• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE NEWTON TERMODIFIKASI DAN CONTOH

A. Metode Newton Termodifikasi

B. Tingkat Konvergensi Metode Newton C. Analisis Galat Metode Newton

D. Persamaan Diferensial E. Integral

F. Deret Taylor dan Deret Maclaurin G. Konvergensi Deret Taylor

BAB III METODE NEWTON TERMODIFIKASI DAN CONTOH PENERAPANNYA DALAM BIDANG DINAMIKA FLUIDA

A. Metode Newton Termodifikasi B. Aliran Steady Air Dangkal C. Hasil Numeris

BAB IV KONVERGENSI METODE NEWTON TERMODIFIKASI A. Konvergensi Metode Newton Termodifikasi

B. Percobaan dengan Variasi Tebakan Awal BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan B. Saran

7 BAB II

LANDASAN TEORI

Landasan teori tugas akhir ditulis dalam bab ini. Landasan teori tersebut meliputi: metode Newton, konvergensi metode Newton, analisis galat metode Newton standar, persamaan diferensial, integral, deret Taylor dan deret Maclaurin, dan konvergensi deret Taylor.

A. Metode Newton

Pada bagian ini dibahas mengenai metode Newton standar yang meliputi definisi dan contoh dari metode Newton standar tersebut.

Definisi 2.1

Metode Newton standar adalah salah satu metode numerik yang dapat digunakan untuk menentukan akar (solusi) dari suatu persamaan = . Dengan f dapat dideferensialkan sehingga grafik = mempunyai sebuah garis singgung pada setiap titik. Jika dapat ditentukan hampiran pertama untuk sebuah akar yang diperoleh dengan cara menerka atau dari sketsa kasar grafik , maka hampiran yang lebih mendekati akar diperoleh dari perpotongan garis singgung di , dengan sumbu . Dengan menggunakan sebagai sebuah hampiran, maka dapat ditentukan hampiran yang lebih mendekati lagi dan seterusnya. Proses tersebut dapat dirumuskan dengan mengingat persamaan garis singgung di , adalah

− = ′ − dan titik potong sumbu di dapat ditentukan dengan = dan ≠ maka diperoleh

− = − ,

atau

= − .

Lalu digunakan untuk hampiran kedua untuk menghampiri , yang akan menghasilkan hampiran ketiga. Jika terus mengulang proses iterasi maka akan diperoleh barisan , , , … . Umumnya, jika hampiran ke-� adalah dan

≠ , maka diperoleh skema untuk metode Newton standar yaitu �+ =

, dengan � = , , , , … .

Untuk menghentikan proses iterasi, misalkan toleransi kesalahan � > sehingga | �− | < � atau | | < �.

Contoh 2.1

Gunakan metode Newton standar untuk menentukan akar real dari = + − − dengan ketelitian sampai lima tempat desimal (dengan � =

. ).

Penyelesaian :

Misal =1 sebagai hampiran pertama untuk . Dipandang

= + − − ,

= + − . Menggunakan rumus iterasi Newton standar

�+ = , diperoleh

�+ = + + .

Hasil iterasi Newton standar untuk � = , , , , adalah sebagai berikut: Untuk � = , maka = − + + = . , sehingga | . | = | . | = . . Untuk � = , maka = . − . .+ + . . . . = . , sehingga | . | = | . | = . . Untuk � = , maka = . − . . + + . . . . = . , sehingga | . | = | . | = . . Untuk � = , maka

= . − . . + + . . . . = . , sehingga | . | = | . | = . . Untuk � = , maka = . − . . + + . . . . = . , sehingga | . | = | . | = . .

Setelah melewati empat langkah, akan dijumpai lima digit pertama yang sama, dengan | �− | < �. Jadi akar yang diperoleh adalah = . dengan jumlah iterasi sebanyak 4 kali.

B. Tingkat Konvergensi Metode Newton

Akan dibahas tentang konvergensi dari metode Newton standar dan akan ditunjukkan tingkat konvergensinya.

