• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adapun metode pelaksanaan kegiatan kultur Thalassiosira sp di PT. Centralpertiwi Bahari, Takalar adalah sebagai berikut.

13 3.4.1 Persiapan Wadah

Persiapan wadah dan peralatan meliputi pencucian peralatan, pengeringan, dan sterilisasi menggunakan autoclave. Wadah kultur dan peralatan skala laboratorium seperti test tube, erlenmeyer, botol dan galon direndam dengan air tawar dan diberi larutan porsteks terlebih dahulu selama ± 7 jam selanjutnya wadah digosok/disikat kemudian dibilas dengan air tawar yang mengalir sampai bersih lalu dikeringkan. Glasware (erlenmeyer, gelas ukur, tes tube, petridisk) dan selang aerasi yang sudah kering dibungkus dengan plastik yang tahan panas dan dilakban kemudian dimasukkan ke dalam autoclave untuk disterilkan pada

suhu 121oC selama 15 menit.

Persiapan wadah kultur skala intermediate dan skala massal dilakukan dengan cara bak disemprot dengan air laut untuk membersihkan kotoran yang menempel pada dinding dan lantai dasar bak. Bak yang telah disemprot dengan air laut kemudian digosok dengan scoring pad yang telah dicelupkan ke dalam larutan deterjen hingga kotoran yang menempel pada dinding dan lantai dasar bak hilang. Selain itu, selang aerasi dan batu aerasi yang digunakan juga digosok. Selanjutnya bak tersebut dibilas dengan menyemprotkan kembali air laut ke dalam bak hingga sisa-sisa deterjen hilang. Setelah proses tersebut selesai, maka bak dikeringkan selama 1 malam untuk dipakai keesokan harinya. Dalam jangka waktu 2 minggu sekali, bak-bak tersebut diberi clorin secukupnya untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan menghilangkan sisa kotoran yang sulit dibersihkan. Bak yang telah diberi klorin harus dibilas terlebih dahulu pada keesokan harinya sebelum digunakan untuk kultur.

14 3.4.2 Persiapan Air

Air yang digunakan untuk kultur Thalassiosira sp berasal dari laut. Air laut dipompa dengan menggunakan pompa Sumersibel yang berdiameter 4 inch dengan power 24 PK. Air tersebut kemudian dialirkan dengan gaya grafitasi dan di saring pada bak sand filter, selanjutnya air dialirkan ke dalam bak treatment yang berkapasitas 40 ton. Air laut di treatment pada bak treatment dengan menggunakan kaporit sebanyak 10 ppm dan diaeras selama 5 jam kemudian disterilkan dengan Natrium Tiosulfat sebanyak 5 ppm dan diaerasi selama 2 jam sebelum digunakan. Air dari bak treatment tersebut dialirkan melalui pipa paralon ke bak penampungan air untuk kultur laboratorium. Air laut yang akan digunakan di laboratorium terlebih dahulu salinitasnya dicek dengan menggunakan hand

refraktometer. Air yang digunakan untuk kultur laboratorium salinitasnya harus

28 ppt. Apabila salinitas air laut pada pengukuran refraktometer melebihi 28 ppt maka harus dilakukan perlakuan yaitu dengan menambahkan air tawar. Sebelum digunakan air dilewatkan di cadritge filter lalu dimasukkan ke dalam laboratorium.

Sedangkan air yang digunakan untuk skala intermediate dan skala massal berasal dari bak treatment yang dialirkan melalui pipa dan langsung dimasukkan ke dalam bak kultur tanpa harus dilewatkan di catridge filter. Salinitas yang digunakan untuk kultur skala intermediate dan skala massal yaitu salinitas 30 ppt

