C. Analisis Data Kimiawi Laboratorium dengan Metode Konvensional
1. Metode Principal Component Regression(PCR)
Metode principal component regression merupakan suatu metode
kombinasi antara analisis regresi dan analisis komponen utama (Principal
Component Analysis, PCA). Prinsip analisis komponen utama adalah mencari
komponen utama yang merupakan kombinasi linier dari variabel asli.
Metode regresi komponen utama (PCR) ditetapkan bila dalam pembentukan model pendugaan variabel bebas yang digunakan banyak dan terdapat hubungan yang erat antar variabel bebasnya. Metode tersebut dapat digunakan untuk pendugaan kalibrasi peubah ganda dan mengatasi kolinier ganda.
Menurut Miller & Miller (2000), komponen-komponen utama yang dipilih sedemikian rupa sehingga komponen utama pertama memiliki variasi yang terbesar dalam set data, sedangkan komponen utama kedua tegak lurus terhadap komponen utama pertama dan memiliki variasi terbesar berikutnya.
Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Pearson (1901) dan secara terpisah oleh Hotelling (1933). Pemikiran dasar metode analisis ini adalah mendiskripsikan variasi sebuah set data multivariatif dengan sebuah set data baru dimana variabel-variabel baru tidak berkorelasi satu sama lain. Variabel-variabel baru adalah kombinasi linier dari Variabel-variabel asal. Variabel baru diturunkan dalam arah menurun sehingga beberapa komponen pertama mengandung sebanyak mungkin variasi data asal (Pearson, 1901 dalam Marthaningtiyas, 2005).
Siska dan Hurburgh (1996) dalam Andrianyta (2006), menggunakan metode principal component regression (PCR) untuk mengidentifikasi variasi-variasi utama pada spektrum absorban sampel jagung. Sedangkan Quddus (2006) menentukan kandungan energi bruto tepung ikan untuk bahan pakan ternak dengan data reflektan dan absorban menggunakan metode kalibrasi multivariatif yaitu PCR.
2. Metode partial least squares (PLS)
Metode regresi kuadrat terkecil parsial atau sering disebut partial least
squares (PLS) pertama kali dikembangkan oleh Herman Wold (1982). Model partial least square didefinisikan dari dua persamaan linier yang disebut model
struktural dan metode pengukuran (Wold, 1982 dalam Wulandari 2000). Metode PLS digunakan untuk memperkirakan serangkaian variabel tidak bebas (respons) dari variabel bebas (prediktor) yang jumlahnya sangat banyak, memiliki struktur sistematik linear atau nonlinear, dengan atau tanpa data yang hilang, dan memiliki kolinearitas yang tinggi. Metode ini membentuk model dari variabel yang ada untuk merangkai respons dengan menggunakan regresi kuadrat terkecil dalam bentuk matriks (Lindblom, 2004
dalam Saragih, 2007).
Metode tersebut juga mempunyai keuntungan yaitu dapat mengoptimalkan hubungan prediktif antara 2 (dua) kelompok peubah bebas dan tidak bebas dan permodelannya tidak mengasumsikan sebaran dari peubah bebas saja tetapi peubah tidak bebas ikut diasumsikan (Wold, 1982 dalam Wulandari 2000).
Jensen et al. (2001) mengevaluasi perubahan mutu butir walnut
(Junglens regia L.) dengan menerapkan metode NIR dan partial least square sebagai metode kalibrasi. Model tersebut dapat melakukan kalibrasi NIR dengan hasil yang tepat pada panjang gelombang 400 – 2490 nm. Selain itu, NIR dapat menjelaskan kandungan heksanal kacang walnut sebesar 72%.
Pada dasarnya pendekatan PLS adalah penggabungan model pendugaan sebagai pengembangan model-model kalibrasi yang melibatkan lebih dari dua peubah laten (bebas dan tidak bebas). Proses pendugaan menggunakan metode kuadrat terkecil yang diaplikasikan pada persamaan hubungan model struktural dan model pengukuran (Ratnaningsih, 2004).
Metode kuadrat terkecil parsial (PLS) tidak memerlukan asumsi-asumsi yang ketat terhadap sebaran dari peubah, sisaan dan parameter, sehingga metode ini sering disebut metode lunak (Ratnaningsih, 2004). Metode tersebut diperoleh secara iteratif dan tidak memiliki formula tertutup untuk mecari ragam koefisien regresi.
