• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Pembelajaran dan Perbaikan Karakter Ahli hikmah mengatakan:

Dalam dokumen Strategi Guru PAI dalam Mengimplementasi (Halaman 69-79)

STRATEGI PEMBELAJARAN DALAM MODEL PEMBELAJARAN

B. Pendekatan dan Metode Pembelajaran 1 Pendekatan Pembelajaran Saintifik

2. Metode Pembelajaran dan Perbaikan Karakter Ahli hikmah mengatakan:

حْ قْي طل نم مه ذ تْسء ْل مْل نم مه قْي طل

ئْيش لك ْنم مه ذ تْس ْل

Artinya:

“Metode lebih penting dari dari pada materi,

guru lebih penting dari pada metode, dan

semangat guru yang terpenting dari semuanya”

Metode pembelajaran merupakan cara atau teknik yang digunakan oleh pendidik untuk menangani suatu kegiatan pembelajaran yang mencakup antara lain ceramah, tanya-jawab, diskusi.Metode mengajar adalah cara-cara yang digunakan dalam mengajar, misalnya metode ceramah (al-mau’zah), metode tanya jawab (al-as

ilah wa ajwibah), metode diskusi (an-niqasy), metode pemberian tugas (al-tamrin), metode demonstrasi (al-tathbig), metode karya wisata (rihlah ‘ilmiyah), metode kerja kelompok (al-jami’), metode bermain peran, metode debat (al- mujadalah) dan metode bercrita (al-qishash).

Guru perlu menggunakan metode pembelajaran yang variatif dan sesuai kebutuhan, sehingga proses pembeajaran tidak berjalan kaku, searah dan menjenuhkan. Guru perlu memperhatikan di bawah ini sebelum memilih metode, yaitu:

a.Mengkaji bentuk metode pembelajaran yang ada b.Mengkaji segenap hal terkait dengan

penggunaan metode pembelajaran. c. Merancang metode pembelajaran.

d.Membahas rancangan penggunaan bentuk metode pembelajaran dan menyiapkan fasilitas pendukung.

e. Mencari bantuan ahli yang berasal dari dalam maupun luar sekolah.

f. Menyusun rencana kerja pemanfaatan metode pembelajaran.

Berikut ini sebagian pendapat tokoh-tokoh Islam tentang cara perbaikan karakter (akhlak), yaitu: a. Nasehat Utbah bin Abi Sufyan kepada guru

anaknya:

“sebelum anda memperbaiki anak-anakku hendaklah anda memperbaiki diri terlebih

dahulu. Karena mata mereka terfokus kepada anda. Mereka mengatakan baik atau buruk, jika anda mengatakan baik atau buruknya sesuatu. Hendaklah anda seperti dokter, tidak tergesa- gesa memberikan obat sebelum mengetahui

penyakitnya.” nasehat ini memberikan pelajaran

dalam perbaikan akhlak sebagai berikut:

1) Guru memberikan teladan yang baik dan ditiru oleh peserta didik

2) Guru diibaratkan seperti dokter, yaitu memperbaiki karakter peserta didik menurut keadaannya masing-masing, tidak mengeneralisasi.

b. Nasehat Harun al-Rasyid kepada guru anaknya:

“sesungguhnya amirul mu‟minun sudah

menyerahkan jiwa dan buah hatinya serta menjadikan tangan anda berkuasa atasnya dan kewajiban anakku patuh dan taat kepada anda. Hendaklah anda tunaikan tugas yang

diserahkan oleh amirul mu‟minun… Janganlah

anda ceroboh melewatkan sesaatpun, melainkan harus anda mengambil kesempatan untuk memberikan faedah (kebaikan) yang berguna bagi peserta didik, dengan syarat jangan engkau duka citakan hatinya yang berakibat hilangnya kemampuan befikir otak. Hindari memberikan waktu istirahat yang panjang, dikhawatirkan merasa betah dan menyukainya. Memakasimalkan kemampuan

dalam meluruskan akhlak dengan lemah lembut, jika tidak memungkinkan dengan

memberikan sangsi yang mendidik.” Nasehat ini

memberikan cara mendidik peserta didik sebagi berikut:

1) Guru sebaiknya menunaikan kewajiban dan tidak membuang waktu berharga peserta didik.

