5% dan 10%
dapat dilihat pada Tabel. 5 di bawah ini.
Daging tulang leher ayam pedaging
Dibersihkan dari saluran pencernaan, saluran pernafasan, kulit dan lemak
Direbus pada suhu 121º C selama setengah jam dengan tekanan 1 atm
Pengeringan dengan fluid bed dryer Digiling dengan grinder
Penggilingan dengan disk mill
Tabel 5. Formulasi Bahan Pembuatan Snack dengan Memanfaatkan Tepung Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging
Tepung Daging Tulang Leher Ayam
--- ( %)--- Bahan
0 2,5 5 7,5 10
Tepung terigu (%) 59,2 59,2 59,2 59,2 59,2
Tepung daging tulang leher ayam (%) 0 2,5 5 7,5 10
Garam (%) 2 2 2 2 2
Gula (%) 1 1 1 1 1
Lada (%) 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
Bawang Putih (%) 1 1 1 1 1
Margarin (%) 1,8 1,8 1,8 1,8 1,8
CMC (%) 1 1 1 1 1
Air (%) 30 30 30 30 30
Telur (%) 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
Adonan diaduk sampai rata dan kalis lalu diistirahatkan sekitar 10 menit.
Pengistirahatan ini dilakukan untuk menyeragamkan penyebaran air dan untuk
mengembangkan gluten sehingga membentuk suatu ikatan yang kuat. Adonan
dipipihkan dan dicetak menggunakan alat pencetak berupa rol logam sehingga
menghasilkan bentuk snack yang diinginkan. Snack lalu digoreng 160–180 º C selama
60 detik.
Produk makanan ringan (snack) yang sudah jadi kemudian dikemas dengan
menggunakan wadah tertutup rapat yang tidak mempengaruhi isi dan aman selama
penyimpanan. Pengemas yang digunakan adalah polipropilen dengan tujuan untuk
melindungi snack dari kemungkinan tercemar, rusak, sebagai barier terhadap
masuknya uap air sehingga snack tidak mengalami penurunan kualitas. Bagan alir
22 Gambar 2. Modifikasi Bagan Alir Pembuatan Snack (Purwanti, 2005)
1% bawang putih 0,5% lada bubuk 1% gula
30% air, telur 3,5% 2% garam
1% CMC margarin 1,8%
Pencampuran rata sampai adonan kalis Pencampuran tepung daging tulang leher ayam pedaging ( 0%; 2,5%;5%; 7,5%;10 %)
Pengistirahatan, 10 menit
Pemasukan adonan ke dalam alat
Pencetakan dan pemotongan
Penggorengan 160-1800C selama 60 detik
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian Tahap Pertama
Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging tulang leher ayam
pedaging. Tepung daging tulang leher ayam pedaging yang sudah jadi, kemudian
dianalisa kandungan nutrisinya. Kandungan nutrisi dari tepung daging tulang leher
ayam pedaging dapat dilihat pada Tabel 6 dibawah ini.
Tabel 6. Kandungan Nutrisi Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging.
Kandungan Nutrisi --- %BK ---
Kadar Air 5,12
Kadar Protein 61,16
Kadar Lemak 14,87
Kadar Abu 17,54
Kadar Ca 0,53
Kadar P 0,16
Berdasarkan Tabel 6. dapat disimpulkan bahwa kandungan nutrisi yang
paling dominan dari tepung daging tulang leher ayam pedaging yang telah dianalisa
adalah kadar protein yaitu sebesar 61,16%, sedangkan untuk mineral adalah 0,53%
untuk kadar kalsium dan 0,16% untuk kadar fosfor. Gambar tepung daging tulang
leher ayam pedaging dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini.
Gambar 3. Tepung Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging
Penelitian Tahap Kedua.
Tahap kedua pada penelitian ini adalah pembuatan makanan ringan (snack)
24 5%; 7,5% dan 10%. Kemudian dianalisis kandungan nutrisi, sifat fisik dan sifat
organoleptik.
