• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : KERANGKA TEORI

3. Metode- metode penerjemahan

Metode penerjemahan adalah teknik yang dipergunakan oleh seorang penerjemah saat hendak memutuskan menerjemahkan suatu Tsu. Penulis akan mencoba menguraikan metode terjemahan yang terbagi menjadi 8 ( Delapan).

a. Penerjemahan kata demi kata

Metode terjemahan ini, seorang penerjemah meletakkan kata-kata Tsa langsung di bawah versi Tsu, dan diterjemahkan diluar konteks. Kata- kata yang bersifat kultural diterjemahkan apa adanya namun, metode ini biasanya hanya digunakan untuk prapenerjemahan (analisis dan tahap pengalihan) untuk Tsu yang sukar dipahami, dan para pemula yang tidak mempunyai wawasan Tsu yang cukup baik. Contoh :

نع هثاث بتك Dan di sisiku tiga buku-buku

Terjemahan kata demi kata amat bermanfaat yaitu menjaga dan mempertahankan kemurnian teks aslinya akan tetapi apabila dipakai untuk menerjemahkan naskah yang panjang penerjemahan kata demi kata

4

saja tidak cukup karena harus memperhatikan aspek yang lain pula dalam proses penerjemahan.

b. Penerjemahan harfiah .

Metode jenis ini dilakukan saat seorang penerjemah mencarikan padanan kontruksi gramatikal Bsu yang terdekat dengan Bsa, tetapi penerjemahan leksikal atau kata- katanya dilakukan terpisah dari konteks. Metode ini data digunakan sebagai tahap awal pengalihan.contoh:

نم لجر ءاج نسحملا

ی ن لازلزلا اياحض ة عاسمل اتركایغ ي لإ

Datang seorang lelaki yang membantu kebaikan ke Yogyakarta untuk membantu korban-korban goncangan.

Penerjemahan harfiyah hanya mencari padanan gramatikal, sehingga terjemahan sedikit kaku dan tidak luwes.

c. Penerjemahan Setia.

Metode jenis ini mencoba menghasilkan kembali makna kontekstual walaupun masih terikat dengan makna gramatikal Bsu. Kata- kata yang bermuatan budaya diterjemahkan, tetapi menyimpang dari struktur gramatikal Bsa. Penerjemahan jenis ini berpegang teguh pada maksud dan tujuan Bsu, sehingga terjemahan tersebut terlihat kaku dan asing. Metode ini bermanfaat sebagai proses awal tahap pengalihan. Contoh :

دامرلا ریثك ه Dia (lk) dermawan kaena banyak abunya

Penerjemahan setia ini penerjemahan yang sudah memperhatikan makna kontekstualnya, apabila diterjemahkan dengan dermawan saja sudah cukup.

d. Penerjemahan Semantik

Metode jenis ini berbeda dengan penerjemahan setia, karena penerjemahan semantik lebih luwes dan mempertimbangkan unsur estetika teks Bsu dengan mengompromikan makna selama masih dalam batas wajar. Kata yang sedikit bermuatan budaya diterjemahkan dengan kata netral dan fungsional. Sedangkan penerjemahan setia tidak berkompromi dengan kaidah Bsa dan lebih terikat oleh Bsu sehingga terjemahan terlihat lebih kaku. Contoh:

لصفلا امأ نی ج لا ا تيأر Aku lihat si muka dua di depan kelas

e. Terjemahan Adpatasi (sanduran )

Metode jenis ini, merupakan metode yang paling bebas dan paling dekat dengan Bsa. Karena seorang penerjemah hanya memperhatikan apakah terjemahanya dapat dipahami oleh pembaca Bsa atau tidak. Akan tetapi, penerjemah tidak mengorbankan hal- hal penting dalam Tsu, misalnya tema, karakter, ataupun alur. Metode jenis ini, biasanya digunakan dalam penerjemahan drama atau puisi. Ciri lain dari metode ini adalah terjadinya peralihan budaya Bsu ke Bsa. Dengan kata lain, ada penyesuaian kebudayaan dan struktur kebahasaan. f. Penerjemahan bebas

Metode ini, mengutamakan isi dan mengorbankan bentuk teks Bsu, biasanya brbentuk sebuah parafrase yang dapat lebih panjang atau lebih pendek daripada aslinya. Penerjemahan jenis ini sering dipakai dikalangan media massa.