D. Tepung Singkong
Ubi kayu atau singkong merupakan sumber karbohidrat yang penting setelah padi, jagung, dan sagu. Ubi kayu ini berasal dari Negara Brasil. Singkong memiliki nama botani Manihot esculenta Crantz tapi lebih dahulu dikenal dengan nama Manihot utilissima Pohl, yang dalam nama daerahnya disebut pula kaspe, budin, sampeu, atau ketela pohon (Mulyandari, 1992).
Tanaman ini merupakan tanaman dikotil yang termasuk ke dalam famili Euphorbiaceae. Singkong dapat dimanfaatkan secara langsung sebagai bahan pangan pokok ataupun diolah menjadi produk setengah jadi berupa pati singkong (tepung tapioka), gaplek, dan tepung singkong (Febriyanti, 1990).
Menurut SNI 01-2997-1992, tepung singkong adalah tepung yang dibuat dari bagian umbi singkong yang dapat dimakan, melalui penepungan singkong iris, parut, ataupun bubur kering dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan kebersihan. Syarat mutu tepung singkong sesuai SNI dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Syarat mutu tepung singkong menurut SNI 01-2997-1992
No. Jenis Uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan Bau Rasa Warna - - - Khas singkong Khas singkong Putih
2. Benda asing - Tidak boleh ada
3. Derajat putih % Min. 85
4. Kadar abu % b/b Maks. 1.5
5. Kadar air % b/b Maks. 12
6. Derajat asam Ml N NaOH/100g Maks. 3
7. Asam sianida Mg/kg Maks. 40
8. Kehalusan % lolos (80 mesh) Min. 90
9. Kadar pati % b/b Min. 75
10. Bahan Tambahan Pangan Sesuai SNI 01-02220-1995 - 11. Cemaran logam Timbal Tembaga Seng Raksa Arsen mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Maks. 1.0 Maks. 10.0 Maks. 40.0 Maks. 0.05 Maks. 0.5 12. Cemaran mikroba
Angka lempeng total E. coli Kapang Koloni/g APM/g Koloni/g Maks. 1.0 x 106 < 3 Maks. 1.0 x 104
Tepung singkong telah banyak digunakan dalam pembuatan produk-produk pangan, antara lain seperti roti, biskuit, mie instan, dan lain-lain. Tepung singkong dapat dimodifikasi untuk memperoleh mutu produk yang lebih baik dan sesuai dengan keinginan. Modifikasi tepung singkong telah dilakukan peneliti terdahulu seperti Muharram (1992), yang memodifikasi tepung singkong dengan pengukusan, penyangraian, dan penambahan GMS (Glyceril Mono Stearat).
Di beberapa Negara juga dikenal produk tepung-tepung dari bahan ubi kayu (singkong) dengan nama yang berbeda-beda, misal saja menurut Meuser (1978) dalam Febriyanti (1990) farinha de mandioca (Brazil) yang dibuat dengan cara pengupasan kulit, pemerutan ubi, kemudian dikempa untuk mengurangi kadar air awalnya dan pemanggangan dalam wadah tembaga.
Selain itu, dikenal juga gari (Nigeria) yaitu tepung singkong yang dibuat dengan cara pencacahan ubi kayu, dan kemudian dilakukan fermentasi sebelum pengeringan (Weber et al., 1978 dalam Rahman, 2007). Setiap produk tepung singkong yang dihasilkan oleh beberapa Negara memiliki kadar air yang berbeda-beda. Beberapa produk tepung singkong serta kandungan kadar airnya di beberapa Negara dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Produk tepung singkong di beberapa Negara
Produk Kadar Air (%)
Farinha grossa (Brazil) 9.1
Cassava starch (Berlin) 12.0
Cassava starch (Colombia) 12.4
Cassava flour “Hein” (Jerman) 8.6
Gari (Nigeria) 11.7
Sumber: Weber et al. (1978) dalam Rahman (2007)
Modifikasi tepung singkong juga telah dilakukan oleh Laboratorium Kimia dan Biokimia Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember (LAB. KBHP-UNEJ). Modifikasi tepung singkong tersebut dilakukan proses fermentasi, sehingga dihasilkan produk baru yang merupakan turunan dari tepung singkong yang diberi nama Modified Cassava Flour (MOCAF).
