BAB II TINJAUAN PUSTAKA
C. Pemasaran Jasa
3. Metode Mengukur Kepuasan Pelanggan
Menurut Kotler (2004 :45) dalam (Edwin, 2009 : 15) ada empat buah “tools” yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu:
a. Sistem keluhan dan saran
Organisasi yang berpusat pada pelanggan (customer- centered)
memberikan kesempatan yang luas kepada pelanggannya untuk menyampaikan saran dan keluhan. Misalnya, dengan cara menyediakan kotak saran, kartu komentar, customer hot line, e-mail,
atau halaman web. Semua informasi yang mengalir tersebut memberikan perusahaan banyak ide-ide bagus dan menbuat mereka mampu beraksi secara cepat dalam menyelesaikan masalah pelanggan.
b. Ghost Shopping
Cara lain untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah dengan cara mempekerjakan beberapa orang untuk berperan dan bersikap seperti pembeli potensial. Selanjutnya, mereka harus melaporkan temuan-temuannya. Baik yang positif maupun negatif tentang produk perusahaan dan produk pesaing. Selain itu, para
ghost Shopper juga mengamati cara penanganan setiap keluhan.
c. Lost Customer Analysis
Selalu saja ada pelanggan yang berhenti membeli produk perusahaan atau pindah ke produk pesaing. Untuk itu harus di ketahui dengan pasti apa penyebabnya. Oleh karenanya, perusahaan harus
Selain itu, customer loss rate juga harus dimonitor secara kontinyu Peningkatan customer loss rate menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan pelanggan.
d. Survei Kepuasan Pelanggan
Hasil studi menyatakan bahwa meskipun pelanggan merasa tidak puas, tetapi kurang dari 5% dari mereka yang melakukan komplain/ mengeluh. Tindakan yang umum adalah membeli lebih sedikit atau pindah ke produk pesaing. Dengan kata lain, tingkatan komplain bukan merupakan indikator yang baik untuk mengukur kepuasan pelanggan. Perusahaan yang responsif mengukur secara langsung kepuasan pelanggan dengan cera mengadakan survei secara periodik
Caranya dengan menggunakan kuesioner/ telepon. Perusahaan juga meminta tolong pembeli untuk mengungkapkan cara pandang mereka terhadap kinerja pesaing.
4. Faktor-Faktor Determinan Yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan Dalam (Edwin, 2009:21) Kepuasan pelanggan sangat tergantung pada pandangan dan harapan pelanggan atau konsumen itu sendiri. Kebutuhan dan keinginan yang dirasakan oleh konsumen tersebut pada saat melakukan pembelian suatu produk atau jasa, pengalaman masa lalu saat menggunakan produk atau jasa tersebut, serta pengalaman dari rekan – rekan, teman, atau kerabat yang telah menggunakan produk atau jasa tersebut, atau dari periklanan, dapat dikatakan sebagai faktor-faktor yang
dapat memberikan pengaruh yang sangat penting terhadap pandangan dan harapan konsumen ketika melakukan pembelian atau sebuah produk atau jasa. (Kotler, 2004 : 48).
Berdasarkan model kepuasan kualitatif yang dikembangkan oleh Stauss dan Neuhaus (1997) dalam Kotler, (2004 :57), mereka membedakan tiga tipe kepuasan pelanggan berdasarkan kombinasi antara emosi-emosi spesifik terhadap penyedia jasa, ekspektasi menyangkut kapabilitas kinerja masa depan pemasok jasa, dan minat berperilaku untuk memilih lagi penyedia jasa bersangkutan. Tipe-tipe kepuasan tersebut adalah demanding satisfaction, stable satisfaction, dan resigned satisfaction.
a. Demanding customer satisfaction. Tipe ini merupakan tipe kepuasan yang aktif. Relasi dengan penyedia jasa diwarnai emosi positif, terutama optimisme dan kepercayaan. Berdasarkan pengalaman positif di masa lalu, pelanggan dengan tipe kepuasan ini berharap bahwa penyedia jasa akan mampu memuaskan ekspektasi mereka yang semakin meningkat dimasa depan. Selain itu, mereka bersedia meneruskan relasi yang memuaskan dengan penyedia jasa. Kendati demikian, loyalitas akan sangat tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam meningkatkan kinerjanya seiring dengan meningkatnya tuntutan pelanggan.
b. Stable customer satisfaction. Pelanggan dalam hal ini memiliki tingkat aspirasi pasif dan perilaku yang demanding. Emosi positifnya terhadap
penyedia jasa bercirikan steadiness dan trust dalam relasi yang terbina saat ini, mereka bersedia melanjutkan relasi dengan penyedia jasa. c. Resigned customer satisfaction. Pelanggan dalam tipe ini juga merasa
puas. Namun, kepuasannya bukan disebabkan oleh pemenuhan ekspektasi, namun lebih didasarkan pada kesan bahwa tidak realistis untuk berharap lebih. Perilaku konsumen tipe ini cenderung pasif. Mereka tidak bersedia melakukan berbagai upaya dalam rangka menuntut perbaikan situasi.
