• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

B. Metode Pembiasaan untuk Mengembangkan Karakter Disiplin

Menurut Heri Gunawan (2012: 90) menjelaskan bahwa metode (method),

secara harafiah berasal dari dua suku kata, yaitu meta dan hodos, meta berarti

melalui dan hodos berarti jalan atau cara. Metode diartikan sebagai cara atau jalan

yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Metode juga diartikan sebagai

cara melakukan pekerjaan dengan menggunakan fakta dan konsep-konsep secara

sistematis.

Berkaitan dengan metode implementasi pendidikan karakter anak khususnya

dalam penerapan di sekolah, harus disesuaikan dengan perkembangan anak demi

pencapaian peningkatan kemajuan anak didik. Ada beberapa metode implementasi

pendidikan karakter yang dapat diterapkan oleh pendidik di sekolah, diantaranya

metode keteladanan, metode pembiasaan, metode bermain, metode bernyanyi, dan

metode karyawisata.

Salah satu metode yang telah disebutkan di atas, yaitu metode pembiasaan.

Menurut Muhammad Fadlillah & Lilif Mualifatu Khorida (2013: 172), metode

pembiasaan adalah suatu cara yang dapat dilakukan untuk membiasakan anak

berpikir, bersikap, bertindak sesuai dengan ajaran yang baik. Metode ini sangat

praktis dalam pembinaan dan pembentukan karakter anak dalam meningkatkan

pembiasaan-pembiasaan dalam melaksanakan suatu kegiatan di sekolah.

23

Memperkuat pendapat tersebut, Mulyasa (2013: 166) juga menjelaskan bahwa

pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang agar

sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan. Pembiasaan dalam pendidikan hendaknya

dimulai sedini mungkin karena pembiasaan akan membangkitkan internalisasi

nilai dengan cepat. Sehingga dapat memaksimalkan mencetak manusia-manusia

yang berkepribadian baik lebih banyak lagi.

Pembiasaan merupakan proses pembentukan sikap dan perilaku yang relatif

menetap dan bersifat otomatis melalui proses pembelajaran yang berulang-ulang.

Ivan Pavlov dan B.F. Skinner menjelaskan bahwa bentuk karakter yang menjadi

kebiasaan baik mempunyai ciri, yaitu: 1) perilaku tersebut relatif menetap; 2)

umumnya tidak memerlukan fungsi berpikir yang cukup tinggi, misalnya untuk

dapat mengucapkan salam cukup fungsi berpikir berupa mengingat; 3) bukan

sebagai hasil dari proses kematangan, tetapi sebagai akibat atau hasil pengalaman

atau belajar; 4) tampil secara berulang-ulang sebagai respons terhadap stimulus

yang sama.

Proses pembiasaan berawal dari peniruan, selanjutnya dilakukan pembiasaan

di bawah bimbingan orang tua dan guru sehingga akan semakin terbiasa. Bila

sudah menjadi kebiasaan yang tertanam jauh di dalam hatinya, maka orang

tersebut kelak akan sulit untuk berubah dari kebiasaan itu. Pada intinya,

pembiasaan adalah pengulangan. Dalam pembinaan sikap, metode pembiasaan

sangat efektif digunakan karena akan melatih kebiasaan-kebiasaan yang baik

kepada anak sejak dini. Pembiasaan merupakan penanaman kecakapan-kecakapan

berbuat dan mengucapkan sesuatu, agar cara-cara yang tepat dapat dikuasai oleh

24

anak. Pembiasaan pada hakikatnya mempunyai implikasi yang lebih mendalam

daripada penanaman cara-cara berbuat dan mengucapkan.

