C. Metode Kalibrasi Multivariatif
2. Metode Partial Least Squares (PLS)
Metode regresi kuadrat terkecil parsial atau sering disebut partial least
squares (PLS) pertama kali dikembangkan oleh Herman Wold (1982). Model partial least square didefinisikan dari dua persamaan linier yang disebut model
struktural dan metode pengukuran (Wold, 1982 dalam Wulandari 2000). Metode PLS digunakan untuk memperkirakan serangkaian variabel tidak bebas (respons) dari variabel bebas (prediktor) yang jumlahnya sangat banyak, memiliki struktur sistematik linear atau nonlinear, dengan atau tanpa data yang hilang, dan memiliki kolinearitas yang tinggi. Metode ini membentuk model dari variabel yang ada untuk merangkai respons dengan menggunakan regresi kuadrat terkecil dalam bentuk matriks (Lindblom, 2004
dalam Saragih, 2007).
Metode tersebut juga mempunyai keuntungan yaitu dapat mengoptimalkan hubungan prediktif antara 2 (dua) kelompok peubah bebas dan tidak bebas dan permodelannya tidak mengasumsikan sebaran dari peubah bebas saja tetapi peubah tidak bebas ikut diasumsikan (Wold, 1982 dalam Wulandari 2000).
Jensen et al. (2001) mengevaluasi perubahan mutu butir walnut
(Junglens regia L.) dengan menerapkan metode NIR dan partial least square sebagai metode kalibrasi. Model tersebut dapat melakukan kalibrasi NIR dengan hasil yang tepat pada panjang gelombang 400 – 2490 nm. Selain itu, NIR dapat menjelaskan kandungan heksanal kacang walnut sebesar 72%.
Pada dasarnya pendekatan PLS adalah penggabungan model pendugaan sebagai pengembangan model-model kalibrasi yang melibatkan lebih dari dua peubah laten (bebas dan tidak bebas). Proses pendugaan menggunakan metode kuadrat terkecil yang diaplikasikan pada persamaan hubungan model struktural dan model pengukuran (Ratnaningsih, 2004).
Metode kuadrat terkecil parsial (PLS) tidak memerlukan asumsi-asumsi yang ketat terhadap sebaran dari peubah, sisaan dan parameter, sehingga metode ini sering disebut metode lunak (Ratnaningsih, 2004). Metode tersebut diperoleh secara iteratif dan tidak memiliki formula tertutup untuk mecari ragam koefisien regresi.
D. Tepung Singkong
Ubi kayu atau singkong merupakan sumber karbohidrat yang penting setelah padi, jagung, dan sagu. Ubi kayu ini berasal dari Negara Brasil. Singkong memiliki nama botani Manihot esculenta Crantz tapi lebih dahulu dikenal dengan nama Manihot utilissima Pohl, yang dalam nama daerahnya disebut pula kaspe, budin, sampeu, atau ketela pohon (Mulyandari, 1992).
Tanaman ini merupakan tanaman dikotil yang termasuk ke dalam famili Euphorbiaceae. Singkong dapat dimanfaatkan secara langsung sebagai bahan pangan pokok ataupun diolah menjadi produk setengah jadi berupa pati singkong (tepung tapioka), gaplek, dan tepung singkong (Febriyanti, 1990).
Menurut SNI 01-2997-1992, tepung singkong adalah tepung yang dibuat dari bagian umbi singkong yang dapat dimakan, melalui penepungan singkong iris, parut, ataupun bubur kering dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan kebersihan. Syarat mutu tepung singkong sesuai SNI dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Syarat mutu tepung singkong menurut SNI 01-2997-1992
No. Jenis Uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan Bau Rasa Warna - - - Khas singkong Khas singkong Putih
2. Benda asing - Tidak boleh ada
3. Derajat putih % Min. 85
4. Kadar abu % b/b Maks. 1.5
5. Kadar air % b/b Maks. 12
6. Derajat asam Ml N NaOH/100g Maks. 3
7. Asam sianida Mg/kg Maks. 40
8. Kehalusan % lolos (80 mesh) Min. 90
9. Kadar pati % b/b Min. 75
10. Bahan Tambahan Pangan Sesuai SNI 01-02220-1995 - 11. Cemaran logam Timbal Tembaga Seng Raksa Arsen mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Maks. 1.0 Maks. 10.0 Maks. 40.0 Maks. 0.05 Maks. 0.5 12. Cemaran mikroba
Angka lempeng total E. coli Kapang Koloni/g APM/g Koloni/g Maks. 1.0 x 106 < 3 Maks. 1.0 x 104
Tepung singkong telah banyak digunakan dalam pembuatan produk-produk pangan, antara lain seperti roti, biskuit, mie instan, dan lain-lain. Tepung singkong dapat dimodifikasi untuk memperoleh mutu produk yang lebih baik dan sesuai dengan keinginan. Modifikasi tepung singkong telah dilakukan peneliti terdahulu seperti Muharram (1992), yang memodifikasi tepung singkong dengan pengukusan, penyangraian, dan penambahan GMS (Glyceril Mono Stearat).
