• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBUATAN NANOKOMPOSIT SELULOSA BAKTERI/ GRAFENA OKSIDA SECARA IN-SITU DENGAN MEDIA KULTUR AGITASI TESIS SUCI AISYAH AMATURRAHIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PEMBUATAN NANOKOMPOSIT SELULOSA BAKTERI/ GRAFENA OKSIDA SECARA IN-SITU DENGAN MEDIA KULTUR AGITASI TESIS SUCI AISYAH AMATURRAHIM"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)PEMBUATAN NANOKOMPOSIT SELULOSA BAKTERI/ GRAFENA OKSIDA SECARA IN-SITU DENGAN MEDIA KULTUR AGITASI. TESIS. SUCI AISYAH AMATURRAHIM 157006012. PROGRAM PASCASARJANA KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(2) PEMBUATAN NANOKOMPOSIT SELULOSA BAKTERI/ GRAFENA OKSIDA SECARA IN-SITU DENGAN MEDIA KULTUR AGITASI. TESIS Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Magister Sains. SUCI AISYAH AMATURRAHIM 157006012. PROGRAM PASCASARJANA KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(3) PERNYATAAN ORISINALITAS. PEMBUATAN NANOKOMPOSIT SELULOSA BAKTERI/ GRAFENA OKSIDA SECARA IN-SITU DENGAN MEDIA KULTUR AGITASI. TESIS. Saya menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.. Medan, 5 April 2018. Suci Aisyah Amaturrahim 157006012. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(4) PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS. Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan dibawah ini. Nama NIM Program Studi Jenis Karya Ilmiah. : Suci Aisyah Amaturrahim : 157006012 : Magister Kimia : Tesis. Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas tesis saya yang berjudul : Pembuatan Nanokomposit Selulosa Bakteri/Grafena Oksida secara In-situ dengan Media Kultur Agitasi. Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti NonEksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta. Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.. Medan, 5 April 2018. Suci Aisyah Amaturrahim. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(5) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(6) Telah diuji pada Tanggal: 5 April 2018. PANITIA PENGUJI TESIS Ketua. : Saharman Gea, Ph.D. Anggota. : 1. Dr. Darwin Yunus Nasution, MS 2. Prof. Dr. Tamrin, M.Sc 3. Dr. Yugia Muis, MS 4. Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(7) PEMBUATAN NANOKOMPOSIT SELULOSA BAKTERI/ GRAFENA OKSIDA SECARA IN-SITU DENGAN MEDIA KULTUR AGITASI. ABSTRAK. Nanokomposit selulosa bakteri/grafena oksida (SB/GO) dengan GO telah berhasil dilakukan secara in-situ dengan media kultur agitasi. Selama proses in-situ, GO akan tereduksi sebagian. Interaksi yang terjadi antara SB dan GO diamati dengan spektroskopi FTIR. Penambahan GO dapat meningkatkan sifat mekanik maupun sifat termal dari nanokomposit. Hal ini ditandai dengan meningkatnya massa residu dari 29,41 % pada SB/GO 0,04 wt% menjadi 33,19 % SB/GO 0,1 wt%. Jika dibandingkan dengan SB murni, nanokomposit SB/GO 0,1 wt% memiliki peningkatan modulus Young’s dari 50,5 MPa menjadi 102,7 MPa dan kekuatan tarik dari 2,0 GPa menjadi 8,3 GPa. Morfologi film nanokomposit memperlihatkan bahwa GO terdispersi secara merata pada jaringan SB, namun metode agitasi akan memperbesar pori-pori diantara serat dan memperkecil ukuran serat SB, dimana ukuran rata-rata serat dan pori-pori pada SB adalah 68 nm dan 440 nm, masingmasing Kata kunci : Agitasi, Grafena oksida, Proses in-situ, Nanokomposit, Selulosa bakteri. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(8) PREPARATION OF BACTERIAL CELLULOSE/GRAPHENE OXIDE NANOCOMPOSITE WITH IN-SITU PROCESS IN AGITATED CULTURE. ABSTRACT. Bacterial cellulose/graphene oxide (BC/GO) nanocomposite has been successfully carried out with in-situ process in agitated culture. During the in-situ process,GO is partially reduced. Interaction between BC and GO was investigated by FTIR. The addition of GO improved the thermal and mechanical properties of nanocomposite. This is indicated by increasing residual mass from 29.41% of BC/GO 0.04 wt% to 33.91 % of BC/GO 0.1 wt%. When compared to pristine BC, BC/GO 0.1 wt% nanocomposite increased in tensile strength from 50.5 MPa to 102.7 MPa and Young’s modulus from 2.0 GPa to 8.3 GPa. The morphology of nanocomposite films is presented that GO is well dispersed in the network of BC, but the agitation method is significantly enlarged the pores between fibrils and also minimized the sizes of fibril, in which the average size of BC fibril dan pores are 68 nm and 440 nm, respectively. Keywords: Agitation, Bacterial cellulose, Graphene oxide, In-situ process, Nanocomposite. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(9) PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, dan shalawat beserta salam kepada Rasulullah SAW karena berkat rahmat dan Karunia-Nya lah sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tesis dengan judul: Pembuatan Nanokomposit Selulosa Bakteri/Grafena Oksida secara In-situ dengan Media Kultur Agitasi merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Pascasarjana Ilmu Kimia FMIPA USU. Keberhasilan dari penelitian dan penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Sains. 2. Dekan Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Dr. Kerista Sebayang, MS, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Saharman Gea, Ph.D dan Bapak Dr. Darwin Yunus Nasution, MS selaku Komisi Pembimbing yang memberikan arahan kepada Penulis dengan penuh hingga selesainya penelitian dan tesis ini. 4. Ketua Program Studi Magister Ilmu Kimia, Prof. Dr. Tamrin, M.Sc dan Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Kimia Dr. Andriayani, MSi., serta seluruh Staf Pengajar Program Studi Magister Imu Kimia Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan bantuan selama mengikuti program pendidikan Magister Ilmu Kimia dan kak Lely selaku staf di Pascasarjana Ilmu Kimia USU. 5. Orang tua penulis, Bapak Muslihuddin dan Ibu Siti Minawarsa, yang telah membesarkan dengan penuh kasih sayang, mendidik, memberikan segalanya dan mendoakan dalam keadaan apapun untuk Penulis dan kakakku Rizqi Aisyah Amaturrahim, adik-adikku tersayang Boy Attaurazaq dan Irgie Attaurazaq yang. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(10) memberikan motivasi dan doa kepada Penulis untuk berjuang menyelesaikan pendidikan Magister Ilmu Kimia di Sekolah Pascasarjana F-MIPA USU. 6. Rekan-Rekan Mahasiswa Magister Ilmu Kimia Sekolah Pascasarjana F-MIPA USU Stambuk 2015 A I Putu Mahendra S.Si, Rini Hardiati S.Si, Rica Fitriani S,Si Stambuk 2015 B : Marisi Naibaho S.Si, Reh Malem S.Si, Dessy Ratna Sari S.Pd, Wisda Utami S.PdI, Muhammad Furqan S.PdI, stambuk 2016 A : Dewi Ratih S.Si, Vinny Dwi Kartika S.Pd, Fatimah Khaerani S.Pd, Ahmad Budiman S.Pd, Jhon Patar S.Pd, Rolly S.Pd yang 2 tahun sama-sama berjuang dalam menyelesaikan perkuliahan, penelitian dan penulisan tesis di Program Studi Magister Ilmu Kimia Sekolah Pascasarjana F-MIPA USU. 7. Rekan-Rekan kelompok penelitian di LIDA : Kak Ayu, Uly, Indra, Hamdan Ridho, Ayu, Kak Nami, Kak Tari, Bang Yasir, Bang Verros, Dian, Afrah dan adek-adek asisten LIDA yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu namanya. Saya sangat berterimakasih atas semua bantuan dan dukungannya dalam menyelesaikan penelitian tesis ini. Semoga kita semua menjadi orang-orang yang sukses dan berguna bagi bangsa dan negara. Penulis berharap dan berdoa kepada Allah SWT agar dapat membalas segala kebaikan yang telah Bapak/Ibu berikan kepada penulis. Amin Ya Rabbal alamiinn. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini. Akhir kata, semoga tesis ini bermanfaat bagi penelitian dan kemajuan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.. Medan, 5 April 2018. Suci Aisyah Amaturrahim. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(11) DAFTAR ISI. Halaman i ii iii iv v vii x xi xii xiii. PENGESAHAN TESIS PENETAPAN PANITIA PENGUJI ABSTRAK ABSTRACT PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR SINGKATAN BAB 1. BAB 2. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan 1.3 Pembatasan Masalah 1.4 Tujuan Penelitian 1.5 Manfaat Penelitian 1.6 Lokasi Penelitian 1.7 Metodologi Penelitian. 1 4 4 5 5 5 6. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Grafit 2.2 Grafena Oksida 2.3 Grafena 2.3.1 Sintesis Grafena 2.4 Selulosa 2.5 Selulosa Bakteri 2.5.1 Acetobacter xylinum 2.5.2 Media Kultur 2.5.3 Pembuatan Selulosa Bakteri 2.5.4 Metode Pembuatan Selulosa Bakteri 2.6 Nanoteknologi 2.6.1 Komposit 2.6.2 Nanokomposit 2.7 Proses In-situ. 7 8 10 11 13 14 16 17 19 21 21 22 24 25. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(12) 2.8 Scanning Electron Microscope (SEM) 2.9 Thermogravimetry Analysis (TGA) 2.10 Analisis Kekuatan Tarik dan Kemuluran 2.11 X-ray Diffraction (XRD) 2.12 Fourier Transform Infrared (FTIR) BAB 3. BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat-Alat Penelitian 3.2 Bahan-Bahan Penelitian 3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Pembuatan Larutan 3.3.1.1 Larutan NaOH 2,5 % 3.3.1.2 Larutan H2SO4 5 % 3.3.2 Pembuatan Stater Acetobacter xylinum 3.3.3 Sintesis Grafena Oksida 3.3.4 Pembuatan Nanokomposit Selulosa Bakteri /Grafena Oksida secara In-situ dengan Media kultur agitasi 3.3.5 Purifikasi Selulosa Bakteri/Grafena Oksida 3.3.6 Pencetakan Nanokomposit Selulosa Bakteri /Grafena Oksida 3.4 Parameter yang Diamati 3.4.1 Analisis Morfologi dengan SEM 3.4.2 Analisis Degradasi Termal dengan TGA 3.4.3 Analisis Struktur Kristal dengan XRD 3.4.4 Analisis Sifat Mekanik dengan Uji Tarik 3.4.5 Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR 3.5 Bagan Penelitian 3.5.1 Pembuatan Stater Acetobacter xylinum 3.5.2 Sintesis Grafena Oksida 3.5.3 Pembuatan Nanokomposit Selulosa Bakteri /Grafena Oksida secara In-situ dengan Media Kultur Agitasi 3.5.4 Purifikasi Nanokomposit Selulosa Bakteri /Grafena Oksida 3.5.5 Pencetakan Nanokomposit Selulosa Bakteri /Grafena Oksida dan Karakterisasinya HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Sintesis Grafena Oksida 4.1.2 Film Nanokomposit Selulosa Bakteri. 