2) Guru tidak menduka citakan hati peserta didik agar tidak putus harapan dan mati cita-citanya.

3) Guru memberikan waktu istirahat yang layak untuk melepas lelah pembelajaran.

4) Guru mengarahkan kemampuan dalam melaksanakan pembelajaran.

5) Perbaikan akhlak hendaklah dengan perlahan-lahan dan lemah lembut, bukan dengan kekerasan.

Guru sebaiknya menyadari besarnya amanah yang diberikan orang tua peserta didik dengan menitipkan anak-anaknya untuk mendapatkan pendidikan di bangku sekolah. Orang tua peserta didik ketika mengantar dan mendaftar anak-anaknya secara tidak langsung terjadi suatu aqad yang harus ditunaikan dan dihormati, misalnya guru menjalankan tugas mengajar dan orang tua tidak secara langsung menyalahkan guru ketika anaknya diberikan

sanksi. Guru akan mendapatkan citra negative dari orang tua peserta didik apabila tidak mampu menjalankan amanah yang diberikan kepadanya. Sebaliknya akan mendapatkan penghargaan dari orang tua peserta didik apabila mampu menunaikan amanah tersebut, dan Allah swt. mencatatnya sebagai ladang amal untuk kehidupan akhirat. Allah swt. berfirman:

قعْل بْ فْ ْ م ي ل ي ي

Terjemahnya:

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.”

c. Ibnu Sina

Ibnu Sina mewajibkan kepada pendidik anak-anaknya untuk supaya menjauhkan dari perbuatan keji dan adat kebiasaan yang buruk, dengan ancaman (akibat buruk dari konsekwensi perbuatan) dan menghibur, dengan membesarkan hatinya dan mengecilkan, dengan memuji sesekali dan memarahi sesekali, selama hal itu dianggap cukup memadai. Seharusnya apeserta didik bersama dengan peserta didik yang baik akhlaknya, karena peserta didik lebih mudah mengambil dan mencontoh akhlak yang baik dari teman sejawatnya. Misalnya, tolong menolong, silaturrahim, saling menghormati atau pinjam meminjami. Keseluruhannya

menyebabkan perlombaan menuju kebaikan dan contoh mencontohi akhlak yang baik.

Hiburan dan ancaman pada situasi dan kondisi tertentu dalam pembelajaran perlu diterapkan. Hiburan dijadikan alternatif dalam mengubah situasi kelas yang menunjukkan tanda-tanda kejenuhan atau refresh otak peserta didik. Ancaman diberikan kepada peserta didik yang menunjukkan pelanggaran tata tertib. Ancaman mampu menjadi alat pencegah pengabaian tata tertib.

Pengontrolan dan pembinaan karakter membutuhkan lingkungan kondusif. Peserta didik yang memiliki kecerdasan dikumpulkan dalam suatu kelas akselerasi, kelas unggulan atau boarding school. Kekhawatiran orang tua terhadap dampak negative pergaulan dan kesibukan, sehingga waktu tatap muka dan penanaman nilai-nilai karakter kurang memungkinkan terlaksana. Maka salah satu solusi alternative permasalahan di atas adalah sekolah berasrama.

d. Al-Ghazali mewajibkan guru mengamalkan ilmunya, maka janganlah perkataannya mendustakan perbuatannya. Perbaikan akhlak yang buruk diobati dengan lawannya

(akhlak mahmudah). Penyakit jahil diobati dengan belajar, penyakit kikir diobati dengan

pemurah, atau penyakit sombong diobati dengan rendah hati (tawadhu’).

