Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan pada bulan November 2006. Data yang digunakan pada penelitian ini ialah data sekunder mengenai ukuran- ukuran tubuh domba silangan Lokal-Garut jantan. Data sekunder diperoleh dari Dinas Peternakan Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 2006. Analisis data dilakukan pada bulan Januari-Mei 2008 di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Materi
Materi yang digunakan untuk penelitian ini berupa data sekunder dari 571 ekor domba silangan Lokal-Garut jantan yang dibagi ke dalam lima kelompok ternak yaitu Mandala Maju (91 ekor I0 dan 54 ekor I1), Cikadu (56 ekor I0 dan 41 ekor I1),
Lestari (61 ekor I0 dan 50 ekor I1), Sukaresik (72 ekor I0 dan 53 ekor I1) dan Harapan
Jaya (62 ekor I0 dan 31 ekor I1). Total ternak yang diamati meliputi 342 ekor I0 dan
229 ekor I1.
Analisis Data Uji T2-Hotteling
Uji T2-Hotteling digunakan untuk mengetahui perbedaan ukuran-ukuran tubuh diantara dua kelompok ternak yang diamati. Ukuran-ukuran tubuh yang diamati terdiri atas lingkar dada, panjang badan dan lingkar skrotum.
Pengujian dilakukan dengan jalan merumuskan hipotesis sebagai berikut : H0 : U1 = U2 : artinya vektor nilai rataan ukuran-ukuran tubuh dari
tiap kelompok ternak adalah sama.
H1 : U1 ≠ U2 : artinya vektor nilai rataan ukuran-ukuran tubuh dari
tiap kelompok ternak berbeda.
Uji T2-Hotteling menggunakan rumus seperti yang disarankan oleh Gaspersz (1992) sebagai berikut :
Selanjutnya besaran :
akan berdistribusi F dengan derajat bebas V1 = p dan V2 = n1 + n2 – p – 1
Keterangan :
T2 = nilai T2-Hotteling
F = nilai hitung untuk T2-Hotteling
n1 = jumlah data pengamatan pada kelompok ternak 1
n2 = jumlah data pengamatan pada kelompok ternak 2
X1 = vektor nilai rataan peubah acak pada kelompok ternak 1
X2 = vektor nilai rataan peubah acak pada kelompok ternak 2
SG = matriks peragam gabungan
SG-1 = invers dari matriks peragam gabungan
P = banyaknya peubah yang diukur.
Jika hasil pengujian terhadap hipotesis menolak H0, maka kedua nilai rataan
ukuran-ukuran tubuh dari dua kelompok ternak yang diamati adalah berbeda (P<0,01). Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai F > . Hal sebaliknya terjadi apabila nilai F ≤ .
Analisis Faktor
Analisis faktor merupakan salah satu metode analisis multivariat yang digunakan dalam pengolahan data peubah-peubah yang diamati. Penggunaan analisis faktor menurut Gaspersz (1992) bertujuan untuk menemukan hubungan antara peubah-peubah yang diamati; yang saling bebas satu sama lain, sehingga dapat dibuat satu atau beberapa buah faktor yang lebih sedikit dari jumlah peubah asal. Analisis faktor dapat dinyatakan sebagai sebagai metode analisis untuk mereduksi data.
Peubah-peubah yang diamati meliputi lingkar dada (X1), panjang badan (X2)
dan lingkar skrotum (X3). Pada pengamatan ini ditentukan peubah faktor yang
jumlahnya lebih sedikit dari peubah asal, yang berpengaruh terhadap produktivitas domba silangan Lokal-Garut jantan.
Pengolahan data dengan analisis faktor dilakukan pada kelompok ternak yang dinyatakan berbeda berdasarkan T2-Hotteling. Apabila ditemukan kelompok-
kelompok ternak yang sama, maka analisis faktor dilakukan pada penggabungan diantara kelompok-kelompok ternak tersebut.
Penentuan peubah sebagai faktor yang digunakan untuk mendapatkan nilai skor faktor (SF) dilakukan berdasarkan peranan faktor dalam menerangkan struktur keragaman data. Peranan faktor dihitung berdasarkan rumus seperti yang telah dianjurkan oleh Gaspersz (1992) sebagai berikut :
Keterangan :
F = faktor
cij = bobot faktor
i = 1,2,3,..., p j = 1,2,3,...,.m spp = teras matriks peragam
Skor faktor (SF) dihitung berdasarkan rumus seperti yang telah dianjurkan oleh Gaspersz (1992) sebagai berikut :
Keterangan :
F = matriks skor faktor (diturunkan dari peragam) C’ = matriks bobot faktor (diturunkan dari peragam) S-1 = invers dari matriks kovarian K
Xj = vektor pengamatan individu ke-j
X = vektor nilai rataan dari peubah X n = ukuran contoh (sample size)
Faktor yang mempengaruhi produktivitas ternak domba silangan Lokal-Garut jantan ditentukan berdasarkan nilai komunalitas. Apabila ditemukan dua faktor yang mempengaruhi maka dibuat faktor diagram dengan skor faktor pertama (SF-1) sebagai sumbu X dan skor faktor kedua (SF-2) sebagai sumbu Y.
Klasifikasi berdasarkan skor faktor pertama (SF-1) yaitu kecil, sedang dan besar, menggunakan rumus yang dianjurkan Gaspersz (1992) sebagai berikut :
kelas besar, jika SF-1 > SF-1 + sSF-1
kelas sedang, jika SF-1 − sSF-1 < SF-1 < SF-1 + sSF-1 kelas kecil, jika SF-1 < SF-1 − sSF-1.