Di beberapa Negara juga dikenal produk tepung-tepung dari bahan ubi kayu (singkong) dengan nama yang berbeda-beda, misal saja menurut Meuser (1978) dalam Febriyanti (1990) farinha de mandioca (Brazil) yang dibuat dengan cara pengupasan kulit, pemerutan ubi, kemudian dikempa untuk mengurangi kadar air awalnya dan pemanggangan dalam wadah tembaga.
Selain itu, dikenal juga gari (Nigeria) yaitu tepung singkong yang dibuat dengan cara pencacahan ubi kayu, dan kemudian dilakukan fermentasi sebelum pengeringan (Weber et al., 1978 dalam Rahman, 2007). Setiap produk tepung singkong yang dihasilkan oleh beberapa Negara memiliki kadar air yang berbeda-beda. Beberapa produk tepung singkong serta kandungan kadar airnya di beberapa Negara dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Produk tepung singkong di beberapa Negara
Produk Kadar Air (%)
Farinha grossa (Brazil) 9.1
Cassava starch (Berlin) 12.0
Cassava starch (Colombia) 12.4
Cassava flour “Hein” (Jerman) 8.6
Gari (Nigeria) 11.7
Sumber: Weber et al. (1978) dalam Rahman (2007)
Modifikasi tepung singkong juga telah dilakukan oleh Laboratorium Kimia dan Biokimia Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember (LAB. KBHP-UNEJ). Modifikasi tepung singkong tersebut dilakukan proses fermentasi, sehingga dihasilkan produk baru yang merupakan turunan dari tepung singkong yang diberi nama Modified Cassava Flour (MOCAF).
Komposisi kimia MOCAF tidak jauh berbeda dengan tepung singkong, tetapi MOCAF mempunyai karakteristik fisik dan organoleptik yang spesifik. Kandungan protein MOCAF lebih rendah dibandingkan tepung singkong, dimana senyawa ini dapat menyebabkan warna cokelat ketika pengeringan dan
pemanasan. Perbedaan komposisi kimia MOCAF dengan tepung singkong dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Perbedaan komposisi kimia MOCAF dengan tepung singkong
Parameter MOCAF Tepung Singkong
Kadar Air (%) Max. 13 Max. 13
Kadar Protein (%) Max. 1.0 Max. 1.2
Kadar Abu (%) Max. 0.2 Max. 0.2
Kadar Pati (%) 85-87 82-85
Kadar Serat (%) 1.9-3.4 1.0-4.2
Kadar Lemak (%) 0.4-0.8 0.4-0.8
Kadar HCN (mg/kg) Tidak Terdeteksi Tidak Terdeteksi Sumber: Subagio et al. (2008)
E. Modified Cassava Flour (MOCAF)
Modified cassava flour atau MOCAF merupakan produk turunan dari
tepung singkong yang menggunakan prinsip modifikasi sel singkong secara fermentasi, dimana mikrobia BAL mendominasi selama fermentasi tepung singkong ini (Subagio et al., 2008). MOCAF dalam bentuk kemasan plastik dengan berat 100 gram dan 500 gram dapat dilihat pada Gambar 2.
