• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Selulosa Bakteri

2.5.4. Metode Pembuatan Selulosa Bakteri

Produksi selulosa pada bakteri dipengaruhi oleh kemampuan strain bakteri dan metode produksi yang digunakan. Metode produksi selulosa yang biasa digunakan dalam skala industri yaitu metode produksi statis (Lee, 1999) dan agitasi (Tsuchida dan Yoshinaga, 1997). Metode fermentasi statis dalam skala industri terbukti produksinya sangat rendah karena terbentuknya asam glukonik. Sementara itu, fermentasi agitasi (penggojokan) dapat menurunkan produksi selulosa karena berkaitan erat dengan dihasilkannya mutan negatif (Lee dan Zhao, 1999). Metode fermentasi atau kondisi kultur juga sangat berpengaruh terhadap morfologi makroskopik selulosa bakteri yang dihasilkan (Yamanaka et al., 2000), sedangkan perbedaan morfologi selulosa statis dan agitasi berkontribusi terhadap variasi derajat kristalinitas dan perbedaan ukuran kristalitas (Watanabe et al., 1998) sehingga dalam upaya peningkatan produktivitas selulosa pada bakteri, perlu diperhatikan aspek kuantitatif dan kualitatifnya.

Metode fermentasi statis menghasilkan selulosa bakteri dalam bentuk lembaran sedangkan fermentasi agitasi menghasilkan selulosa yang terpecah-pecah.

Metode fermentasi statis menghasilkan indeks kristalinitas selulosa lebih tinggi dibandingkan dengan fermentasi agitasi. Proses fermentasi agitasi menyebabkan ikatan hidrogen antara mikroserat berkurang dan berakibat terhadap panjang mikroserat yang terbentuk. Berkurangnya ikatan hidrogen antara mikroserat ini menyebabkan rendahnya indeks kristalinitas (Moon et al., 2006). Namun penurunan tersebut memiliki keterkaitan yang baik dengan semakin kecilnya ukuran kristal nanoserat yang dihasilkan dari media kultur agitasi (Czaja et al., 2004). Meskipun metode fermentasi statis telah cukup berhasil diteliti dan fermentasi agitasi menimbulkan banyak masalah, namun beberapa peneliti menyarankan fermentasi agitasi adalah metode yang paling cocok untuk diproduksi dalam skala industri (Yoshinaga et al., 1997).

2.6 Nanoteknologi

Istilah Nanoteknologi diperkenalkan pertama kali oleh Richard Feynman, seorang ahli fisika pada tahun 1959 yang menyajikan visi teknologi miniaturisasi bahan, memanipulasi dan mengendalikan hal-hal dalam skala kecil yang disebut

Nanoteknologi (Miyazaki, 2007). Nanoteknologi adalah istilah untuk rentang teknologi, teknik, dan proses yang menyangkut manipulasi materi pada tingkat molekul (kelompok atom), sistem-sistem yang memiliki sedikitnya satu dimensi fisik dalam rentang 1-100 nanometer. Sesuai dengan namanya, nanoteknologi atau nanosains adalah ilmu pengetahuan dan teknologi pada skala nanometer, atau sepermilyar meter. Nanoteknologi merupakan suatu teknologi yang dihasilkan dari pemanfaatan sifat-sifat molekul atau struktur atom apabila berukuran nanometer. Jadi apabila molekul atau struktur dapat dibuat dalam ukuran nanometer maka akan dihasilkan sifat-sifat baru yang luar biasa. Sifat-sifat baru inilah yang dimanfaatkan untuk keperluan teknologi sehingga teknologi ini disebut nanoteknologi (Mustar, 2011).

2.6.1 Komposit

Komposit merupakan gabungan antara dua material atau lebih yang terdiri dari filler sebagai bahan pengisi atau penguat dan matriks sebagai pengikat sehingga terbentuk material baru yang memiliki sifat yang lebih baik dari material penyusunnya (Astley et al., 2001). Tidak ada pengertian yang pasti tentang material komposit, tetapi dari banyak studi yang dilakukan, memberikan beberapa indikasi untuk menjelaskan tentang pengertiannya. Ada tiga hal penting yang termasuk dalam pengertian komposit untuk penggunaannya dalam berbagai aplikasi :

1. Bahan ini terdiri dari dua atau lebih material yang berbeda sifat fisik dan mekanismenya.

2. Komposit ini dapat dibuat dengan mencampurkan material-material berbeda sifat ini dalam berbagai cara dimana pemasukan dari satu material ke dalam material lainnya dengan suatu cara terkontrol untuk memperoleh sifat optimum.

3. Sifat-sifatnya unggul, dan cukup unik jika ditinjau dari beberapa hal, dibandingkan dengan sifat dari komponen penyusunnya.