Keterangan :
SF-1 = skor faktor SF-1 = rataan skor faktor
sSF-1 = simpangan baku skor faktor Metode Penyusunan Indeks Komposit
Salah satu penggunaan analisis faktor yang sangat efektif adalah dalam menyusun indeks komposit dari karakteristik suatu sistem. Tujuan penyusunan indeks komposit adalah untuk mengukur sejauh mana penyimpangan terhadap nilai rata-rata.
Penyusunan indeks komposit melalui analisis faktor menggunakan rumus seperti yang disarankan oleh Gaspersz (1991b), sebagai berikut:
I = K + a1X1 + a2X2 + a3X3
Keterangan :
I = indeks komposit
K = konstanta
aj = koefisien pembobot indeks komposit yang disusun
Xj = peubah yang diamati
Klasifikasi berdasarkan indeks komposit dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: kelas tinggi, jika IK > IK
kelas rendah, jika IK < IK Keterangan :
IK = indeks komposit IK = rataan indeks komposit
Korelasi antara peubah penyusun model indeks komposit dan model itu sendiri dihitung untuk mengetahui apakah semua peubah yang dimasukkan dalam model cukup berperanan penting. Korelasi ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus seperti yang disarankan oleh Gaspersz (1992), sebagai berikut:
Keterangan:
= korelasi antara peubah penyusun dengan model indeks komposit = koefisien pembobot peubah ke-j dalam model
λ = akar ciri (eigenvalue, characteristic root) sj = nilai simpangan baku peubah ke-j
Korelasi antara Indeks Komposit dan Bobot Badan
Penyusunan koefisien korelasi antara dua peubah (indeks komposit dan bobot badan) menggunakan rumus seperti yang disarankan oleh Gaspersz (1992), sebagai berikut:
Pengujian hipotesis tentang parameter koefisien korelasi digunakan untuk menentukan apakah korelasi yang diperoleh bersifat nyata atau tidak. Pengujian ini menggunakan rumus seperti yang disarankan oleh Gaspersz (1992), sebagai berikut:
H0 : ρxy = 0 : artinya korelasi antara dua peubah atau lebih bersifat tidak
nyata.
H1 : ρxy ≠ 0 : artinya korelasi antara dua peubah atau lebih bersifat nyata.
Daerah kritis : t <-tα/2;v dan t> tα/2;v ; v = n-2
Keterangan :
rxy = koefisien korelasi antara dua peubah
n = jumlah sampel
Jika hasil pengujian terhadap hipotesis menolak H0, maka korelasi antara dua
peubah atau lebih bersifat nyata (P<0,05). Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai t <-tα/2;v dan t> tα/2;v. Hal sebaliknya terjadi apabila nilai -tα/2;v< t < tα/2;v.
Pengolahan data dibantu dengan menggunakan perangkat lunak analisis statistika Minitab versi 14 dan Microsoft Excel 2007.
Uji T2-Hotteling digunakan untuk mengetahui perbedaan ukuran-ukuran tubuh pada setiap dua kelompok ternak yang diamati. Hasil uji T2-Hotteling menunjukkan perbedaan ukuran-ukuran tubuh yang meliputi lingkar dada, panjang badan dan lingkar skrotum diantara dua kelompok ternak yang diamati yang meliputi kelompok ternak Mandala Maju, Cikadu, Lestari, Sukaresik, Harapan Jaya I0 dan
Harapan Jaya I1 (P<0,01). Dengan demikian kelompok-kelompok ternak yang
Penghitungan uji T2-Hotteling bertujuan untuk mengetahui perbedaan ukuran-ukuran tubuh pada setiap dua kelompok ternak yang diamati. Hasil uji T2-Hotteling menyatakan bahwa tidak ditemukan perbedaan ukuran-ukuran tubuh (lingkar dada, panjang badan dan lingkar skrotum) domba silangan Lokal-Garut jantan I0 dan I1 pada kelompok ternak Mandala Maju, Cikadu, Lestari dan Sukaresik
(P>0,05). Hal yang berbeda ditemukan pada kelompok ternak Harapan Jaya (P<0,05). Dengan demikian pengelompokan ternak pada kelompok ternak Harapan Jaya dibedakan menjadi I0 dan I1. Perbedaan ukuran tubuh antara umur I0 dan I1 pada
kelompok ternak Harapan Jaya dimungkinkan karena selisih umur antara I0 dan I1
yang cukup jauh. Devendra dan Mc Leroy (1982) menyatakan bahwa domba I0
adalah domba yang berumur kurang dari satu tahun, sedangkan domba I1 berumur
antara 1,0-1,5 tahun. Gambar 1 menunjukkan kurva pertumbuhan bobot badan (kg) pada sapi, babi, domba, dan manusia. Berdasarkan Gambar 1, dapat diperjelas bahwa kemungkinan domba silangan Lokal-Garut jantan I0 dan I1 pada kelompok ternak
Harapan Jaya berada pada kisaran umur yang berjauhan yang pada gambar 1 diperlihatkan dengan kurva pertumbuhan yang masih curam. Hal yang tidak demikian ditemukan pada kelompok ternak lainnya (Mandala Maju, Cikadu, Lestari dan Sukaresik). Pada kelompok ternak tersebut domba silangan Lokal-Garut jantan I0
dan I1 berada pada kisaran umur yang berdekatan.
Ukuran-ukuran lingkar dada, panjang badan, lingkar skrotum dan bobot badan domba silangan Lokal-Garut jantan pada kelompok ternak Mandala Maju, Cikadu, Lestari, Sukaresik dan Harapan Jaya disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 menyajikan nilai rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman dari setiap peubah yang diamati.
Ukuran Tubuh Domba Silangan Lokal-Garut Jantan I0 dan I1