Menurut Lumpiyoadi (2001 : 158) dalam (Eka Wulan Sari, 2007 : 40) ada lima faktor utama yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan kepuasan pelanggan yaitu :
a. Kualitas Produk
Pelanggan akan puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. Contohnya Rumah Sakit yang menggunakan teknologi yang canggih serta dokter yang berpengalaman,
b. Kualitas Pelayanan
Pelanggan akan merasa puas bila mendapatkan pelayanan yang baik atau sesuai dengan harapan. Contohnya memberikan pelayanan yang sesuai dengan harapan, memberikan kesempatan untuk menyampaikan saran dan keluhan, memberikan pelayanan pengaduan dan antrian secara professional.
c. Emosional
Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum bila seseorang menggunakan produk yang bermerek dan cenderung mempunyai kepuasan yang lebih tinggi. Misalnya pasien merasa puas dengan pelayanan yang diberikan, serta merasa bangga berobat di Rumah Sakit, dan pasien dapat menikmati pelayanan dengan baik.
d. Harga
Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menerapkan harga yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya. Misalnya Rumah Sakit menerapkan harga yang relatif lebih murah, serta memberikan harga lebih murah dibandingkan dengan Rumah sakit lain.
e. Biaya
Pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas terhadap produk atau jasa tersebut. Sebagai contoh pasien tidak pelu membuang waktu untuk mendapatkan pelayanan.
Menurut Fandy Tjiptono (2006 : 354), pada umumnya kepuasan pelanggan meliputi kombinasi dari tujuh elemen utama yaitu :
a. Barang dan Jasa Berkualitas
Perusahaan yang ingin menerapkan program kepuasan pelanggan harus memiliki produk berkualitas baik dan layanan prima. Paling tidak, standarnya harus menyamai para pesaing utama dalam industri. Untuk itu, berlaku prinsip “quality comes first, satisfaction programs follow”. Biasanya perusahaan yang tingkat kepuasan pelanggannya tinggi menyediakan tingkat layanan pelanggan yang tinggi pula. Sering kali itu merupakan cara mereka menjustifikasi harga yang lebih mahal.
b. Relationship Marketing
Kunci pokok dalam setiap program loyalitas adalah upaya menjalin relasi jangka panjang dengan para pelanggan. Asumsinya adalah bahwa relasi yang kokoh dan saling menguntungkan antara penyedia jasa dan pelanggan dalam membangun bisnis ulangan (repeat business) dan menciptakan loyalitas pelanggan.
c. Program promosi loyalitas
Program promosi loyalitas banyak diterapkan untuk menjalin relasi antara perusahaan dan pelanggan. Biasanya, program ini memberikan semacam‟penghargaan‟ (reward) khusus (seperti bonus, diskon, voucher, dan hadiah yang dikaitkan dengan frekuensi pembelian atau pemakaian produk / jasa perusahaan) kepada pelanggan kelas kakap atau pelanggan rutin (heavy user) agar tetap loyal pada produk dari perusahaan bersangkutan.
d. Fokus pada pelanggan terbaik ( best customers)
Sekalipun program promosi loyalitas beraneka ragam bentuknya, namun semuanya memiliki kesamaan pokok dalam hal fokus pada pelanggan yang paling berharga. Program-program semacam itu berfokus pada 20 persen dari pelanggan yang secara rutin mengkonsumsi 80 persen dari penjualan (sesuai dengan prinsip Pareto). Namun pelanggan tersebut bukan sekedar mereka yang termasuk heavy users. Tentu saja mereka berbelanja banyak , namun kriteria lainnya menyangkut pembayaran yang lancar dan tepat waktu, tidak terlalu banyak membutuhkan layanan tambahan (karena mereka telah paham cara berinteraksi dengen perusahaan), dan relatif tidak sensitif terhadap harga (lebih menyukai stabilitas dari pada terus menerus berganti pemasok untuk mendapatkan harga termurah). Inheren didalam konsep fokus pada pelanggan terbaik adalah kesediaan untuk‟ melepas‟ bad customer (Bhote, 1996: Schnaars, 1998 dalam Tjiptono, 2006 : 355)
e. Sistem penanganan komplain secara efektif
Penanganan komplain terkait erat dengan kualitas produk. Perusahaan harus memastikan bahwa barang dan jasa yang dihasilkannya benar-benar berfungsi sebagaimana mestinya sejak awal. Baru setelah itu, jika ada masalah, perusahaan segera berusaha memperbaikinya lewat sistem penanganan komplain. Jadi, jaminan kualitas harus mendahului penanganan komplain.
Fakta menunjukkan bahwa kebanyakan pelanggan mengalami berbagai macam masalah, setidaknya berkaitan dengan konsumsi beberapa jenis produk, waktu penyampaian atau layanan pelanggan. Oleh sebab itu, setiap perusahaan harus memiliki sistem penanganan komplain yang efektif. Sudah bukan zamannya lagi bagi perusahaan untuk bersembunyi di balik pernyataan “barang yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan / ditukar” atau jawaban semacam “sudah menjadi kebijakan perusahaan untuk tidak memberikan kompensasi atas barang yang sudah dibeli”.
f. Unconditional guarantees
Unconditional guarantees dibutuhkan untuk mendukung keberhasilan program kepuasan pelanggan. Garansi merupakan janji eksplisit yang disampaikan kepada para pelanggan mengenai tingkat kinerja yang diharapkan akan mereka terima. Garansi ini bermanfaat dalam mengurangi resiko pembelian oleh pelanggan, memberikan sinyal mengenai kualitas produk, dan secara tegas menyatakan perusahaan bertanggung jawab atas produk/ jasa yang diberikannya. g. Program pay-for-performance
Program kepuasan pelanggan yang tidak bisa terlaksana tanpa adanya dukungan sumber daya manusia organisasi. Sebagai ujung tombak perusahaan yang berinteraksi dengan para pelanggan dan berkewajiban memuaskan mereka, karyawan juga harus dipuaskan kebutuhannya. Dengan kata lain, total customer satisfaction harus
didukung pula dengan total quality reward yang mengaitkan sistem penilaian kinerja dan kompensasi dengan konstribusi setiap karyawan dalam penyempurnaan kualitas dan peningkatan kepuasan pelanggan.
F. Citra Merek (Brand Image)