Kebiasaan terbentuk karena sesuatu yang dibiasakan, sehingga kebiasaan

dapat diartikan sebagai perbuatan atau keterampilan secara terus-menerus, secara

konsisten untuk waktu yang lama, sehingga perbuatan dan keterampilan itu

benar-benar bisa diketahui dan akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang sulit

ditinggalkan. Kebiasaan dapat juga diartikan sebagai gerak perbuatan yang

berjalan dengan sendirinya. Perbuatan ini awalnya dikarenaka pikiran yang

melakukan pertimbangan dan perencananaan, sehingga nantinya menimbulkan

perbuatan yang apabila perbuatan ini diulang-ulang maka akan menjadi kebiasaan.

Menurut Heri Gunawan (2012: 95), adapun kegiatan pembiasaan yang dapat

dilakukan melalui cara-cara sebagai berikut.

1. Kegiatan rutin, yaitu pembiasaan yang dilakukan secara terjadwal, seperti

upacara bendera, senam, memelihara kebersihan diri sendiri, dan lain sebagainya.

2. Kegiatan yang dilakukan secara spontan, yaitu pembiasaan yang dilakukan

tidak terjadwal dalam kejadian khusus, seperti pembentukan perilaku memberi

salam ketika berpapasan, membuang sampah pada tempatnya, melakukan antri,

dan lain sebagainya.

3. Kegiatan dengan keteladanan, yaitu pembiasaan dalam bentuk perilaku

sehari-hari, seperti berpakaian rapi, berbahasa yang baik dan santun, datang ke

sekolah dengan tepat waktu, dan lain sebagainya.

Dalam pelaksanaan pendidikan karakter, pembiasaan peserta didik akan lebih

efektif jika ditunjang dengan keteladanan dari tenaga pendidik dan tenaga

25

kependidikan lainnya. Oleh karenanya metode ini dalam pelaksanaannya tidak

akan terlepas dari metode keteladanan. Kebiasaan yang dilakukan secara

terus-menerus ini yang dalam teori pendidikan akan membentuk karakter.

Dalam konteks ini, pelaksanaan metode pembiasaan mempunyai kelebihan

dan kekurangan. Muhammad Fadlillah dan Lilif Mualifatu Khorida (2013:

178-179) mengungkapkan beberapa kelebihan dan kekurangan tersebut ialah sebagai

berikut.

a. Kelebihan Metode Pembiasaan

1) dapat menghemat tenaga dan waktu dengan baik

2) pembiasaan tidak hanya berkaitan dengan aspek lahiriah, tetapi juga

berhubungan dengan aspek batiniah

3) pembiasaan dalam sejarah tercatat sebagai metode yang paling berhasil dalam

pembentukan kepribadian peserta didik

b. Kekurangan Metode Pembiasaan

1) apabila telah tertanam kebiasaan buruk, sulit untuk dihilangkan

2) memerlukan pengawasan, supaya kebiasaan yang dilakukan tidak

menyimpang

3) membutuhkan stimulus atau rangsangan, supaya anak dapat melakukan

kebiasaan baiknya secara continue

C. Karakter Disiplin

1. Pengertian Karakter Disiplin

Disiplin berasal dari Bahasa Latin discere yang berarti belajar. Muncul pula

kata disciplina yang berarti pengajaran atau pelatihan. Disiplin berasal dari

26

Bahasa Inggris yaitu disciple yang berarti pengikut atau murid. Menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia (2007), menyatakan bahwa disiplin adalah:

a. Tata tertib (di sekolah, di kantor, dan lain sebagainya)

b. Ketaatan (kepatuhan) pada tata tertib

c. Bidang studi yang memiliki obyek dan sistem tertentu

Karakter disiplin merupakan salah satu karakter yang sedang

ditransformasikan pada siswa melalui pendidikan karakter di sekolah-sekolah.

Lebih lanjut, disiplin merupakan suatu tindakan yang menunjukkan perilaku tertib

dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Pernyataan tersebut didukung

oleh pendapat Ngainun Naim (2012: 142) yang menjelaskan bahwa disiplin

adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu sistem yang

mengharuskan orang untuk tunduk kepada keputusan, perintah, dan peraturan

yang berlaku. Dengan kata lain, disiplin adalah sikap menaati peraturan dan

ketentuan yang telah ditetapkan tanpa pamrih.