Komposisi kimia MOCAF tidak jauh berbeda dengan tepung singkong, tetapi MOCAF mempunyai karakteristik fisik dan organoleptik yang spesifik. Kandungan protein MOCAF lebih rendah dibandingkan tepung singkong, dimana senyawa ini dapat menyebabkan warna cokelat ketika pengeringan dan
pemanasan. Perbedaan komposisi kimia MOCAF dengan tepung singkong dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Perbedaan komposisi kimia MOCAF dengan tepung singkong
Parameter MOCAF Tepung Singkong
Kadar Air (%) Max. 13 Max. 13
Kadar Protein (%) Max. 1.0 Max. 1.2
Kadar Abu (%) Max. 0.2 Max. 0.2
Kadar Pati (%) 85-87 82-85
Kadar Serat (%) 1.9-3.4 1.0-4.2
Kadar Lemak (%) 0.4-0.8 0.4-0.8
Kadar HCN (mg/kg) Tidak Terdeteksi Tidak Terdeteksi Sumber: Subagio et al. (2008)
E. Modified Cassava Flour (MOCAF)
Modified cassava flour atau MOCAF merupakan produk turunan dari
tepung singkong yang menggunakan prinsip modifikasi sel singkong secara fermentasi, dimana mikrobia BAL mendominasi selama fermentasi tepung singkong ini (Subagio et al., 2008). MOCAF dalam bentuk kemasan plastik dengan berat 100 gram dan 500 gram dapat dilihat pada Gambar 2.
Secara teknis, cara pengolahan MOCAF sangat sederhana, mirip dengan cara pengolahan tepung singkong biasa, namun disertai dengan proses fermentasi. Singkong dibuang kulitnya, dikerok lendirnya, dan dicuci sampai bersih. Kemudian dilakukan pengecilan ukuran singkong dilanjutkan dengan tahap fermentasi selama 12 – 72 jam. Setelah fermentasi, singkong tersebut dikeringkan kemudian ditepungkan sehingga dihasilkan produk modified cassava flour.
Gambar 2 Modified cassava flour (MOCAF) dalam bentuk kemasan plastik dengan berat 100 gram dan 500 gram (Munthe, 2008).
Subagio et al. (2008) melaporkan bahwa mikroba yang tumbuh pada
singkong akan menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel singkong sedemikian rupa sehingga terjadi pembebasan granula pati. Granula pati adalah butiran-butiran kecil yang memiliki sifat mereflesikan cahaya terpolarisasi. Proses pembebasan granula pati ini akan menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut.
Selanjutnya granula pati tersebut akan mengalami hidrolisis menghasilkan monosakarida sebagai bahan baku untuk menghasilkan asam-asam organik, terutama asam laktat. Senyawa asam ini akan bercampur dalam tepung, sehingga ketika tepung tersebut diolah akan menghasilkan aroma dan cita rasa yang khas yang dapat menutupi aroma sampai 70% dari cita rasa singkong yang cenderung tidak disukai konsumen (Subagio et al., 2008).
Proses hidrolisis pati menjadi monosakarida dapat menurunkan viskositas MOCAF, akan tetapi proses hidrolisis pati ini terjadi setelah proses pembebasan granula pati yang menaikkan viskositas. Selain itu, proses pembebasan granula pati lebih dominan dibandingkan dengan proses hidrolisis pada fermentasi yang terjadi. Hal ini nampak dari semakin meningkatnya viskositas pasta panas dan pasta dingin MOCAF dengan semakin lama fermentasi.
Namun demikian, dengan fermentasi selama 72 jam akan didapatkan produk MOCAF yang mempunyai viskositas mendekati tepung tapioka (data tidak ditunjukkan). Hal ini dapat dipahami bahwa semakin lama waktu fermentasi maka akan semakin banyak sel-sel singkong yang pecah, sehingga pembebasan granula pati menjadi semakin meningkat (sangat ekstensif) (Subagio et al., 2008).