Definisi 2.2

Misalkan � , � , � , … merupakan barisan yang konvergen ke- �, dan = � − �� untuk � = , , , … . Jika terdapat suatu bilangan � > dan konstanta ≠

sedemikian sehingga: lim �→∞ |� − ��+ | |� − �| = lim�→∞||�+ | | = , maka R disebut tingkat konvergensi dari barisan itu.

Catatan: Jika � = , maka barisan disebut konvergen secara linear. Jika � > , maka barisan disebut konvergen secara superlinear. Jika � = , maka barisan disebut konvergen secara kuadratik. Jika � = , maka barisan disebut konvergen secara kubik. Misalkan , , , … mendekati , maka

a. Tingkat konvergensinya paling tidak adalah linear. Jika berlaku

| �+| | |,

untuk suatu < < dan suatu bilangan bulat dengan � . b. Tingkat konvergensi paling tidak adalah superlinear.

Jika terdapat barisan {��} → dan bilangan bulat dengan � sehingga berlaku

| �+| ��| |. c. Tingkat konvergensi paling tidak adalah kuadratik.

Jika terdapat bilangan bulat dengan � dan konstanta positif (tidak harus < ) sehingga berlaku

| �+| | | .

Barisan { }�= dapat dipandang sebagai suatu barisan yang memenuhi Definisi 2.2. Misalkan akar sesungguhnya dari persamaan tak linear , maka barisan itu konvergen ke .

C. Analisis Galat Metode Newton

Bagaimanakah galat metode Newton standar berubah dari satu langkah ke langkah berikutnya?. Pada penurunan rumus turunan numeris dengan deret Taylor, rumus galat dalam penurunan rumus turunan numeris tersebut dapat langsung diperoleh. Tetapi dengan polinom interpolasi harus dicari rumus galat tersebut dengan bantuan deret Taylor.

Contoh 2.2

Tentukan rumus galat dan tingkat keakuratan dari rumus metode Newton standar :

�+ = Penyelesaian:

Misalkan = −

dengan adalah akar eksak dan adalah hampiran pada langkah ke- �. maka: �+ = − �+ , = − , = − + , = + , = + .

= = + , = + + ′′ ! + = + + ′′ ��! + untuk � = + + ′′ � , diperoleh + = − ′′ �� . Dari persamaan + dan + = − ′′ �� menjadi �+ = − ′′ � � ≈ − ′′ = �, untuk yang cukup dekat dengan .

Karena �+ . Disimpulkan bahwa metode Newton standar konvergen secara kuadratik untuk yang cukup dekat dengan . Dengan kata lain, tingkat keakuratan metode Newton standar adalah tingkat dua.

D. Persamaan Diferensial

Berikut ini dibahas tentang persamaan diferensial. Persamaan diferensial yang dibahas meliputi definisi dan contoh persamaan diferensial, persamaan diferensial biasa, persamaan diferensial parsial, kelinearan suatu persamaan diferensial, dan aturan rantai.

Definisi 2.4

Persamaan diferensial merupakan persamaan yang melibatkan variabel-variabel tak bebas dan turunan-turunannya terhadap variabel-variabel-variabel-variabel bebas.

Contoh 2.3

Persamaan di bawah ini merupakan contoh persamaan diferensial:

= , (2.4) + ( ) = cos , (2.5) � � + � � = , (2.6) � � + � � + � � = . (2.7) Definisi 2.5

Persamaan diferensial biasa adalah persamaan diferensial yang melibatkan turunan dari satu atau lebih variabel tak bebas terhadap satu variabel bebas.

Contoh 2.4

Persamaan (2.4) dan (2.5) merupakan persamaan diferensial biasa. Pada persamaan (2.4) variabel adalah suatu variabel bebas, dan variabel adalah variabel tak bebas. Pada persamaan (2.5), variabel adalah variabel bebas, dengan

Definisi 2.6

Persamaan diferensial parsial merupakan persamaan diferensial yang melibatkan turunan parsial dari satu atau lebih variabel tak bebas terhadap lebih dari satu variabel bebas.