– 32ppt. Bak-bak yang terisi dengan air diaerasi selama satu malam dan pada

15 3.4.3 Persiapan Pupuk

Adapun langka yang dilakukan dalam persiapan pupuk skala indor yaitu pupuk EDTA sebanyak 20 gram dan Silikat sebanyak 135 gram ditimbang kemudian masing-masing pupuk dilarutkan dengan aquades di dalam gelas ukur yang berbeda. Selanjutnya pupuk diaduk sampai pupuk larut lalu dimasukkan ke dalam botol yang berbeda kemudian ditutup dengan menggunakan aluminium

foil. Larutan pupuk disterilkan di dalam autoclave pada suhu 121oC selama 15

menit. Setelah itu, larutan pupuk didinginkan lalu disimpan pada tempat yang steril dan pupuk siap digunakan. Jenis dan dosis pupuk yang digunakan untuk kultur skala indor dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Dosis pupuk untuk kultur Thalassiosira sp pada skala laboratorium

Jenis pupuk Dosis pupuk setiap wadah (ml)

1liter 15 liter

EDTA 0.25 3.75

AGP 0.5 7.5

SILIKAT 0.5 7.5

Sumber : Data PKPM PT.Centralpertiwi Bahari Takalar 2015

Untuk kultur outdor, persiapan pupuk dilakukan dengan cara pupuk

NaNO3, DSP, Urea, dan Silikat ditimbang sesuai dengan dosis yang telah

ditentukan lalu dimasukkan ke dalam ember dan ditambahkan dengan air kemudian diaduk sampai semua pupuk larut. Sedangkan AGP dipipet menggunakan pipet skala lalu dimasukkan ke dalam ember. Adapun jenis dan dosis pupuk yang digunakan untuk kultur skala indor disajikan pada Tabel 4.

16 Tabel 4 Dosis pupuk untuk kultur Thalassiosira sp. pada skala outdor

Jenis Pupuk

Dosis Pupuk Pada Setiap

Wadah (gram) Fungsih

1 ton 12 Ton 50 Ton

NaNO3 60 720 3000 Sebagai nutrisi bagi alga

DSP 5 60 250 Meningkatkan posfhor

UREA 10 120 500 Mempercepat pertumbuhan sel

SILIKAT 11 132 550 Menguatkan sel alga

AGP 5 60 250 Mempercepat pertumbuhan sel

Sumber : Data PKPM PT.Centralpertiwi Bahari Takalar 2015

3.4.4 Pemeliharaan

Kultur Skala Laboratorium

Pada kultur Thalassiosira di PT. Centralpertiwi Bahari Takalar untuk kultur skala laboratorium menggunakan wadah dengan volume bertingkat.

a. Kultur Skala 100 ml (Erlenmeyer)

Kultur skala 100 ml dikerjakan di dalam laminari air flow. Sebelum melakukan kultur, laminari air flow dan tangan terlebih dahulu disemprot dengan alkohol 96 % kemudian bunsen dinyalakan. Erlenmeyer yang telah diautoclave diisi dengan air media quillard yang telah disterilkan sebanyak 80 ml. Selanjutnya bibit dituang ke dalam erlenmeyer sebanyak 20 ml (2 tabung reaksi yang bervolume 10 ml). Erlenmeyer ditutup dengan aluminium foil lalu mulut erlenmeyer dipanaskan di bunsen kemudian media erlenmeyer disimpan di rek

kultur. Alga dipelihara selama 5 – 8 hari pada suhu 18 – 24oC dan dilakukan

pengkocokan setiap 3 kali/hari yaitu pagi, siang dan sore hari. Kultur skala 100 ml menggunakan media botol dapat dilihat pada Lampiran 1.

17 b. Kultur Skala 1 Liter (Botol)

Air yang digunakan untuk kultur pada wadah botol terlebih dahulu disterilkan. Air dialirkan dari bak penampungan lalu dimasukkan ke dalam ember sebanyak 20 liter. Air diberi pupuk EDTA 5 ml, AGP 10 ml, dan Silikat 10 ml lalu diaerasi selama 10-15 menit sampai homogen. Selanjutnya air dimasukkan ke dalam botol volume 1 liter sebanyak 700 ml. Kemudian botol ditutup dengan menggunakan aluminium foil dan dimasukkan ke dalam mesin autoclave dan

diautoclave pada suhu 121oC selama 15 menit.