Pada Gambar 3 dan 4 menunjukkan tahapan proses pembuatan MOCAF berdasarkan Prosedur Operasi Standar (POS) produksi MOCAF berbasis klaster, dimana terdapat 2 (dua) kali proses perendaman. Perendaman I dilakukan pada air yang telah ditambahkan dengan senyawa aktif A dengan ketentuan 1 m3 air sawah dilakukan penambahan senyawa aktif A sebanyak 1 sendok teh, dan untuk 1 m3 air sumber pegunungan dilakukan penambahan senyawa aktif A sebanyak 1 sendok makan. Kemudian dilakukan penambahan senyawa aktif B, yang dibuat dengan cara merendam chips singkong segar sebanyak 1 ons dalam air yang telah
dicampur enzim (1 sendok teh) dan kultur mikroba (1 sendok makan), perendaman dilakukan selama 24 – 30 jam untuk menghasilkan senyawa aktif B yang diinginkan. Senyawa aktif B yang dihasilkan dapat dipergunakan semua untuk air sebanyak 1 m3 (Subagio et al., 2008).
Selanjutnya pada perendaman II, bahan direndam pada larutan senyawa aktif C (1 sendok makan dalam 1 m3 air) selama 10 menit. Tujuan dari proses perendaman ini adalah mencuci scum (protein) dari ubi yang dapat menyebabkan warna cokelat ketika pengeringan dan juga akan menghentikan pertumbuhan lebih lanjut dari mikroba (Subagio et al., 2008).
Gambar 3 Diagram alir proses pengolahan singkong menjadi chips kering (Subagio et al., 2008). Singkong Segar Penerimaan Singkong Pengupasan Pencucian Pengecilan Ukuran (Tebal chip = 1-1.5 mm) Perendaman I T = 12-72 jam Perendaman II (t ≥ 10 menit) Pressing Pembuburan Pengeringan Chips Kering Pengakutan Chips Perendaman (t = 24-30 jam) Air Air Senyawa Aktif A Senyawa Aktif C Chips Singkong (± 1 Ons) Senyawa Aktif B Air Enzim Kultur Mikroba Kulit Limbah cair Limbah cair Limbah cair Penyimpanan A
Gambar 4 Diagram alir proses pengolahan chips kering menjadi MOCAF di pabrik induk (Subagio et al., 2008).
Selama proses fermentasi terjadi proses penghilangan komponen penimbul warna, seperti pigmen (khususnya pada ketela kuning) dan protein yang dapat menyebabkan warna coklat ketika pemanasan. Dampaknya adalah warna MOCAF yang dihasilkan lebih putih jika dibandingkan dengan warna tepung ubi kayu biasa. Selain itu, proses ini akan menghasilkan tepung yang secara karakteristik dan kualitas hampir menyerupai tepung terigu dan tapioka (Anonimf, 2009).
MOCAF mempunyai karakteristik yang khas, sangat berbeda dengan tepung terigu, tepung beras, tepung singkong, tepung tapioka ataupun tepung yang lainnya. Sehingga dalam aplikasinya, diperlukan sedikit perubahan dalam formula atau prosesnya sehingga akan dihasilkan produk dengan mutu optimal.
Pada penelitian ini bahan yang digunakan adalah MOCAF yang diperoleh dari distributor PT. Tiga Pilar Sejahtera (TPS) Agro, Tebet, Jakarta selatan, tetapi di produksi oleh koperasi Loh Jinawi, Trenggalek, Jawa Timur. Spesifikasi MOCAF yang diproduksi oleh koperasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.