Secara teknis, cara pengolahan MOCAF sangat sederhana, mirip dengan cara pengolahan tepung singkong biasa, namun disertai dengan proses fermentasi. Singkong dibuang kulitnya, dikerok lendirnya, dan dicuci sampai bersih. Kemudian dilakukan pengecilan ukuran singkong dilanjutkan dengan tahap fermentasi selama 12 – 72 jam. Setelah fermentasi, singkong tersebut dikeringkan kemudian ditepungkan sehingga dihasilkan produk modified cassava flour.
Gambar 2 Modified cassava flour (MOCAF) dalam bentuk kemasan plastik dengan berat 100 gram dan 500 gram (Munthe, 2008).
Subagio et al. (2008) melaporkan bahwa mikroba yang tumbuh pada
singkong akan menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel singkong sedemikian rupa sehingga terjadi pembebasan granula pati. Granula pati adalah butiran-butiran kecil yang memiliki sifat mereflesikan cahaya terpolarisasi. Proses pembebasan granula pati ini akan menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut.
Selanjutnya granula pati tersebut akan mengalami hidrolisis menghasilkan monosakarida sebagai bahan baku untuk menghasilkan asam-asam organik, terutama asam laktat. Senyawa asam ini akan bercampur dalam tepung, sehingga ketika tepung tersebut diolah akan menghasilkan aroma dan cita rasa yang khas yang dapat menutupi aroma sampai 70% dari cita rasa singkong yang cenderung tidak disukai konsumen (Subagio et al., 2008).
Proses hidrolisis pati menjadi monosakarida dapat menurunkan viskositas MOCAF, akan tetapi proses hidrolisis pati ini terjadi setelah proses pembebasan granula pati yang menaikkan viskositas. Selain itu, proses pembebasan granula pati lebih dominan dibandingkan dengan proses hidrolisis pada fermentasi yang terjadi. Hal ini nampak dari semakin meningkatnya viskositas pasta panas dan pasta dingin MOCAF dengan semakin lama fermentasi.
Namun demikian, dengan fermentasi selama 72 jam akan didapatkan produk MOCAF yang mempunyai viskositas mendekati tepung tapioka (data tidak ditunjukkan). Hal ini dapat dipahami bahwa semakin lama waktu fermentasi maka akan semakin banyak sel-sel singkong yang pecah, sehingga pembebasan granula pati menjadi semakin meningkat (sangat ekstensif) (Subagio et al., 2008).
Pada Gambar 3 dan 4 menunjukkan tahapan proses pembuatan MOCAF berdasarkan Prosedur Operasi Standar (POS) produksi MOCAF berbasis klaster, dimana terdapat 2 (dua) kali proses perendaman. Perendaman I dilakukan pada air yang telah ditambahkan dengan senyawa aktif A dengan ketentuan 1 m3 air sawah dilakukan penambahan senyawa aktif A sebanyak 1 sendok teh, dan untuk 1 m3 air sumber pegunungan dilakukan penambahan senyawa aktif A sebanyak 1 sendok makan. Kemudian dilakukan penambahan senyawa aktif B, yang dibuat dengan cara merendam chips singkong segar sebanyak 1 ons dalam air yang telah
dicampur enzim (1 sendok teh) dan kultur mikroba (1 sendok makan), perendaman dilakukan selama 24 – 30 jam untuk menghasilkan senyawa aktif B yang diinginkan. Senyawa aktif B yang dihasilkan dapat dipergunakan semua untuk air sebanyak 1 m3 (Subagio et al., 2008).
Selanjutnya pada perendaman II, bahan direndam pada larutan senyawa aktif C (1 sendok makan dalam 1 m3 air) selama 10 menit. Tujuan dari proses perendaman ini adalah mencuci scum (protein) dari ubi yang dapat menyebabkan warna cokelat ketika pengeringan dan juga akan menghentikan pertumbuhan lebih lanjut dari mikroba (Subagio et al., 2008).
Gambar 3 Diagram alir proses pengolahan singkong menjadi chips kering (Subagio et al., 2008). Singkong Segar Penerimaan Singkong Pengupasan Pencucian Pengecilan Ukuran (Tebal chip = 1-1.5 mm) Perendaman I T = 12-72 jam Perendaman II (t ≥ 10 menit) Pressing Pembuburan Pengeringan Chips Kering Pengakutan Chips Perendaman (t = 24-30 jam) Air Air Senyawa Aktif A Senyawa Aktif C Chips Singkong (± 1 Ons) Senyawa Aktif B Air Enzim Kultur Mikroba Kulit Limbah cair Limbah cair Limbah cair Penyimpanan A
Gambar 4 Diagram alir proses pengolahan chips kering menjadi MOCAF di pabrik induk (Subagio et al., 2008).