Kultur skala 1 liter dilakukan dengan cara mensterilkan tempat kerja dengan alkohol 96% lalu bunsen dinyalakan. Mulut botol dan erlenmeyer dipanaskan di bunsen, penutup botol dan erlenmeyer dibuka lalu bibit yang ada di dalam erlenmeyer dituang ke dalam botol sebanyak 200 ml (2 buah erlenmeyer yang berisi bibit dituang ke dalam 1 botol kultur). Selanjutnya botol ditutup dengan aluminium foil kemudian mulut botol dipanaskan di bunsen lalu media botol diberi label dengan menggunakan kertas marker kemudian diaerasi dan diberi sinar lampu neon 40 watt. Bibit dipelihara selama 3 hari pada suhu 18 –

25oC. Kultur skala 1 liter menggunakan botol dapat dilihat pada Lampiran 2.

c. Kultur Skala 15 Liter (Galon)

Kultur skala 15 liter menggunakan wadah galon dan dikultur setelah bibit selesai dikultur di botol. Kultur skala 15 liter dilakukan dengan cara mensterilkan tempat kerja dengan alkohol 96% lalu mengisi galon dengan air laut yang dialirkan dari bak penampungan sebanyak 13 liter. Bibit dimasukkan ke dalam galon yang telah diisi dengan air laut sebanyak 2 botol bibit dari kultur skala 1 liter. Bibit kemudian diberi pupuk dengan cara memipet EDTA sebanyak 3,75

18 ml, AGP sebanyak 5,7 ml, dan silikat sebanyak 5,7 ml ke dalam galon. Galon ditutup kemudian diletakkan di rak kultur . Pada rak kultur dipasangi lampu sebanyak 2 susun dan pipa aerasi. Media galon diberi aerasi dan pelihara selama

3 hari pada suhu ruangan 23 – 24,5oC. Kultur skala 15 liter menggunakan galon

dapat dilihat pada Lampiran 3.

Kultur Skala Intermediate

Kultur skala intermediate dilakukan di luar ruangan pada bak fiber dan bak beton.

a. Kultur Skala Intermediate Volume 500 Liter (Bak Fiber)

Bak fiber yang akan digunakan untuk kultur diisi dengan air laut sebanyak

470 liter. Setelah itu, dilakukan pemberian pupuk NaNO3 30 gram, DSP 2,5

gram, Urea 5 gram, Silikat 5,5 gram dan AGP 2,5 ml lalu diberi aerasi. Selanjutnya bibit dari galon dimasukkan ke dalam bak sebanyak 30 liter dan dipelihara selama 24 jam. Setelah itu, bibit dikultur kembali menggunakan 2 bak dengan volume 500 liter dengan cara bibit dibagi kedalam 2 bak lalu air laut dimasukkan ke dalam bak sampai volumenya 500 liter kemudian bibit diberi pupuk dengan dosis yang sama pada saat kultur awal dan bibit dipelihara selama 24 jam sebelum dikultur pada bak skala 12 ton (bak beton). Kultur skala intermediate menggunakan bak fiber dapat dilihat pada Lampiran 4.

b. Kultur Skala Intermediate Volume 12 Ton (Bak Beton)

Kultur skala intermedit pada bak beton dilakukan dengan cara mengisi bak beton dengan air yang dialirkan dari bak treatment sebanyak 11 ton lalu diaerasi selama 1 malam. Keesokan harinya, bibit ditransfer dari bak fiber dengan

19 menggunakan pompa celup dan selang yang disambungkan pada pipa transfer.

Selanjutnya, bibit diberi pupuk NaNO3 sebanyak 720 gram, DSP 60 gram, urea

120 gram, silikat 132 gram, dan AGP 60 ml dan dipelihara selama 24 jam sebelum dikultur pada bak massal. Kultur skala intermediate menggunakan bak beton dapat dilihat pada Lampiran 5.