Imam Al-Ghazali menyebutkan dua pokok perbaikan akhlak, yaitu:

a) Menepati janji dan cita-cita

b) Guru memperhatikan penyakit akhlak murid, keadaannya, umurnya, tabiatnya dan latihannya berdasarkan peneliti- annya.

Tata tertib yang telah disepekati merupakan perjanjian peserta didik dan guru yang harus dilaksanakan, misalnya janji murid. Janji murid pada waktu-waktu tertentu dibaca bersama agar menjadi alarm bagi peserta didik yang akan menyalahi aturan sekolah.

Guru memberikan contoh impian-impian yang baik, misalnya profesi dokter, pilot, pejabat pemerintah yang baik atau guru. Sebagai guru PAI tidak hanya memberikan contoh impian dokter semata, tetapi memberikan muatan nilai ukhrawi dalam setiap impian. Bentuk arahannya peserta didik boleh menjadi dokter, akan lebih baik menjadi dokter yang hafal al-Qur‟an. Setiap cita-cita yang baik dan tinggi dijadikan sebagai ibadah dalam mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Kegiatan pembelajaran diarahkan untuk menempuh usaha

sungguh-sungguh meraih cita-cita mulia dan membantu peserta didik untuk tidak melenceng dari rambu-rambu aturan agama Islam. Sebaliknya, kebiasaan tidak menepati janji dan cita-cita, maka dapat merusak karakter peserta didik.

Informasi awal tentang peserta didik penting bagi guru. Daftar kebiasaan baik dan buruk, hobby, minat dan bakat menjadi perhatian guru dalam mengembangkan pembelajaran. Guru dan keluarga peserta didik menjalin komunikasi yang baik dalam menggali informasi penting tentang anak didiknya.

Imam Al-Ghazali berpendapat, “apabila kelihatan peserta didik bekelakuan baik dan mengerjakan perbuatan terpuji, maka harus dihormati dan diberi penghargaan dengan sesuatu yang membuatnya tersanjung dan diberikan pujian dihadapan orang banyak. Apabila tidak melakukan dalam sekali, hendaklah pendidik membiarkan dan tidak membuka rahasianya. Apabila peserta didik mengulanginya kedua kalinya, hendaklah

pendidik menegurnya dengan tersembunyi.”

e. „Abdary mengemukakan bahwa terdapat peserta didik yang cukup ditegur dengan menghadapkan muka masam, terdapat pula peserta didik yang yang tidak dilarang

melainkan dengan perkataan yang bernada sedikit keras, bahkan terdapat juga peserta didik yang tidak cukup dihardik, melainkan dengan memberikan sanksi atau hukuman menurut keadaannya masing-masing.

Pendapat para ulama di atas, dapat memberikan gambaran sebagai berikut:

a. jalan pemberian motivasi peserta didik 1. Contoh teladan yang baik

2. Lingkungan dan pergaulan peserta didik 3. penghargaan kepada peserta didik yang

berkarakter

4. Nasehat dengan mengutamakan lemah lembut

5. Menarik dan membuka kecendrungan hati peserta didik untuk berbuat baik dan berkarakter

b. Jalan pencegah

1. Mengambil pelajaran dari orang lain yang tersebut dalam sejarah, cerita atau dalam kejadian sehari-hari.

2. Bermacam-macam sanksi dengan pertimbangan solusi yang sesuai dengan keadaan disertai unsur kehati-hatian. c. Motto

1. Mencegah penyakit karakter lebih baik dari mengobati, oleh karena itu peserta didik perlu dijaga dan diawasi, supaya terhindar dari perbuatan tercela.

2. Melakukan perbuatan yang berlawanan (+) dengan perbuatan buruk (-) untuk meminimalkan atau menghilangkan perbuatan tercela.

3. Menepati janji dan cita-cita dalam berjuang melawan keinginan berbuat tercela.

4. Terdapat aneka ragam cara mendidik dan memperbaiki karakter, karena perbedaan penyakit karakter.

STRATEGI PEMBELAJARAN

Dalam dokumen Strategi Guru PAI dalam Mengimplementasi (Halaman 69-79)