Kandungan Nutrisi
Pengujian kandungan nutrisi ini meliputi analisa kadar air, kadar protein,
kadar lemak, kadar karbohidrat by-difference, kadar abu, kadar kalsium dan kadar
fosfor. Penghitungan kandungan nutrisi dilakukan untuk mengetahui peningkatan
nilai gizi dari makanan ringan (snack) dengan penambahan tepung daging tulang
leher ayam pedaging. Nilai rataan kandungan nutrisi snack dengan memanfaatkan
tepung daging tulang leher ayam pedaging dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini.
Tabel 7. Hasil Nilai Rataan Kandungan Nutrisi Snack dengan Pemanfaatan Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging.
Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging
0 2,5 5 7,5 10
Nutrisi
---%BK--- K Air 4,53±1,20 4,21±0,99 4,20±0,20 4,13±0,46 4,11±0,34 K. Prt 9,87±0,77A 11,09± 0,45A 13,67±0,59B 14,72±0,72C 16,15 ±0,80D Keterangan : Superskrip huruf besar yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil berbeda
sangat nyata (P<0,01).
Superskrip huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0,05)
K Prt = Kadar Protein K L = Kadar Lemak K KH = Kadar Karbohidrat K Abu = Kadar Abu K Ca = Kadar Kalsium K P = Kadar Phospor
Kadar Air. Kadar air bahan pangan menunjukkan banyaknya kandungan air per-
satuan bobot bahan tersebut. Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan
yang dapat mempengaruhi kualitas bahan. Penurunan jumlah air dapat
mempengaruhi laju kerusakan bahan pangan akibat kerusakan oleh proses
mikrobiologis, kimiawi dan enzimatis. Rendahnya kadar air suatu bahan pangan
merupakan salah satu faktor yang dapat membuat bahan pangan menjadi awet.
Hasil sidik ragam kadar air snack menunjukkan bahwa pemanfaatan tepung
daging tulang leher ayam pedaging tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
kadar air snack dengan atau tanpa tepung daging tulang leher ayam pedaging
berkisar antara 4,13–4,53% (Tabel 7). Menurut Badan Standarisasi Nasional
Indonesia (2002) kadar air makanan ringan (snack) maksimal adalah 7%. Hal ini
menunjukkan bahwa kadar air snack memenuhi syarat mutu tersebut. Rendahnya
kadar air yang terkandung dalam snack diduga karena metode pengeringan yang
digunakan adalah penggorengan sehingga air yang ada pada produk snack digantikan
oleh minyak.
Kadar Protein. Protein merupakan suatu zat makanan yang penting dalam tubuh
bagi setiap sel hidup. Selain berfungsi sebagai enzim, protein juga berfungsi sebagai
zat pembangun dan pengatur (Winarno,1997). Protein yang terkandung dalam tepung
daging tulang leher ayam pedaging sebagian besar adalah jenis protein kolagen,
karena kolagen merupakan komponen utama tendo, ligamen, tulang dan tulang
rawan (Soeparno, 1992).
Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemanfaatan tepung
daging tulang leher ayam pedaging memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata
(p<0,01) terhadap kadar protein snack. Hal tersebut diduga karena hasil analisa
kandungan kadar protein tepung daging tulang leher ayam pedaging relatif tinggi
sekitar 61,16% (Tabel 6) sehingga dengan pemanfaatan tepung daging tulang leher
ayam pedaging sebesar 0%; 2,5%; 5%; 7,5% dan 10% pada snack memberikan
pengaruh yang tinggi terhadap penambahan kadar protein snack seperti terlihat pada
Gambar 4.
Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pemanfaatan tepung daging tulang
leher ayam pedaging sebesar 0% dan 2,5% tidak memberikan pengaruh yang nyata,
namun pemanfaatan sebesar 5%; 7,5% dan 10% memberikan pengaruh yang sangat
nyata. Hal ini diduga karena pemanfaatan tepung daging tulang leher ayam pedaging
yang semakin tinggi dapat memperkaya kandungan protein pada produk snack yang
dihasilkan. Kadar protein rata-rata dari masing-masing tingkat tepung daging-tulang
leher ayam pedaging dapat dilihat pada Tabel 7, dimana dari seluruh tingkat
pemanfaatan tepung daging-tulang leher ayam pedaging menghasilkan snack yang
mengandung protein lebih tinggi dan sesuai dengan ketentuan Badan Standarisasi