26 27 28 30 32. 33 34 34 34 34 34 34 35. 35 36 36 36 36 36 37 37 37 38 38 39. 40 40 41. 42 42. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(13) /Grafena Oksida secara In-situ dengan Media kultur Agitasi 4.2 Pembahasan 4.2.1 Sintesis Grafena Oksida 4.2.2 Reaksi dan Struktur Grafena Oksida 4.2.3 Analisis Struktur Kristal Grafena Oksida dengan XRD 4.2.4 Film Nanokomposit Selulosa Bakteri /Grafena Oksida secara In-situ dengan Media kultur Agitasi 4.2.5 Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR 4.2.6 Analisis Sifat Mekanik dengan Uji Tarik 4.2.7 Analisis Degradasi Termal dengan TGA 4.2.8 Analisis Morfologi dengan SEM BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN. 42 43 43 44 45. 47 48 50 51 53. 55 55 56 61. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(14) DAFTAR TABEL. Nomor Tabel 2.1 2.2 4.1 4.2. Judul. Halaman. Komposisi senyawa kimia yang terdapat dalam beberapa bahan yang mengandung selulosa Perbandingan komposisi air kelapa muda dan kelapa tua Sifat mekanik dari nanokomposit SB/GO dengan perbedaan volume GO Massa residu nanokomposit SB/GO. 15 18 51 53. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(15) DAFTAR GAMBAR. Nomor Gambar 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 2.10 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10. Judul. Halaman. Struktur grafit Struktur pemodelan dari grafena oksida Struktur reduksi grafena oksida Struktur grafena Skema pembuatan grafena dari grafit Struktur selulosa Bakteri Acetobacter xylinum Skema peralatan SEM Kurva tegangan dan regangan bahan polimer Skema peralatan XRD Serbuk grafena oksida (GO) Film (1) SB, (2) SB/GO 0,04 wt%, (3) SB/GO 0,07 wt%, (4) SB/GO 0,1 wt% Skema sintesis GO Struktur GO Pola difraksi dari grafit komersil dan GO Pembentukkan ikatan hidrogen pada lembaran GO dan SB Spektrum FTIR dari grafit, GO, SB, dan film nanokomposit SB/GO Kurva tegangan-regangan dari SB, SB/GO 0,04 wt%, SB/GO 0,07 wt%, SB/GO 0,1 wt%, Kurva TGA dari film SB, SB/GO 0,04 wt%, SB/GO 0,07 wt%, SB/GO 0,1 wt% Foto SEM pada permukaan film nanokomposit SB/GO dengan perbesaran (A) 1000 kali; (B) 2500 kali; (C) 5000 kali; (D) 10000 kali. 8 9 10 10 12 14 16 27 29 30 42 43 45 45 46 47 48 50 52. 54. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(16) DAFTAR LAMPIRAN. Nomor Lampiran 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.. Judul. Halaman. XRD grafit komersil XRD GO FTIR grafit komersil FTIR GO FTIR SB FTIR SB/GO TGA SB/GO 0,04 wt% TGA SB/GO 0,07 wt% TGA SB/GO 0,1 wt% Analisis ukuran GO dengan PSA Perhitungan % kadar GO dalam media kultur Perhitungan uji tarik Pembuatan nanokomposit SB/GO secara in-situ dengan media kultur agitasi Hasil SEM untuk ukuran serat dan pori-pori SB. 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 76. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(17) DAFTAR SINGKATAN. SB GO rGO DP XRD PSA FTIR SEM TGA. = Selulosa Bakteri = Grafena Oksida = reduksi Grafena Oksida = Derajat Polimerisasi = X-Ray Diffraction = Particle Size Analyzer = Fourier Transform Infra Red = Scanning Electron Microscope = Thermogravimetry Analysis. \. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(18) BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang pesat saat ini melahirkan inovasi materialmaterial kimia terbarukan yang memiliki potensi aplikasi di berbagai bidang disiplin ilmu. Salah satu material kimia yang banyak menarik perhatian para peneliti adalah grafena. Penemuan grafena secara eksperimental dilaporkan oleh Andre Geim dan rekannya Konstantin Novoselov tahun 2004 di University of Manchester (Novoselov and Geim, 2007). Grafena merupakan alotrop karbon yang berbentuk lembaran datar tipis yang tersusun dari atom karbon yang terhibridisasi sp2 dan dikemas rapat dalam bentuk kisi kristal seperti sarang lebah, yang mempunyai ketebalan satu atom dan bersifat semilogam dengan jarak pita nol (Loryuenyong et al., 2013). Dengan ketebalan sekitar satu atom karbon, grafena memiliki transparansi optikal sebesar ~97,7% (Nair et al., 2004). Meskipun sangat tipis, kekuatan grafena melebihi baja. Ikatan kovalen antar karbon yang kuat menyebabkan grafena sulit diregangkan, sehingga memiliki modulus Young ~1,0 TPa dan kekakuan ~130 GPa (Lee et al., 2008). Struktur yang terdiri dari lapisan-lapisan membuat grafena sangat konduktif dengan mobilitas pembawa muatan hingga ~200.000 cm2V-1s-1 (Bolotin et al., 2008) dan transfer elektron yang tinggi sebesar ~15.000 cm2V-1 serta nilai konduktifitas termal sebesar 5.000 Wm-1K-1 (Balandin et al., 2008). Keunggulan dan sifat-sifat unik yang dimiliki oleh grafena menjadikannya sebagai salah satu material ideal yang bisa diaplikasikan ke berbagai bidang teknologi (Casero et al., 2012), misalnya fuel cells (Hsieh et al., 2012), kapasitor (Chang et al., 2012), sensor (Raj and John, 2013), dan elektrokatalisis (Wang et al., 2013). Grafena dapat disintesis melalui pengolahan grafit, menjadi lembaranlembaran tunggal grafena. Secara sederhana grafit dioksidasi menjadi oksida grafit, kemudian lembaran-lembaran oksida grafit tersebut dikelupas (exfoliated) dalam air. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(19) hingga terbentuk grafena oksida. Proses reduksi pada grafena oksida akan menghasilkan lapisan grafena. Grafena oksida diyakini dapat menjadi prekursor yang menjanjikan untuk produksi grafena dalam skala besar (Shao et al., 2012). Tidak seperti selulosa dari tanaman, selulosa bakteri secara kimiawi murni dan bebas dari lignin dan hemi-selulosa. Hal ini merupakan keunggulan selulosa bakteri karena penghilangan lignin dan hemiselulosa pada proses pembuatan pulp membutuhkan bahan-bahan kimia yang tidak ramah lingkungan (Bielecki et al., 2004). Selulosa bakteri memiliki diameter serat sebesar 4-7 nm dengan karakteristik unik yang berbeda dari selulosa tanaman lain, seperti kapasitas menahan air yang tinggi, derajat kristalinitas dan kemurnian yang tinggi, kekuatan tarik besar, dan biokompatibilitas yang sangat baik (Sugano dan Shoda, 2005). Banyak strain bakteri memiliki kemampuan untuk memproduksi selulosa pada permukaan media antara lain yaitu Sarcina, Agrobacterium, Rhizobium, dan Acetobacter (Deinema dan Zevenhuizen, 1971). Namun, Acetobacter xylinum Gramnegatif adalah satu spesies yang diketahui mampu menghasilkan selulosa dalam jumlah komersial (Yamanaka et al., 2000). Sebuah sel bakteri Acetobacter xylinum tunggal mampu melakukan polimerisasi molekul glukosa 200.000 per detik menjadi rantai β-1,4-glikosida (Muthukumarasamy et al., 2001). Polimer nanokomposit yang diperkuat dengan material berdimensi nanometer seperti karbon nanotubes (CNTs) dan grafena telah dipelajari secara intensif (Coleman et al., 2006). Polimer komposit yang diperkuat dengan grafena sangat menarik perhatian dalam beberapa tahun terakhir. Sejumlah polimer seperti polivinil alkohol (Liu et al., 2012), kitosan (Chen et al., 2013), poliakrilamida (Liu et al., 2012), epoksi (Ye et al., 2013), poli (natrium akrilat) (Zeng et al., 2013), dan nanoselulosa (Malho et al., 2013) telah digunakan untuk membentuk nanokomposit dengan grafena dan turunannya. Studi sebelumnya melaporkan preparasi nanokomposit berbasis turunan grafena (grafena oksida) dan selulosa bakteri dengan metode ex-situ (Feng et al., 2011). Hasilnya menunjukkan bahwa metode ex-situ menghasilkan nanokomposit dengan struktur selulosa bakteri yang telah rusak secara 3 dimensi dan interaksi van der waals ataupun ikatan hidrogen antar lapisan grafena oksida dengan mudah menghasilkan aglomerasi pada jaringan serat selulosa bakteri.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(20) Oleh karena itu, diperlukan suatu metode lain yang dapat memastikan keseragaman penyebaran grafena oksida dalam matriks selulosa bakteri tanpa merusak struktur 3 dimensi. Metode biosintesis in-situ dapat dilakukan sebagai pendekatan untuk memproduksi nanokomposit selulosa bakteri/grafena oksida. Proses in-situ yaitu dapat mencegah aglomerasi partikel dan tetap menjaga distribusi spasial yang baik dalam matriks polimer (Guo et al., 2014). Selain itu, sifat hidrofilik grafena oksida dapat dengan baik terdispersi dalam air maupun dalam media kultur dari selulosa bakteri (Hongjuan et al., 2014). Dengan demikian ketika grafena oksida ditambahkan pada medium kultur dan terlibat dalam proses biosintesis, diharapkan grafena oksida dapat terdispersi dengan baik pada selulosa bakteri. Czaja et al. (2004) telah melakukan penelitian mengenai struktur selulosa bakteri yang dihasilkan dengan media kultur statis dan media kultur agitasi. Hasilnya menunjukkan SB dari media kultur agitasi memiliki fraksi massa Iα lebih rendah dibandingkan dengan SB yang dihasilkan dari media kultur statis. Namun penurunan tersebut memiliki keterkaitan yang baik dengan semakin kecilnya ukuran kristal nanofibril yang dihasilkan dari media kultur agitasi. Gea et al. (2010) melakukan penelitian mengenai pembuatan komposit dari polivinil alkohol (PVA)/selulosa bakteri secara in-situ. Proses in-situ menghasilkan komposit dengan sifat mekanik dan optik yang lebih baik karena pencampuran komponen yang lebih efektif dan homogen. Hongjuan et al. (2014) melakukan penelitian mengenai satu langkah biosintesis in-situ hidrogel nanokomposit selulosa bakteri/grafena oksida dengan media kultur statis. Hasilnya menunjukkan bahwa selama proses biosintesis indeks kristalinitas SB menurun dan sebagian GO tereduksi. Lembaran nano GO terdispersi dengan baik pada matriks SB. Jika dibandingkan dengan SB murni, kekuatan tarik dan modulus Young’s dari hidrogel nanokomposit SB/GO secara signifikan meningkat hingga 38% dan 120%, masing-masing. Hidrogel nanokomposit SB/GO merupakan material baru yang berpotensi untuk diaplikasikan sebagai perancah teknik jaringan. Shao et al. (2015) melakukan penelitian mengenai preparasi lembaran nano film komposit dari selulosa bakteri/grafena secara ex-situ dengan peningkatan kekuatan mekanik. Hasilnya menunjukkan lembaran nano grafena telah berhasil. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(21) mengisi dan secara seragam terdispersi dalam matriks SB. Jika dibandingkan dengan SB murni, penambahan 4 wt% grafena meningkatkan kekuatan tarik dari 96 MPa ke 155 MPa dan modulus Young’s dari 369 MPa to 530 MPa serta meningkatkan sudut kontak SB dari 51,2° ke 84,3°. Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pembuatan nanokomposit selulosa bakteri/grafena oksida secara in-situ dengan media kultur agitasi. Penelitian ini diharapkan dapat memastikan keseragaman penyebaran grafena oksida dalam matriks selulosa bakteri tanpa merusak struktur 3 dimensinya sehingga dapat meningkatkan sifat mekanik maupun sifat termal dari nanokomposit yang dihasilkan.. 1.2 Perumusan Masalah 1. Apakah dapat dilakukan sintesis grafena oksida dari grafit komersil ? 2. Bagaimanakah kondisi optimum untuk menghasilkan nanokomposit dari selulosa bakteri dan grafena oksida dengan kualitas terbaik? 3. Bagaimanakah karakteristik nanokomposit selulosa bakteri/grafena oksida yang dihasilkan?. 1.3 Pembatasan Masalah 1. Grafit yang digunakan berasal dari grafit komersil. 2. Air kelapa yang digunakan adalah air kelapa dari Pasar Tradisional Yuka Martubung, Jl. Rawe 7 Medan. 3. Starter bakteri Acetobacter xylinum diperoleh dari hasil pengembangan industri rumah tangga Nata de coco di Tembung. 4. Sintesis grafena oksida dari grafit dilakukan dengan menggunakan metode Hummers. 5. Variasi suspensi grafena oksida 1% (b/v) yang ditambahkan pada media kultur bakteri adalah 2 mL, 4 mL, 6 mL. 6. Pembuatan nanokomposit secara in-situ menggunakan media kultur bakteri agitasi dengan waktu inokulasi selama 7 hari pada suhu 28°C dengan kecepatan putaran 100 rpm.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(22) 7. Pencetakan nanokomposit dengan hotpress pada suhu 115°C selama 10 menit.. 1.4 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui apakah dapat dilakukan sintesis grafena oksida dari grafit komersil. 2. Untuk mengetahui kondisi optimum dalam menghasilkan nanokomposit selulosa bakteri/grafena oksida dengan kualitas terbaik. 3. Untuk mengetahui karakteristik nanokomposit selulosa bakteri/grafena oksida yang dihasilkan.. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan nanokomposit dengan bahan pengisi grafena oksida yang disintesis dari grafit komersil yang dapat digunakan sebagai material superkapasitor pada alat-alat micropower.. 1.6 Lokasi Penelitian Adapun tempat yang menjadi lokasi pada penelitian ini yaitu: 1. Sintesis grafena oksida, pembuatan nanokomposit selulosa bakteri/grafena oksida dan ultrasonikasi dilakukan di Laboratorium Ilmu Dasar USU . 2. Sentrifugasi, PSA dilakukan di Laboratorium Kimia Fisika FMIPA USU. 3. Analisis struktur kristal dengan XRD, analisis gugus fungsi dengan FTIR, Analisis termal dengan TGA dilakukan di Laboratorium Kimia Organik UGM. 4. Analisis permukaan dengan Scanning Electron Microscope (SEM) dilakukan di Laboratorium MABES POLRI, Jakarta. 5. Analisis sifat mekanik menggunakan alat uji tarik tensometer dilakukan di Laboratorium Kehutanan USU. 6. Sterilisasi media kultur bakteri dengan autoklaf dan penggojokan dengan inkubator dilakukan di Laboratorium Biokimia FMIPA USU.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(23) 1.7 Metodologi Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium, yang meliputi beberapa tahapan penelitian yang dilakukan dalam pembuatan nanokomposit selulosa bakteri/grafena oksida. Adapun langkah – langkah analisisnya adalah sebagai berikut : 1. Pembuatan starter bakteri Acetobacter xylinum 2. Sintesis grafena oksida 3. Karakterisasi grafena oksida dengan PSA, XRD dan FTIR 4. Pembuatan nanokomposit selulosa bakteri/grafena oksida secara in-situ dengan media kultur agitasi 5. Purifikasi nanokomposit selulosa bakteri/grafena oksida 6. Pencetakan nanokomposit selulosa bakteri/grafena oksida 7. Karakterisasi nanokomposit selulosa bakteri/grafena oksida dengan uji tarik, FTIR, SEM, dan TGA. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel bebas yaitu volume suspensi grafena oksida 1% (b/v) yang ditambahkan pada medium bakteri dengan variasi volume sebanyak 2 mL, 4 mL, dan 6 mL 2. Variabel tetap yaitu volume starter bakteri Acetobacter xylinum yang ditambahkan yaitu sebanyak 5 ml, Suhu ( C ), Waktu (hari), pH, putaran (rpm), frekuensi (Hz). 3. Variabel terikat yaitu karakterisasi yang dilakukan meliputi analisis gugus fungsi, analisis morfologi, massa residu, struktur kristal, analisis ukuran partikel, dan sifat mekanik.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(24) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1. Grafit Sejarah ditemukannya grafit berawal pada akhir abad ke-19 dengan adanya perkembangan teknologi pada pembuatan karbon. Karbon ditemukan bebas di alam dalam bentuk tiga allotropi yaitu, karbon amorf, grafit, dan intan. Akhir-akhir ini, allotropi keempat yang dibentuk dari karbon yaitu fullerene, C60 telah ditemukan. Bentuk baru dari karbon ini banyak menarik perhatian dalam penelitian saat ini. Dalam beberapa tahun yang lewat, penelitian dipusatkan pada grafena dan turunannya, yang memiliki potensial untuk membawa perubahan secara fundamental pada industri semikonduktor/elektronik (Marsh et al., 1997). Grafit bersifat lunak, berwarna hitam mengkilap dengan struktur berlapis, dan dapat menghantarkan listrik (bersifat konduktor). Intan bersifat keras, tidak bewarna, dan transparan terhadap cahaya, tetapi intan tidak dapat menghantarkan listrik (bersifat insulator). Perbedaan sifat antara grafit dan intan akibat dari bentuk strukturnya. Grafit membentuk struktur segienam datar dan berlapis melalui ikatan hibrida sp2, sedangkan intan membentuk struktur tetrahedral, dimana setiap atom karbon berikatan dengan empat karbon lain melalui ikatan hibrida sp 3 (Walker dan Thrower, 1981) Struktur grafit terdiri dari rangkaian lapisan-lapisan paralel pada bidang basal dari atom karbon yang terhubung secara heksagonal yang dapat dilihat pada Gambar 2.1. Jarak antar atom dalam suatu bidang lapisan adalah 1,42 Å dan jarak antar lapisan diantara bidang adalah 3,35 Å. Densitas kristal grafit adalah 2.226 g/cm 3. Pada struktur grafit (hibridisasi sp2), hanya tiga atau empat elektron valensi dari karbon yang membentuk ikatan kovalen (ikatan σ) dengan atom karbon yang berdekatan. Elektron keempat yang menjadi elektron п beresonansi antara struktur ikatan valensi. Kekuatan ikatan kimia dalam bidang lapisan, ditunjukkan pada besaranya energi ikatan antar bidang lapisan yaitu 150-170 kcal/(gram atom). Ikatan yang lebih lemah pada bidang seringkali menunjukkan interaksi gaya van der Waals (Spain, 1981).. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(25) Gambar 2.1 Struktur grafit (Spain, 1981). 2.2. Grafena Oksida Grafena oksida (GO) secara atomik merupakan lembaran tipis dari grafit oksida. Beberapa struktur pemodelan grafena telah diusulkan oleh Hoffman (1939), Rues (1947), scholz-Boehm (1969), Matsuo (1994), Klinowski (1998), dan Dekany yang dapat dilihat pada Gambar 2.2. Diantara mereka pemodelan struktur yang diusulkan oleh Klinowsky adalah yang paling sering digunakan secara luas. Model ini terdiri dari bagian aromatis yang tidak teroksidasi, dan cincin enam alifatis yang mengandung –OH, epoksida, dan ikatan C=C terkonjugasi dimana pada tepinya terdapat gugus –OH dan –COOH (Cassabianca et al., 2010). Akhir-akhir ini Ajayan et al. (2009) mengusulkan penambahan kehadiran laktol cincin 5 dan 6 yang mengisi sekeliling GO dan juga ester dari alkohol tersier pada permukaan GO. Tipe fungsionalisasi oksigen dan perbandingan relatif mereka dan ulasan densitas pada GO berubah-ubah secara drastis sesuai dengan metode sintesis dan sumber grafit yang digunakan (Dreyer et al., 2010). Ukuran ketebalan suatu lapisan tunggal pada lembaran GO secara teoritis diperkirakan. 0,8 nm ( chniepp et al., 2006) dan dilaporkan secara percobaan. nilainya mendekati 1 nm (Cote et al., 2008). Tingginya lebih besar dari pada lapisan grafena murni (0,34 nm) karena kehadiran oksigen yang menonjol dan mengandung gugus fungsi serta menyerap molekul air pada permukaan keduanya (Bunchsteiner et al., 2006). Kekuatan mekanik GO dilaporkan lebih rendah dari grafena tetapi tetap memiliki modulus Young’s yang besar (207,06 GPa) ( uk et al., 2010). GO secara elektrik merupakan insulator dengan Rs 10-12 Ώ/ q atau lebih tinggi (Becceri et al.,. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(26) 2008) karena gangguan dari delokalisasi elektron п yang berkonjugasi dengan ikatan C-O sp3 dan ruang kosong yang bersebrangan. Jarak band dari GO dapat dibuka dan meningkat dengan peningkatan fraksi C-O sp3 (Chang et al., 2010). Karena penghilangan penuh dari elektron п, GO memberikan jarak pita elektronik langsung hingga mencapai 31 eV (Luo et al., 2009). Akibatnya, GO dapat diubah dari insulator menjadi semikonduktor dan menjadi grafena seperti semilogam dengan mereduksi atau memperbaiki fraksi C-sp2 (Mattevi et al., 2009). Demikian juga konduktivitas dan jarak pita yang tinggi diperlukan untuk membuat alat elektronik atau optoelektronik seperti solar cells (Zheng et al., 2014).. Gambar 2.2 Struktur pemodelan dari grafena oksida (GO) yang diajukan (Yang et al., 2016) Reduksi secara langsung pada GO telah biasa digunakan sebagai metode untuk membuat grafena dalam jumlah besar dengan menghilangkan gugus oksigen sementara itu jaringan sp2 terkonjugasi juga diperbaiki. Reduksi GO biasanya ditunjukkan sebagai reduksi grafena oksida (rGO) dan dapat juga dianggap sebagai turunannya secara kimia (Eda et al., 2010). Struktur yang dimiliki oleh rGO sangat mirip dengan grafena murni seperti yang terlihat pada Gambar 2.3. Secara umum perubahan warna kuning (larutan) ke coklat (padatan) menjadi hitam dapat secara percobaan diamati sejak transformasi GO menjadi grafena. Rasio atom C/O dan konduktivitas secara umum meningkat setelah reduksi GO. Bagaimanapun, reduksi. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(27) secara besar akan efisien tergantung pada metode dan parameter pembuatan, menghasilkan grafena dengan sifat yang bervariasi. Banyaknya rute yang dilewati untuk mereduksi GO, secara khas mengandung strategi termal dan reduksi kimia.. Gambar 2.3 Struktur reduksi grafena oksida (Compton dan Nguyen, 2010). 2.3. Grafena Salah satu material baru yang menarik perhatian peneliti akhir-akhir ini adalah grafena. Grafena merupakan material inovatif yang memiliki kristal berupa lapisan dua dimensi. Kristal terdiri dari hibridisasi sp2 atom karbon dan membentuk struktur heksagonal serta memiliki luas permukaan spesifik sangat tinggi, mencapai 1500 m2/gram. Secara eksperimental, alotropi karbon ini ditemukan tahun 2004 pada lapisan terluar dari karbon (Novoselov et al., 2004). Struktur grafena dapat dilihat pada Gambar 2.4.. Gambar 2.4. Struktur grafena (Erickson et al., 2010) Grafena dapat digambarkan sebagai atom satu lapis ringan dengan berat hanya 0,77 mg pada selembar 1 m2. Dibandingkan dengan grafit yang memiliki ketebalan 1 mm, grafena jauh lebih tipis. Karena ketipisannya ini, grafena dijadikan salah satu contoh material berdimensi dua. Dengan ketebalan sekitar satu atom karbon, grafena. memiliki transparansi optikal sebesar ~97,7% (Nair et al., 2004). Meskipun sangat. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(28) tipis, daya tahan grafena terhadap tekanan jika dibandingkan dengan kekuatan baja adalah 100 kali lebih kuat, yaitu sebesar 42 N/m. Ikatan kovalen antar karbon yang kuat menyebabkan grafena sulit diregangkan, sehingga memiliki modulus Young ~1,0 TPa dan kekakuan ~130 GPa (Lee et al., 2008). Ikatan kimia atom-atom karbon pada material grafena merupakan superposisi 2s, dengan orbital 2px dan 2py memberikan kesetimbangan energi pada kisi-kisi heksagonal 2D dan ikatan σ dengan 3 atom karbon yang berdekatan. Grafena memiliki sifat elektronik yang unggul dan sangat dipengaruhi oleh orbital pz yang membentuk dua pita п saling simetris berbentuk kerucut, dan bertumpuknya orbital simetris ini menjadikan grafena memiliki mobilitas pembawa muatan yang tinggi, yaitu mencapai ~200.000 cm2V-1s-1 (Bolotin et al., 2008) dan transfer elektron yang tinggi sebesar ~15.000 cm2V-1 serta nilai konduktifitas termal sebesar 5000 Wm-1K-1 (Balandin et al., 2008). Grafena dapat digunakan sebagai bahan pengisi pada bahan komposit dan lebih diunggulkan dari pada pengisi yang lain. Hal ini disebabkan oleh tingginya luas permukaan, aspek rasio, kekuatan tarik, konduktifitas listrik dan termal, kelenturan, kemampuan untuk menahan gelombang elektromagnetik, transparansi, dan koefisien ekspansi termal yang rendah (Dreyer et. al., 2010) Keunggulan dan sifat-sifat unik yang dimiliki oleh grafena menjadikannya sebagai salah satu material ideal yang bisa diaplikasikan ke berbagai bidang teknologi (Casero et al., 2012), misalnya fuel cells (Hsieh et al., 2012) kapasitor (Chang et al., 2012), sensor (Raj and John, 2013), dan electrocatalysis (Wang et al., 2013).. 2.3.1 Sintesis Grafena Sintesis grafena dapat dilakukan dengan mengubah grafit menjadi lembaranlembaran tunggal grafena seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.5 (Tung et al., 2009). Secara sederhana grafit dioksidasi menjadi oksida grafit (GO), kemudian lembaran-lembaran oksida grafit tersebut dikelupas (exfoliated) dalam air hingga terbentuk grafena oksida. Konsentrasi oksigen dalam grafena oksida dapat direduksi hingga habis meninggalkan lapisan grafena. Grafena oksida diyakini dapat menjadi prekursor yang menjanjikan untuk produksi grafena dalam skala besar.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(29) Gambar 2.5. Skema pembuatan grafena dari grafit (Tung et al., 2009) Sampai saat ini telah banyak dilakukan penelitian tentang sintesis grafena. Dari beberapa di antara teknik sintesis yang telah dilaporkan, metoda yang paling sering digunakan untuk memproduksi grafena adalah pengelupasan mikromekanik langsung dari kristal grafit, penumbuhan epitaksial, chemical vapor deposition (CVD) dan sintesis kiwiawi dengan cara mengoksidasi grafit menjadi grafena oksida (GO) yang dilanjutkan ke dalam proses reduksi menjadi grafena (Toh et al., 2014). Sintesis grafena melalui jalur sintesis kimiawi sangat memungkinkan untuk bisa menghasilkan produk dalam skala besar dengan biaya yang relatif lebih murah. Metode sintesis kimiawi yang paling umum digunakan untuk mensintesis GO dikembangkan oleh Hummer tahun 1958 (Hummer, 1958). Untuk memperoleh grafena oksida, diawali dengan pembentukan GO. Graphite oxide yang dikenal sebagai graphitic acid telah ditemukan sejak tahun 1859 setelah Brodie mengoksidasi Ceylon graphite dengan campuran kalium klorida (KClO3) dan asam nitrat (HNO3). Sejak itu ada berbagai cara dikembangkan untuk memperoleh. GO.. Staudenmaier. mengembangkan. metode. Brodie. dengan. menambahkan sulfida pada pelarut oksidanya. Namun menurut Hofmann, Frenzel, dan Hamdi, metode Staudenmaier membutuhkan waktu oksidasi yang lebih lama dan menghasilkan produk samping yang berbahaya. Pada tahun 1958, William S. Hummers dan Richard E. Offeman mempublikasikan metode oksidasi untuk merubah grafit menjadi GO (Hummers, 1958). Metode yang kemudian dikenal sebagai metode Hummers tersebut mengoksidasi grafit dengan cara mereaksikan grafit dengan kalium permanganat (KMnO4) dan natrium nitrat (NaNO3) dalam larutan asam sulfat (H2SO4) pekat. Metode Hummers dinilai lebih baik daripada dua metode sebelumnya karena pada saat proses oksidasi tidak mengeluarkan gas klorin dioksida (ClO2). Gas ini harus. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(30) ditangani dengan hati-hati karena sangat berbahaya dan dapat menimbulkan ledakan. Selain itu, proses oksidasi dapat berlangsung lebih cepat dengan suhu lebih rendah. Produk akhir GO dari metode Hummers memiliki tingkat oksidasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk akhir dari metode Staudenmaier (Hummers, 1958). Bahan-bahan yang digunakan dalam metode Hummers lebih mudah untuk didapat dan tidak terlalu berbahaya seperti dalam metode Staudenmaier. Metode reduksi GO telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti untuk mendapatkan grafena dengan sifat yang lebih unggul. Stankovich et al. (2007) menggunakan senyawa hidrazin hidrat dan Shin et al. (2008) menggunakan larutan 150 mM NaBH4. Penggunaan senyawa hidrazin (N2H4) dan natrium borohidrida (NaBH4) dianggap berbahaya karena sifatnya yang beracun sehingga dikembangkan penelitian lebih lanjut untuk memilih agen pereduksi lain. Zn dipilih sebagai agen pereduksi dalam sintesis grafena karena memiliki banyak keunggulan yaitu tidak berbahaya, tidak beracun, dan dapat bereaksi dalam kondisi asam maupun basa.. 2.4. Selulosa Selulosa merupakan polimer linear dari glukosa dengan ikatan β-1,4glikosida. Selulosa merupakan komponen utama dari dinding sel tanaman (Hardjo et al., 1989). Isomer β tidak membentuk gulungan seperti isomer α, tetapi selaras dalam baris paralel oleh ikatan hidrogen diantara kelompok hidroksil pada rantai yang berdekatan. Hal ini menyebabkan selulosa tidak dapat larut dalam air yang akan memberikan struktur kaku ke dinding sel kayu dan serat yang lebih tahan terhadap hidrolisis dari pati (Timberlake, 2008). Pemeriksaan selulosa dengan sinar X menunjukkan bahwa selulosa terdiri atas rantai linear dari unit selobiosa, yang oksigen cincinnya berselang-seling dengan posisi ke depan dan ke belakang seperti yang terlihat pada Gambar 2.6. Molekul linear ini, yang mengandung rata-rata 5000 unit glukosa, beragregasi menghasilkan serat yang terikat bersama oleh ikatan hidrogen diantara hidroksil-hidroksil pada rantai yang bersebelahan. Serat selulosa yang memiliki sifat kekuatan fisis yang tinggi ini dibangun dari serat-serat tersebut melilit seperti spiral dengan arah berlawanan pada sumbu pusatnya (Hart, 2003).. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(31) Gambar 2.6 Struktur selulosa (Poedjadi, 1994) Kadar selulosa pada setiap tanaman berbeda-beda seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.1. Selulosa pada tanaman berasosiasi dengan lignin sehingga sering disebut sebagai lignoselulosa. Selulosa, hemiselulosa, dan lignin dihasilkan dari proses fotosintesis pada saat yang sama. Selulosa pada serat tanaman memiliki bentuk amorf, tetapi juga terasosiasi dengan fase kristalin diantara inter- dan intramolekuler ikatan hidrogen yang membuat selulosa tidak meleleh sebelum mencapai degradasi termal. Selulosa memiliki sifat seperti: sifat mekanik yang baik, densitas yang rendah, dan kemampuan terurai (Zimmerman et al., 2005), tergantung pada sifat selulosa yang ditujukan. Selulosa sangat stabil dalam berbagai pelarut dan hanya dapat dihancurkan dengan adanya asam kuat atau sistem pelarut dengan ikatan hidrogen yang kuat, biasanya basa-amina. Selulosa memiliki suhu transisi glass dengan kisaran 200-230oC yang dekat dengan suhu dekomposisi termal yaitu 260oC (Goring, 1963). Berdasarkan derajat polimerisasi (DP), maka selulosa dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu: a. Selulosa α (Alpha Cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan DP (derajat polimerisasi) berkisar 600-1500. Selulosa α dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat kemurnian selulosa. b. Selulosa β (Betha Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP berkisar 15-90, dapat mengendap bila dinetralkan. c. Selulosa  (Gamma cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP kurang daripada 15 (Paskawati, 2010).. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(32) Tabel 2.1 Komposisi senyawa kimia yang terdapat dalam beberapa bahan yang mengandung selulosa Sumber. Komposisi (%) Selulosa. Hemiselulosa. Lignin. Ekstrak. Kayu keras. 43-47. 2-35. 6-24. 2-8. Kayu lunak. 40-44. 25-29. 25-31. 1-5. Tebu. 40. 30. 20. 10. Coir. 32-43. 10-20. 43-49. 4. Tongkol jagung. 45. 35. 15. 5. Tangkai jagung. 35. 25. 35. 5. Kapas. 95. 2. 1. 0.4. Hemp. 70. 22. 6. 2. Henequen. 78. 4-8. 13. 4. Kenaf. 36. 21. 18. 2. Rami. 76. 17. 1. 6. Sisal. 73. 14. 11. 2. Jerami gandum. 30. 50. 15. 5. Sumber: Zugeinmaier 2008. 2.5. Selulosa Bakteri Banyak strain bakteri memiliki kemampuan untuk memproduksi selulosa pada permukaan media yang mengandung karbon dan nitrogen sebagai sumber makanan antara lain yaitu Sarcina, Agrobacterium, Rhizobium, dan Acetobacter (Deinema dan Zevenhuizen, 1971). Bakteri Acetobacter xylinum dari golongan Gram-negatif yang berbentuk batang adalah salah satu spesies yang diketahui mampu menghasilkan selulosa dalam jumlah komersial. Sumber karbon untuk memproduksi selulosa bakteri antara lain glukosa, fruktosa, sukrosa, manitol. Selulosa bakteri menunjukkan karakteristik unik yang berbeda dari selulosa tanaman lain, seperti kapasitas menahan air yang tinggi, tingkat kristalinitas yang tinggi, elastisitas besar, kekuatan tarik tinggi, biokompatibilitas yang sangat baik dan kemurnian tinggi, karena bebas dari komponen khas dinding sel, yaitu, lignin, hemiselulosa dan bahan ekstraktif serta bahan biopolimer lainnya. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(33) (Sugano dan Shoda, 2005). Hal ini memungkinkan selulosa bakteri untuk digunakan sebagai pengganti bahan baku kayu dalam industri kertas berkualitas tinggi, makanan rendah kalori membran bahan ultrafiltrasi dan bahan lainnya (Iguchi et al., 2000). Walaupun selulosa bakteri memiliki struktur kimia yang sama dengan seperti selulosa yang berasal dari tumbuhan, selulosa bakteri tersusun oleh serat selulosa yang lebih baik yang dihasilkan oleh bakteri. Panjang seratnya tidak dapat ditentukan karena kumpulan serat-serat tunggal selulosa saling melilit satu sama lain membentuk struktur jaringan. Sebagai pembandingnya diameter dari selulosa bentuk kristalin adalah 10-30 nm (Philips, 2000). Serat selulosa bakteri sekitar 100 kali lebih tipis daripada selulosa tanaman, sehingga membuatnya menjadi bahan yang sangat berpori. Selulosa bakteri dengan struktur jaringan pita yang unik memiliki dimensi pita ketebalan 3-4 nm dan lebar 70-130 nm. Jaringan pita ini dibentuk dari rantai agregat menjadi sub-serat, dimana lebarnya sekitar 1,5 nm yang kemudian dikristalisasi membentuk bundel (bentuk sementara) dari struktur pita (Bielecki et al. 2004 ; Yamanaka et al. 2000).. 2.5.1 Acetobacter xylinum Acetobacter xylinum memiliki ciri-ciri antara lain sel bulat panjang sampai batang (seperti kapsul), tidak mempunyai endospore, sel-selnya bersifat Gramnegatif, bernafas secara aerob tetapi dalam kadar yang kecil (Pelezar dan Chan, 1988).. Gambar 2.7 Bakteri Acetobacter xylinum (Budiyanto,2002). UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(34) Klasifikasi ilmiah dari Acetobacter xylinum : Kerajaan. : Bacteria. Divisio. : Protophyta. Kelas. : Schizomycetes. Ordo. : Pseudomonadales. Famili. : Pseudomonodaceae. Genus. : Acetobacter. Spesies. : Acetobacter xylinum. Bakteri pembentuk nata termasuk golongan Acetobacter yang mempunyai ciri-ciri antara lain Gram-negatif untuk kultur yang masih muda, Gram-positif untuk kultur yang sudah tua, obligat aerobik, berbentuk batang dalam medium asam, sedangkan dalam medium alkali berbentuk oval, bersifat non-mortal dan tidak membentuk spora, tidak mampu mencairkan gelatin, tidak memproduksi H2S, tidak mereduksi nitrat dan memiliki termal death point pada suhu 65-70°C (Budiyanto, 2002). Sebuah sel bakteri Acetobacter xylinum tunggal mampu melakukan polimerisasi molekul glukosa 200.000 per detik menjadi rantai β-1,4-glikosida yang kemudian diekskresikan ke serat yang terbentuk di membrane dan hasilnya dikeluarkan dari baris 50-80 pori-pori seperti lembaran sepanjang sumbu longitudinal sel. Pembentukan ini menghasilkan matriks selulosa yang mengambang pada permukaan, sehingga diperkirakan bakteri Acetobacter xylinum adalah bakteri aerob obligat yang tumbuh dengan adanya oksigen yang tinggi pada permukaan medium (Muthukumarasamy et al., 2001).. 2.5.2. Media Kultur Produksi air kelapa cukup berlimpah di Indonesia yaitu mencapai lebih dari 1 sampai 900 juta liter per tahun. Namun, pemanfaatannya dalam industri pangan belum menonjol, sehingga masih banyak air kelapa terbuang percuma. Selain mubazir, buangan air kelapa dapat menimbulkan polusi asam asetat akibat proses fermentasi dari limbah air kelapa tersebut. Air kelapa sangat baik digunakan sebagai. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(35) bahan baku dalam pembuatan nata, karena mengandung nutrisi yang dibutuhkan bagi pertumbuhan. dan. perkembangbiakan. bakteri. Acetobacter. xylinum. untuk. memproduksi selulosa bakteri (Warisno, 2004). Air kelapa yang digunakan dalam pembuatan selulosa bakteri adalah air kelapa tua. Air kelapa muda atau air kelapa yang terlalu tua atau yang telah keluar bakal tunasnya tidak bisa digunakan. Sebab, air kelapa muda belum cukup mengandung mineral sebagai nutrien pendukung pertumbuhan dan aktifitas bakteri Acetobacter xylinum. Sebaliknya, air kelapa yang berasal dari kelapa yang telah terbentuk tunas mengandung minyak berlebihan yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum (Pambayun, 2002). Air kelapa mengandung air 91,5 %; protein 0,14 %; lemak 1,5 %; karbohidrat 1,6 %; serta abu 1,06 %. Selain itu air kelapa mengandung berbagai nutrisi seperti sukrosa, dekstrosa, fruktosa serta vitamin B kompleks (Tabel 2.2). Nutrisi tersebut sangat berguna untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum. Tabel 2.2 Perbandingan komposisi air kelapa muda dan kelapa tua Sumber air (dalam 100 g). Kelapa Muda. Kelapa tua. Kalori. 17,0 kal. -. Protein. 0,2 g. 0,14 g. Lemak. 1,0 g. 1,50 g. Karbohidrat. 3,8 g. 4,60 g. Kalsium. 0,015g. -. Fosfor. 0,008g. 0,50 g. Besi. 0,0002g. -. Asam askorbat. 0,001g. -. Air. 95,5 g. 91,5 g. Bagian yang dapat dimakan. 100,0 g. -. Sumber: Palungkun 1996. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(36) 2.5.3 Pembuatan Selulosa Bakteri Beberapa tahapan dalam pembuatan selulosa bakteri yaitu 1. Preparasi Tahap preparasi meliputi: a. Penyaringan, bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang tercampur di dalam air kelapa. Sebaiknya penyaringan dilakukan menggunakan saringan kain. b. Penambahan gula pasir dan urea, bertujuan untuk mencukupi nutrien yang dibutuhkan untuk pembentukan selulosa bakteri dengan konsentrasi penambahan gula pasir 10% dan urea 5% dari volume air kelapa tua yang digunakan. c. Perebusan dilakukan sampai mendidih dan dibiarkan sampai 5-10 menit untuk meyakinkan bahwa kontaminan mikroba telah mati dan juga menyempurnakan kelarutan dari gula ataupun urea yang ditambahkan. d. Penambahan asam asetat glasial bertujuan untuk menurunkan pH air kelapa hingga mencapai pH 4,3 yang merupakan kondisi optimal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum. e. Pendinginan dilakukan dengan membiarkan cairan selama satu malam pada suhu kamar. Hal ini bertujuan untuk mengecek ada tidaknya mikroba kontaminan dalam medium bakteri. 2. Inokulasi, fermentasi dan pengendaliannya a. Inokulasi (pemberian bibit) dilakukan setelah medium bakteri sudah benar-benar dingin. Jika medium bakteri masih dalam keadaan hangat atau panas, maka bibit bakteri Acetobacter xylinum dapat mengalami kematian sehingga proses fermentasi tidak dapat berlangsung. b. Fermentasi dilakukan selama 14 hari setelah penambahan bakteri Acetobacter xylinum sehingga dihasilkan selulosa bakteri (Pambayun, 2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan selulosa bakteri 1. Jenis dan konsentrasi medium Pada dasarnya medium bakteri harus banyak mengandung karbohidrat (gula) disamping vitamin dan mineral karena benang-benang halus bakteri yang akan membentuk selulosa diproduksi dari glukosa oleh Acetobacter xylinum.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(37) 2.. Jenis dan konsentrasi starter Pada umumnya bakteri Acetobacter xylinum merupakan starter yang lebih produktif dari jenis stater lainnya, dan konsentrasi 5-10% merupakan konsentrasi yang ideal.. 3. Waktu fermentasi Produksi maksimal dari pertumbuhan selulosa bakteri adalah minggu ke-4, kualitas selulosa bakteri akan menurun jika lebih dari 4 minggu. Waktu optimal pertumbuhan selulosa bakteri adalah 14 hari. 4. Suhu fermentasi Suhu optimal yang digunakan untuk pembuatan selulosa bakteri adalah suhu kamar yaitu sekitar 28°C. Jika suhu terlalu tinggi atau terlalu rendah akan mengganggu pertumbuhan bakteri pembentuk selulosa. 