Kultur Skala Massal Volume 50 Ton

Kultur skala massal dilakukan dengan cara mengisi bak beton dengan air yang dialirkan langsung dari bak treatment sebanyak 38 ton dan diaerasi selama 1 malam. Selanjutnya bibit ditransfer dari bak intermedit ke bak massal sebanyak

12 ton. Bibit diberi pupuk NaNO3 3000 gram, DSP 250 gram, Urea 500 gram,

silikat 550 gram dan AGP 250 ml dan dipelihara selama 3 hari sebelum diberikan pada larva. Kultur skala massal dapat dilihat pada Lampiran 6.

3.4.5 Pengukuran Kualitas Air

Parameter kualitas air yang dipantau pada kultur Thalassiosira sp. dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Parameter kualitas air yang dipantau

No Parameter Alat dan spesifikasi Cara pengukuran

Fisika

1 Suhu Termometer 100oC Insitu

2 Salinitas Hand refraktometer Exitu

Kimia

1 pH pH testr Exitu

Keterangan : Insitu artinya diukur langsung di wadah kultur

20 3.4.6 Pemanenan Thalassiosira sp

Pemanenan dilakukan setelah alga mencapai puncak populasi yaitu pada hari ke 3 dan cara menyambung pipa transfer dengan selang dan pompa lalu membuka kran pada ujung pipa dan pompa dinyalakan.

3.5. Parameter yang Diamati dan Analisa Data 3.5.1 Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati yaitu pertambahan populasi dan Kualitas air

Thalassiosira sp. pada kultur skala indor dan kultur skala outdor.

3.5.2 Analisa Data

Kepadatan Thalassiosira sp

Menurut Isnansetyo dan Kurniastuti (1995) rumus yang digunakan untuk menghitung kepadatan alga yaitu:

Kepadatan Thalassiosira sp. = jumlah sel × 10.000 sel/ml

Berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) PT. Centralpertiwi Bahari Takalar, rumus yang digunakan untuk menghitung kepadatan alga yaitu sebagai berikut:

Kepadatan Thalassiosira sp. =

! ! × 10.000 sel/ml

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik selanjutnya dianalisa secara deskriptif.

21

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Jumlah Populasi Thalassiosira sp. pada Kultur Skala Indor

Pengamatan jumlah populasi dilakukan untuk mengetahui kondisi fitoplankton dan mengetahui jumlah kepadatan fitoplankton yang tumbuh dengan menggunakan haemocytometer. Isnansetyo dan Kurniastuti (1995) menyatakan bahwa metode pemantauan fitoplankton perlu dilakukan, selain pemantauan pertumbuhan, juga pemantauan terhadap kemungkinan adanya kontaminasi oleh protozoa. Beberapa kasus kontaminasi tersebut terjadi karena kesalahan dalam melakukan sterilisasi alat dan media, unit aerasi serta ketelitian pada saat inokulasi. Adapun hasil pemantauan jumlah populasi Thalassiosira sp. pada kultur skala labratorium disajikan pada Lampiran 7 dan Gambar 3, 4, dan 5.

Gambar 3 Grafik pertambahan populasi Thalassiosira sp. pada wadah botol (B1)

1.477 1.750 2.883 0 1000 2000 3000 4000 1 2 3 K epa da ta n T hal as si os ir a sp pe rha ri ( ...x10 3sel/ m l)

Pertambahan Populasi Thalassiosira sp pada

Wadah Botol (B1) Volume 1 Liter

Kepadata alga Hari ke

22 Gambar 4 Grafik pertambahan populasi Thalassiosra sp pada wadah botol (B2)

Gambar 5 Grafik pertmbahan populasi Thalassiosira sp pada wadah galon 15 liter Pertambahan jumlah populasi Thalassiosira sp skala indor baik pada wadah erlenmeyer dengan waktu pemeliharaan 5 hari maupun wadah botol dan galon pada hari ketiga cenderung meningkat dengan bertambahnya waktu pemeliharaan. Diduga jumlah populasi masih terus meningkat, namun dengan kepadatan 3.326.000 sel/ml pada wadah erlenmeyer, dan 2.883.000 sel/ml pada

1.127 1.553 2.162 0 500 1000 1500 2000 2500 1 2 3 K epa da an T hal as si os ir a sp pe rha ri ( ...x 10 3 ) se l/ m l