Pengisi (filler) adalah bahan yang ditambahkan pada komposit untuk meningkatkan sifat mekanik dan sifat fisik, pengisi juga berfungsi sebagai penguat pada matrik. Fungsi utama dari penguat adalah sebagai penopang kekuatan dari komposit sehingga tinggi rendahnya kekuatan komposit sangat tergantung dari penguat yang digunakan karena tegangan yang dikenakan pada komposit mulanya

diterima oleh matriks akan diteruskan kepada penguat sehingga penguat akan menahan beban sampai beban maksimum. Oleh karena itu penguat harus mempunyai tegangan tarik dan modulus elastis yang lebih tinggi daripada matrik penyusun komposit (Callister, 2007).

Ada tiga jenis pengisi : 1. Pengisi Penguat

Kekuatan suatu bahan polimer oleh serat berkekuatan tinggi dikenal sebagai plastik berkekuatan serat. Kekuatan yang tingggi untuk rasio yang berat, antikorosi yang sangat baik dan mudah untuk dibuat. Oligomer berviskositas rendah dan serat silikat menghasilkan produk yang bagus atau baik. Matriks mengalami polimerisasi atau kondensasi kedalam jaringan. Kualitas kekuatan plastik tersebut berguna pada desain pesawat luar angkasa dan lambung kapal, yang dihasilkan untuk dapat tahan terhadap air garam.

2. Pengisi aktif

Pengisi yang meningkatkan kekuatan mekanik yang disebut pengisi aktif dan kebalikannya disebut pengisi nonaktif. Pengisi aktif (karbon black, silika gel, clay) bertindak lebih kuat pada elastromer dan karet meningkatkan kekuatan 10-20 kali. Pengisi aktif meningkatkan kekuatan elastromer sintetik pada karet alam.

3. Pengisi nonaktif

Pengisi tersebut digunakan untuk menunrunkan biaya tahan yang serupa untuk meningkatkan penyelesaian produk mengandung kayu dan bahan serupa lainnya pada bentuk dan ukuran yang berbeda.

Ikatan yang terjadi pada material komposit di antara matriks dan penguatnya antara lain:

1. Ikatan Mekanik

Matrik cair menyebar ke seluruh permukaan pengisi dan mengisi setiap lekuk dari permukaan sehingga terjadi mekanisme saling mengunci. Semakin kasar permukaan penguat semakin kuat ikatan yang terbentuk

2. Ikatan Elektrostatis

Ikatan ini terjadi antara matrik dan penguat ketika salah satu permukaan mempunyai muatan positif dan permukaan lainnya mempunyai muatan negatif sehingga akan terjadi tarik menarik antar kedua permukaan.

3. Ikatan Kimia

Ikatan kimia adalah ikatan yang terbentuk antara kelompok kimia pada permukaan penguat dan kelompok yang sesuai pada matrik sehingga kekuatan ikatannya tergantung pada jumlah ikatan perluasan dan tipe dari ikatan itu

4. Ikatan Reaksi

Atom atau molekul dari dua komponen dalam komposit dapat bereaksi pada permukaan sehingga terjadi ikatan reaksi dan membentuk lapisan permukaan yang mempunyai sifat berbeda dari kedua komponen komposit tersebut. Ikatan ini dapat terjadi karena adanya difusi atom-atom permukaan dari komponen komposit yang terjadi pada suhu tinggi (Winarta, 2012).

2.6.2. Nanokomposit

Nanokomposit polimer didefinisikan sebagai polimer yang mengandung material dengan ukuran lebih kecil dari 100 nm. Nanokomposit dikategorikan dalam nanoteknologi apabila komposit yang dihasilkan merefleksikan keunggulan nanomaterial yaitu kinerja yang meningkat secara signifikan. Dikatakan nanokomposit karna salah satu komponen yang digunakan memiliki ukuran berkisar 1-100 nm. Nanokomposit merupakan bidang yang cukup baru di Indonesia bahkan di dunia sekalipun, apalagi nanokomposit yang seluruhnya terbuat dari bahan terbarukan (Mustar, 2011).

Prinsip dari pembuatan nanokomposit ini adalah berkat ikatan-ikatan yang terjadi antara atom C, O, dan atom lainnya. Karena ikatan sudah dilakukan mulai dari ukuran nanometer, maka akan menghasilkan suatu material yang lebih kuat pada saat menjadi material yang berukuran besar (tampak oleh mata) (Subiyanto, 2010). Ikatan antar partikel yang terjadi pada material nanokomposit memainkan peranan penting pada peningkatan dan pembatasan sifat material. Partikel-partikel yang berukuran nano tersebut memiliki luas permukaan interaksi yang tinggi. Semakin banyak partikel yang berinteraksi, semakin kuat pula material. Inilah yang membuat ikatan antar partikel semakin kuat sehingga sifat mekanik material bertambah. Namun, penambahan nanopartikel tidak selamanya akan meningkatkan sifat mekaniknya.

Ada batas tertentu dimana saat dilakukan penambahan, kekuatan material justru semakin berkurang. Namun pada umumnya, material nanokomposit menunjukkan perbedaan sifat mekanik, listrik, optik, elektrokimia, katalis, dan struktur dibandingkan dengan material penyusunnya (Dufresne, 2010).

Dokumen terkait