Kedisiplinan adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses

dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan,

kesetiaan, keteraturan, dan atau ketertiban. Kedisiplinan dapat ditanamkan sejak

dini didalam keluarga, sekolah, dan kemudian di masyarakat dengan berbagai

metode. Menurut Susilowati (2005: 34-35) individu yang berkarakter disiplin

memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Ketaatan yaitu suatu sikap atau perilaku individu yang mengikuti apa-apa yang

menurut dirinya perintah atau aturan yang harus dijalani dengan terlebih dahulu

mempertimbangkan kebenaran perintah itu.

b. Kepatuhan yaitu sikap atau perilaku individu yang tunduk atas segala perintah

dan aturan tanpa mengkaji terlebih dahulu benar tidaknya perintah itu.

27

c. Kesetiaan yaitu sikap atau perilaku individu yang dengan continue

melaksanakan aturan atau perintah tanpa terpengaruh hal-hal yang

menghalangi dirinya dalam melaksanakan aturan atau perintah itu.

d. Keteraturan yaitu sikap atau perilaku individu yang dalam melaksanakan

aturan atau perintah mengikuti berulang secara tetap.

e. Ketertiban yaitu sikap atau perilaku individu yang dalam menjalankan aturan

atau perintah urutan dan tahapan yang benar.

f. Komitmen yaitu sikap rasa tanggung jawab.

g. Konsisten yaitu sikap atau perilaku individu yang dalam menjalankan aturan

atau perintah tidak tergoyahkan oleh gangguan atau teguh pendirian.

Ngainun Naim (2012: 146) dalam konteks pembelajaran di sekolah, ada

beberapa bentuk kedisiplinan. Pertama, hadir di ruangan tepat pada waktunya.

Kedisiplinan hadir di ruangan pada waktunya akan memacu kesuksesan dalam

belajar. Kedua, tata pergaulan di sekolah. Sikap untuk berdisiplin dalam tata

pergaulan di sekolah ini bisa diwujudkan dengan tindakan-tindakan menghormati

semua orang yang bergabung di dalam sekolah, menghormati pendapat mereka,

menjaga diri dari perbuatan-perbuatan dan sikap yang bertentangan dengan

agama, saling tolong-menolong dalam hal yang terpuji serta harus selalu bersikap

terpuji. Ketiga, mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler juga

merupakan sederetan program sekolah, peserta didik juga dituntut berdisiplin atau

aktif mengikutinya dengan mencurahkan segala potensi yang mereka miliki, baik

bersifat fisik, mental, emosional, dan intelektual. Keempat, belajar di rumah.

Dengan kedisiplinan belajar di rumah peserta didik menjadi lebih ingat terhadap

pelajaran yang akan dihadapi atau yang akan diberikan oleh gurunya sehingga

peserta didik akan lebih paham terhadap suatu pelajaran.

28

2. Faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan Siswa

Unaradjan (2003: 46-56) mengemukakan pembentukan disiplin pada peserta

didik dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor internal dan faktor

eksternaladalah:

a. Faktor Internal

Faktor internaladalah faktor yang datang dari individu sendiri dan tidak perlu

adanya rangsangan dari luar, karena dalam diri seseorang sudah ada dorongan

untuk melakukan sesuatu yang baik dan keinginan untuk melakukan suatu

pelanggaran. Konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan tingkah

laku peserta didik, bagaimana peserta didik memandang dirinya akan tercermin

dari keseluruhan perilakunya. Konsep diri terbentuk melalui proses belajar yang

berlangsung sejak masa pertumbuhan hingga dewasa.