Contoh 2.5

Persamaan (2.6) dan (2.7) merupakan persamaan diferensial parsial. Pada persamaan (2.6), variabel dan adalah variabel bebas dan adalah variabel tak bebasnya. Pada persamaan (2.7) terdapat tiga variabel bebas yaitu , , dan dengan adalah variabel tak bebasnya.

Definisi 2.7

Orde dari persamaan diferensial adalah tingkat tertinggi dari turunan yang terkandung dalam persamaan diferensial.

Contoh 2.6

Persamaan diferensial biasa (2.4) adalah persamaan diferensial orde pertama, karena tingkat tertinggi dari turunan pada persamaan tersebut adalah satu. Persamaan (2.5) adalah persamaan diferensial biasa orde kelima. Persamaan (2.6) termasuk persamaan diferensial parsial orde pertama. Persamaan (2.7) merupakan persamaan diferensial parsial orde kedua.

Definisi 2.8

Suatu persamaan diferensial biasa orde ke- � �( , , , ′′, … , ) = ,

dikatakan linear jika F merupakan suatu fungsi linear dari variabel , , ′′, … , ; definisi yang sama juga berlaku untuk persamaan diferensial parsial. Secara umum persamaan diferensial biasa linear orde � dituliskan sebagai

+ �− + + = , (2.8) dengan tidak sama dengan nol.

Di sini = , ′′ = , … , = .

Contoh 2.7

Persamaan diferensial biasa berikut keduanya linear. Pada kedua persamaan berikut, variabel adalah variabel tak bebas. Perhatikan bahwa dan turunan-turunannya terjadi dengan pangkat satu saja dan tidak ada perkalian dari dan atau turunan dari :

+ + = , (2.9)

+ + = . (2.10)

Definisi 2.8

Suatu persamaan diferensial biasa yang tidak memiliki bentuk (2.8) dinamakan persamaan diferensial biasa tak linear.

Contoh 2.7

Persamaan diferensial biasa berikut semuanya tak linear:

+ + = , (2.11)

+ ( ) + = , (2.12)

+ + = . (2.13)

Persamaan (2.11) tak linear karena variabel tak bebas terdapat pada orde kedua dalam bentuk . Persamaan (2.12) juga tak linear karena terdapat bentuk yang melibatkan pangkat lima pada turunan pertama. Persamaan (2.13) tak

linear karena pada bentuk melibatkan perkalian terhadap variabel bebas dan turunan pertamanya.

Definisi 2.9

Aturan rantai merupakan cara yang digunakan untuk mendiferensialkan fungsi komposisi.

Aturan rantai kasus 1

Misal = dan = . Jika dan adalah fungsi yang terdiferensial, maka secara tidak langsung adalah fungsi terdiferensial dari dan

Aturan rantai kasus 2

Andaikan = , adalah fungsi dari dan yang terdiferensial, dengan = dan = ℎ keduanya fungsi dari yang terdiferensial. Maka adalah fungsi dari yang terdiferensial dan

= + .

E. Integral

Pada bagian ini dibahas mengenai integral yang meliputi definisi dan contoh dari integral tertentu dan tak tentu.

Definisi 2.10

Jika diberikan suatu fungsi pada suatu interval � dan berlaku � = , untuk suatu � , maka � adalah suatu anti turunan dari . Dengan kata lain � = .

Contoh 2.8

Carilah suatu anti turunan dari = pada −∞, ∞ . Penyelesaian:

Fungsi � = bukan anti turunannya karena turunan adalah . Tetapi hal ini menyarankan � = , yang memenuhi � = = . Dengan demikian, suatu anti turunan dari adalah .

Anti turunan dinotasikan dengan ∫ … . Notasi tersebut menunjukkan anti turunan terhadap . Anti turunan biasanya disebut integral tak tentu.

Teorema 2.1

Jika adalah sebarang bilangan rasional kecuali -1, maka ∫ = �++ + .

Bukti:

Untuk membuktikan

∫ = � + ,

cukup dengan membuktikan

[� + ] = .

Dalam hal ini,

[ �++ + ] = + + = . Teorema terbukti.