5. pH fermentasi Derajat keasaman yang dibutuhkan untuk pertumbuhan selulosa bakteri adalah bekisar 3-5 atau dalam suasana asam. Pada kedua sisi pH optimum, aktivitas enzim seringkali menurun dengan tajam. 6. Jenis dan konsentrasi suplemen Kandungan karbohidrat dalam medium bakteri merupakan bahan terpenting. Jika kadar karbohidrat rendah dalam medium bakteri maka dapat ditambahkan dengan gula pasir. 7. Tempat Fermentasi Tempat fermentasi sebaiknya jauh dari sinar matahari, sumber panas dan dalam kondisi steril. Selain itu, wadah fermentasi tidak terbuat dari logam yang bersifat korosif sehingga dapat mengganggu pertumbuhan selulosa bakteri. Beberapa hal yang harus juga diperhatikan dalam pembuatan selulosa bakteri yaitu selama proses pertumbuhan berlangsung harus dihindari goncangan tempat fermentasi karena dapat menyebabkan terbentuknya lapisan selulosa yang baru yang terpisah dari selulosa bakteri pertama serta ketebalan selulosa bakteri yang didapat tidak memenuhi standar (Budiyanto, 2002).. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(38) 2.5.4. Metode Pembuatan Selulosa Bakteri Produksi selulosa pada bakteri dipengaruhi oleh kemampuan strain bakteri dan metode produksi yang digunakan. Metode produksi selulosa yang biasa digunakan dalam skala industri yaitu metode produksi statis (Lee, 1999) dan agitasi (Tsuchida dan Yoshinaga, 1997). Metode fermentasi statis dalam skala industri terbukti produksinya sangat rendah karena terbentuknya asam glukonik. Sementara itu, fermentasi agitasi (penggojokan) dapat menurunkan produksi selulosa karena berkaitan erat dengan dihasilkannya mutan negatif (Lee dan Zhao, 1999). Metode fermentasi atau kondisi kultur juga sangat berpengaruh terhadap morfologi makroskopik selulosa bakteri yang dihasilkan (Yamanaka et al., 2000), sedangkan perbedaan morfologi selulosa statis dan agitasi berkontribusi terhadap variasi derajat kristalinitas dan perbedaan ukuran kristalitas (Watanabe et al., 1998) sehingga dalam upaya peningkatan produktivitas selulosa pada bakteri, perlu diperhatikan aspek kuantitatif dan kualitatifnya. Metode fermentasi statis menghasilkan selulosa bakteri dalam bentuk lembaran sedangkan fermentasi agitasi menghasilkan selulosa yang terpecah-pecah. Metode fermentasi statis menghasilkan indeks kristalinitas selulosa lebih tinggi dibandingkan dengan fermentasi agitasi. Proses fermentasi agitasi menyebabkan ikatan hidrogen antara mikroserat berkurang dan berakibat terhadap panjang mikroserat yang terbentuk. Berkurangnya ikatan hidrogen antara mikroserat ini menyebabkan rendahnya indeks kristalinitas (Moon et al., 2006). Namun penurunan tersebut memiliki keterkaitan yang baik dengan semakin kecilnya ukuran kristal nanoserat yang dihasilkan dari media kultur agitasi (Czaja et al., 2004). Meskipun metode fermentasi statis telah cukup berhasil diteliti dan fermentasi agitasi menimbulkan banyak masalah, namun beberapa peneliti menyarankan fermentasi agitasi adalah metode yang paling cocok untuk diproduksi dalam skala industri (Yoshinaga et al., 1997).. 2.6 Nanoteknologi Istilah Nanoteknologi diperkenalkan pertama kali oleh Richard Feynman, seorang ahli fisika pada tahun 1959 yang menyajikan visi teknologi miniaturisasi bahan, memanipulasi dan mengendalikan hal-hal dalam skala kecil yang disebut. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(39) Nanoteknologi (Miyazaki, 2007). Nanoteknologi adalah istilah untuk rentang teknologi, teknik, dan proses yang menyangkut manipulasi materi pada tingkat molekul (kelompok atom), sistem-sistem yang memiliki sedikitnya satu dimensi fisik dalam rentang 1-100 nanometer. Sesuai dengan namanya, nanoteknologi atau nanosains adalah ilmu pengetahuan dan teknologi pada skala nanometer, atau sepermilyar meter. Nanoteknologi merupakan suatu teknologi yang dihasilkan dari pemanfaatan sifat-sifat molekul atau struktur atom apabila berukuran nanometer. Jadi apabila molekul atau struktur dapat dibuat dalam ukuran nanometer maka akan dihasilkan sifat-sifat baru yang luar biasa. Sifat-sifat baru inilah yang dimanfaatkan untuk keperluan teknologi sehingga teknologi ini disebut nanoteknologi (Mustar, 2011).. 2.6.1 Komposit Komposit merupakan gabungan antara dua material atau lebih yang terdiri dari filler sebagai bahan pengisi atau penguat dan matriks sebagai pengikat sehingga terbentuk material baru yang memiliki sifat yang lebih baik dari material penyusunnya (Astley et al., 2001). Tidak ada pengertian yang pasti tentang material komposit, tetapi dari banyak studi yang dilakukan, memberikan beberapa indikasi untuk menjelaskan tentang pengertiannya. Ada tiga hal penting yang termasuk dalam pengertian komposit untuk penggunaannya dalam berbagai aplikasi : 1. Bahan ini terdiri dari dua atau lebih material yang berbeda sifat fisik dan mekanismenya. 2. Komposit ini dapat dibuat dengan mencampurkan material-material berbeda sifat ini dalam berbagai cara dimana pemasukan dari satu material ke dalam material lainnya dengan suatu cara terkontrol untuk memperoleh sifat optimum. 3. Sifat-sifatnya unggul, dan cukup unik jika ditinjau dari beberapa hal, dibandingkan dengan sifat dari komponen penyusunnya. Pengisi (filler) adalah bahan yang ditambahkan pada komposit untuk meningkatkan sifat mekanik dan sifat fisik, pengisi juga berfungsi sebagai penguat pada matrik. Fungsi utama dari penguat adalah sebagai penopang kekuatan dari komposit sehingga tinggi rendahnya kekuatan komposit sangat tergantung dari penguat yang digunakan karena tegangan yang dikenakan pada komposit mulanya. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(40) diterima oleh matriks akan diteruskan kepada penguat sehingga penguat akan menahan beban sampai beban maksimum. Oleh karena itu penguat harus mempunyai tegangan tarik dan modulus elastis yang lebih tinggi daripada matrik penyusun komposit (Callister, 2007). Ada tiga jenis pengisi : 1. Pengisi Penguat Kekuatan suatu bahan polimer oleh serat berkekuatan tinggi dikenal sebagai plastik berkekuatan serat. Kekuatan yang tingggi untuk rasio yang berat, antikorosi yang sangat baik dan mudah untuk dibuat. Oligomer berviskositas rendah dan serat silikat menghasilkan produk yang bagus atau baik. Matriks mengalami polimerisasi atau kondensasi kedalam jaringan. Kualitas kekuatan plastik tersebut berguna pada desain pesawat luar angkasa dan lambung kapal, yang dihasilkan untuk dapat tahan terhadap air garam. 2. Pengisi aktif Pengisi yang meningkatkan kekuatan mekanik yang disebut pengisi aktif dan kebalikannya disebut pengisi nonaktif. Pengisi aktif (karbon black, silika gel, clay) bertindak lebih kuat pada elastromer dan karet meningkatkan kekuatan 1020 kali. Pengisi aktif meningkatkan kekuatan elastromer sintetik pada karet alam. 3. Pengisi nonaktif Pengisi tersebut digunakan untuk menunrunkan biaya tahan yang serupa untuk meningkatkan penyelesaian produk mengandung kayu dan bahan serupa lainnya pada bentuk dan ukuran yang berbeda. Ikatan yang terjadi pada material komposit di antara matriks dan penguatnya antara lain: 1. Ikatan Mekanik Matrik cair menyebar ke seluruh permukaan pengisi dan mengisi setiap lekuk dari permukaan sehingga terjadi mekanisme saling mengunci. Semakin kasar permukaan penguat semakin kuat ikatan yang terbentuk 2. Ikatan Elektrostatis Ikatan ini terjadi antara matrik dan penguat ketika salah satu permukaan mempunyai muatan positif dan permukaan lainnya mempunyai muatan negatif sehingga akan terjadi tarik menarik antar kedua permukaan.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(41) 3. Ikatan Kimia Ikatan kimia adalah ikatan yang terbentuk antara kelompok kimia pada permukaan penguat dan kelompok yang sesuai pada matrik sehingga kekuatan ikatannya tergantung pada jumlah ikatan perluasan dan tipe dari ikatan itu 4. Ikatan Reaksi Atom atau molekul dari dua komponen dalam komposit dapat bereaksi pada permukaan sehingga terjadi ikatan reaksi dan membentuk lapisan permukaan yang mempunyai sifat berbeda dari kedua komponen komposit tersebut. Ikatan ini dapat terjadi karena adanya difusi atom-atom permukaan dari komponen komposit yang terjadi pada suhu tinggi (Winarta, 2012).. 2.6.2. Nanokomposit Nanokomposit polimer didefinisikan sebagai polimer yang mengandung material dengan ukuran lebih kecil dari 100 nm. Nanokomposit dikategorikan dalam nanoteknologi apabila komposit yang dihasilkan merefleksikan keunggulan nanomaterial. yaitu. kinerja. yang. meningkat. secara. signifikan.. Dikatakan. nanokomposit karna salah satu komponen yang digunakan memiliki ukuran berkisar 1-100 nm. Nanokomposit merupakan bidang yang cukup baru di Indonesia bahkan di dunia sekalipun, apalagi nanokomposit yang seluruhnya terbuat dari bahan terbarukan (Mustar, 2011). Prinsip dari pembuatan nanokomposit ini adalah berkat ikatan-ikatan yang terjadi antara atom C, O, dan atom lainnya. Karena ikatan sudah dilakukan mulai dari ukuran nanometer, maka akan menghasilkan suatu material yang lebih kuat pada saat menjadi material yang berukuran besar (tampak oleh mata) (Subiyanto, 2010). Ikatan antar partikel yang terjadi pada material nanokomposit memainkan peranan penting pada peningkatan dan pembatasan sifat material. Partikel-partikel yang berukuran nano tersebut memiliki luas permukaan interaksi yang tinggi. Semakin banyak partikel yang berinteraksi, semakin kuat pula material. Inilah yang membuat ikatan antar partikel semakin kuat sehingga sifat mekanik material bertambah. Namun, penambahan nanopartikel tidak selamanya akan meningkatkan sifat mekaniknya.