• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode yang digunakan dalam pengendalian persediaan yaitu meliputi:

a. Materials Requirements Planning (MRP)

Terdapat beberapa pendapat dan alasan yang dikemukakan oleh narasumber mengenai pengertian dari material requirement planning Menurut pendapat Pardede (2005:476) “material requirement planning adalah penentuan jumlah setiap jenis bahan baku yang dibutuhkan selama satu masa tertentu dalam pembuatan barang jadi untuk memenuhi permintaan selama masa tersebut”.

Yamit (1996:257) mendefinisikan “Material Requirement Planning adalah suatu sistem yang dirancang secara khusus untuk situasi permintaan tersebut dependen. Dapat dijelaskan bahwa sistem tersebut mengakomodasikan komponen yang satu tergantung pada tersedianya komponen yang lain dalam membentuk suatu produk”.

Rangkuti (1995:134) juga mengemukakan bahwa: Material Requirement Planning (MRP) adalah suatu sistem perencanaan dan penjadwalan kebutuhan material untuk produksi yang memerlukan

18

beberapa tahapan proses atau fase atau dengan kata lain adalah suatu rencana produksi untuk sejumlah produk jadi yang diterjemahkan kedalam bahan mentah (komponen) yang dibutuhkan dengan menggunakan waktu tenggang sehingga dapat ditentukan kapan dan berapa banyak yang dipesan untuk masing-masing suatu produk yang akan dibuat.

Dari seluruh pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode material requirement planning adalah suatu sistem yang dirancang untuk perencanaan akan kebutuhan barang dalam proses produksi (berapa jumlahnya dan kapan dibutuhkan). Menentukan kebutuhan bersih, dan mengakomodasikan komponen yang satu dengan komponen yang lainnya sehingga dapat berjalan sesuai dengan jadwal produksi

Menurut Sumayang (2003:231) mengemukakan bahwa MRP memiliki tiga fungsi yaitu:

1. Manajemen memutuskan berapa banyak safety stock yang diperlukan, apabila MRP dilakukan dengan benar yaitu denan mengendalikan lead time pengadaan material dan lead time penjadwalan proses sehingga tidak ada variance maka akan mengurangi ketikpastian, hal ini kemudian akan mengurangi jumlah safety stock.

2. Apabila pemasok tidak andal maka lead time dapat diperpanjang denagn menambahkan safety lead time.

3. Masalah akan timbul bila jumlah perbandingan jenis material tidak sesuai yaitu terlalu banyak pada sebagian jenis material dan terlalu

sedikit pada jenis material yang lain untuk mengatasi masalah ini maka perlu dibuat safety capacity sebagai alternatif terhadap safety stock.

Disamping itu, sistem MRP dapat digunakan untuk perencanaan fungsi yang lain seperti fungsi keuangan, pemasaran, personalia, dan pengendalian.

b. Just In Time (JIT)

Sistem JIT di kembangkan oleh Toyota Motor Company di Jepang pada awal tahun 1960 oleh Taichi Onho atas gagasan Toyoda Kichiro. Perusahaan Toyota Motor Company mampu meraih keuntungan besar melalui penerapan JIT, keuntungan dapat dicapai melalui pengurangan persediaan, pengurangan penggunaan ruang pabrik dan pengurangan biaya overhead. Strategi ini kemudian diadopsi oleh banyak perusahaan Jepang terutama setelah adanya krisis minyak dunia pada tahun 1973. Tujuan utama dari sistem produksi ini adalah mengurangi biaya produksi dan meningkatkan produktivitas total industri secara keseluruhan dengan cara menghilangkan pemborosan (waste) secara terus-menerus.

Strategi produksi JIT diterapkan pada seluruh sistem industri moderen dimulai sejak proses rekayasa (enginering), pemesanan bahan baku dari pemasok (suppliers), proses produksi sampai distribusi produksi kepada konsumen. Sistem JIT ini berorientasi kepada kepuasan pelanggan dengan jalan mengintegrasikan ketiga komponen utama yaitu: Pemasok, proses pabrikasi (factory process), dan pelanggan (constumers).

20

Menurut Carter Usry (2004:323) menyatakan bahwa: “Just in time adalah filosofi yang dipusatkan pada pengurangan biaya melalui eleminasi persediaan. Semua bahan baku dan komponen sebaiknya tiba di lokasi kerja pada saat dibutuhkan dan tepat waktu”.

Dari beberapa pengertian JIT yang dikemukakan oleh beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa JIT merupakan suatu falsafah manajemen yang menggunakan suatu pendekatan untuk menemukan dan menghilangkan sumber pemborosan yang terjadi dalam aktifitas produksi serta berdasarkan sistem tarikan permintaan (demand pull) yang memproduksi produk atau komponen produksi sesuai dengan permintaan yang tepat pada tempat dan waktu yang tepat sehingga dapat mendekati persediaan nol (zero inventory) bahkan tidak ada sama sekali.

Menurut Yamit (1999:194) terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan dari JIT, yaitu meliputi:

Kelebihan JIT

1) Tanpa adanya cacat dan pasti. 2) Idealnya lot adalah satu

3) Keseimbangan produksi lebih efisien. 4) Persediaan adalah pemborosan. 5) Persediaan tidak diinginkan. 6) Persediaan adalah hutang. 7) Antrian akan dihilangkan. 8) Suplier adalah patner.