Pertambahan Populasi Thalassiosira sp pada

Wadah Botol (B2) 1 Liter

Kepadata alga perhari (sel/ml) Hari ke 1 2 3 327 536 1.275 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1 2 3 K epa da ta n T hal as si os ir a sp pe rha ri (...x10 3) se l/ m l

Pertambahan Populasi Thalassiosira sp pada

Wadah Galon 15 Liter

Kepadata alga perhari (sel/ml)

23 wadah botol (B1), untuk botol (B2) 2.162.000 sel/ml serta pada media galon sebanyak 1.275.000 sel/ml sudah dianggap cukup untuk bibit pada tahap selanjutnya sehingga dipanen sebelum puncak populasi. Pertambahan populasi yang meningkat terus hingga hari ketiga menunjukkan bahwa ketersediaan nutrien (pupuk) untuk pertumbuhan Thalassiosira sp masih mencukupi kebutuhan. Menurut Ismansetyo dan Kurniastuti (1995) bahwa jumlah populasi akan menurun apabila kebutuhan nutrisi tidak sesuai dengan kebutuhan algae untuk tumbuh. Berdasarkan pada pertumbuhan Thalassiosira sp yang diperoleh masih berada pada fase eksponensial dimana pertambahan populasi berbanding lurus dengan bertambahnya waktu.

4.2 Jumlah Populasi Thalassiosira sp. pada Kultur Skala Outdor

Kultur skala outdor adalah kelanjutan dari kultur skala indor yang dilakukan pada lokasi yang terbuka, tidak terdapat atap sama sekali sehingga sinar matahari dapat dengan langsung masuk ke dalam bak. Kultur skala outdor terdiri atas kultur intermediate dan kultur massal. Kultur skala intermeditate menggunakan wadah dengan volume bertingkat yaitu volume 500 liter, 1 ton dan 12 ton. Yang membedakan kultur intermediate dan kulur massal di PT. Centralpertiwi Bahari yaitu ukuran wadah. Adapun hasil pemantauan jumlah populasi Thalassiosira sp pada kultur indor dapat dilihat pada Lampiran 8 dan Gambar 6.

24 Gambar 6 Pertambahan populasi Thalassiosira sp pada bak beton 50 ton

Gambar 6 Grafik pertambahan populasi Thalassiosira sp pada wadah beton 50 ton

Dari Gambar 6 di atas menunjukkan bahwa pertambahan jumlah populasi

Thalassiosira sp pada kultur skala outdor meningkat seiring bertambahnya waktu

pemeliharaan hingga hari ketiga. Jumlah populasi masih akan meningkat namun dengan kepadatan 72.000 sel/ml untuk kultur pada bak fiber dan 60.000 sel/ml untuk kultur pada bak beton 12 ton sudah dianggap cukup sebagai starter untuk kultur selanjutnya. Pemanenan dilakukan pada hari ketiga dimana pada hari ketiga berada pada fase eksponensial. Pada fase eksponensial diawali dengan pembelahan sel dengan laju pertumbuhan yang terus menerus, pertumbuhan pada fase ini mencapai maksimal. Menurut pembimbing lapangan PKPM, untuk mendapatkan tingkat kepadatan alga yang tinggi pada kultur skala outdor maka proses penebaran bibit sebaiknya dilakukan pada pagi hari sebelum matahari terbit. Hal ini bertujuan agar alga yang dikultur bisa langsung memperoleh sinar matahari sehingga proses fotosintesis cepat terjadi.

Berdasarkan pemantauan jumlah populasi Thalassiosira sp pada skala dan wadah yang berbeda mempelihatkan bahwa pola pertambahan populasi sama.