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(42) Ada batas tertentu dimana saat dilakukan penambahan, kekuatan material justru semakin berkurang. Namun pada umumnya, material nanokomposit menunjukkan perbedaan sifat mekanik, listrik, optik, elektrokimia, katalis, dan struktur dibandingkan dengan material penyusunnya (Dufresne, 2010).. 2.7 Proses In-situ Proses in-situ dapat menggambarkan suatu proses atau cara pengukuran yang diambil pada tempat yang sama, proses ini terjadi tanpa mengisolasi dari sistem lain atau mengubah kondisi aslinya. Ada banyak situasi dimana intermediet kimia disintesis in-situ dalam berbagai proses. Hal ini dapat dilakukan karena senyawa tidak stabil, dan tidak dapat dipisahkan. Sintesis nanopartikel secara in-situ dalam suatu matriks polimer merupakan suatu cara sederhana dan efektif untuk mempersiapkan nanokomposit. Metode in-situ memungkinkan pembuatan nanokomposit dengan satu langkah yang dihasilkan nanopartikel dari prekursor yang sesuai. Dalam hal ini, nanopartikel dapat tumbuh di dalam matriks polimer. Keuntungan dari proses in-situ yaitu dapat mencegah aglomerasi partikel dan tetap menjaga distribusi spasial yang baik dalam matriks polimer. Kelemahan dari metode ini adalah bahwa reaktan yang tidak bereaksi pada proses in-situ mungkin mempengaruhi sifat-sifat material yang dihasilkan (Guo et al., 2014). Sintesis secara in-situ biasanya dilakukan dalam skala laboratorium sedangkan sintesis secara ex-situ dilakukan dalam skala industri yang lebih komersial. Proses ex-situ memiliki tantangan utama dalam mempersiapkan nanopartikel yang memiliki dispersibilitas lebih tinggi dalam polimer dan memiliki stabilitas jangka panjang terhadap agregasi. Untuk mengatasi masalah ini metode sonikasi digunakan untuk mendispersikan nanopartikel dalam polimer.. Hal ini. disebabkan partikel aglomerasi dapat secara signifikan mengurangi transparansi nanokomposit. Dalam proses ini dispersi nanopartikel dalam matriks polimer menjadi salah satu hal penting dalam mempersiapkan nanokomposit hibrid yang transparan (Lee et al., 2001).. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(43) 2.8 Scanning Electron Microscope (SEM) Karakterisasi menggunakan alat Scanning Electron Microscope (SEM) dimanfaatkan untuk melihat struktur topografi permukaan, ukuran butiran, cacat struktural, dan komposisi pencemaran suatu bahan. Hasil yang diperoleh dilihat secara langsung pada hasil SEM berupa Scanning Electron Micrograph yang menyajikan bentuk tiga dimensi berupa gambar atau foto. SEM terdiri atas sebuah senapan elektron yang menghasilkan berkas elektron pada tegangan sebesar 2-30 kV. Berkas elektron ini dilewatkan pada beberapa lensa elektromagnetik untuk menghasilkan gambar berukuran kurang dari 10 nm pada sampel yang ditampilkan dalam bentuk film fotografi atau ke dalam tabung layar (Trewin, 1988). Penerapan prinsip SEM berdasarkan Gambar 2.8 adalah pengukuran difraksi elektron yang sama dengan mikroskop optik, yaitu elektron yang ditembakkan akan dibelokkan oleh lensa elektromagnetik dalam SEM. SEM menggunakan sumber elektron berupa electron gun sebagai pengganti sumber cahaya. Elektron ini akan diemisikan secara termionik dari sumber elektron. Sinar elektron difokuskan oleh satu atau dua lensa kondensor ke titik yang diameternya sekitar 0,4-5 nm. Sinar ini kemudian melewati sepasang gulungan pemindai (scanning coil) atau sepasang pelat deflektor di kolom elektron. Saat sinar elektron primer berinteraksi dengan spesimen, elektron kehilangan energi karena berhamburan acak yang berulang dan penyerapan dari spesimen yang membentang dari 100 nm sampai 5 μM ke permukaan. Elektron sekunder hasil interaksi antara elektron dengan permukaan spesimen ditangkap oleh detektor yang kemudian diolah oleh amplifier dan divisualisasikan dalam monitor sinar katoda. Preparasi spesimen pada SEM dilakukan dengan pemanfaatan kondisi vakum serta menggunakan elektron berenergi tinggi. Spesimen yang digunakan harus dalam keadaan kering dan bersifat konduktif. Apabila spesimen tidak bersifat konduktif, maka perlu dilakukan pelapisan dengan bahan konduktor seperti karbon. Pelapisan ini adalah untuk menghilangkan muatan listrik yang tertumpuk secara cepat pada bahan tidak konduktif pada saat disinari dengan berkas elektron energi tinggi. Spesimen yang tidak dilapisi bahan konduktor akan menyebabkan terjadinya distorsi, kerusakan termal, dan radiasi yang dapat merusak material. Spesimen akan dapat memperoleh muatan yang cukup untuk melawan berkas elektron yang jatuh sehingga spesimen ini bertindak sebagai cermin.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(44) Gambar 2.8 Skema peralatan SEM (Smallman, 2000). 2.9 Thermogravimetry Analysis (TGA) Teknik analisis termogravimetri dapat dilakukan baik secara dinamik maupun secara statik. Pada termogravimetri dinamik, sampel dinaikkan temperaturnya secara linear terhadap waktu. Pada cara statik atau termogravimetri isotermal, sampel dipelihara temperaturnya pada suatu periode waktu tertentu, selama waktu tersebut setiap perubahan berat dicatat. Pada rangkaian peralatannya diperlukan paling tidak tiga komponen utama yaitu timbangan berpresisis tinggi, tungku dan perekam. Kenaikan temperatur dalam tungku haruslah berfungsi linear terhadap waktu dan mampu digunakan baik dalam lingkungan inert, oksidasi, maupun reduksi. Perubahan temperatur dan berat direkam secara kontinyu sedemikian rupa sehingga tidak ada satu termogram yang terlewati. Teknik-teknik yang mencakup dalam metode analisis termal adalah analisis termogravimetri yang didasari pada perubahan berat akibat pemanasan. TGA merupakan teknik mengukur perubahan berat suatu sistem bila temperaturnya berubah dengan laju tertentu. TGA dipakai terutama untuk menetapkan stabilitas. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(45) panas polimer-polimer. Metode TGA yang paling banyak dipakai didasarkan pada pengukuran berat yang kontinyu terhadap suatu neraca sensitif (disebut neraca panas) ketika suhu sampel di naikkan dalam udara atau dalam suatu atmosfer yang inert. TGA ini dinyatakan sebagai nonisotermal. Data dicatat sebagai termogram berat versus temperatur. Selain memberikan imformasi mengenai stabilitas panas, TGA bisa dipakai untuk mengkarakterisasi polimer melalui hilangnya suatu entitas yang diketahui. TGA juga bermamfaat untuk penetapan volatilitas bahan pemlastik dan bahan-bahan tambahan lainnya (Steven, 2001). 2.10. Analisis Sifat Kekuatan Tarik Dan Kemuluran ifat mekanis biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatan tarik (σt ). menggunakan alat pengukur tensometer bila terhadap bahan diberikan tegangan. Tegangan didefinisikan sebagai perubahan gaya terhadap luas penampang daerah yang dikenai gaya tersebut. Gaya yang bekerja pada benda menyebabkan terjadinya perubahan ukuran benda. Pengaruh vector gaya terhadap sumbu x menghasilkan besaran tensile stress dengan lambing σx. Indeks x menyatakan arah vector gaya. Pengaruh gaya terhadap sumbu y dan sumbu z menghasilkan momen yang disebut besarab shear stress. Untuk sumbu y shear stress, dilambangkan σxy, sedangkan untuk sumbu z dilambangkan σxz. Hubungan antara besaran-besaran tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut σx i + σxy j + σxz k. (2.1). Dengan i, j, k adalah vector satuan untuk masing-masing sumbu. Regangan adalah perbandingan perubahan panjang benda terhadap panjang mula-mula akibat suatu gaya dengan arah sejajar perubahan panjang tersebut. Dalam satuan internasional, regangan memiliki lambang ε tanpa satuan atau dalam %. Regangan dirumuskan dengan persamaan berikut (2.2) dimana. adalah perubahan panjang benda dan Lo adalah panjang benda mula-. mula.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(46) Elastisitas didefinisikan sebagai kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk yang permanen setelah tegangan dihilangkan. Peristiwa ini disebut deformasi elastic. Perbandingan antara tegangan dengan regangan disebut modulus elastisitas (modulus Young’s) yang dapat dituliskan sebagai berikut (2.3) Diagram antara tegangan dan regangan dapat digunakan untuk menentukan sifat mekanik dari suatu bahan. Diagram pada Gambar 2.9 menggambarkan perubahan tegangan terhadap regangan bila benda dikenai suatu gaya. Pada titik tertentu akan terjadi deformasi struktur benda yaitu pada titik dengan tanda X.. Gambar 2.9 Kurva tegangan dan regangan bahan polimer (Lawrence, 1995) Grafik tegangan-regangan pada daerah elastis adalah linear sedangkan pada daerah plastis menunjukkan harga ultimate strength. Harga slope grafik linear dinyatakan sebagai modulus Young’s. Luas total dari kurva menyatakan harga modulus of toughness, sedangkan luas daerah elastic menyatakan harga modulus of resilence. Modulus of toughness adalah energy total yang diserap oleh benda setiap satu volume hingga terjadi deformasi struktur (patah atau robek). Modulus of resilence adalah energy total yang diserap oleh benda setiap satu volume pada daerah elastic (Lawrence, 1995).. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(47) 2.11 X-Ray Diffraction (XRD) Teknik pengujian menggunakan X-Ray Diffraction (XRD) bertujuan untuk mengetahui perubahan fase struktur kristal dari suatu padatan dengan cara membandingkan nilai jarak d pada bidang kristal dan intensitas puncak difraksi dengan data standar. Prinsip dasar XRD adalah difraksi sinar X yang terjadi pada hamburan elastik foton-foton sinar X oleh atom dalam sebuah kisi periodik. Sinar X merupakan radiasi elektromagnetik yang dihasilkan dari penembakan logam dengan elektron berenergi tinggi dan memiliki panjang gelombang antara 0,5 sampai 2,5 Å serta energi foton sebesar 1,2x103 sampai 2,4x105 eV. Berkas sinar X yang berinteraksi dengan suatu material akan diabsorbsi serta ditransmisikan, dan sebagian lagi dihamburkan. Hamburan terdifraksi ini yang akan dideteksi oleh XRD (Cullity, 1956).. Gambar 2.10 Skema peralatan XRD (Cullity, 1956) Dari Gambar 2.10 menjelaskan prinsip kerja XRD, tahap preparasi pertama yang dilakukan adalah menempatkan sampel (C) pada titik fokus hamburan sinar X, yaitu di tengah plate (D). Plate merupakan sebuah plat tipis yang berlubang berukuran sesuai dengan sampel dengan perekat pada sisi baliknya. Generator tegangan tinggi pada bagian x-ray tube (A) memiliki fungsi sebagai pembangkit daya penghasil sinar X. Sinar X diarahkan menuju permukaan sampel. Saat berkas sinar X didifraksikan oleh sampel, elektron pada kulit terluar akan tereksitasi dan menyebabkan elektron yang hilang akan menempati daerah yang memiliki energi lebih tinggi selama transisi pancaran radiasi sinar X terjadi. Sinar X ini akan dihamburkan melalui celah (E) dan ditangkap oleh detektor (F) yang kemudian diterjemahkan dalam bentuk kurva terhadap jarak antara bidang d yang menggambarkan puncak intensitas sinar X pada sudut tertentu.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(48) Kondisi refleksi sinar X dirumuskan dalam persamaan yang dikenal sebagai Hukum Bragg. Persamaan Bragg menyatakan bahwa lintasan berkas difraksi sinar X harus merupakan panjang gelombang dan nilai sudut difraksi θ yang berbanding terbalik dengan nilai jarak d (jarak antar bidang) dalam kristal. Hukum Bragg ditulis dalam Persamaan sebagai berikut: nλ = 2d sin θ. (2.4). n adalah bilangan bulat 1, 2, 3, dan seterusnya, λ adalah panjang gelombang sinar X, d adalah jarak antar bidang, dan θ adalah sudut difraksi. Persamaan 2.4 menjelaskan jika seberkas sinar X ditembakkan pada sampel kristal, maka bidang kristal akan membiaskan sinar X yang memiliki panjang gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar yang dibiaskan akan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai puncak difraksi. Setiap puncak yang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam sumbu tiga dimensi. Puncak-puncak yang didapatkan dari data pengukuran ini kemudian dicocokkan dengan standar difraksi sinar X untuk hampir semua jenis material. Bentuk data yang keluar dari difraktometer dapat berupa data analog atau digital. Rekaman data analog berupa grafik bergaris yang terekam per menit dengan detektor dalam sudut 2θ per menit, sehingga sumbu X ekuivalen dengan sudut 2θ. Pola difraktogram yang dihasilkan berupa deretan puncak difraksi dengan intensitas relatif bervariasi sepanjang nilai 2θ tertentu. Besarnya intensitas relatif ini bergantung pada jumlah atom atau ion yang ada. Pola difraksi setiap padatan kristalin sangat khas dan bergantung pada kisi kristal, unit parameter, dan panjang gelombang sinar X yang digunakan sehingga kemungkinan pola difraksi yang dihasilkan untuk padatan kristalin yang berbeda adalah sangat kecil (Warren, 1969). Ukuran kristal mempengaruhi pola difraksi sinar X. Melalui grafik XRD, ukuran kristal yang terbentuk dapat dihitung berdasarkan Persamaan Scherrer, yaitu: D= 0,9 λB Cos θ. (2.5). D adalah ukuran kristal, λ adalah panjang gelombang Cu-Kα (1.54060 Å), dan B adalah full width half maximum (FWHM) (rad) (Cullity, 1956).. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(49) 2.12. Fourier Transform Infrared (FTIR) Spektrofotometri inframerah (IR) merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk menganalisa senyawa kimia. Spektra inframerah suatu senyawa dapat memberikan gambaran dan struktur molekul senyawa tersebut. Spektra IR dapat dihasilkan dengan mengukur absorbsi radiasi, refleksi atau emisi di daerah IR. Daerah inframerah sedang (4000-400 cm-1) berkaitan dengan transisi energi vibrasi dari molekul yang memberikan informasi mengenai gugus-gugus fungsi dalam molekul tersebut. Pada alat spektrofotometri inframerah, satuan bilangan gelombang merupakan satuan. yang. umum digunakan. Nilai bilangan gelombang berbanding terbalik. terhadap frekuensi atau energinya. Bilangan gelombang dan panjang gelombang dapat dikonversi satu sama lain menggunakan persamaan dibawah : V(cm-1) = 1/ λ(µm) x 104. (2.6). Informasi absorpsi inframerah pada umumnya diberikan dalam bentuk spektrum dengan panjang gelombang (µm) atau bilangan gelombang (cm-1) sebagai absis x dan intensitas absorpsi atau persen transmitan sebagai ordinat y. Intensitas pita dapat dinyatakan dengan transmitan (T) atau absorban (A). Transmitan adalah perbandingan antara fraksi sinar yang diteruskan oleh sampel (I) dan jumlah sinar yang diterima oleh sampel tersebut (Io). Absorbansi adalah –log dari transmitan seperti yang ditunjukkan pada persamaan berikut: A= log(1/T) = -logT = -log I/Io. (2.7). Terdapat dua macam vibrasi, yaitu vibrasi ulur dan tekuk. Vibrasi ulur merupakan suatu gerakan berirama di sepanjang sumbu ikatan sehingga jarak antar atom akan bertambah atau berkurang. Vibrasi tekuk dapat terjadi karena perubahan sudut-sudut ikatan antara ikatan-ikatan pada sebuah atom (Silverstein, 1986).. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(50) BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat-Alat Penelitian Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Nama Alat. Merek. Alat-alat gelas. Pyrex. Neraca Analitis. Ohaus. Termometer. Fisher. Hot plate. Cimarec. Oven. Carbolite. Magnetic Stirer Ice bath Bunsen pH universal. Sartorius. Alumunium foil. Bagus. Autoklaf. High-pressure steam ES-315. Ultrasonikator Inkubator shaker Seperangkat alat sentrifugator. VS-GOOCFi. Seperangkat alat TGA. SDT Q600 V20. Seperangkat alat SEM. EDX EVO MA 10 carl Zeis Bruker. Seperangkat alat uji tarik. GOTECH AL 7000 M. Seperangkat alat XRD. Shimadzu XRD-6100. Seperangkat alat FTIR. Shimadzu IR prestige-21. Seperangkat alat PSA. Cordouan nanoq v2.0.0.1. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(51) 3.2 Bahan-Bahan Penelitian Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Bahan. Merek. Starter Acetobacter xylinum Grafit Komersil (s) Air kelapa Urea (s). Merck. Gula (s) Alkohol (aq) Aquadest (l) NaNO3 (s). Merck. KMnO4. Merck. H2SO4 (p). Merck. NaOH. Merck. (s). CH3COOH glacial (l). Merck. H2O2 (p). Merck. 3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Pembuatan Larutan 3.3.1.1 Larutan NaOH 2,5 % Sebanyak 25 g NaOH(s) dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 1000 mL hingga garis tanda dan dihomogenkan.. 3.3.1.2 Larutan H2SO4 5 % Sebanyak 51 mL larutan H2SO4 98 % diencerkan dengan aquades dalam labu takar 1000 mL hingga garis batas dan dihomogenkan.. 3.3.2 Pembuatan Starter Acetobacter xylinum Media kultur untuk starter Acetobacter xylinum, setiap liter dari air kelapa tua ditambahkan 5 g urea, 10 g gula pasir, dan 10 ml air kelapa muda. Media kultur ini dimasak di atas kompor hingga mendidih, setelah itu didinginkan hingga temperatur. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(52) kamar. Keasaman dari media diatur menjadi pH = 4 dengan menambahkan CH 3 COOH glasial. Bibit dari bakteri Acetobacter xylinum diinokulasi ke dalam media kultur statis selama 8 hari pada suhu 28°C dalam botol kaca yang telah disterilisasi. 3.3.3 Sintesis Grafena Oksida Sebanyak 2 g grafit dimasukkan kedalam gelas beaker, ditambahkan 2 g NaNO3 dan 150 ml H2SO4. (p). sambil diaduk selama 2 jam dalam ice bath. Lalu. ditambahkan 10 gram KMnO4 (s) secara bertahap dan diaduk selama 4 jam pada suhu 20°C. Lalu dipindahkan dari ice bath dan diaduk selama 20 jam pada suhu 35°C. Lalu ditambahkan 200 mL H2SO4 5% dan 10 mL H2O2 30 % dan diaduk selama 1 jam. Lalu disentrifugasi pada 7200 rpm selama 10 menit hingga terpisah antara supernatan dan endapan. Endapan yang didapatkan dicuci dengan aquadest hangat hingga pH mendekati 7. Lalu diultrasonikasi pada 50/60 Hz selama 5 jam. Lalu disentrifugasi pada 7200 rpm selama 10 menit hingga didapatkan endapan. Lalu endapan dikeringkan dengan oven pada suhu 105°C. hingga didapatkan serbuk. grafena oksida. Serbuk grafena oksida dikarakterisasi dengan PSA, XRD dan FTIR.. 3.3.4 Pembuatan Nanokomposit Selulosa Bakteri/Grafena Oksida secara In-situ dengan Media kultur Agitasi Dimasukkan 50 mL air kelapa tua ke dalam gelas kimia, ditambahkan 500 mg urea, 250 mg gula pasir, 1 mL air kelapa muda, dan 2 mL suspensi grafena oksida 1% (b/v dalam akuades). Lalu diautoklaf selama 15 menit, setelah dingin ditambahkan CH3COOH hingga pH = 4. Larutan diaduk selama 1 jam dan dilanjutkan dengan ultrasonikasi selama 1 jam serta diautoklaf kembali selama 5 menit. Setelah medium kultur mencapai suhu ruang ditambahkan 5 mL starter bakteri Acetobacter xylinum lalu diinokulasi dalam inkubator pada suhu 28°C selama 7 hari dengan kecepatan putaran 100 rpm dan didapatkan. nanokomposit. Dilakukan. perlakuan yang sama untuk variasi 4 mL dan 6 mL suspensi grafena oksida.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Suharsono (1997), perlakuan suhu 50 o C selama 72 jam dapat mematahkan dormansi benih padi gogo varietas Gajah Mungkur setelah mengalami penyimpanan kering

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis mengenai upaya penanggulangan tindak pidana narkotika oleh anak dalam wilayah hukum polda jateng untuk saat ini

[r]

Sekretariat Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) menyampaikan salinan otentik naskah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Lembaga yang bersangkutan,

[r]

Anggota dapat meminta kepada petugas perpustakaan untuk menunjukkan data buku yang ada dalam perpustakaan serta mencarikan buku yang diminta oleh anggota tersebut.. Kemudian

[r]

Penelitian tentang madrasah sudah pernah dilakukan oleh Maksum, 11 ia mengkaji tentang Madrasah: Sejarah dan Perkembangannya, titik tekan penelitian tersebut pada