Integral Tentu

Perhatikan Gambar 2.1 berikut ini. untuk mengaproksimasi luas dibawah kurva = pada selang [ , ], dilakukan dengan cara aproksimasi yaitu dengan membagi interval [ , ] menjadi � subinterval.

Gambar 2.1: Ilustrasi fungsi satu variabel. Subinterval tersebut memiliki panjang yang sama yaitu

untuk � > . Setelah membagi interval menjadi � subinterval kemudian menghitung total jumlah luasan dari masing-masing persegi panjang yang dibentuk oleh masing-masing subinterval tersebut. Hal ini diperoleh dengan memilih , , … , dengan = , = , dan

�− = � ,

untuk � = , , … , �.

Andaikan panjang masing-masing subinterval yaitu

dinotasikan dengan ∆ , maka

∆ = �− .

Gambar 2.2: Ilustrasi pendekatan integral menggunakan jumlahan Riemann. Luas daerah dibawah kurva diaproksimasikan dengan total luas daerah yang dibentuk oleh masing-masing subinterval, aproksimasi luas di bawah kurva adalah � + � + + �. Artinya total luas tersebut dapat ditulis

∆ + ∆ + + ∆ = ∑

�=

yang disebut jumlahan Riemann fungsi pada interval [a,b], sebagai pendekatan luas daerah di bawah kurva = dan diatas sumbu . Disini, ∈ [ �− , ].

Semakin banyak subinterval yang digunakan, artinya ∆ → maka semakin baik pula aproksimasi luasan tersebut dan semakin dekat dengan luasan yang sebenarnya. Dengan demikian,

Luas daerah = lim∆ → ∆ .

=

= =

Definisi 2.11

Andaikan fungsi yang terdefinisi pada [ , ]. Integral tentu dari sampai dinotasikan ∫ , adalah

∫ = lim∆ → ∆ .

F. Deret Taylor dan Deret Maclaurin

Pada subbab ini dibahas mengenai deret Taylor dan deret Maclaurin beserta contohnya.

Definisi 2.12

Misalkan adalah suatu fungsi yang mempunyai turunan-turunan dari semua tingkat pada interval tertentu dengan adalah suatu titik interior. Maka deret Taylor yang diberikan oleh di sekitar = adalah:

�! �= = + + ′′ ! + + �! + .

Deret Maclaurin yang diberikan oleh adalah:

�! �=

= + + ′′ ! + + �! + ,

yaitu deret Taylor yang diberikan oleh di sekitar = .

Contoh 2.9

Penyelesaian: Diperoleh hasil: = , = , ′′ = , ′′′ = , …. Akan dicari nilai , , ′′ , ′′′ , …. sehingga diperoleh: = , = , ′′ = , ′′′ = , …

Maka deret Taylor yang diberikan oleh = saat = adalah:

+ + ′′! + ′′′! + + �! +

= + + + +

G. Konvergensi Deret Taylor

Deret Taylor dapat digunakan untuk mengetahui kekonvergenan suatu fungsi. Hal ini dapat dilihat dengan teorema berikut.

Teorema 2.2 Teorema Taylor

Jika dan turunan-turunan pertama hingga ke-� , ′′, … , kontinu pada interval tertutup antara dan , dan terdiferensial pada interval terbuka antara

dan , maka terdapat bilangan antara dan sedemikian sehingga:

= + − + ′′ ! − + + �!

+ � + !�+�+ . Bukti:

Untuk membuktikan teorema Taylor maka akan diasumsikan bahwa < . Dipandang polinomial Taylor berbentuk sebagai berikut:

= + − + ′′ ! − + + �!,

dan turunan pertama �-nya sesuai dengan fungsi dan turunan pertama �-nya pada = . Hal ini tidak mengubah kesesuaian tersebut jika ditambahkan suku lain dari bentuk − �+ , dengan adalah suatu konstana, karena suku tersebut dan turunan pertama �-nya semua sama dengan nol pada = . Lalu, didefinisikan fungsi baru yaitu:

= � + − �+ ,

dengan turunan pertama �-nya masih sesuai dengan fungsi dan turunan pertama �-nya pada = .