Lingkungan, pengalaman dan pola asuh orang tua turut memberikan pengaruh

yang signifikan terhadap pembentukan konsep diri peserta didik. Perilaku

menyimpang di kalangan remaja merupakan suatu perbuatan atau tingkah laku

yang bertentangan dan melanggar ketentuan-ketentuan, aturan-aturan dan

norma-norma yang berlaku di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat serta

perbuatan tersebut dianggap bisa mengganggu dan merugikan diri sendiri dan

orang lain.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar individu atau disebut

dengan lingkungan dimana anak itu tumbuh dan berada. Menurut Fitts dalam

29

Agustiani (2006: 39) konsep diri dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai

berikut.

1) Pengalaman, terutama pengalaman interpersonal, yang memunculkan perasaan

positif dan perasaan berharga.

2) Kompetensi dalam area yang dihargai oleh individu dan orang lain.

3) Aktualisasi diri atau implementasi dan realisasi dari potensi pribadi yang

sebenarnya.

Adapun yang termasuk faktor eksternal adalah lingkungan keluarga, sekolah,

dan lingkungan sosial masyarakat.

1) Keluarga

Keluarga sebagai tempat anak bersosialisasi tentunya sangat berperan dalam

pembentukan kepribadian seorang anak. Gunarsa (2002: 16) mengemukakan

bahwa kemampuan pengendalian tingkah laku diri sendiri akan terbentuk melalui

pendidikan yang dimulai dalam keluarga. Berdasarkan pendapat tersebut bahwa

keluarga (orang tua) sangat berperan dalam membentuk tingkah laku anak, sejak

kecil anak harus diajarkan mengenai batas-batas dari tingkah lakunya sampai

sejauhmana anak boleh melakukan sesuatu serta tidak melanggar hak temannya

dan orang lain.

2) Sekolah

Sekolah sebagai salah satu tempat mempersiapkan generasi muda menjadi

manusia dewasa dan berbudaya, tentunya akan berpengaruh terhadap

pembentukan perilaku peserta didik, khususnya perilaku disiplin. Pembentukan

perilaku peserta didik untuk berdisiplin memang tidaklah mudah mengingat

30

keanekaragaman karakter yang dimiliki oleh setiap peserta didik yang

berbeda-beda menyebabkan anak melakukan pelanggaran yang berberbeda-beda pula. Mulyasa

(2011: 46) mengemukakan bahwa guru harus mematuhi berbagai peraturan dan

tata tertib secara konsisten, atas kesadaran profesional, karena mereka bertugas

untuk mendisiplinkan para peserta didik di sekolah, terutama dalam hal

pembelajaran. Oleh karena itu, guru harus memulai dari dirinya sendiri dalam

menanamkan karakter disiplin pada siswa melalui berbagai tindakan dan

perilakunya.

3) Lingkungan Sosial Masyarakat

Selain lingkungan keluarga dan sekolah, lingkungan sosial masyarakat pun

memiliki peran dalam pembentukan disiplin seseorang. Jika seseorang sudah

terbiasa dalam mematuhi peraturan yang ditetapkan di keluarga dan sekolah, maka

cenderung akan mematuhi peraturan di lingkungan masyarakat. Lingkungan

masyarakat memiliki aturan yang harus ditaati oleh setiap warganya oleh karena

itu masyarakat memberikan pengaruh terhadap kedisiplinan seseorang, tetapi

proses pengaruh ini berlangsung dalam proses yang lama dan dinamis mengikuti

kemajuannya. Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa faktor lingkungan

merupakan salah satu faktor penting yang melatarbelakangi proses dan hasil

belajar peserta didik. Pengalaman dan perlakuan individu di dalam dan oleh

lingkungan masyarakat akan memberikan pengaruh tertentu terhadap

perkembangan kepribadian individu termasuk didalamnya kecakapan-kecakapan,

pengertian, sikap, penghargaan, kebiasaan dan sebagainya. Faktor lingkungan

sosial masyarakat merupakan faktor yang berpengaruh dalam konsep diri. Konsep

31

diri tidak terbentuk secara instan melainkan karena berkembang dengan adanya

hubungan lingkungan sekitar dalam berinteraksi yang akan memberikan gambaran

tentang diri seseorang.

Dokumen terkait