نیعمجأ سانلا ةایحل داسفلا لوصأ نم میظع لصأ لاملا أ يف

Harta Sumber Malapetaka

Terjemahan di atas, terjemahan tidak ingin didukung oleh stuktur gramatika dan struktur makna Tsu. Ia ingin memunculkan presfektifnya sendiri tanpa

menghilangkan pesan Tsu. Apabila diterjemahkan secara lengkap menjadi, Harta merupakan sumber terbesar kehancuran bagi kehidupan manusia.

g. Penerjemahan Idiomatik

Metode jenis ini, bertujuan agar penerjemah memproduksi pesan dalam teks Bsu dan mengharuskannya untuk sering menggunakan kesan keakraban serta ungkapan idiomatik yang tidak didapati pada versi aslinya.

h. Penerjemahan Komunikatif

Metode jenis ini, penerjemah berupaya memproduksi makna kontekstual yang sedemikian rupa, sehingga aspek kebahasaan dan aspek isi langsung dapat dimengerti oleh pembaca. Metode ini sangat memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi, yaitu khalayak pembaca dan tujuan penerjemahan. Metode jenis ini dapat menghasilkan variasi penerjemahan yang sesuai dengan prinsip- prinsip komunikasi.

4. Syarat- syarat Penerjemah.

Penerjemah menjembatani pesan termaktub dalam teks sumber agar sampai kepada pembaca teks terjemahan, maka ditangan penerjemah pula berbagai keputusan dibuat entah itu dengan pemilihan teknik penerjemahan, diksi, panjang pendeknya kalimat, penempatan informasi, ataupun yang lainya.

Menurut Neurbeut syarat- syarat penerjemah diantaranya: 5

Pertama, seorang penerjemah harus memiliki kompetensi kebahasaan terkait dengan penguasaan bahasa sumber dan bahasa target. Sebagai dwibahasawan, penerjemah harus memahami aspek-aspek linguistik dua bahasa sekaligus.

5

Kedua, kompetensi tekstual yaitu kemampuan menterjemah memahami isi pembicaraan, pemahaman tekstual diperoleh setelah penerjemah mengindentifikasi relasi antarmakna dalam kalimat. Berkat kompetensi tekstual, penerjemah dapat menyelami makna yang tertuang dalam setiap ragam kalimat. Dalam pemahaman tekstual selain memahami pengetahuan dalam bahasa sumber juga harus ditunjang dengan common knowledge“pengetahuan umum”.

Ketiga, kompetensi materi. Pengetahuan ihwal bidang ikmu yang diterjemahkan turut menentukan kualitas hasil terjemahan. Tidak perlu menjadi pakar di bidang ilmu tersebut akan tetapi ia harus memahami istilah- istilah teknis yang berhubungan denganya. Artinya kompetensi materi ini harus ditunjang dengan kemampuan mendekati karakter, penalaran, dan retorikasi penulis, sehingga konstruksi gagasanya, bisa dipahami dengan baik.

Keempat, kompetensi kultural. Bahasa adalah cerminan budaya salah satu problem penerjemahan juga terkait dengan istilah- istilah yang bernuansa budaya. Sebagai contoh, ungkapan

هیَفك ب قي

“membolak balikan kedua tangan“ dalam

bahasa Arab digunakan untuk menggambarkan penyesalan. Pergambaran ini tentu saja bersifat kultural. Dalam bahasa Indonesia, menyesal digambarkan dengan mengelus dada .

Kelima, kompetensi transfer. Penerjemah yang mumpuni sudah pasti memiliki kompetensi transfer yang baik, kompetensi ini antara lain, berkenaan dengan persoalan strategi penerjemahan, prosedur atau teknik penrjemahan apa yang akan dipakai agar menghasilkan terjemahan yang berkualitas.

Dari paparan di atas, dapatlah beberapa kompetensi yang harus disandang oleh penerjemahn Arab- Indonesia. Pertama, penguasaan bahasa Arab. Kedua,

penguasaan bahasa Indonesia. Ketiga, wawasan yang luas ihwal materi teks sumber yang hendak diterjemahkan.

B. TEORI DIKSI

Dokumen terkait