Penerimaan Chip Kering Pengeringan (Artificial drying) Penepungan Pengayakan A MOCAF Pengayakan Pengemasan Pengangkutan Produk MOCAF Sortiran Penyimpanan
Tabel 4 Spesifikasi modified cassava flour (MOCAF) yang diproduksi oleh Koperasi Loh Jinawi Trenggalek
No. Parameter Satuan Hasil 1. Keadaan: Warna Aroma Rasa - - - Putih Netral Netral
2. Kadar Air % Max. 13
3. Kadar Protein % Max. 1.0
4. Kadar Abu % Max. 0.2
5. Kadar Pati % 82-87
6. Kadar Serat % 1.9-3.4
7. Kadar Lemak % 0.4-0.8
8. Kadar HCN mg/kg Tidak Terdeteksi
9. Derajat Keputihan % 88-91
Sumber: Subagio (2007)
MOCAF merupakan produk hasil olahan dari singkong yang dapat dimakan (edible cassava). Oleh karena itu, syarat mutu MOCAF dapat mengacu kepada CODEX STAN 176-1989 (Rev. 1-1995) tentang edible cassava flour. Syarat-syarat mutu edible cassava flour dalam CODEX STAN 176-1989 (Rev. 1-1995) dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Syarat mutu edible cassava flour dalam CODEX STAN 176-1989 (Rev. 1-1995)
No. Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu
1. Kadar air % Maks. 13
2. Kadar abu % Maks. 3
3. Kadar Serat Kasar % Maks. 2
4. Kadar HCN mg/kg Maks. 10
5. Residu pestisida - Sesuai dengan aturan yang berlaku 6. Logam berat - Tidak terdeteksi 7. Bahan Tambahan - Tidak terdeteksi
Sumber: CODEX STAN 176-1989 (Rev. 1-1995)
MOCAF ternyata tidak hanya bisa dipakai sebagai bahan pelengkap, namun dapat langsung digunakan sebagai bahan baku dari berbagai jenis makanan, mulai dari mie, bakery, cookies hingga makanan semi basah. Namun demikian, Berdasarkan penelitian sebelumnya, produk-produk makanan yang dibuat dengan berbahan baku 100% MOCAF mempunyai karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan produk yang dibuat menggunakan tepung terigu berprotein rendah (pastry flour) (Anonimf, 2009).
Selain itu, hasil uji coba yang telah dilakukan menunjukkan bahwa MOCAF dapat mensubstitusi tepung terigu hingga tingkat substitusi 15% pada produk mie instan dengan mutu baik, dan hingga 25 % untuk mie bermutu rendah. Bahkan alternatif aplikasi MOCAF untuk dipergunakan pada makanan bayi sedang diteliti (Anonimf, 2009).
F. Pati, Amilosa, dan Amilopektin
Pati merupakan cadangan karbohidrat yang banyak terdapat pada tanaman, yang memiliki homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati merupakan sumber karbohidrat utama bagi manusia. Pati memiliki karakteristik tertentu berdasarkan bentuk, ukuran, distribusi ukuran, komposisi, dan kekristalan granulanya (Belitz dan Grosch, 1987 dalam Rahman, 2007).
Pada tanaman, pati terdapat dalam bentuk butiran-butiran kecil yang disebut granula. Menurut Winarno (2002) menyatakan bahwa granula pati mempunyai sifat mereflesikan cahaya terpolarisasi, sehingga dibawah mikroskop terlihat kristal hitam putih. Sifat inilah yang disebut birefringent. Pada saat granula pecah maka sifat birefringent ini akan menghilang.
Granula pati tersusun atas tiga komponen utama, yaitu amilosa, amilopektin, dan bahan antara seperti lipid dan protein. Perbandingan jumlah diantara ketiga komponen tersebut berbeda-beda untuk tiap jenis pati, tergantung dari sifat-sifat botani sumber pati tersebut. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut dengan amilopektin (Winarno, 2002).
Amilosa merupakan rantai lurus yang terdiri dari molekul-molekul glukosa yang berikatan D-glukosa dengan ikatan α-(1,4) glikosidik. Struktur amilosa dapat dilhat pada Gambar 5. Amilosa seringkali dikatakan sebagai struktur linier dari pati, meskipun sebenarnya jika dihidrolisis dengan β-amilase pada beberapa jenis pati tidak diperoleh hasil yang sempurna. β-amilase menghidrolisis amilosa menjadi unit-unit residu glukosa dengan memutuskan ikatan α-(1,4) dari ujung non-pereduksi rantai amilosa (Hoseney, 1998 dalam Panikulata, 2008).