Sekarang akan dipilih suatu nilai tertentu dari yang membuat kurva = � sesuai dengan kurva asli = pada = , yaitu:

= � + − �+ , atau = −�

�+ , (2.14) dengan didefinisikan oleh persamaan (2.14), maka fungsi:

� = − �� ,

yang merupakan selisih antara fungsi asli dan fungsi aproksimasi � untuk setiap di [ , ].

Selanjutnya akan digunakan teorema Rolle. Pertama, karena � = � = dan � dan � keduanya kontinu pada [ , ], maka

= , untuk di , .

Lalu, karena � = �( = dan � dan ′′ keduanya kontinu pada [ , ], maka

′′ = , untuk di , .

Terlihat bahwa teorema Rolle berhasil diaplikasikan pada �′′, �′′′, , � �− yaitu:

pada , sedemikian sehingga �′′′ = ,

pada , sedemikian sehingga � = ,

� pada , �− sedemikian sehingga �

= . Karena � kontinu pada [ , ] dan terdiferensial pada , , dan � = �

= , bahwa teorema Rolle mengimplikasikan bahwa terdapat suatu bilangan �+ pada , sedemikian sehingga

�+

Jika diturunkan � = − � − − �+ total dari � + kali, maka diperoleh:

�+ = �+ − − � + ! . (2.16)

Berdasarkan persamaan (2.15) dan (2.16), diperoleh:

= � + ! , dengan =�+ �+ pada , . (2.17) Dan berdasarkan persamaan (2.14) dan (2.17), diperoleh:

= � + � + !�+�+ . Teorema terbukti.

Ketika menggunakan teorema Taylor, maka akan diasumsikan tetap dan adalah variabel bebas. Rumus Taylor mudah digunakan saat mengganti dengan . Rumus dibawah ini merupakan versi dari teorema Taylor setelah mengubah dengan .

Rumus Taylor

Jika mempunyai turunan-turunan dari semua tingkat pada interval terbuka � yang memuat , maka untuk setiap bilangan bulat positif � dan untuk setiap di �,

= + − + ′′! − +

+ �! + � ,

(2.18)

= � + !�+�+ , (2.19) untuk antara dan .

Ketika teorema Taylor dinyatakan seperti di atas, hal ini mengatakan bahwa untuk setiap ∈ �, maka:

= � + �� .

Fungsi �� ditentukan oleh nilai dari � + turunan ke �+ di titik yang bergantung pada kedua dan , dan terletak diantara mereka.

Persamaan (2.14) disebut rumus Taylor. Fungsi � disebut suku galat untuk aproksimasi oleh � terhadap interval �.

Definisi 2.13

Jika � → , � → ∞ untuk semua ∈ � maka deret Taylor yang dibangun oleh saat = pada interval �, ditulis sebagai berikut:

= ∑ �!.

�=

�� dapat diperkirakan dengan tanpa mengetahui nilai , untuk mengetahuinya dapat dilihat contoh sebagai berikut.

Contoh 2.10

Tunjukan bahwa deret Taylor yang dibangun oleh = saat = konvergen ke untuk setiap ∈ �.

Fungsi mempunyai turunan dari semua orde sepanjang interval � = −∞, ∞ . Persamaan (2.14) dan (2.15) dengan = dan = , maka:

= + + ! + + � ��! + � , dan

= � + ! �+ , untuk antara 0 dan .

Karena adalah fungsi naik, maka berada diantara = dan . Ketika nilai < maka nilai < dan < . Ketika nilai = maka nilai = dan �� = . Ketika nilai > maka > dan < . Maka

|� | | |�+ � + !, saat , dan |�� | < | |� + !, �+ saat > . Karena lim �→∞ �+ � + ! = ,

untuk setiap , �→∞lim�� = dan deret konvergensi untuk setiap , maka:

= ∑ � ��! =

�=

29 BAB III

METODE NEWTON TERMODIFIKASI DAN CONTOH PENERAPANNYA DALAM BIDANG DINAMIKA FLUIDA

Dalam bab ini akan dijelaskan metode Newton termodifikasi, konvergensi metode Newton termodifikasi, karakteristik persamaan gelombang air dangkal, dan hasil numeris yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yang terkait dengan persamaan gelombang air dangkal.