26 40 77 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 1 2 3 K epa da ta n T hal as si os ir a sp pe rha ri (...x1 0 3) se l/ m l

Pertambahan Populasi Thalassisira sp pada

Wadah Beton 50 Ton

Kepadata alga perhari (sel/ml)

25 Namun puncak pertambahan populasi setiap wadah dan skala yang berbeda. Hal ini disebabkan karena kepadatan awal Thalassiosira sp berbeda dan beberapa faktor lingkungan juga berbeda seperti suhu ruangan dan salinitas air media. Indikasi meningkatnya jumlah populasi Thalassiosira sp yang masih berada pada fase eksonensial (Gambar 3, 4, 5 dan 6) menunjukkan bahwa ketersediaan pupuk untuk menunjang pertumbuhannya masih cukup. Selain itu, ditunjang dengan kualitas air yang masih optimum (Tabel 6).

4.3 Kualitas Air untuk Kultur Thalassiosira sp

Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air pada kultur Thalassiosira sp skala indor dan skala outdor dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil pengukuran kualitas air pada kultur Thalassiosira sp

No Parameter Nilai pengukuran

*

Nilai optimum**

Indor Outdor Indor Outdor

1 Suhu 23 – 24,5oC 29 – 32 18 – 25 27 – 35

2 Salinitas 28 ppt 30 – 32 26 – 28 25 – 42

3 pH 7,2 – 8,1 9 – 9,8 7 – 9 7 – 10,2

Sumber : *Data primer PKPM PT.Centralpertiwi Bahari Takalar 2015

**

Pembimbing lapangan PKPM

Dari Tabel 8 di atas menunjukkan bahwa hasil pengukuran kualitas air pada kultur Thalassiosira sp antara kultur skala indor dan outdor terdapat perbedaan kisaran kualitas air. Adanya perbedaan ini diduga disebabkan oleh tempat yang berbeda dimana pada kultur skala indor dilakukan di dalam ruang yang tertutup sedangkan untuk skala outdor dilakukan di tempat yang terbuka. Kondisi media kultur, cahaya, pH, aerasi, dan suhu sangat mendukung terjadinya pembelahan sel Thalassiosira sp. Untuk kultur Thalassiosira sp skala indor di PT. CPB menggunakan media air dengan salinitas 28 ppt sedangkan untuk kultur

26 skala outdor menggunakan salinitas 30 – 32 ppt. Pada umumnya alga mampu tumbuh optimal pada salinitas yang lebih rendah dari lingkungan aslinya (Kurniawan, 2001). Kultur Thalassiosira sp skala laboratorium dilengkapi dengan pencahayaan menggunakan lampu neon 40 watt sedangkan untuk kultur skala indor menggunakan cahaya matahari yang selain berfungsi sebagai sumber cahaya untuk fotosintetis juga berfungsi untuk mempertahankan suhu dan oksigen (Fachruddin 2015). Hal ini sesuai dengan pendapat Kurniawan (2009) bahwa fungsi cahaya untuk kultur algae yaitu untuk proses fotosintesis. Kebutuhan cahaya tergantung pada kedalaman dan kepadatan kultur. Adapun kekuatan lampu yang digunakan untuk kultur Thalasiosira sp skala indor yaitu 220 Volt. Semakin tinggi kepadatan dan kedalaman kultur, intensitas cahaya yang dibutuhkan akan semakin tinggi. Kisaran pH saat kultur Thalassiosira sp skala indor yaitu 7,2 – 8,1 dan untuk skala outdor yaitu 9 – 9,8. Untuk mempertahankan pH maka pada wadah kultur diberi aerasi. Adapun fungsi dari pemberian aerasi yaitu mengaduk alga agar tidak terjadi pengendapan sehingga dipastikan seluruh alga mendapatkan cahaya dan nutrien, mengurangi terjadinya stratifikasi suhu, serta menambah pertukaran gas antara media dan udara. Suhu

ruangan yang digunakan saat kultur alga skala indor yaitu 23oC – 24,4oC

sedangkan suhu yang digunakan untuk kultur skala outdor yaitu 29oC – 32oC.

Suhu yang rendah pada kultur skala indor bertujuan untuk menghasilkan bibit alga yang memiliki umur yang panjang dibandingkan dengan suhu yang tinggi.

Kisaran suhu dibawah 16oC akan menghambat pertumbuhan alga sedangkan

kisaran suhu diatas 35oC mampu mematikan beberapa spesies algae. Untuk

Dokumen terkait