Panjang polimer dipengaruhi oleh sumber pati dan akan mempengaruhi berat molekul amilosa. Pada umumnya amilosa dari umbi-umbian mempunyai berat molekul yang lebih besar dibandingkan dengan berat molekul amilosa
s s m l i d s a g A m m serealia, den serealia (Mo Juml mirip denga larut pada k ikatan hydro dalam Rahm Amil serta ikatan amilopektin glukosa dal Amilopektin mengendap melarutkan p ngan rantai oorthy, 2004
lah atau kada an pati tanam kondisi yang ogen dengan man, 2007). Gamb lopektin ada n α-(1,6) sama sepe lam jumlah n dapat laru kembali. A pati dalam a polimer leb dalam Pani ar amilosa p man lain. Am drastis sepe n alkali atau bar 5 Struk alah polimer pada titik erti amilosa, yang besa ut dalam air Amilopektin air panas di b bih panjang ikulata, 2007
ati pada sing milosa tidak
erti suhu yan reagen yan ktur amilosa r dengan ik percabanga , yaitu terd ar (Wurzbur dan tidak dan amilos bawah suhu g g daripada r 7). gkong berad dapat larut d ng tinggi ata g sesuai (Be (Chaplin, 20 katan α-(1,4) annya. Pad iri dari ran rg, 1968 da mempunyai sa dapat dip gelatinisasi. rantai polim da pada kisar dalam air, h au dengan pe elitz dan Gr 006). ) pada ranta da dasarnya ntai pendek alam Rahm kecenderun pisahkan de mer amilosa ran 20-27% hanya dapat emotongan osch, 1987 ai lurusnya a, struktur α-(1,4)-D-man, 2007). ngan untuk engan cara
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dengan judul “Pendugaan Komposisi Kimia Modified Cassava
Flour (MOCAF) dengan Metode Near Infrared (NIR)” akan dilakukan di 3 (tiga)
tempat. Untuk pendugaan komposisi kimia MOCAF dengan metode NIR serta penentuan kadar air dan pH MOCAF dengan metode konvensional dilaksanakan di Lab. Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, IPB Dramaga. Penentuan kadar amilosa MOCAF dengan metode konvensional dilaksanakan di Balai Penelitian Pascapanen Pertanian, Cimanggu, Bogor. Sedangkan tempat penelitian ketiga adalah Lab. Biokimia Pangan, Departemen Ilmu Teknologi Pangan, IPB Dramaga, untuk penentuan kadar abu MOCAF dengan metode konvensional. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2010 sampai April 2010.
B. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan Penelitian
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian pendugaan komposisi kimia ini adalah tepung singkong termodifikasi atau sering disebut dengan
modified cassava flour (MOCAF) yang diperoleh dari distributor PT. Tiga Pilar
Sejahtera (TPS) Agro, Tebet, Jakarta Selatan, tetapi di produksi oleh Koperasi Loh Jinawi, Trenggalek, Jawa Timur. Sampel MOCAF yang digunakan dalam pendugaan komposisi kimia dengan metode NIR dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Sampel MOCAF yang akan digunakan dalam pendugaan komposisi kimia dengan NIRFlex Fiber Optic Solids N-500.
Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menganalisis komposisi kimia sampel MOCAF seperti penentuan kadar air, kadar abu, kadar amilosa, dan pH dengan analisis kimiawi (metode konvensional), antara lain: Amilosa standar, Etanol 95%, NaOH 1 N, larutan Iod (larutan 0.2 g Iod dan 2 g KI dalam 100 ml air), asam asetat 1 N, aquades, serta cairan buffer 4.0 dan 7.0.
2. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian “Pendugaan Komposisi Kimia Modified Cassava Flour (MOCAF) dengan Metode Near Infrared (NIR)”, adalah sebagai berikut:
a. Instrumen NIRFlex Tipe N-500 Merk BUCHI
Instrumen dasar NIRFlex Tipe N-500 merk BUCHI ini memiliki data teknis / spesifikasi, antara lain: memiliki dimensi 350 mm x 450 mm x 250 mm, nilai spektrum sebesar 800-2500 nm (1000-2500 nm), 12’500-4’000 cm-1 (jika tidak spesifik kecuali sel pengukuran), memiliki resolusi 8 cm-1, tipe interferometernya adalah polarisasi interferometer dari TeO2,
analog digital converter 24 bit, temperatur ambient 5-35 ºC (25 ± 5 ºC),
koneksi ethernet adalah 100 Mbit/s, besarnya nilai penambah tegangan listrik 100-230 VAC ± 10%, 50/60 Hz, 350 W, sedangkan tipe leser yang digunakan adalah 12 VDC HeNe, dengan panjang gelombang 632.992 nm (Anonima, 2008). Perangkat NIRFlex Fiber Optic Solids N-500 dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Perangkat NIRFlex Fiber Optic Solids N-500 merk BUCHI (Anonima, 2008).