A. Metode Newton Termodifikasi

Pada bagian ini dibahas mengenai metode Newton termodifikasi yang meliputi definisi dan contoh dari metode Newton termodifikasi tersebut.

Definisi 3.1

Metode Newton termodifikasi adalah suatu metode pencarian akar yang didasarkan pada prinsip iterasi metode Newton standar, yaitu pendekatan fungsi tak linear dengan hampiran linear. Skema Newton termodifikasi diperoleh dengan mempertinggi tingkat keakuratan metode Newton standar dengan memperhatikan fungsi tak linear yang akan ditentukan akarnya.

Dengan menetukan sebagai titik awal, kemudian menarik garis lurus yang menyinggung grafik fungsi f di titik , . Garis tersebut memotong sumbu x di titik . Setelah itu diulangi langkah sebelumnya tetapi sekarang dianggap

sebagai titik awalnya, kemudian menarik garis lurus yang menyinggung garik fungsi f di titik ( , . Garis tersebut memotong sumbu x dititik .

Keterangan: dinyatakan saat dan .

′ dinyatakan saat = dan + . Gambar 3.1: Gambar dari metode Newton termodifikasi.

Diambil titik tengah antara dan sehingga didapat + . Dengan

+ sebagai titik awal, kemudian menarik garis lurus yang menyinggung

grafik fungsi f di titik + , + . Garis tersebut memotong

sumbu x dititik . Dengan mengulang langkah ini akan diperoleh titik-titik

, , , + , , … , dengan adalah bilangan real yang merupakan akar

atau mendekati akar sebenarnya.

+

r

Iterasi awal untuk menentukan adalah skema Newton standar. Tetapi untuk menentukan turunan fungsi tidak dinyatakan saat . Sebaliknya, estimasi yang ada dari turunan yang digunakan untuk menentukan nilai tengah, yaitu dan

turunannya dinyatakan saat + . Langkah untuk menetukan nilai tengah

disebut langkah “predictor”, sedangkan langkah untuk menentukan nilai

selanjutnya dari , , (menggunakan turunan dinyatakan saat + ) yang

disebut langkah “corrector”.

Metode Newton untuk menentukan akar (solusi) dari suatu persamaan nonlinear = lebih sederhana dan tingkat kecepatan menuju kekonvergenan lebih cepat. Dengan menggunakan fungsi dan turunan pertama dari fungsi itu, metode Newton dapat menghasilkan barisan dari aproksimasi yang konvergen secara kuadratik untuk akar (solusi) persamaan.

Informasi turunan ini, dikombinasikan dengan pengamatan bahwa jika adalah fungsi kuadrat dengan akar (solusi) , maka dapat diperoleh dengan cara berikut, yaitu

= −

( [ + ]). (3.1)

Dipandang suatu aturan predictor-corrector dengan bentuk di bawah ini:

= − , (3.2)

= −

( [ + ]),

dengan merupakan pendekatan ketika di titik . Langkah awal predictor itu

merupakan langkah dasar metode Newton untuk mengestimasi turunan, sementara langkah corrector diperoleh dari hubungan implisit pada persamaan (3.1).

Pilih � = ,

= [

�− + �− ] , (3.4)

�+ =

[ + ] . (3.5) Persamaan di atas digunakan ulang dalam persamaan (3.4) dari turunan yang dihitung dalam iterasi sebelumnya sehingga aturan khusus dari langkah predictor-corrector hanya membutuhkan satu fungsi dan satu nilai turunan.

Iterasi yang diperumum, diperoleh dari bentuk persamaan (3.4) dan (3.5) di atas merupakan iterasi umum. Telah dibahas sebelumnya, bahwa aturan predictor-corrector dengan langkah predictor didasarkan pada turunan yang dihitung dalam iterasi sebelumnya, dan langkah corrector diperoleh dari relasi implisit. Kelebihan dari skema di atas adalah menyisipkan dari fungsi dan nilai turunan, dengan menyatakan bahwa fungsi dan turunannya diperoleh dari nilai yang berbeda (lihat Gambar 3.1).