10) Lead time lebih penting. 11) Setup time akan menjadi nol. Kelemahan JIT

1) Dalam aktivitasnya konsep JIT yaitu seperti perpindahan, penyimpanan, mensortir dan penjadwalan adalah kegiatan yang menambah biaya tetapi tidak menambah nilai produk. Inspeksi, cadangan sumber daya, pengiriman, persediaan pengaman dan waktu pengamanan adalah kegiatan menambah biaya tetapi tidak menambah nilai produk. Dengan demikian setiap biaya yang dikeluarkan tanpa menambah nilai produk dapat diartikan sebagai pemborosan.

2) Untuk menerapkan JIT sangat tergantung dari kesiapan infrastruktur dan suprastruktur dalam lingkup yang lebih luas. Yang terlibat dalam JIT tidak hanya satu perusahaan saja, tetapi bisa jadi banyak perusahaan, bahkan sampai kepada etos kerja atau komitmen manajer dalam mendukung sistem JIT.

Menurut Tjiptono dan Diana (1995;292) terdapat empat aspek pokok dalam sistem JIT yaitu :

1. Persediaan dianggap sebagai musuh dalam JIT karena tidak bersifat memberikan nilai tambah jika disimpan terlalu banyak dan lama. Semua aktivitas atau sumber-sumber yang tidak memberikan nilai tambah atau manfaat adalah suatu pemborosan oleh karena itu harus dihilangkan. 2. Kualitas barang yang prima adalah salah satu aspek pokok dalam JIT.

Kualitas prima didapat dengan melakukan segala kegiatan dengan benar dalam kegiatan produksi mulai dari awal sampai akhir aktivitas produksi

22

yang dilaksanakan secara benar dari awal akan mencegah adanya barang yang rusak, sehingga tidak perlu adanya waktu pengerjaan ulang.

3. Mendorong perbaikan secara terus menerus dan berkesinambungan pada semua aktivitas perusahaan untuk meningkatkan efisiensi.

4. Memberikan tekanan penyederhanaan aktivitas dan peningkatan fasibilitas, aktivitas yang memberikan nilai tambah.

Adanya control melalui sistem kerja sama dan sistem autonomous, maka bagian yang cacat sejak awal dapat disingkirkan karena produk cacat ini merupakan pemborosan. Sistem produksi JIT juga menggunakan produksi yang berpusat pada inventory minimum, waktu yang pendek, pekerja memiliki keterampilan multi fungsi dan waktu penyelesaian pekerjaan dalam siklus waktu pendek sesuai dengan standar yang ditetapkan. Aliran informasi yang digunakan dalam produksi JIT menggunakan kanban, kanban ini berbentuk kartu-kartu yang berisi catatan-catatan singkat yang mendukung metode produksi JIT. Sistem JIT berbeda jauh dengan pendekatan tradisional. Perbandingan manufaktur JIT dan tradisional diantaranya.

Tabel 2.1

Perbedaan Antara JIT dan Tradisional Just In Time Tradisional

1. Sistem pull-through 2. Persediaan tidak signifikan 3. Sel-sel pemanufakturan 4. Tenaga kerja terinterdisiplin 5. Pengendalian mutu total (TQC) 6. Desentralisasi

1. Sistem push-through 2. Persediaan signifikan 3. Berstruktur departemen 4. Tenaga kerja terspesialisasi 5. Level mutu akseptabel (AQL) 6. Sentralisasi jasa

a. Sistem Just In Time

1. JIT merupakan sistem pull, dimana jumlah persediaan ke tingkat yang lebih rendah sangat sedikit.

2. Dalam JIT persediaan diminimumkan sebesar yang dibutuhkan bahkan mendekati nol.

3. Dalam JIT dalam penggunaan mesin di atur sedemikian rupa sehingga mesin-mesin tersebut dapat digunakan untuk melakukan kegiatan operasi secara berurutan.

4. Dalam JIT tenaga kerja dilatih untuk dapat mengoperasikan mesin-mesin dalam sel.

5. Sistem JIT menekan pada pengendalian mutu yang bebas dari kerusakan yang dapat terjadi.

6. JIT menugaskan departemen pelayanan untuk bekerja secara langsung untuk mendukung produksi.

b. Sistem Tradisional

1. Sistem tradisional jumlah persediaan timbul apabila produksi melebihi permintaan yang pada akhirnya tingkat persediaan menjadi lebih tinggi. 2. Sistem tradisional jumlah persediaan tidak dapat diminimumkan yang

dikarenakan apabila jumlah produksi melebihi jumlah permintaan yang ada.

3. Dalam pemanufakturan tradisional, produk dipindah dari satu grup atau mesin yang identik ke kelompok mesin yang lain.

24

4. Sistem tradisional para tenaga kerja dilatih untuk menjadi tenaga kerja yang spesialis sehingga hanya mampu mengoperasikan mesin yang menjadi tanggungjawab mereka.

5. Dalam sistem tradisional menggunakan doktrin tradisional yang disebut tingkat mutu yang diterima Acceptable Quality Level (AQL) dimana untuk memungkinkan atau mencadangkan terjadinya kerusakan yang tidak boleh melebihi tingkat kerusakan yang telah ditetapkan sebelumnya.

6. Sistem tradisional yaitu menggunakan sistem sentralisasi departemen jasa dimana para karyawan dalam bekerja ditugaskan pada pekerjaan yang tidak secara langsung untuk melakukan atau mendukung proses produksi.

Untuk memperjelas konsep Just In Time, maka akan dijelaskan beberapa bagian dari just in time sebagai berikut:

Dokumen terkait