Selama proses fermentasi terjadi proses penghilangan komponen penimbul warna, seperti pigmen (khususnya pada ketela kuning) dan protein yang dapat menyebabkan warna coklat ketika pemanasan. Dampaknya adalah warna MOCAF yang dihasilkan lebih putih jika dibandingkan dengan warna tepung ubi kayu biasa. Selain itu, proses ini akan menghasilkan tepung yang secara karakteristik dan kualitas hampir menyerupai tepung terigu dan tapioka (Anonimf, 2009).
MOCAF mempunyai karakteristik yang khas, sangat berbeda dengan tepung terigu, tepung beras, tepung singkong, tepung tapioka ataupun tepung yang lainnya. Sehingga dalam aplikasinya, diperlukan sedikit perubahan dalam formula atau prosesnya sehingga akan dihasilkan produk dengan mutu optimal.
Pada penelitian ini bahan yang digunakan adalah MOCAF yang diperoleh dari distributor PT. Tiga Pilar Sejahtera (TPS) Agro, Tebet, Jakarta selatan, tetapi di produksi oleh koperasi Loh Jinawi, Trenggalek, Jawa Timur. Spesifikasi MOCAF yang diproduksi oleh koperasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.
Penerimaan Chip Kering Pengeringan (Artificial drying) Penepungan Pengayakan A MOCAF Pengayakan Pengemasan Pengangkutan Produk MOCAF Sortiran Penyimpanan
Tabel 4 Spesifikasi modified cassava flour (MOCAF) yang diproduksi oleh Koperasi Loh Jinawi Trenggalek
No. Parameter Satuan Hasil 1. Keadaan: Warna Aroma Rasa - - - Putih Netral Netral
2. Kadar Air % Max. 13
3. Kadar Protein % Max. 1.0
4. Kadar Abu % Max. 0.2
5. Kadar Pati % 82-87
6. Kadar Serat % 1.9-3.4
7. Kadar Lemak % 0.4-0.8
8. Kadar HCN mg/kg Tidak Terdeteksi
9. Derajat Keputihan % 88-91
Sumber: Subagio (2007)
MOCAF merupakan produk hasil olahan dari singkong yang dapat dimakan (edible cassava). Oleh karena itu, syarat mutu MOCAF dapat mengacu kepada CODEX STAN 176-1989 (Rev. 1-1995) tentang edible cassava flour. Syarat-syarat mutu edible cassava flour dalam CODEX STAN 176-1989 (Rev. 1-1995) dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Syarat mutu edible cassava flour dalam CODEX STAN 176-1989 (Rev. 1-1995)
No. Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu
1. Kadar air % Maks. 13
2. Kadar abu % Maks. 3
3. Kadar Serat Kasar % Maks. 2
4. Kadar HCN mg/kg Maks. 10
5. Residu pestisida - Sesuai dengan aturan yang berlaku 6. Logam berat - Tidak terdeteksi 7. Bahan Tambahan - Tidak terdeteksi
Sumber: CODEX STAN 176-1989 (Rev. 1-1995)
MOCAF ternyata tidak hanya bisa dipakai sebagai bahan pelengkap, namun dapat langsung digunakan sebagai bahan baku dari berbagai jenis makanan, mulai dari mie, bakery, cookies hingga makanan semi basah. Namun demikian, Berdasarkan penelitian sebelumnya, produk-produk makanan yang dibuat dengan berbahan baku 100% MOCAF mempunyai karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan produk yang dibuat menggunakan tepung terigu berprotein rendah (pastry flour) (Anonimf, 2009).
Selain itu, hasil uji coba yang telah dilakukan menunjukkan bahwa MOCAF dapat mensubstitusi tepung terigu hingga tingkat substitusi 15% pada produk mie instan dengan mutu baik, dan hingga 25 % untuk mie bermutu rendah. Bahkan alternatif aplikasi MOCAF untuk dipergunakan pada makanan bayi sedang diteliti (Anonimf, 2009).