Untuk melakukan iterasi pada dasarnya membutuhkan dua nilai awal, yaitu dan . Setelah itu gunakan langkah corrector pada persamaan (3.3). Diketahui

perkiraan awal pada akar, terdapat dua metode yang jelas untuk memperoleh nilai kedua dari kedua yaitu:

diperoleh dari dengan metode Newton yaitu = − 0 0 , atau

 Himpunan sederhana = dengan langkah bentuk corrector pada persamaan (3.3) mengurangi metode Newton untuk memperoleh nilai .

Pada dua pilihan di atas ternyata efektif, dan selanjutnya = .

Metode Newton termodifikasi secara umum akan diuji dengan secara berikut:

= , (3.6)

= −

( [ + ])= − ′ . (3.7)

Diikuti oleh (untuk � )

=

[ �− + �− ] , (3.8)

�+ = [

+ ] . (3.9) Langkah-langkah dalam prosedur metode Newton termodifikasi diilustrasikan pada Gambar 3.1, dengan langkah-langkah yang ditampilkan untuk menentukan . Kunci utama dari metode Newton termodifikasi dapat dilihat pada Gambar 3.1, yaitu:

1. Nilai dihitung dari menggunakan dan nilai dari turunan saat +

(adalah nilai hampiran dari turunan yang digunakan untuk menghitung

ketika ), dan

2. dapat diperoleh dengan cara nilai turunan yang sama ini digunakan kembali

Contoh 3.1

Dengan menggunakan metode Newton termodifikasi tentukan akar penyelesaian persamaan = , dengan = + − − dengan

= dan � = . . Penyelesaian:

Diketahui = dan � = . . Dipandang

= + − −

maka turunan pertamanya adalah

= + − .

Hasil iterasi metode Newton termodifikasi persamaan (3.6)-(3.9) untuk � =

, , , , adalah sebagai berikut:

Untuk � = , maka

= = ,

= − ,

dengan

= = + − − = − ,

dan turunan pertamanya adalah

= = + − = . Dengan demikian diperoleh

= − = = . ,

dan

Untuk � = , maka

= −

[ + ] , dengan

= . = . + . − . − = . ,

maka turunan pertamanya adalah

( [ + ]) = ( [ + ]) = ′ = + − = . diperoleh = . − ( . ) = . , sehingga ( [ + ])= ( [ . + . ]) = ′ . . = . + . − . = . .

Dengan demikian diperoleh

= −

[ + ] ,

= . − . . = . ,

dan

Untuk � = , maka

= −

[ + ] ,

dengan

= . = . + . . − = − . ,

dan turunan pertamanya adalah

( [ + ]) = ( [ . + . ]) = . , . = . + . − . = . . Diperoleh = . −− .. = . , sehingga ( [ + ]) = ( [ . + . ]) = . , . = . + . − . = . .

Dengan demikian diperoleh

= −

( [ + ]),

dan | . | = | . | = . . Untuk � = , maka = − [ + ] , dengan = . = . + . . − = . ,

dan turunan pertamanya adalah

( [ + ]) = ( [ . + . ]) = . , . = . + . − . = . . Diperoleh = . − .. = . , sehingga ( [ + ]) = ( [ . + . ]) = . , . = . + . − . = . .

Dengan demikian diperoleh

= −

= . − .. = . , dan | . | = | . | = . . Untuk � = , maka = − [ + ] , dengan = . = . + . . − = .

dan turunan pertamanya adalah

( [ + ]) = ( [ . + . ]) = ′ . . = . + . − . = . . Diperoleh = . − .. = . , sehingga ( [ + ]) = ( [ . + . ]) = . , . = . + . − . = . .

Dengan demikian diperoleh

= −

= . − .. = . .

Jadi akar penyelesaiannya adalah = . dengan jumlah iterasi sebanyak 4 kali.

Dokumen terkait