Software bawaan NIRFlex Tipe N-500 merk BUCHI secara
otomatis medeteksi jenis perangkat tambahan yang digunakan saat aplikasi yang berhubungan dimulai dengan software NIRWare Operator. Adanya
software tersebut maka hasil pendugaan komposisi kimia tersebut dapat
diukur dan diperoleh hasil dalam bentuk data digital berupa tabel dan kurva reflektan (R) dan absorban (A).
Aplikasi NIRFlex N-500 dapat digunakan pada laboratorium, lingkungan-lingkungan produksi dan juga proses produksi. Hasil analisis dibagi menjadi 2 macam (Anonima, 2008), yaitu:
1. Analisis Kualitatif, antara lain:
a. Perbedaan dari bahan-bahan yang berbeda secara kimia (seperti tes bahan baku dari bahan yang masuk).
b. Perbedaan dari bahan-bahan yang mirip secara kimia.
2. Analisis Kuantitaif, yaitu Penentuan sifat-sifat produk yang dinilai dengan angka yang dihitung secara konsentrasi atau parameter fisik (viskositas dan ukuran partikel).
NIRFlex Tipe N-500 memiliki berbagai macam sistem / bentuk yaitu NIRFlex Solids dengan cawan petri dan XL add-on, NIRFlex Fiber
Optic Solids, dan NIRFlex Liquids (Anonima, 2008). Penelitian ini menggunakan NIRFlex Fiber Optic Solids N-500 merk BUCHI.
NIRFlex Fiber Optic Solids adalah instrumen NIR yang ideal untuk mengukur sampel-sampel padatan secara cepat dan mudah. Sampel yang biasa digunakan seperti tepung-tepungan (powders) dan pasta dengan metode pemantulan acak (diffuse reflection mode) (Anonima, 2008). Sel pendugaan untuk bahan-bahan padatan memungkinkan penggunaan komponen tambahan yang berbeda untuk penampung-penampung sampel secara spesifik.
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah MOCAF yang merupakan bahan berbentuk tepung-tepungan. Untuk bahan tepung tersebut maka digunakan alat penelitian yaitu NIRFlex Fiber Optic Solids. Data teknis NIRFlex fiber optic solid, antara lain: nilai suhu pada ujung
50/60 Hz, 20 W, detektor yang jangkauan yang diperpanajang InGaAs, panjang standar dari fiber optic probe adalah 2 m (Anonima, 2008). Pada Gambar 8 menunjukkan prinsip fungsional dari alat NIRFlex Fiber Optic
Solids N-500.
Gambar 8 Prinsip fungsional dari alat NIRFlex Fiber Optic Solids N-500 yang digunakan dalam penelitian (Anonima, 2008).
Prinsip fungsional NIRFlex Fiber Optic Solids N-500 merk BUCHI adalah dimulai dengan memancarkan sinar infra merah dekat (NIR) ke lensa optik 1 dan lensa optik 2. Setelah NIR melewati lensa optik 2 maka akan dilanjutkan ke light barrier, fiber bundle, dan sensor magnet (magnet
sensors). Sensor magnet tersebut akan memancarkan sinar NIR ke sampel
penelitian (MOCAF) dengan tebal pancaran NIR sebesar 1 mm dari permukaan sampel. Pengukuran atau penembakan NIR dibantu dengan tombol start dengan LEDs berwarna hijau, apabila masih LEDs berwarna merah maka tekan kembali tombol start. Sampel yang telah dipancarkan NIR akan mengalami proses getaran (vibrasi).
Hasil vibrasi adalah berupa spektrum pantulan (reflectance) NIR yang akan kembali ke sensor magnet, fiber bundle, light barrier, dan menuju ke pemeriksaan koneksi elektrik (electrical connections probe). Setelah melalui proses pemeriksaan koneksi elektrik maka akan menuju lensa optik 3 dan terakhir ke detektor. Detektor berfungsi sebagai alat untuk merekam atau mencatat nilai spektrum yang berupa vibrasi pada saat